TUMOR ORBITA
OLEH:
Bq. Halida Octami
H1A 005006
2010
1. Ringkasan Awal
Seorang laki-laki umur 51 tahun datang ke Poli Mata RSUP NTB pada hari Selasa, 05
Januari 2010 untuk melakukan pemeriksaan penyakit mata yang dialami.
Subjek (S) : Pasien mengeluh mata kiri membengkak sejak enam bulan yang lalu.
Objektif (O) : Berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh hasil bahwa kondisi mata
kanan dalam batas normal yaitu visus = 6/6, lapang pandang tidak menyempit, fungsi
otot ekstraokuler normal, segmen anterior dan posterior dalam batas normal serta
tekanan intraokuler normal dengan pemeriksaan digital. Mata kiri menunjukkan
pseudoptosis dengan palpebra superior dan inferior edema dan hiperemi, sehingga
visus, lapang pandang, fungsi otot ekstraokuler, segmen anterior serta posterior sulit
untuk dievaluasi.
Assesment (A) :
Planning (P) :
Infus RL 15 tpm
Cefotaxime/ 12 jam
Antrain/ 8 jam
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. S
Umur
: 51 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Sasak
Alamat
: Praya
Anamnesis Sistem:
Sakit kepala (+), infeksi telinga dan gangguan pendengaran (-), gangguan penghidu
(-), gigi berlubang pada gigi geraham ke-III rahang bawah kiri dan gigi geraham ke-II
rahang atas kanan, pembengkakan wajah sebelah kiri (+), nyeri tenggorokan (-), suara
serak (-), perbesaran kelenjar leher (-), jantung dan paru tidak ada keluhan, gangguan
buang air kecil dan buang air besar (-), kekuatan otot baik, perangai pasien serta berat
badan stabil.
Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada riwayat gejala penyakit mata yang serupa pada anggota keluarga
Riwayat pribadi, sosial ekonomi dan budaya:
Pekerjaan pasien selama ini adalah sebagai pegawai negeri sipil, aktivitas sehari-hari
berlangsung normal, pola makan teratur dalam porsi normal, pola tidur normal dan
pasien merupakan perokok berat.
III. Pemeriksaan Fisik :
Tanggal pemeriksaan : 05 Januari 2010
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : T = 130/90 mmHg
N = 92 x/ menit
T = 36,3 C
R = 24 x/ menit
Status lokalis :
No
Pemeriksaan
1.
Visus
2.
Lapang pandang
2.
3.
Palpebra superior
Palpebra Inferior
Normal
Hiperemi
(-)
(+)
Ada
Ada
Pseudoptosis
(-)
(+)
Sikatrik
(-)
(-)
Edema
(-)
(+)
Hiperemi
(-)
(+)
Ada
Ada
1 cm
0 cm
Fissura palpebra
6.
Konjungtiva palpebra
9.
(-)
5.
8.
6/6
Edema
Silia
Mata Kiri
Silia
4.
Mata Kanan
Superior
Hiperemi
(-)
(+)
Inferior
Hiperemi
(-)
(+)
Konjungtiva bulbi
Injeksi konjungtiva
(-)
Injeksi silier
(-)
Hiperemi
(-)
Udema
(-)
Sklera
Kornea
Kejernihan
Jernih
Permukaan
Licin
Infiltrat
(-)
Benda asing
(-)
Kedalaman
Hifema
Hipopion
Normal
(-)
(-)
Warna
Iridodenesis
Iridodialisis
Sinekia
Coklat
(-)
(-)
(-)
12. Pupil
Bentuk
11. Iris
Refleks langsung
Refleks tidak langsung
13. Lensa
Kejernihan
Iris shadow
Bulat, 3 mm
(+)
Tidak dilakukan
Tidak dapat dilakukan
Sedikit keruh
(+)
Normal
15. Funduskopi
FR (+)
OD
Palpebra superior
oedem, hiperemi
Diagnosa kerja :
Tumor orbita sinistra primer
Diagnosa banding :
Tumor orbita sekunder
USULAN PEMERIKSAAN
1. CT Scan
2. Pemeriksaan patologi anatomi
PENATALAKSANAAN
Infus RL 15 tpm
Cefotaxime/ 12 jam
Antrain/ 8 jam
PROGNOSIS
Prognosis pada kasus ini adalah sulit diramalkan.
FOLLOW UP PATIENT
07 Januari 2010
S: Pasient mengeluh sakit kepala sebelah kiri yang menjalar hingga belakang kepala,
nyeri pada mata (-).
