Anda di halaman 1dari 28

ANALISIS MERGER DAN KINERJA KEUANGAN

PT KALBE FARMA Tbk.

SANDRA ARISTIANI ANDRIYANTO


Dr. JAKA ISGIYARTA, M.Si, Akt.

ABSTRACT
This research aims to analyze the purpose of the merger and its effect on
corporate financial performance. Merger is a merger of two or more companies that
then there is only one surviving company, while another company was dissolved.
Merger objectives used in this research is the company's growth, synergy, and market
share. While financial performance is measured using the financial ratios: Current
Ratio, Quick Ratio, Return on Assets, Return on Equity, Debt to Equity Ratio, and Total
Asset Turnover.
The data used in this research is secondary data. The object of this research is
PT Kalbe Farma Tbk, which merged with PT Dankos Laboratories Tbk and PT Enseval
in 2005. Data analysis methods used is trend analysis.
The research result shows that with merger, PT Kalbe Farma Tbk can growth
through an increase in assets, equity, and profit, as well as a decrease in liabilities. PT
Kalbe Farma Tbk not obtain synergies, but the market share of PT Kalbe Farma Tbk is
increase. In addition, the financial performance of PT Kalbe Farma Tbk after the
merger to be better. Current Ratio, Quick Ratio, Return on Assets, and Total Asset
Turnover has increased. While Return On Equity and Debt to Equity Ratio has
decreased.

Keywords:

Merger, Companys
Performance

Growth,

Synergy,

Market

Share,

Financial

1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Semakin banyaknya jumlah perusahaan membuat persaingan usaha menjadi
semakin ketat. Kondisi tersebut menuntut perusahaan untuk selalu mengembangkan
strategi agar mempertahankan eksistensinya dan memperbaiki kinerjanya. Salah satu
strategi yang dapat dilakukan adalah melalui ekspansi. Ekspansi perusahaan dapat
dilakukan dengan ekspansi internal ataupun ekspansi eksternal. Ekspansi internal
dilakukan dengan memperluas kegiatan perusahaan yang sudah ada, yaitu dengan
menambah kapasitas pabrik, menambah produk, atau mencari pasar yang baru.
Sedangkan ekspansi eksternal dilakukan dengan bergabung dengan perusahaan lain
yang sudah ada.
Dari waktu ke waktu perusahaan lebih menyukai pertumbuhan eksternal
daripada pertumbuhan internal. Alasannya karena pertumbuhan eksternal dianggap jalan
cepat untuk mewujudkan tujuan perusahaan dimana perusahaan tidak perlu memulai
dari awal suatu bisnis baru.Merger adalah salah satu strategi pertumbuhan eksternal.
Menurut Moin (2010), merger merupakan penggabungan dua atau lebih perusahaan
yang kemudian hanya akan ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badan hukum,
sementara yang lainnya akan menghentikan aktivitasnya atau bubar.
Merger dianggap sebagai jalur cepat dalam mengakses pasar baru atau menjual
produk baru tanpa memulai dari nol. Merger juga dianggap dapat menciptakan sinergi,
yaitu nilai keseluruhan perusahaaan setelah merger dan akuisisi yang lebih besar
daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum merger dan akuisisi.
Selain itu keuntungan lebih banyak diberikan melalui merger dan akuisisi kepada
perusahaan antara lain peningkatan kemampuan dalam pemasaran, riset, skill
manajerial, transfer teknologi, dan efisiensi berupa penurunan biaya produksi (Hitt
dalam Sijabat, 2008).
Ada beberapa motif yang mendorong perusahaan untuk melakukan merger.
Motif pertama adalah pertumbuhan. Suatu perusahaan mungkin tidak mampu tumbuh
dengan cepat melalui ekspansi internal. Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan
yang cepat perlu melakukan ekspansi eksternal melalui merger maupun akuisisi.
Melalui penggabungan perusahaan, ukuran perusahaan dengan sendirinya akan menjadi
lebih besar karena seluruh aset dan kewajiban perusahaan akan digabung.

Motif kedua adalah terciptanya sinergi. Sinergi dapat terjadi dalam dua hal,
yaitu sinergi operasional dan sinergi keuangan. Sinergi operasional terjadi apabila
perusahaan yang di akuisisi mempunyai proses produksi yang hampir sama. Dengan
demikian hal utama yang menjadi sumber dari terjadinya sinergi operasional ini adalah
penurunan biaya yang terjadi sebagai akibat dari kombinasi dua perusahaan tersebut.
Sinergi operasi dapat dilihat dari adanya peningkatan pendapatan operasional dan
penurunan biaya. Sedangkan sinergi finansial dihasilkan ketika perusahaan hasil merger
memiliki struktur modal yang kuat dan mampu mengakses sumber-sumber dana dari
luar secara lebih mudah dan murah sedemikian rupa sehingga biaya modal perusahaan
semakin menurun (Moin, 2010).
Motif ketiga dari merger adalah motif ekonomi. Peningkatan pangsa pasar
merupakan salah satu tujuan dari dilaksanakannya merger. Merger dan akuisisi sangat
potensial dalam mengubah struktur pasar. Perusahaan hasil merger horisontal berpotensi
meningkatkan kekuatan pasar melalui penguasaan pangsa pasar yang lebih besar (Moin,
2010).
Pada akhirnya manfaat yang ingin diperoleh perusahaan dengan dilaksanakannya
merger adalah tercapainya kondisi keuangan yang lebih baik. Keputusan merger dan
akuisisi akan berpengaruh besar dalam memperbaiki kondisi perusahaan dan
peningkatan kinerja. Dengan bergabungnya dua atau lebih perusahaan dapat menunjang
kegiatan usaha, sehingga keuntungan yang dihasilkan juga lebih besar dibandingkan
jika dilakukan sendiri-sendiri. Secara teori, setelah merger dan akuisisi ukuran
perusahaan dengan sendirinya bertambah besar karena aset dan kewajiban perusahaan
digabung bersama. Dasar logis dari pengukuran berdasarkan akuntansi adalah bahwa
jika ukuran bertambah besar ditambah dengan sinergi yang dihasilkan dari aktivitasaktivitas yang simultan, maka laba perusahaan juga akan semakin meningkat. Oleh
karena itu, kinerja pasca merger dan akuisisi seharusnya semakin baik dibandingkan
dengan sebelum merger dan akuisisi (Usadha dan Gerianta, 2008).
Untuk menilai bagaimana keberhasilan merger yang dilakukan, kita dapat
melihatnya dari kinerja perusahaan yang melakukan merger, terutama kinerja keuangan.
Beberapa penelitian mengenai pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja keuangan
di Indonesia diantaranya adalah Payamta dan Setiawan (2004) yang meneliti kinerja
keuangan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi dari rasio-rasio keuangan

dan return saham di sekitar peristiwa terjadi. Hasil penelitiannya menunjukkan rasiorasio keuangan dua tahun sebelum dan sesudah peristiwa merger dan akuisisi tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Sedangkan abnormal return saham sebelum
pengumuman merger dan akuisisi positif, namun setelah pengumuman merger dan
akuisisi justru negatif. Hal ini terjadi karena merger dan akuisisi yang dilakukan tidak
menimbulkan sinergi bagi perusahaan. Atau dengan kata lain motif ekonomi bukanlah
motif utama perusahaan melakukan merger dan akuisisi.
Chikita (2011) melakukan penelitian mengenai kinerja perusahaan pengakuisisi
sesudah merger. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan pengakuisisi yang
melakukan merger berdasarkan jenis industri yang terdaftar di BEI mulai dari tahun
2000-2006. Dalam penelitian ini, peneliti menguji rasio Operating Profit Margin, Gross
Profit Margin, Net Profit Margin, Return on Net Worth, Return on Capital Employed,
dan Debt Equity Ratio. Dengan menggunakan alat analisis uji beda, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kinerja operasi perusahaan pengakuisisi tidak mengalami
peningkatan pada periode sesudah merger meskipun salah satu rasio yaitu Debt Equity
Ratio menunjukkan hasil yang berbeda. Selain itu, penelitian ini membuktikan bahwa
jenis ndustri membuat suatu perbedaan pada kinerja operasi perusahaan pengakuisisi
pada periode sesudah merger.

