Anda di halaman 1dari 11

Gagal Jantung Kronik

Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510

Abstrak
Penyakit gagal jantung kronik merupakan suatu kondisi dimana jantung tidak dapat mengkompensasi
kebutuhan yang diperlukan oleh tubuh akibat kelainan yang dialaminya. Gejala klinis yang timbul
disebabkan karena kongesti dari vena pulmonal ataupun sistemik, peningkatan volume ventrikel dan
tekanan diastolic, serta berkurangnya cardiac output. Penyebab terjadinya bisa bermacam-macam faktor
terutama pada penyakit-penyakit jantung yang dapat memberikan beban kerja pada ventrikel. Mengetahui
serta mempebaiki penyebab sesegera mungkin merupakan langkah terapi terbaik untuk menunjang
kesembuhan pasien.

Pendahuluan
Penyakit jantung merupakan salah satu pembunuh yang mematikan, ditakuti oleh sebagian besar orang.
Penyakit jantung kebanyakan membunuh dengan tiba-tiba. Berbagai mekanisme dapat menyebabkan
penyakit jantung. Penyakit jantung sendiri terdapat berbagai macam dan yang dapat mematikan adalah
yang sampai menimbulkan gagal jantung. Apabila keadaan ini sudah terjadi, jantung sudah tidak dapat
lagi melakukan kerjanya sehingga seseorang dapat langsung mengalami kematian. Diperlukan
pengetahuan mengenai mekanisme dan penyebab penyakit ini sehingga seorang dokter dapat mempunyai
kompetensi untuk mengobati pasien yang datang dengan keluhan ini.

Anamnesis

Pada anamnesis pasien yang mengalami gagal jantung, kita dapat mengharapkan munculnya symptom
atau gejala-gejala berikut :

Cepat lelah
Dispnea
Dispnea nocturnal paroksismal
Ortopnea
Edema
Hemoptisis dengan sputum merah segar dan berbusa.

Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Dimulai dengan inspeksi vena-vena servikal : vena jugularis eksterna dan interna. Berikut
adalah cara atau tekhnik yang dapat digunakan :
Aturlah posisi pasien pada meja atau tempat pemeriksaan dengan posisi punggung lurus dan
ditinggikan kira-kira 300 dari garis horizontal. Lalu sinarilah sisi kanan leher dengan
membentuk sudut dengan lampu senter. Tekanlah basis leher dengan jari tangan untuk
mendistensikan dan mengamati vena jugularis. Bila vena jugularis eksterna terdistensi, ia
terlihat sebagai pembuluh yang berjalan sendirian di atas M.sternokleidomastoideus. jika tidak
dapat melihat adanya pulsasi pada pasien yang diletakkan dalam posisi 30 0, turunkanlah sudut
tersebut sampai pasien berbaring rata. Jika tekanan vena sangat rendah, seperti pada dehidrasi,
pulsasi tersebut akan terlihat. Jika masih belum terlihat, mungkin karena tekanan vena sangat
tinggi. Oleh karena itu, secara perlahan-lahan tinggikan tempat tidur kembali mulai dari 30 0
sampai 900. Bila terlihat ukurlah suatu pertanda horizontal ke posisi di atas dada anterior dan
turunkan tegak lurus ke tingkat atrium kanan. Tinggi garis tegak lurus ini merupakan tekanan
vena yang diukur dlaam cm darah.

gambar 1 diunduh dari


http://www.greenstone.org/greenstone3

Frekuensi pernapasan biasanya meningkat, dapat kita lihat dengan menginspeksi abdomen
pasien ataupun toraks untuk menghitung frekuensi nafas pasien.

b. Palpasi
Pada palpasi kita dapat mencari beberapa simptomp berikut untuk menunjang diagnosis :
Denyut nadi cepat dan lemah
Terdapat pulsus alternans ( denyut lemah diselingi denyut kuat).
Apeks sulit diraba dan terkadang pindah ke arah garis axial anterior.
c. Perkusi
Pemeriksaan dengan metode perkusi kurang memberikan hasil yang bermakna. Bila karena CHF
yang disebabkan perikarditis dapat kita temukan adanya suara pekak yang membesar dari
jantung, ini disebabkan oleh karena adanya efusi pericardium.
d. Auskultasi
Ketika kita melakukan auskulatasi torak untuk mendengar suara jantung sering kali didapatkan
beberapa suara lain yang dapat menunjukkan CHF :
Gallop
Bunyi jantung 1 melemah karena lambatna ejeksi sistolik.
Sering disertai suara ronki dan wheezing terdengar di lapang paru karena terjadi edema paru. 1

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dipakai ialah EKG, x-ray toraks, Echocardiography, pemeriksaan biomarker
NT pro-BNP serum, serta AGD dan lab dasar. Hasil ekg pada gagal jantung dapat menunjukan gelombang
P yang bifasik atau berlekuk. Gelombang P menunjukan kelainan pada atrium, selain itu ada gambaran
ventricular strain, persistent S serta rasio R/S >1. Pada kasus kita, os memiliki Q patologis, hal ini