Objektif (O) :
KU: Sedang
Kes : Compos Mentis
Vital sign : T = 130/80 mmHg
N = 96 x/ menit
T = 35,9 C
R = 20 x/ menit
Kepala : Perbesaran kelenjar preaurikuler
Planning (P) :
Infus RL 15 tpm
Cefotaxime/ 12 jam
Antrain/ 8 jam
08 Januari 2010
S: Pasient mengeluh sakit kepala sebelah kiri yang menjalar hingga belakang kepala,
nyeri pada mata (-).
Objektif (O) :
KU: Sedang
Kes : Compos Mentis
Vital sign : T = 120/80 mmHg
N = 96 x/ menit
T = 36,0 C
R = 20 x/ menit
Kepala : Perbesaran kelenjar preaurikuler
Jantung : S1S2 tunggal, gallop (-), murmur (-).
Pulmo : Vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Hangat +/+, edema -/Status lokalis :
OD: visus = > 6/60 (bed side examination), lapang pandang tidak menyempit, fungsi
otot ekstraokuler normal, segmen anterior dan posterior normal (FR (+)) serta tekanan
intraokuler normal dengan pemeriksaan digital.
OS: Edema palpebra, pseudoptosis, visus > 2/60, Segmen anterior yang dapat
dievaluasi hanya kornea bagian medial yang tampak jernih. Lapang pandang, fungsi
otot ekstraokuler, serta serta segmen posterior sulit untuk dievaluasi.
Assesment (A) :
Planning (P) :
Infus RL 15 tpm
Cefotaxime/ 12 jam
Antrain/ 8 jam
09 Januari 2010
S: Pasient mengeluh belum buang air besar, sakit kepala (-), nyeri pada mata (-).
Objektif (O) :
Foto thorak menunjukkan tulang intak, sinus paranasalis normo lucent, soft tissue
swelling.
KU: Sedang
Kes : Compos Mentis
Vital sign : T = 130/80 mmHg
N = 96 x/ menit
T = 35,9 C
R = 20 x/ menit
Kepala : Perbesaran kelenjar preaurikuler
Jantung : S1S2 tunggal, gallop (-), murmur (-).
Pulmo : Vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Hangat +/+, edema -/Status lokalis :
OD: visus = > 6/60 (bed side examination), lapang pandang tidak menyempit, fungsi
otot ekstraokuler normal, segmen anterior dan posterior normal (FR (+)) serta tekanan
intraokuler normal dengan pemeriksaan digital.
OS: Edema palpebra, pseudoptosis, visus > 2/60, Segmen anterior yang dapat
dievaluasi hanya kornea bagian medial yang tampak jernih. Lapang pandang, fungsi
otot ekstraokuler, serta serta segmen posterior sulit untuk dievaluasi.
Assesment (A) :
Planning (P) :
Infus RL 15 tpm
Cefotaxime/ 12 jam
Antrain/ 8 jam
Bacquinor
Irigasi betadin
Dulcolax
10 Januari 2010
S: Bengkak pada mata kiri tidak ada perubahan, nyeri mata (-), sakit kepala (-).
Objektif (O) :
KU: Sedang
Kes : Compos Mentis
Vital sign : T = 120/80 mmHg
N = 96 x/ menit
T = 36.0 C
R = 24 x/ menit
Kepala : Perbesaran kelenjar preaurikuler
Jantung : S1S2 tunggal, gallop (-), murmur (-).
Pulmo : Vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Hangat +/+, edema -/Status lokalis :
OD: visus = > 6/60 (bed side examination), lapang pandang tidak menyempit, fungsi
otot ekstraokuler normal, segmen anterior dan posterior normal (FR (+)) serta tekanan
intraokuler normal dengan pemeriksaan digital.
OS: Edema palpebra tidak berkurang, pseudoptosis, visus > 2/60, Segmen anterior
yang dapat dievaluasi hanya kornea bagian medial yang tampak jernih. Lapang
pandang, fungsi otot ekstraokuler, serta serta segmen posterior sulit untuk dievaluasi.
Planning (P) :
Infus RL 15 tpm
Cefotaxime/ 12 jam
Antrain/ 8 jam
Bacquinor
Irigasi betadine
11 Januari 2010
S: Pasient mengeluh nyeri tekan pada kelopak mata kiri bawah.
Objektif (O) :
KU: Sedang
Kes : Compos Mentis
Vital sign : T = 130/80 mmHg
N = 92 x/ menit
T = 35,9 C
R = 20 x/ menit
Kepala : Perbesaran kelenjar preaurikuler
Jantung : S1S2 tunggal, gallop (-), murmur (-).