Rumusan Masalah
Merger PT Kalbe Farma Tbk belum pasti dikatakan berhasil. Keberhasilan
merger tersebut dapat dikatakan jika tujuan dilaksanakan merger dapat tercapai dan
memberikan manfaat bagi perusahaan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan,
maka penulis akan merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah sesudah merger PT Kalbe Farma Tbk tercapai pertumbuhan
perusahaan?
2. Apakah sesudah merger PT Kalbe Farma Tbk tercipta sinergi?
3. Apakah sesudah merger PT Kalbe Farma Tbk tercapai motif ekonomi melalui
peningkatan pangsa pasar?
4. Apakah sesudah merger terdapat peningkatan kinerja keuangan pada PT Kalbe
Farma Tbk?

2. TINJAUAN PUSTAKA
Teori Merger
Teori yang dapat menjelaskan motivasi yang melatarbelakangi terjadinya suatu
penggabungan usaha menurut Dharmasetya dan Sulaimin (2009) dalam Wangi (2010)
antara lain :
a. Teori Efisiensi
Menurut teori ini, merger dapat meningkatkan efisiensi. Efisiensi tersebut
karena merger akan menghasilkan sinergi yang secara sederhana diartikan sebagai
2+2=5, yaitu konsep dalam ilmu ekonomi yang mengatakan gabungan faktorfaktor yang komplementer akan menghasilkan keuntungan yang berlipat ganda.
b. Teori Diversifikasi
Dengan memiliki bidang usaha yang beraneka ragam, maka suatu
perusahaan dapat menjaga stabilitas pendapatannya. Diversifikasi adalah strategi
pemberagaman bisnis yang bisa dilakukan melalui merger dan akuisisi.
Diversifikasi dimaksudkan untuk mendukung aktivitas bisnis dan operasi
perusahaan untuk mengamankan posisi bersaing.
c. Teori Kekuatan Pasar
Keinginan untuk meningkatkan pangsa pasar (market share) juga dapat
menjadi salah satu motivasi terjadinya suatu merger. Penggabungan dua atau lebih
perusahaan yang sebelumnya saling bersaing menjual produk yang serupa, secara
teoritis akan meningkatkan penguasaan pangsa pasar secara berlipat ganda.
d. Teori Keuntungan Pajak
Keuntungan di bidang perpajakan melalui pengurangan kewajiban
pembayaran pajak dapat menjadi motivasi yang melatarbelakangi suatu merger.
Dengan adanya penggabungan usaha dimana perusahaan yang satu adalah
perusahaan yang tidak mempunyai laba dengan perusahaan mempunyai laba
besar, maka dapat mengecilkan pajak yang akan dibayarkan.
e. Teori Under Valuation
Penilaian harta yang lebih rendah dari harga sebenarnya pada suatu
perusahaan akan mendorong minat perusahaan lainnya untuk menggabungkan
perusahaan yang pertama ke dalam perusahaannya melalui merger.

f. Teori Prestise
Kadang-kadang terjadinya merger maupun akuisisi dilakukan bukan karena
motivasi ekonomi, melainkan karena motivasi ingin meningkatkan prestise.
Dengan melakukan penggabungan usaha yang menyebabkan perusahaan menjadi
semakin besar, maka akan meningkatkan prestise direksi perusahaan tersebut.

Merger
Merger berasal dari kata mergere yang berarti (1) bergabung, bersama,
menyatu, berkombinasi dan (2) menyebabkan hilangnya identitas karena terserap atau
tertelan sesuatu. Merger didefinisikan penggabungan dua atau lebih perusahaan yang
pada akhirnya bergabung ke dalam salah satu perusahaan yang telah ada sebelumnya,
sehingga menghilangkan salah satu nama perusahaan yang melakukan merger. Dengan
kata lain, merger adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan yang kemudian hanya
ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badan hukum, sementara yang lainnya
menghentikan aktivitas atau bubar (Moin, 2010).
Pihak yang masih hidup atau yang menerima merger dinamakan surviving firm
atau pihak yang mengeluarkan saham (issuing firm). Sementara itu perusahaan yang
berhenti atau bubar setelah terjadinya merger dinamakan merged firm. Surviving firm
dengan sendirinya memiliki ukuran (size) yang semakin besar karena seluruh aset dan
kewajiban dari merged firm dialihkan ke surviving firm. Perusahaan yang dimerger
akan menanggalkan status hukumnya sebagai entitas yang terpisah dan setelah merger
statusnya berubah menjadi bagian (unit bisnis) di bawah surviving firm (Moin, 2010).

Jenis-jenis Merger
Menurut Gaughan (2002) dalam Junaidi (2004), terdapat tiga tipe merger yaitu
merger horizontal, merger vertikal, merger konglomerasi.
1. Merger Horisontal, terjadi ketika dua kompetitor disatukan. Merger ini merupakan
penggabungan dua atau lebih perusahaan yang memiliki kegiatan usaha sejenis
dengan tujuan untuk meningkatkan skala ekonomi.
2. Merger Vertikal adalah kombinasi perusahaan-perusahaan yang memiliki suatu
hubungan sebagai penjual dan pembeli. Maksudnya penggabungan dua atau lebih

perusahaan yang memiliki tahapan-tahapan produksi yang berbeda dengan


keterkaitan masukan dengan keluaran dalam proses produksi suatu industri.
3. Merger

Konglomerat,

terjadi ketika perusahaan-perusahaan

yang bukan

kompetitor dan tidak memiliki suatu hubungan penjual dan pembeli. Merger
konglomerat adalah merger dua atau lebih perusahaan yang masing-masing
bergerak dalam industri yang tidak terkait.

Tujuan Merger dan Akuisisi


Ada beberapa tujuan yang mendorong perusahaan untuk melakukan merger atau
akuisisi yaitu sebagai berikut (Yuliana, 2009):
1. Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan

dianggap

salah

satu

alasan

utama

perusahaan

untuk

melaksanakan merger dan akuisisi. Dalam rangka tumbuh dan berkembang,


perusahaan bisa melakukan ekspansi melakukan ekspansi bisnis dengan memilih
diantara dua alternatif yaitu pertumbuhan dari dalam perusahaan (internal growth)
dan pertumbuhan dari luar perusahaan (external growth). Perusahaan yang
menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham, maupun
diversifikasi usaha cenderung memilih jalur pertumbuhan eksternal melalui merger
maupun akuisisi. Menurut Rokhayati (2005) dalam Atmawati (2010) pertumbuhan
perusahaan dapat direalisasi dalam beberapa bentuk, antara lain: pertumbuhan
penjualan, pertumbuhan laba, pertumbuhan ekuitas, dan pertumbuhan aset.
2. Sinergi
Sinergi merupakan nilai keseluruhan perusahaan setelah merger atau akuisisi
yang lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum
merger dan akuisisi. Sinergi tidak dapat diperoleh seandainya perusahaanperusahaan tersebut bekerja secara terpisah. Sinergi dihasilkan melalui kombinasi
aktivitas secara simultan dari dua kekuatan atau lebih elemen-elemen perusahaan
yang

bergabung sedemikian

rupa

sehingga

gabungan

aktivitas

tersebut

menghasilkan efek yang lebih besar dibandingkan dengan penjumlahan aktivitasaktivitas perusahaan jika mereka bekerja sendiri (Moin, 2010). Sinergi dapat
berasal dari dua sumber, yaitu sinergi operasional dan sinergi finansial.

