PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
II. PEMBAHASAN
Berbicara mengenai nilai itu sendiri dapat kia jumpai dalam kehidupan
seperti kata-kata adil dan tidak adil, jujur dan curang. Hal itu semua
mengandung penilaian karena manusia yang dengan perbuatannya
berhasrat mencapai atau merealisasikan nilai.[13] Nilai yang dimaksud
adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Tokoh yang berpengaruh dalam aliran ini adalah William James (18421910), Hans Vahinger, Ferdinant Sciller, Georger Santayana, dan Jhon
Dewey.[17] Menurut progressivisme, nilai timbul karena manusia
mempunyai bahasa. dengan demikian, adanya pergaulan dalam
masyarakat dapat menimbulkan nilai-nilai. Bahasa adalah sarana
ekspresi yang berasal dari dorongan, kehendak, perasaan, dan
kecerdasan dan individu-individu. Dalam hubungan ini kecerdasan
merupakan faktor utama yang mempunyai kedudukan sentral.
Kecerdasan adalah faktor yang dapat mempertahankan adanya
hubungan antara manusia dan lingkungannya, baik yang terwujud
sebagai lingkungan fisik maupun kebudayaan atau manusia.
Tokoh utama aliran ini diantaranya Aristoteles (394 SM) St. Thomas
Aquinas. Perenialisme memandang bahwa keadaan sekarang adalah
sebagai zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh
kekacauan, kebingungan dan kesimpangsiuran. Berhubung dengan itu
dinilai sebagai zaman yang membutuhkan usaha untuk mengamankan
lapangan moral, intelektual dan lingkungan sosial dan kultural yang
lain.[20] Sedangkan menyangkut nilai aliran ini memandangnya
berdasarkan asas-asas supernatular, yakni menerima universal yang
abadi. Dengan asas seperti itu, tidak hanya ontologi, dan epistemolagi
yang didasarkan pada teologi dan supernatural, tetapi juga aksiologi.
Tingkah laku manusia dipengaruhi oleh potensi kebaikan dan
keburukan yang ada pada dirinya. Masalah nilai merupakan hal yang
4.
Konsekuensi dari segi aksiologi adalah ilmu itu bebas nilai (value free
of sciences) atau ilmu netral nilai, aksiologi ini juga memberikan
sumbangan terhadap ilmu pengetahuan dalam perspektif Islam.
Bentuk sumbangannya antara lain dapat dilihat dengan adanya konsep
Islamisasi ilmu pengetahuan. Bagi Syed M. Naquib al-Attas yang telah
lama memahami secara akurat akar kebudayaan dan pandangan hidup
Islam di Barat, menegaskan bahwa penyebab kemunduran umat Islam
adalah rusaknya ilmu pengetahuan (corruption of knowledge) sehingga
mereka tidak bisa lagi membedakan antara kebenaran dan kepalsuan.
[22] Dari kajiannya yang sistematis, maka tokoh ini menawarkan agar
ilmu pengetahuan yang telah rusak itu, harus dibenahi secara
fundamental yang kemudian dia istilahkan dengan Islamisasi
Sains[23] Terkait dengan itu, maka berikut ini dikemukakan beberapa
proposisi tentang kemungkinan islamisasi sains, yakni ;
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Daud, Wan Mohd. Nor Wan. The Educational Philosophy and Practice of
Syed Muhammad Naquib al-Attas, diterjemahkan oleh Hamid Fahmi, et.
all dengan judul Filsafat dan Praktik Pendidi-kan Islam Syed M. Naquib
al-Attas. Cet. I; Bandung: Mizan, 2003.
Al-Gazali, Ihya Ulum al-Din, jilid III. Kairo: al-Bab al-Isa al-Halabi, 1975.
Ibn Faris Zakariyah, Abu Husayn Muhammad. Mujam Maqayis alLugah, juz III Cet. III; Mesir: Mushtafa al-Babi al-Halabi wa Awladuh,
1971.
Sarwan HB, Filsafat Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.
Ziman, John. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam dalam C.A. Qadir (ed)
Ilmu Pengathuan dan Metodologinya. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia., 1998.
[1]Wan Mohd. Nor Wan Daud, The Educational Philosophy and Practice
of Syed Muhammad Naquib al-Attas, diterjemahkan oleh Hamid Fahmi,
et. all dengan judul Filsafat dan Praktik Pendidi-kan Islam Syed M.
Naquib al-Attas (Cet. I; Bandung: Mizan, 2003), h. 317.
[2]Harold H. Titus, et. al., The Living Issues of Philosophy,
diterjemahkan oleh H. M. Rasyidi dengan judul Persoalan-Persoalan
Filsafat (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 254.
[3]Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif (Cet. IX; Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 1991), h. 2.
[4]Abu Husayn Muhammad bin Faris Zakariyah, Mujam Maqayis alLugah, juz III (Cet. III; Mesir: Mushtafa al-Babi al-Halabi wa Awladuh,
1971), h. 90. Lihat pula Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab
Indonesia (Edisi II; Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997), h. 965.
[5]Lihat John Ziman, Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam dalam C.A. Qadir
(ed) Ilmu Pengathuan dan Metodologinya (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia., 1998), h. 10.
[6]Al-Qadhi Abd. Jabbar, Al-Mana fi Abwab al-Tawhid, jilid XII (Kiro:
Muassasah al-Miriyah al-Ammah li al-Nasyr, 1972), h. 13.
[7]Al-Gazali, Ihya Ulum al-Din, jilid III (Kairo: al-Bab al-Isa al-Halabi,
1975), h. 12.
[8]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Cet. IV; Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 324.
[9]Nurcholish Madjid, Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan
(Bandung: Mizan, 1987), h. 268-269.