Pulmo : Vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/Abdomen : Dalam batas normal
Planning (P) :
Infus RL 15 tpm
Cefotaxime/ 12 jam
Antrain/ 8 jam
Bacquinor
Irigasi betadine
Konsul bedah
12 Januari 2010
S: Pasient mengeluh nyeri tekan pada kelopak mata kiri bawah.
Objektif (O) :
KU: Sedang
Planning (P) :
Kultur pus
CT Scan
3.
Infus RL 15 tpm
Cefotaxime/ 12 jam
Antrain/ 8 jam
Bacquinor
CT Scan
Kultur pus
Insisi abses
Identifikasi Masalah
Pada tumor orbita akan memberikan gejala nyeri orbital jelas pada tumor ganas
yang tumbuh cepat, namun juga merupakan gambaran khas 'pseudotumor' jinak dan
fistula karotid-kavernosa. Proptosis yaitu pergeseran bola mata kedepan adalah
gambaran yang sering dijumpai, berjalan bertahap dan tak nyeri dalam beberapa
bulan atau tahun (tumor jinak) atau cepat (lesi ganas). Pembengkakan kelopak
mungkin jelas pada pseudotumor, eksoftalmos endokrin atau fistula karotidkavernosa. Palpasi bisa menunjukkan massa yang menyebabkan distorsi kelopak atau
bola mata, terutama dengan tumor kelenjar lakrimal atau dengan mukosel. Pulsasi
menunjukkan lesi vaskuler; fistula carotid kavernosa atau malformasi arteriovenosa,
dengarkan adanya bruit. Gangguan gerakan bola mata sering terbatas oleh sebab
mekanis, namun bila nyata, mungkin akibat oftalmoplegia endokrin atau dari lesi
saraf III, IV, dan VI pada fisura orbital (misalnya sindroma Tolosa Hunt) atau sinus
kavernosus. Ketajaman penglihatan: mungkin terganggu langsung akibat terkenanya
saraf optik atau retina, atau tak langsung akibat kerusakan vaskuler.1
Pada pasien ini didapatkan gejala nyeri orbital yang tidak begitu jelas, tumor
tumbuh lambat, kelopak sangat edema, pseudoptosis, gangguan pergerakan bola
mata, serta demam tidak ditemukan sedangkan gejala-gejala lain tidak dapat
dievaluasi akibat kelopak mata atas yang tidak dapat dibuka. Gambaran serta gejala
yang didapatkan dari pasien mengarah pada diagnosis tumor orbita sinistra primer.
4.
Analisa Kasus
a.
Retina:
Retinoblastoma: Tumor anak-anak yang sangat ganas.
Melanoma
Tulang:
Osteoma: biasanya mengenai sinus frontal atau ethmoid,
bisa menyebabkan mukosel frontal.
Sista dermoid
Sista epidermoid
Sinus paranasal, nasofaring:
Karsinoma: Sering menginvasi dinding medial orbit pada
tahap dini penyakit.
Selubung saraf optik:
Meningioma: sering meluas keintrakranial melalui foramen optik.
Saraf optik:
Glioma (astrositoma pilositik): Tumbuh sangat lambat.
Neurofibroma/neurinoma
Jaringan ikat:
Rabdomiosarkoma: Tumor anak-anak ganas dengan pertumbuhan dan penyebaran lokal cepat.
Metastasis melalui darah:
Dewasa: Karsinoma 'breast'
Karsinoma bronkhial
Anak-anak: Neuroblastoma
Sarkoma Ewing
Leukemia
Tumor testikuler
Lesi orbital non-neoplastik:
Hemangioma/limfangioma kavernosa: Lesi jinak yang sering terjadi pada dewasa.
Pseudotumor
Eksoftalmos endokrin
Granulomatosis Wagener
Histiositosis X
Sarkoidosis
Fistula karotid-kavernosa tampil dengan eksoftalmos pulsatif.
4. Tanda dan Gejala Tumor Orbita
Tanda dan Gejala Klinis 1
Nyeri orbital: jelas
cepat,
namun juga
sering
dijumpai, berjalan bertahap dan tak nyeri dalam beberapa bulan atau tahun
(tumor jinak) atau ce-pat (lesi ganas).
Pembengkakan kelopak: mungkin
jelas pada
pseudotumor, eksoftalmos
kehilangan penglihatan
b. Subjektif
Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah pembengkakan pada mata kiri
secara perlahan, tidak disertai nyeri dan demam. Berdasarkan keluhan utama
tersebut kemungkinan lain diagnosis adalah tumor orbita sekunder.