3. Motif Ekonomi
Menurut Gaughan (2001) dalam Wiriastari (2010), ada dua motif ekonomi
yang mendorong perusahaan melakukan transaksi akuisisi, yaitu peningkatan
pangsa pasar (market share) dan kekuatan pasar (market power) sebagai akibat
integrasi horizontal, serta berbagai keuntungan lain sebagai akibat dari integrasi
vertikal. Jika perusahaan melakukan akuisisi dengan integrasi horizontal, berarti
perusahaan mengakuisisi perusahaan lain yang berada pada industri yang sama atau
sejenis. Dengan demikian industri yang dilayani akan lebih terkonsentrasi sehingga
pangsa pasar dan kekuatan pasar dapat lebih ditingkatkan.

Kinerja Perusahaan
Kinerja adalah suatu tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas untuk
mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Kinerja perusahaan merupakan
cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber
dayanya. Kinerja keuangan perusahaan merupakan kinerja perusahaan yang juga
menjadi perhatian utama dari perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan
perusahaan. Analisis rasio keuangan merupakan metode umum yang digunakan untuk
mengukur kinerja keuangan perusahaan. Adapun jenis rasio yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Rasio Likuiditas
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang-hutang
jangka pendek yang segera jatuh tempo. Rasio likuiditas yang digunakan dalam
penelitian ini sebagai berikut: Current Ratio (CR) dan Quick Ratio (QR).
2. Rasio Profitabilitas
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Rasio
ini membantu perusahaan dalam mengontrol penerimaannya. Rasio-rasio
profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Return On Asset (ROA)
dan Return On Equity (ROE).
3. Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
untuk membayar kewajiban jika pada suatu saat perusahaan dilikuidasi atau

dibubarkan. Rasio solvabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Debt to
Equity Ratio (DER).
4. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas mengukur seberapa efektif manajemen perusahaan mengelola
sumber dayanya. Rasio aktivitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Total
Asset Turnover (TATO).

Kerangka Pemikiran
Merger

merupakan

salah

satu

strategi

untuk

mengembangkan

dan

menumbuhkan perusahaan. Secara umum tujuan dilakukan merger adalah untuk


pertumbuhan perusahaan, tercipta sinergi, dan peningkatan pangsa pasar. Melalui
merger perusahaan dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan melakukan ekspansi
secara internal serta dapat tercipta sinergi. Sinergi dihasilkan melalui kombinasi
aktivitas secara simultan dari kekuatan atau lebih elemen-elemen perusahaan yang
bergabung sedemikian rupa sehingga gabungan aktivitas tersebut menghasilkan efek
yang lebih besar dibandingkan dengan penjumlahan aktivitas-aktivitas perusahaan jika
mereka bekerja sendiri.
Pelaksanaan merger pada akhirnya akan berpengaruh pada kinerja perusahaan.
Dengan adanya manfaat dari dilaksanakannya merger, diharapkan kondisi keuangan
perusahaan menjadi lebih baik. Secara teori, setelah merger dan akuisisi ukuran
perusahaan dengan sendirinya bertambah besar karena aset, kewajiban, dan ekuitas
perusahaan digabung bersama. Dasar logis dari pengukuran berdasarkan akuntansi
adalah bahwa jika ukuran bertambah besar ditambah dengan sinergi yang dihasilkan
dari aktivitas-aktivitas yang simultan, maka laba perusahaan juga akan semakin
meningkat (Usadha dan Gerianta, 2008).

3.

METODE PENELITIAN

Definisi Operasional Variabel


a.

Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan
size perusahaan. Pertumbuhan perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan

(Rokhayati, 2005 dalam Atmawati, 2010) sebagai berikut: pertumbuhan aset,


pertumbuhan kewajiban, pertumbuhan ekuitas, pertumbuhan laba, dan diversifikasi.
b. Sinergi
Sinergi merupakan nilai keseluruhan perusahaan setelah merger dan akuisisi yang
lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum merger
dan akuisisi. Sinergi dapat berasal dari sinergi operasi dan sinergi keuangan. Dalam
penelitian ini sinergi diukur dengan menggunakan: Jumlah Penjualan dan Harga
Pokok Penjualan.
c. Pangsa Pasar
Motif ekonomi merupakan motivasi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan
ekonomis dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Motif ekonomi dalam
penelitian ini menggunakan proksi pangsa pasar (market share). Pangsa pasar
adalah besarnya pasar yang dikuasai oleh perusahaan dan biasanya dinyatakan
dengan persentase.
d. Kinerja Perusahaan
Kinerja keuangan perusahaan merupakan kinerja perusahaan yang menjadi
perhatian utama dari perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan
perusahaan. Kinerja keuangan diukur menggunakan rasio likuiditas, profitabilitas,
solvabilitas, dan aktivitas. Rasio-rasio keuangan tersebut antara lain:

RASIO
LIKUIDITAS
Current Ratio

Quick Ratio

DEFINISI
mengukur kemampuan perusahaan untuk
membayar kewajiban jangka pendeknya
dengan aktiva lancarnya.
mengukur kemampuan perusahaan untuk
membayar kewajiban jangka pendek dengan
aktiva lancarnya yang benar-benar likuid.

PROFITABILITAS
Return On Asset
mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan memanfaatkan
seluruh aktiva yang dimilikinya.
Return On Equity
mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan menggunakan
modal yang dimilikinya.
SOLVABILITAS

RUMUS

Debt to Equity Ratio

mengukur kemampuan perusahaan membayar


hutang-hutangnya dengan ekuitas yang
dimilikinya.

AKTIVITAS
Total Asset Turnover

mengukur seberapa efektif aktiva perusahaan


mampu menghasilkan pendapatan operasional.

Populasi dan Sampel


Populasi penelitian adalah keseluruhan dari objek penelitian yang akan diteliti.
Dalam penelitian ini, objek penelitiannya adalah PT Kalbe Farma Tbk. yang merupakan
perusahaan hasil merger dengan PT Dankos Laboratories Tbk dan PT Enseval.

Jenis dan Sumber Data


Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak
lain berupa laporan publikasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa annual
report PT Kalbe Farma Tbk periode 2005-2010. Data yang digunakan dalam penelitian
ini diperoleh dari www.kalbe.co.id dan www.idx.co.id.

Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi.
Metode dokumentasi adalah pengumpulan data dengan cara mencatat atau
mendokumentasikan data yang sudah ada. Data yang digunakan dalam penelitian ini
berupa laporan keuangan auditan PT Kalbe Farma Tbk periode 2005-2010.

Teknik Analisis Data


Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis trend. Analisis trend
merupakan salah satu teknik analisis laporan keuangan dan termasuk metode horizontal.
Analisis ini menggambarkan kecenderungan perubahan suatu pos laporan keuangan
selama beberapa periode. Data laporan keuangan beberapa periode dinyatakan dalam
satuan % atas tahun dasar (Prastowo dan Rifka, 2005).
Untuk melakukan analisis trend menurut Harahap (2000) dalam Wijaya (2006),
dapat digunakan dua metode yaitu:
a. Metode statistik dengan cara menghitung garis trend dari laporan keuangan
beberapa periode.

b. Menggunakan presentase trend atau angka indeks.


Langkah melakukan analisis persentase trend adalah sebagai berikut:
a. Menentukan tahun dasar. Tahun dasar ditentukan dengan melihat arti suatu tahun
bias tahun pendirian, tahun perubahan, atau tahun reorganisasi. Pos-pos laporan
keuangan tahun dasar ditulis dengan indeks 100.
b. Menghitung angka indeks tahun-tahun lainnya dengan menggunakan angka pos
laporan keuangan tahun dasar sebagai penyebut.
c. Memprediksi kecenderungan yang mungkin terjadi berdasarkan arah dari
kecenderungan historis pos laporan keuangan yang dianalisis.
d. Mengambil keputusan mengenai hal-hal yang harus dilakukan untuk mengantisipasi
kecenderungan itu.

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Perusahaan
Merger merupakan salah satu alternatif strategi pertumbuhan melalui jalur
eksternal untuk mencapai tujuan perusahaan. Pertumbuhan dianggap salah satu alasan
utama perusahaan untuk melaksanakan merger karena dengan merger perusahaan dapat
tumbuh lebih cepat, baik ukuran, pasar saham, maupun diversifikasi usaha.
Menurut Rokhayati (2005) dalam Atmawati (2010), pertumbuhan perusahaan
dapat direalisasi dalam beberapa bentuk, yaitu pertumbuhan penjualan, pertumbuhan
laba, pertumbuhan ekuitas, dan pertumbuhan aset. Secara teori, setelah merger dan
akuisisi ukuran perusahaan dengan sendirinya bertambah besar karena aset dan
kewajiban perusahaan digabung bersama. Dasar logis dari pengukuran berdasarkan
akuntansi adalah bahwa jika ukuran bertambah besar ditambah dengan sinergi yang
dihasilkan dari aktivitas-aktivitas yang simultan, maka laba perusahaan juga akan
semakin meningkat. Oleh karena itu, kinerja pasca merger dan akuisisi seharusnya
semakin baik dibandingkan dengan sebelum merger dan akuisisi (Usadha dan Gerianta,
2008). Pertumbuhan PT Kalbe Farma Tbk sesudah merger dapat dilihat pada tabel
berikut ini:

Tabel 4.1
Perhitungan Trend Pertumbuhan PT Kalbe Farma Tbk
2005

2006

Rp

2007

Rp

2008

Rp

2009

Rp

2010

Rp

Rp

(miliar)

(miliar)

(miliar)

(miliar)

(miliar)

(miliar)

Aset

4,728

100

4,625

98

5,138

109

5,704

121

6,482

137

7,033

149

Kewajiban

1,822

100

1,080

59

1,121

62

1,359

75

1,692

93

1,260

69

Ekuitas

2,389

100

2,995

125

3,387

142

3,622

152

4,310

180

5,374

225

653

100

677

104

706

108

707

108

929

142

1,286

197

Laba

Sumber: Data diolah, 2011

a) Pertumbuhan Aset, Kewajiban, dan Ekuitas


Dari hasil perhitungan trend di atas, dapat diketahui bahwa pada periode
sesudah merger terjadi perubahan jumlah aset, kewajiban, ekuitas, dan laba PT
Kalbe Farma Tbk yang signifikan. Pada rekening aset, trend menunjukkan suatu
peningkatan mulai tahun 2007 sampai tahun 2010. Sedangkan pada tahun 2006,
jumlah aset Kalbe sempat menurun sebesar 2%. Pada trend kewajiban, menunjukkan
bahwa jumlah kewajiban mengalami penurunan setiap tahun. Kewajiban Kalbe pada
tahun 2005 sebesar Rp 1,02 triliun dan menurun drastis pada tahun 2010 menjadi Rp
25 miliar. Sementara itu, trend ekuitas menunjukkan peningkatan. Dalam kurun
waktu 5 tahun, jumlah ekuitas Kalbe meningkat sebesar 125%. Begitu juga dengan
trend laba yang selalu meningkat setiap tahun. Laba Kalbe meningkat dari Rp 653
miliar pada tahun 2005, menjadi Rp 1,29 triliun pada tahun 2010.

a) Diversifikasi
Pada aktivitas merger yang dilakukan oleh PT Kalbe Farma Tbk terdapat suatu
diversifikasi usaha. Hal ini terjadi karena PT Enseval yang melebur ke dalam Kalbe
merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan besar (distribusi
utama). PT Enseval menjalankan usahanya di bidang distributor utama untuk
barang-barang dagangan antara lain obat-obatan, alat-alat kesehatan, serta makanan

dan minuman. Dengan bergabungnya PT Enseval menyebabkan Kalbe mempunyai


divisi baru yaitu divisi distribusi.
Sesudah merger, kegiatan usaha divisi distribusi ini dijalankan oleh PT Enseval
Putera Megatrading Tbk yang merupakan anak perusahaan PT Enseval. Divisi
distribusi ini mempunyai fasilitas distribusi dan logistik

dengan jangkauan ke

seluruh wilayah Indonesia. Hal ini membuat Kalbe menjadi perusahaan dengan
jaringan distribusi paling luas diantara perusahaan farmasi di Indonesia dengan 2
pusat distribusi regional dan 65 cabang. Divisi ini tidak hanya memasarkan produk
milik Kalbe saja, namun juga mendistribusikan produkproduk milik pihak ketiga,
seperti misalnya dari Interbat, Loreal, Darlie, Nyonya Meneer, 3M, Roche, Kyowa
dan lainnya.

Sinergi
Salah satu tujuan utama dilaksanakan merger adalah untuk memperoleh sinergi.
Sinergi merupakan nilai keseluruhan perusahaan setelah merger dan akuisisi yang lebih
besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum merger dan
akuisisi. Sinergi dapat berasal dari sinergi operasi dan sinergi keuangan. Sinergi operasi
dibagi dalam dua bentuk yaitu peningkatan pendapatan dan pengurangan biaya.
Sedangkan sumber sinergi keuangan antara lain melalui peningkatan kapasitas utang
(debt capacity).
Dalam penelitian ini sinergi diproksi menggunakan total penjualan dan harga
pokok penjualan. Berikut ini merupakan hasil perhitungan trend sinergi PT Kalbe Farma
Tbk:
Tabel 4.2
Perhitungan Trend Sinergi PT Kalbe Farma Tbk

2005

2006

Rp
(miliar)

2007

Rp
%

(miliar)

2008

Rp
%

(miliar)

2009

Rp
%

(miliar)

2010

Rp
%

(miliar)

Rp
%

(miliar)

Penjualan

5,871

100

6,072

103

7,005

119

7,877

134

9,087

155

10,227

174

HPP

2,861

100

2,973

102

3,453

104

4,074

121

4,575

142

5,060

177

Tabel 4.3
Perhitungan Rasio Harga Pokok Penjualan terhadap Penjualan
PT Kalbe Farma Tbk
2005

2006

2007

2008

2009

2010

rasio HPP atas penjualan (%)

48,7

49

49,3

51,7

50,3

49,5

TREND (%)

100

100,5

101

106

103

102

Sumber : Data diolah, 2011

Penjualan PT Kalbe Farma Tbk berasal dari penjualan empat divisi, yaitu divisi
obat resep, divisi produk kesehatan, divisi nutrisi, dan divisi distribusi dan kemasan.
Kontribusi terbesar total penjualan Kalbe adalah berasal dari divisi distribusi dan
kemasan. Dari hasil perhitungan trend di atas, dapat diketahui bahwa pada periode
sesudah merger terjadi kenaikan jumlah penjualan dan harga pokok penjualan PT Kalbe
Farma Tbk.
Pada tabel 4.2, dapat dilihat bahwa penjualan PT Kalbe Farma Tbk semakin
baik. Tahun 2005 penjualan Kalbe sebesar Rp 5.871 miliar dan tahun 2006 Kalbe
berhasil meningkatkan penjualannya sebesar 3,4% menjadi Rp 6.072 miliar. Pada
tahun-tahun berikutnya, penjualan Kalbe terus meningkat. Tahun 2010 penjualan Kalbe
meningkat sebesar 74,2% dari penjualan tahun 2005 atau mencapai Rp 10.227 miliar.
Peningkatan tersebut disebabkan oleh semakin banyaknya produk yang dapat dijual oleh
Kalbe. Sesudah merger, pasar yang dijangkau Kalbe menjadi semakin luas karena
sebelumnya Kalbe dan Dankos mempunyai pasar sendiri-sendiri. Hal ini juga didorong
oleh semakin banyaknya jumlah tenaga pemasaran yang dimiliki oleh PT Kalbe Farma
Tbk. Saat ini jumlah tenaga pemasaran Kalbe lebih dari 4000 orang. Pasca merger, tim
pemasaran dan penjualan Kalbe dan Dankos digabung. Tim yang sebelumnya saling
bersaing memasarkan produk yang serupa, saat ini telah disatukan. Dengan demikian,
pasar yang dicakup oleh tim pemasaran menjadi lebih luas sehingga dapat
meningkatkan pangsa pasar dan jumlah penjualan perusahaan.
Peningkatan jumlah penjualan akan mempunyai arti jika dibandingkan dengan
harga pokok penjualan. Harga pokok penjualan merupakan seluruh biaya yang