Tumor orbita dapat bersifat primer, sekunder atau metastatik. Tumor sekunder
adalah tumor yang berasal dari tempat-tempat yang berhubungan dengan rongga
orbita dan terjadi perluasan tumor se dalam rongga orbita misalnya dari sinus,
rongga otak atau kelopak mata. Tumor jinak orbita biasanya primer. Eksolftalmos
satu mata merupakan gejala utama suatu neoplasma orbita. Arah penonjolan
dapat membimbing kita kearah asal tumor. Gejala-gejala lain yang menyertai
neoplasma adalah gangguan pergerakan bola mata, gangguan penglihatan,
gangguan lapang pandang, pembendungan darah pada orbita, dan ada atau
tidaknya perubahan fundus mata. Gejala-gejala tersebut diatas tergantung letak
tumor.3
c. Objektif
Mata kiri menunjukkan respon terhadap pengobatan kurang (tidak terdapat
perbaikan yang bermakna), pseudoptosis dengan palpebra superior dan inferior
edema dan hiperemi, sehingga visus, lapang pandang, fungsi otot ekstraokuler
sulit dievaluasi, segmen anterior hanya kornea bagian medial yang dapat
dievaluasi dan tampak jernih, segmen posterior sulit untuk dievaluasi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan perbesaran kelenjar preauricular serta parotis.
Hasil foto kepala menunjukkan kondisi sinus paranasalis normoluscent, tidak
terdapat destruksi tulang, sedangkan hasil CT-Scan menunjukkan adanya
destruksi tulang superior sinus maksilaris. Pembengkakan pada kelopak palpebra
superior diakibatkan oleh proses pertumbuhan sel yang tidak terkendali akibat
tertekannya tumor suppressor gen. Destruksi tulang yang ditunjukkan oleh hasil
CT-Scan menunjukkan sel tumor bersifat progresif, dan telah melakukan
metastasis dengan adanya perbesaran kelenjar preaurikular serta parotis.
Pembengkakan
yang
sangat menyebabkan
yang
Infus RL 15 tpm
Cefotaxime/ 12 jam
Antrain/ 8 jam
Baquinor
Irigasi betadine
Radioterapi
f. Prognosis pada kasus ini buruk akibat telah terjadinya metastasis ke kelenjar
preaurikular serta parotis.
5.
Ringkasan akhir
Seorang laki-laki umur 51 tahun datang ke Poli Mata RSUP NTB pada hari
Selasa, 05 Januari 2010 untuk melakukan pemeriksaan penyakit mata yang dialami.
Pasien mengeluh mata kiri membengkak sejak enam bulan yang lalu. Berdasarkan
hasil pemeriksaan selama pasien rawat inap di RSUP NTB diperoleh hasil bahwa
kondisi mata kanan dalam batas normal yaitu visus = 6/6, lapang pandang tidak
menyempit, fungsi otot ekstraokuler normal, segmen anterior dan posterior normal
serta tekanan intraokuler normal dengan pemeriksaan digital. Mata kiri menunjukkan
respon terhadap pengobatan kurang (tidak terdapat perbaikan yang bermakna),
pseudoptosis dengan palpebra superior dan inferior edema dan hiperemi, sehingga
visus, lapang pandang, fungsi otot ekstraokuler sulit dievaluasi, segmen anterior
hanya kornea bagian medial yang dapat dievaluasi dan tampak jernih, segmen
posterior sulit untuk dievaluasi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perbesaran
kelenjar preaurikular serta parotis. Pemeriksaan CT-Scan menunjukkan destruksi
tulang superior sinus maksilaris. Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan mata, dan pemeriksaan penunjang, maka pasien didiagnosis tumor orbita
sinistra primer. Selanjutnya pasien direncanakan untuk melakukan radioterapi.
Prognosis pada pasien ini buruk.
DAFTAR PUSTAKA
Susilo
J.,
2009,
Available
from
http://karyatulisilmiahkeperawatan.blogspot.com/2009/05/tumor-orbita.html.
(Accessed : Januari 14 2010)
Gondhowiardjo T., Simanjuntak G., 2006, Panduan Manajemen Klinis PERDAMI.
Jakarta : PP PERDAMI.
Ilyas, Sidarta. 2002. Ilmu Penyakit Mata edisi kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Amir
S.,
2009,
Tumor
Mata
dan
Adneksa.
Available
from
http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/medhas/Micr
osoft%20PowerPoint%20-%20tumor%20SL.pdf. (Accessed : Januari 14
2010).
Saanin
S.,
2009,
Tumor
Orbita.
Available
from