dikeluarkan untuk memperoleh barang yang dijual atau harga perolehan dari barang
yang dijual. Harga pokok penjualan digunakan untuk menentukan harga jual. Semakin
besar persentase harga pokok penjualan terhadap penjualan, maka dianggap perusahaan
tidak efisien.
Dari hasil perhitungan, dapat dilihat bahwa trend harga pokok penjualan
menunjukkan peningkatan. Tahun 2005, harga pokok penjualan Kalbe sebesar Rp 2.861
miliar dan meningkat menjadi Rp 2.973 miliar pada tahun 2006. Peningkatan tersebut
mengikuti peningkatan jumlah penjualan Kalbe karena volume produksinya juga
meningkat. Pada tahun berikutnya, harga pokok penjualan tetap mengalami
peningkatan. Harga pokok penjualan meningkat sebesar 17% pada tahun 2007, 21%
pada tahun 2008, 17% pada tahun 2009, dan 20% pada tahun 2010. Pada tahun 2010,
harga pokok penjualan Kalbe menjadi Rp 5.060 miliar.
Dari hasil perhitungan, rasio HPP terhadap penjualan mengalami fluktuasi.
Tahun 2005, rasio HPP terhadap penjualan Kalbe sebesar 48,7%. Pada tahun 2006, rasio
tersebut meningkat menjadi 49%. Ini berarti bahwa tingkat efisiensi perusahaan lebih
efisien mengalami sedikit penurunan, dimana tingkat HPP lebih tinggi dari
penjualannya. Tahun 2007 dan tahun 2008, HPP Kalbe mengalami peningkatan yang
lebih besar dari penjualannya. Hal ini menyebabkan rasio HPP terhadap penjualan
kembali meningkat dan menandakan adanya ketidakefisienan dalam proses produksi.
Peningkatan HPP yang melebihi penjualan ini disebabkan meningkatnya beban
produksi yang mungkin disebabkan karena meningkatnya harga bahan baku, serta upah
buruh dan beban pebrikasi yang meningkat..
Akan tetapi pada tahun 2009 dan 2010, perusahaan mampu menurunkan rasio
HPP terhadap penjualannya. Tahun 2009 rasio HPP terhadap penjualan sebesar 50,3%
dan 49,5% pada tahun 2010. Pertumbuhan harga pokok penjualan lebih kecil dari
pertumbuhan penjualannya. Ini berarti pada tahun 2009 dan 2010 perusahaan lebih
efisien dalam menghasilkan produk. Meskipun demikian, tingkat efisiensi Kalbe pada
tahun tersebut, lebih rendah dari tingkat efisiensi pada tahun 2005-2007.

Pangsa Pasar
Keinginan untuk meningkatkan pangsa pasar (market share) juga dapat menjadi
salah satu motivasi terjadinya suatu merger. Penggabungan dua atau lebih perusahaan

yang sebelumnya saling bersaing menjual produk yang serupa, akan meningkatkan
penguasaan pangsa pasar secara berlipat ganda. Jika perusahaan melakukan merger,
maka jumlah produk keseluruhan akan meningkat. Berikut ini adalah perhitungan trend
pangsa pasar PT Kalbe Farma Tbk.
Tabel 4.4
Perhitungan Trend Pangsa Pasar PT Kalbe Farma Tbk

PANGSA PASAR (%)


TREND (%)

2005

2006

2007

2008

2009

2010

25

26

28

29

31

27

100

104

112

116

124

108

Sumber: Data diolah, 2011


Dari hasil perhitungan, trend pangsa pasar PT Kalbe Farma Tbk mengalami
peningkatan pada periode sesudah merger. Tahun 2005, penjualan Kalbe sebesar Rp
5,9 triliun dan menyebabkan Kalbe mempunyai pangsa pasar sebesar 25%. Tahun 2006
sampai dengan tahun 2009 pangsa pasar Kalbe selalu mengalami peningkatan.
Sedangkan pada tahun 2010, meskipun penjualan Kalbe meningkat, namun pangsa
pasar Kalbe justru mengalami penurunan menjadi 27%. Hal ini terjadi karena penjualan
Kalbe meningkat sebesar 13% atau Rp 1,1 triliun, sedangkan total penjualan perusahaan
farmasi meningkat sebesar 27% atau Rp 8 triliun.
Salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan pangsa pasar Kalbe pada
periode sesudah merger ini adalah semakin luasnya pasar yang dapat dijangkau oleh
Kalbe. Saat ini jumlah tim pemasaran dan penjualan Kalbe berjumlah lebih dari 4000
orang. Tim pemasaran Kalbe dan Dankos yang sebelumnya saling bersaing, sekarang
menjadi satu tim yang saling bekerja sama. Hal ini menyebabkan luas geografis yang
dapat dicakup oleh Kalbe semakin besar sehingga jumlah penjualannya ikut meningkat.
Adanya

peningkatan

penjualan

berarti

pangsa

pasar

perusahaan

bertambah

mengakibatkan perusahaan dapat meningkatkan penjualan secara berkesinambungan


dan dapat mendominasi pasar.
Selain itu, peningkatan pangsa pasar Kalbe juga disebabkan oleh promosi yang
dilakukan oleh perusahaan. Hal ini dapat terlihat dari meningkatnya beban operasional
yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah biaya promosi guna meningkatkan pangsa
pasar. Pada tahun 2010 besarnya biaya promosi yang dikeluarkan Kalbe meningkat
sebesar Rp 260 miliar atau 48% dari tahun 2009.

Kinerja Keuangan
Keputusan merger mempunyai pengaruh yang besar dalam memperbaiki kondisi
perusahaan dan peningkatan kondisi perusahaan, terutama dalam penampilan finansial
perusahaan serta peningkatan kondisi dan posisi keuangan mengalami perubahan.
Kinerja keuangan didefinisikan sebagai prestasi manajemen dalam hal ini manajemen
keuangan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu menghasilkan keuntungan dan
meningkatkan nilai perusahaan. Berikut adalah perhitungan trend kinerja keuangan PT
Kalbe Farma Tbk:

Tabel 4.5
Trend Kinerja Keuangan PT Kalbe Farma Tbk
2005

2006

2007

2008

2009
%

2010
%

CR

4.05 100

5.04

125 4.98

123

3.33

82

2.99

74

4.39 109

QR

2.83 100

3.70

130 3.09

109

2.05

72

2.00

70

3.04 107

ROA

0.14 100

0.15

104 0.14

97

0.12

88

0.14 102

0.18 130

ROE

0.27 100

0.23

81 0.21

74

0.20

70

0.22

77

0.24

85

DER

0.76 100

0.36

46 0.33

42

0.38

48

0.39

50

0.23

30

TATO 1.24 100

1.31

104 1.36

108

1.38

109

1.40 111

1.45 115

Sumber : Data diolah, 2011


Dari perhitungan trend untuk kinerja keuangan PT Kalbe Farma Tbk selama
tujuh tahun terakhir, dapat dilihat bahwa terjadi ketidakstabilan pada Current Ratio
(CR), Quick Ratio (QR), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Debt to
Equity Ratio (DER), dan Total Asset Turnover (TATO) dari tahun 2005 sampai tahun
2010. Pada tahun 2010 trend CR, QR, ROA, dan TATO menunjukkan persentase yang
lebih tinggi dibandingkan tahun 2005, meskipun peningkatannya naik turun dari tahun
ke tahun. Sedangkan trend ROE dan DER pada tahun 2010 menunjukkan persentase
yang lebih rendah dibandingkan persentase pada tahun 2005.

Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui kemampuan
perusahaan dalam melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya yang segera jatuh
tempo. Semakin tinggi rasio likuiditas menunjukkan jaminan yang lebih baik atas
kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas dalam penelitian ini adalah Current Ratio
dan Quick Ratio.
a) Current Ratio
Berdasarkan perhitungan rasio keuangan PT Kalbe Farma Tbk periode
sebelum dan sesudah merger, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan kinerja
pada periode sebelum dan sesudah merger khususnya kinerja rasio likuiditas. Rasio
Current Ratio cenderung mengalami peningkatan pada periode sesudah merger.
Trend Current Ratio PT Kalbe Farma Tbk sesudah dilaksanakan merger
menunjukkan nilai yang lebih baik dibandingkan sebelum merger. Sesudah merger,
jumlah aktiva lancar PT Kalbe Farma Tbk mengalami peningkatan, sehingga
berpengaruh terhadap Current Ratio. Pada tahun 2005 Current Ratio Kalbe sebesar
4,05 dan meningkat menjadi 4,39 pada tahun 2010, meskipun sempat mengalami
penurunan pada tahun 2007 sampai tahun 2009. Hal ini menandakan bahwa Current
Ratio pada periode sesudah merger menjadi semakin baik. Ini berarti kemampuan
PT Kalbe Farma Tbk untuk membayar kewajiban lancarnya dengan aset yang likuid
pada periode sesudah merger menjadi lebih baik.
b) Quick Ratio
Quick Ratio merupakan rasio yang mengukur seberapa besar aktiva yang
benar-benar likuid untuk menjamin pelunasan kewajiban lancar perusahaan. Dalam
rasio ini, persediaan dikeluarkan dari komponen aktiva lancar dalam perhitungan ini
karena persediaan merupakan komponen aktiva lancar yang paling tidak likuid.
Persediaan memerlukan waktu yang relatif lebih lama untuk mengubahnya menjadi
kas.
Dari hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa Quick Ratio PT Kalbe Farma
Tbk mengalami fluktuasi dimana Quick Ratio mengalami peningkatan pada tahun
2006, menurun pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2009, dan kembali meningkat
pada tahun 2010. Tahun 2005, Quick Ratio PT Kalbe Farma Tbk sebesar 2,83 dan
meningkat pada tahun 2006 menjadi 3,04. Hal ini berarti bahwa setiap Rp 100

kewajiban lancar dijamin oleh aktiva lancar

yang lebih likuid (tanpa

memperhitungkan persediaan) sebesar Rp 304. Peningkatan ini dipengaruhi oleh


menurunnya jumlah persediaan sebesar 0,6%, diikuti oleh turunnya jumlah
kewajiban lancar yang harus dibayar perusahaan akibat pelunasan pinjaman bank
jangka pendek, serta meningkatnya jumlah aset lancar yang dimiliki perusahaan.
Kewajiban lancar mengalami penurunan sebesar Rp 427 miliar atau 27%, sedangkan
aset lancar meningkat sebesar Rp 335 miliar atau 7%.
Dengan demikian, dilihat dari hasil perhitungan rasio likuiditas PT Kalbe
Farma Tbk dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010, khususnya Quick Ratio,
dapat dikatakan bahwa pada periode sesudah merger Quick Ratio PT Kalbe Farma
Tbk semakin baik. Hal ini berarti kemampuan PT Kalbe Farma Tbk untuk
membayar kewajiban lancarnya dengan aset yang likuid (kecuali persediaan) pada
periode sesudah merger menjadi lebih baik.

Rasio Profitabilitas
Rasio profitablitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba

dalam

hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Semakin tinggi
profitabilitas berarti semakin baik. Dalam penelitian ini, rasio profitabilitas yang
digunakan adalah Return On Asset dan Return On Equity.
a) Return On Assets (ROA)
Untuk memperoleh aset maka perusahaan memerlukan dana yang dapat
diperoleh baik dengan melakukan hutang atau dari modal sendiri. Aset yang
diperoleh nantinya akan dijadikan sumber daya perusahaan untuk menghasilkan
hasil usaha. Return On Assets menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan
menghasilkan laba bersih dengan total aset yang dimiliki dan digunakan dalam
kegiatan operasionalnya. Semakin tinggi Return On Assets sebesar menggambarkan
adanya efektifitas perusahaan yang semakin tinggi dalam pemanfaatan aset yang
dimiliki untuk meningkatkan kinerja perusahaan sehingga dapat meningkatkan laba
bersih yang tinggi.
Dari hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa Return On Assets PT Kalbe
Farma Tbk mengalami fluktuasi mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2010. Pada
tahun 2005, nilai Return On Assets sebesar 0,14 dan meningkat menjadi 0,15 pada

tahun 2006. Return On Assets tahun 2007 dan tahun 2008 mengalami penurunan.
Penurunan tersebut berasal dari peningkatan total aset perusahaan yang melebihi
persentase peningkatan jumlah laba bersihnya. Pada tahun 2009, Return On Assets
sebesar kembali meningkat menjadi 0,14 dan 0,18 pada tahun 2010. Hal ini berarti
pada tahun 2010, perusahaan dapat memperoleh laba bersih sebesar Rp 18 untuk
setiap Rp 100 aktiva. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dari total aset yang dimiliki
perusahaan. Laba bersih yang diterima Kalbe tahun 2010 meningkat sebesar 38%
atau Rp 357 miliar, dan total asetnya meningkat 9% yaitu sebesar Rp 551 miliar.
Dengan demikian, dilihat dari hasil perhitungan Return On Assets sebesar PT
Kalbe Farma Tbk dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010, dapat dikatakan
bahwa Return On Assets sebesar perusahaan sesudah merger semakin baik. Hal ini
menunjukkan bahwa pada periode sesudah merger kemampuan PT Kalbe Farma
Tbk dalam memberikan keuntungan kepada pemegang saham melalui aktiva yang
dimiliki semakin baik karena keuntungan yang diperoleh semakin besar.
b) Return On Equity (ROE)
Salah satu alasan mengapa perusahaan mengoperasikan perusahaan adalah
untuk menghasilkan laba yang bermanfaat bagi para pemegang saham. Rasio Return
On Equity mengukur seberapa besar keuntungan bersih yang tersedia bagi
pemegang saham. Dengan kata lain, rasio ini mengukur seberapa besar keuntungan
yang dihasilkan oleh modal sendiri. Semakin tinggi Return On Equity menunjukkan
kinerja perusahaan semakin baik sehingga dapat meningkatkan daya tarik saham di
pasar modal.
Pada tahun 2005, Return on Equity PT Kalbe Farma Tbk sebesar 0,27. Hal
ini menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghasilkan laba bersih setelah pajak
Rp 27 bagi setiap Rp 100 ekuitas pemegang saham. Sementara itu meskipun jumlah
laba bersih selalu meningkat, namun mulai tahun 2006 nilai Return on Equity PT
Kalbe Farma Tbk semakin menurun. Penurunan tersebut disebabkan karena
persentase peningkatan jumlah ekuitas melebihi persentase peningkatan laba
bersihnya. Tahun 2010, Return on Equity kembali mengalami peningkatan menjadi
0,24. Peningkatan tersebut karena laba bersih mengalami peningkatan dengan
persentase yang lebih besar dari peningkatan jumlah ekuitasnya. Laba bersih tahun

2010 meningkat 38% sebesar Rp 357 miliar dan ekuitas meningkat 24,7% sebesar
1,064 triliun. Meskipun Return on Equity tahun 2010 mengalami peningkatan,
namun nilai tersebut masih lebih kecil dari Return on Equity tahun 2005 sebesar
0,27. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam memberikan
keuntungan kepada pemegang saham menjadi menurun.
Dengan demikian, dilihat dari hasil perhitungan Return on Equity PT Kalbe
Farma Tbk dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010, dapat dikatakan bahwa
Return on Equity perusahaan sesudah merger semakin buruk. Hal ini menunjukkan
bahwa pada periode sesudah merger kemampuan PT Kalbe Farma Tbk dalam
memberikan keuntungan kepada pemegang saham melalui ekuitasnya semakin
menurun karena keuntungan yang diperoleh semakin kecil.

Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
untuk membayar kewajibannya jika pada suatu saat perusahaan dilikuidasi atau
dibubarkan. Rasio ini mengukur seberapa besar perusahaan menggunakan dana dari
pihak luar atau kreditor. Rasio solvabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Debt to Equity Ratio (DER). Rasio DER menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio ini
maka semakin besar risiko yang dihadapi, dan investor akan meminta tingkat
keuntungan yang semakin tinggi. Rasio yang tinggi juga menunjukkan proporsi modal
sendiri yang rendah untuk membiayai aktiva.
Berdasarkan hasil perhitungan rasio Debt to Equity Ratio PT Kalbe Farma Tbk,
dapat diketahui bahwa rasio tersebut menujukkan kondisi yang lebih baik. Debt to
Equity Ratio Kalbe pada periode sesudah merger yaitu tahun 2005 sampai tahun 2010
mengalami penurunan. Pada tahun 2005, nilai Debt to Equity Ratio PT Kalbe Farma
Tbk sebesar 0,76. Hal ini menunjukkan bahwa setiap Rp 76 total hutang dijamin dengan
Rp 100 ekuitas pemegang saham. Pada tahun 2010 nilai Debt to Equity Ratio PT Kalbe
Farma Tbk mencapai nilai terendah yaitu sebesar 0,5%.
Penurunan ini disebabkan oleh adanya peningkatan ekuitas pemegang saham
dan disertai dengan penurunan jumlah hutang perusahaan. Peningkatan ekuitas
pemegang saham PT Kalbe Farma Tbk berasal dari meningkatnya jumlah penjualan
sehingga jumlah laba yang diperoleh semakin besar. Sedangkan penurunan jumlah

hutang dikarenakan PT Kalbe Farma Tbk telah melakukan pelunasan sebagian hutang
perusahaan.
Dengan demikian, dilihat dari hasil perhitungan rasio solvabilitas PT Kalbe
Farma Tbk dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010, dapat dikatakan bahwa rasio
Debt to Equity Ratio perusahaan sesudah merger semakin baik. Hal ini menunjukkan
bahwa kemampuan PT Kalbe Farma Tbk dalam menjamin hutang-hutangnya
meggunakan ekuitas yang dimiliki pada periode sesudah merger menjadi lebih baik.

Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas mengukur seberapa efektif manajemen perusahaan mengelola
sumber dayanya. Rasio aktivitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Total Asset
Turnover (TATO). Rasio ini mengukur seberapa efektif aktiva perusahaan mampu
menghasilkan pendapatan operasional yaitu pendapatan yang diperoleh dari kegiatan
utama perusahaan. Semakin tinggi asset turnover ini berarti semakin efektif aktiva
tersebut dalam menghasilkan pendapatan.
Berdasarkan perhitungan rasio keuangan PT Kalbe Farma Tbk periode sebelum
dan sesudah merger, dapat diketahui bahwa Total Assets Turnover (TATO) sesudah
merger semakin baik. Nilai Total Assets Turnover dari tahun 2005 sampai dengan tahun
2010 selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 Total Assets Turnover PT Kalbe
Farma Tbk sebesar 1,24. Hal ini berarti setiap Rp 1,00 aktiva dapat menghasilkan Rp
1,24 penjualan bersih. Dari tahun 2006 sampai tahun 2010, TATO PT Kalbe Farma Tbk
selalu mengalami peningkatan. Peningkatan nilai TATO PT Kalbe Farma Tbk ini
menunjukkan bahwa perusahaan semakin efektif dalam menggunakan aset yang
dimilikinya untuk menperoleh pendapatan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah
penjualan yang dihasilkan oleh perusahaan. Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa
perputaran aktiva PT Kalbe Farma Tbk terbesar adalah pada tahun 2010 sebesar 1,45.

Analisis Komprehensif
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa pada periode
sesudah merger, yaitu periode tahun 2005 sampai tahun 2010, terdapat kondisi yang
berbeda pada kondisi keuangan PT Kalbe Farma Tbk. Setelah dilakukan analisis

menggunakan analisis trend, sebagian besar indikator menunjukkan peningkatan.


Berikut ini merupakan hasil analisis terhadap indikator tersebut:

Indikator

Hasil
Analisis

Alasan

Aset

Naik

Penggabungan aset perusahaan

Kewajiban

Turun

Pelunasan hutang-hutang perusahaan.

Ekuitas

Naik

Penambahan modal disetor dan ditempatkan


akibat penggabungan usaha; laba meningkat.

Laba

Naik

Meningkatnya jumlah penjualan

Diversifikasi

Ada

Bergabungnya PT Enseval yang merupakan


perusahaan distribusi.

Penjualan

Naik

Semakin luas pasar yang dijangkau


perusahaan.

HPP

Naik

Meningkatnya jumlah penjualan.

Pangsa Pasar

Naik

Tim pemasaran digabung, sehingga pasar


yang dijangkau semakin luas.

Current Ratio

Naik

Kewajiban lancar turun akibat pelunasan


pinjaman jangka pendek.

Quick Ratio

Naik

Kewajiban lancar turun akibat pelunasan


pinjaman jangka pendek.

Return On Asset

Naik

Meningkatnya laba bersih.

Return On Equity

Turun

Pemanfaatan modal kurang efektif.

Debt to Total Asset

Turun

Menurunnya hutang perusahaan.

Total Asset Turnover

Naik

Semakin produktif dalam pemanfaatan aset.

5.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan analisis data menggunakan analisis trend dan analisis rasio sesudah
merger, maka dapat disimpulkan bahwa PT Kalbe Farma Tbk mengalami perutumbuhan
melalui aset, ekuitas, dan laba bersih. PT Kalbe Farma Tbk juga mengalami

peningkatan pangsa pasar. Selain itu, pasca merger kinerja PT Kalbe Farma Tbk juga
mengalami perbedaan. Beberapa rasio keuangan menunjukkan suatu peningkatan
kinerja perusahaan. Akan tetapi, merger yang dilaksanakan belum menciptakan sinergi
bagi perusahaan. Berikut merupakan penjelasan masing-masing variabel yang
digunakan dalam penelitian ini:
1. Pada variabel pertumbuhan perusahaan, menunjukkan peningkatan pada rekening
aset, kewajiban, ekuitas, dan laba bersih. Peningkatan rekening tersebut dapat
dilihat dari trend yang selalu meningkat. Selain itu, akibat merger tersebut PT
Kalbe Farma Tbk telah melakukan diversifikasi usaha dengan menggabungkan
perusahaan distribusi.
2. Pada variabel sinergi, menunjukkan bahwa sesudah terjadinya merger, PT Kalbe
Farma Tbk tidak memperoleh suatu sinergi karena meskipun tingkat penjualan
mningkat, harga pokok penjualan juga meningkat. Akan tetapi, jika dibandingkan
antara harga pokok penjualan dengan jumlah penjualannya, menunjukkan bahwa
tingkat efisiensi Kalbe semakin menurun.
3. Merger PT Kalbe Farma Tbk menyebabkan meningkatkan pangsa pasar.
4. Sesudah merger terjadi peningkatan kinerja keuangan PT Kalbe Farma Tbk. Rasio
keuangan yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan kondisi yang lebih
baik dibanding sebelum merger, kecuali Return On Equity. Rasio likuiditas
(Current Ratio dan Quick Ratio) menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari sebelum
merger. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam menjamin
kewajiban lancarnya dengan aset lancar menjadi semakin baik. Rasio
profitabilitas, Return On Assets mengalami peningkatan yang berarti kemampuan
PT Kalbe Farma Tbk dalam memberikan keuntungan melalui aktiva semakin baik.
Sebaliknya, Return On Equity menurun yang berarti kemampuan PT Kalbe Farma
Tbk dalam memberikan keuntungan melalui ekuitasnya semakin buruk. Pada rasio
solvabilitas dan aktivitas, kedua rasio tersebut menunjukkan perbaikan kinerja.
Debt Equity Ratio mengalami penurunan yang menandakan bahwa kemampuan
perusahaan dalam menjamin hutang-hutang dengan ekuitasnya menjadi semakin
baik. Sedangkan Total Assets Turnover meningkat menunjukkan bahwa PT Kalbe
Farma Tbk semakin efektif dalam menggunakan asetnya untuk memperoleh
pendapatan.

Keterbatasan
Penelitian ini mempunyai keterbatasan yang dapat dijadikan pertimbangan bagi
penelitian berikutnya agar mendapatkan hasil yang lebih baik. Keterbatasan tersebut
adalah penelitian ini hanya menganalisis data keuangan saja sehingga tidak dapat
mengetahui manfaat yang diperoleh dari aktivitas merger pada aspek lain yaitu aspek
non keuangan. Beberapa aspek non keuangan misalnya sumber daya manusia,
teknologi, dan budaya organisasi. Oleh karena itu, penelitian ini tidak dapat
menggambarkan manfaat dari merger pada seluruh aspek yang ada diperusahaan, baik
aspek keuangan maupun aspek non keuangan.

Saran
Berdasarkan keterbatasan yang ada dalam penelitian ini, maka penulis
memberikan saran untuk penelitian yang lebih baik di masa mendatang. Bagi penelitian
berikutnya sebaiknya tidak hanya menggunakan aspek keuangan saja, melainkan juga
memasukkan aspek-aspek non keuangan seperti sumber daya manusia, teknologi, dan
budaya organisasi karena merger tidak hanya berpengaruh pada aspek keuangan saja
tetapi juga pada aspek non keuangan. Dengan demikian penelitian berikutnya
diharapkan dapat menggambarkan mengenai manfaat dari merger bagi perusahaan
secara lebih lengkap.

DAFTAR PUSTAKA
Anthony, Robert dan Vijay Govindarajan.
Manajemen, Jakarta: Salemba Empat.

2002.

Sistem

Pengendalian

Atmawati, Dyah Putri. 2010. Pengaruh Cash Flow, Profitability, Dan Company
Growth Terhadap Investment Opportunity Set: Pengujian Atas Perusahaan Non
Keuangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Skripsi Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Beams, Floyd A; Jusuf, Amir Abadi. 2000. Akuntansi Keuangan Lanjutan Di Indonesia
I Edisi: Revisi, Jilid: 1, Jakarta: Salemba Empat.
Chikita, Grace Nehemia. 2011. Kinerja Perusahaan Pengakuisisi Setelah Merger.
Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.
Hadiningsih, Murni. 2007. Analisis Dampak Jangka Panjang Merger dan Akuisisi
terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Pengakuisisi dan Perusahaan Diakuisisi
di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Islam
Indonesia Yogyakarta.
Husnan, Suad. 2001. Manajemen Keuangan: Teori dan Penerapan. Edisi ke-3.
Yogyakarta: BPFE.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba
Empat.
Junaidi. 2004. Strategi dan Valuasi Merger Akuisisi. Kompak No. 11 Mei-Agustus
2004.
Kusuma, Hadri dan Wigna Ayu Udiana Sari. 2003. Manajemen Laba oleh Perusahaan
Pengakuisisi Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi di Indonesia. Jurnal
Akuntansi dan Auditing Indonesia Vol. 7 No. 1.
Martono dan Agus Harjito. 2008. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: Ekonisia.
Moin, Abdul. 2010. Merger, Akuisisi, dan Divestasi. Edisi Kedua. Yogyakarta: Ekonisia.
Nilam, Lizti Nadya. 2010. Analisis Perbedaan Tingkat Abnormal Return dan Rasio
Keuangan Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi. Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.
Nugroho, Aji Muhammad. 2010. Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan
Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi. Skripsi Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro Semarang.
Payamta, dan Doddy Setiawan, 2004. Analisis Pengaruh Merger dan Akuisisi Kinerja
Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 7 No 3.

Prasetio, Januar Eko. 2007. Dampak Merger dan Akuisisi Terhadap Cash Flow Operasi.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol 5 No 2 Sepember 2007.
Prastowo, Dwi dan Rifka Juliaty. 2005. Analisis Laporan Keuangan Konsep dan
Aplikasi. Yogyakarta: UPP YPP YKPN.
Purba, Marisi P. 2008. Akuntansi Penggabungan Usaha. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sifaiyah, Nurus. 2010. Analisis Dampak Merger Terhadap Kinerja Industri Keuangan
Perbankan. Skripsi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Sijabat, Sarah Indriyani dan Azhar Maksum. 2008. Analisis Kinerja Keuangan
Sebelum Dan Sesudah Merger Dan Akuisisi Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di
Bursa Efek Indonesia (BEI). Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
Utara.
Sukartha, I Made. 2007. Pengaruh Manajemen Laba dan Kepemilikan Manajerial pada
Kesejahteraan Pemegang Saham Perusahaan Target Akuisisi. Jurnal Fakultas
Ekonomi Universitas Udayana Denpasar.
Ujiyantho, Muh. Arief dan Bambang Agus Pramuka. 2007. Mekanisme Corporate
Governance, Manajemen Laba Dan Kinerja Keuangan. Simposium Nasional
Akuntansi X Makasar.
Usadha, I Putu Adnyana dan Gerianta Wirawan Yasa. 2008. Analisis manajemen Laba
dan Kinerja Keuangan Perusahaan Pengakuisisi Sebelum dan Sesudah Merger
dan Akuisisi di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas
Udayana Denpasar.
Wangi, Annisa Meta Cempaka. 2010. Analisis Manajemen Laba dan Kinerja
Keuangan Perusahaan Pengakuisisi Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2009. Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.
Weston, J. Fred dan Thomas Copeland. 1996. Manajemen Keuangan. Jakarta: Erlangga.
Wijaya, Andriyanto. 2006. Perbandingan Analisis Tren Laporan Keuangan Untuk
Memprediksi Kinerja Perusahaan Di Masa yang akan Datang. Skripsi
Universitas Widyatama Bandung.
Wiriastari, Rahadiani. 2010. Analisis Dampak Pengumuman Merger Dan Akuisisi
Terhadap Return Saham Perusahaan Akuisitor Yang Terdaftar Di Bei Tahun
2004-2008. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.
Yuliana. 2009. Decisionally Semi Strong Form Market Efficiency Testing: Merger and
Acquisition Decision Analysis. Jurnal Cakrawala Akuntansi Vol 1 No 1
Februari 2009.

Anda mungkin juga menyukai