menunjukan adanya kerusakan miokard. Ada pula terlihat T terbalik. Hal ini menunjukan adanya
kerusakan pada miokard. Gagal jantung memang dapat disebabkan banyak hal dan yang paling sering
ialah pasca penyakit jantung iskemik. Selain itu didapatkan keadaan perbesaran ventrikel kiri, perbesaran
ventrikel kiri bisa berupa dilatasi ataupun hipertrofi.
Secara umum kelainan yang mungkin didapat pada ekg untuk suatu abnormalitas jantung ialah
sbb:
untuk abnormalitas atrium kanan;
1. P tinggi, lancip di II, III, dan aVF. Tinggi ialah 2,5 mm ke atas, interval 0,11 detik keatas
2. Defleksi awal V1 1,5 mm ke atas. Bentuk P tersebut sering disebut P pulmonal
Atrium kiri; interval P di II sebesar 0,12 detik atau lebih (melebar). P berlekuk disebut P mitral. Defleksi
terminal V1 negatif dengan lebar 0,04 detik atau lebih, dan dalam 1 mm atau lebih.
Untuk hipertrofi ventrikel kiri
1. R atau S pada lead ekstrimitas 20 mm atau lebih, S di VKa > 25, R di VKi > 25. Penjumlahan
kedua hal tadi > 35.
2. ST depresi, T inverted di kompleks VKi ini sering disebut strain pattern
3. AAKi
4. Interval QRS di kompleks Vki memanjang.
Untuk hipertrofi ventrikel kanan
1. Rasio R/S terbalik yakni R/S di V1 > 1, atau R/S di V6 < 1.
2. Depresi ST, T invertedcdi V1, S, I, II, III.

Pada rontgent toraks kita bisa mendapatkan ukuran jantung. Pada gagal jantung kronis, biasanya
ukuran jantung membesar sehingga didapatkan hasil kardiomegali. Hal ini terjadi karena dilatasi ataupun
hipertrofi. Selain itu, melalui foto toraks dapat diketahui mengenai corak vaskuler paru. Hal ini penting
karena pada kongesti pulmonal akibat gagal jantung kiri terlihat gambaran oedem paru (Pletora), dan
kranialisasi yakni bercak putih seperti infiltrat.
Melalui echo jantung kita baru dapat melihat perbedaan yang jelas mengenai kelainan apa yang
terjadi. Hal yang tidak bisa dibedakan melalui anamnesis dan fisik diagnostic seperti sistol atau diastole
akan bisa diukur melalui echo dopler ini. Selain itu pemeriksaan BNP berfungsi untuk melihat beban
(overload) yang telah terjadi pada jantung. BNP dihasilkan oleh ventrikel, jika kadarnya > 300 pg/ml
maka kita bisa mengindikasikan beban jantung yang naik sehingga ventrikel menghasilkan zat tersebut
lebih banyak.
Analisa gas darah ditujukan untuk menilai kondisi saturasi oksigen pasien. Karena gagal jantung
ini akan pastinya mempengaruhi perfusi yang tentu member dampak terhadap metabolism, sehingga os
akan merasa sesak napas walaupun ventilasi baik. Lab dasar untuk mencaru penyakit sistemik yang
mendasari.
Diagnosis kerja yang didapatkan ialah Gagal Jantuk Kronis, hal ini dikatakan kronis ialah karena
dikatakan bahwa pasien mengalami gejala ini memberat sejak 1 hari. Selain itu sejak 5 jam yang lalu
sesak terus menerus. Hal ini mengindikasikan bahwa gejala sudah berlangsung lebih dari sehari dan baru
memberat sejak sehari. Kemungkinan lain ialah mungkin juga penyakit kronis ini mengalami eksaserbasi
akut. Gejala sesak napas ini serta diikuti perbaikan ketika istirahat merupakan salah satu cirri khas dari
gagal jantung. Pasien sudah mengalami sesak terus menerus menandakan dekompensasi dari jantungnya,
ditambah lagi kita mendapatkan bunyi gallop yang merupakan cirri khas gagal jantung dekompensata.
AHF atau GGA ditujukan kepada suatu kondisi gagal jantung akut yang cepat dan progresif
dalam memompa darah yang memerlukan terapi cepat. Hal ini dapat timbul pada orang yang belum
maupun sudah memiliki riwayat sakit jantung sebelumnya. Hal ini yang membedakannya dengan CHF
atau GGK. Dimana pada gagal jantung kronik (GGK) keadan relative stabil, namun tetap memberikan
gejala klinik baik terkompensasi maupun dekompensasi.

Diagnosis differential
a. Stenosis aorta
Persamaan :

Terdapat gejala-gejala kongestif dengan ortopnea, dispnea paroksismal, edema paru. Terdapat
pula pulsus alternans.
Perbedaaan :
Tidak terdengar bunyi gallop pada auskultasi
Kelainan terpusat pada katup
Dengan pemeriksaan penunjang seperti echocardiografi lebih terlihat perbedaan
b. Insufisiensi aorta
Persamaan :
Terdapat ortopnea, dispnea paroksismal karena kongesti vaskuler pulmoner paling menonjol.
Perbedaan :
Tidak terdengar bunyi gallop pada auskultasi
Kelainan terpusat pada katup
Dengan pemeriksaan penunjang seperti echocardiografi lebih terlihat perbedaan
c. Pericarditis
Persamaan :
gangguan pada ejection fraction dari ventrikel
Pasien merasa sesak karena desakan dari cairan di pericardium.
Perbedaan :
Gejala klinis yang khas pada penyakit ini terdapat friction rub
d. Gagal jantung akut
Persamaan :
Terdapat edema paru
Perbedaan :

Umumnya gejala yang terlihat sama , tetapi pada gagal jantung akut gejala yang terlihat lebih

berat
Syok kardiogenik

e. PPOK
Persamaan :
Terdapat gejala sesak
Bisa terjadi perbesaran atrium kanan pada emfisema menahun, sebagai salah satu gambaran CHF.
Perbedaan :
Epidemiologi
Di eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4-2 % dan meningkat pada usai yang lebih lanjut, dengan ratarata umur 74 tahun. Ramalan dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat
diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis
ditegakkan , dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama.

Klasifikasi gagal jantung


Klasifikasi gagal jantung akut dibagi menurut Killip class yakni
-

Killip 1 : no heart failure


Killip 2 : ronki, gallop pada setengah paru bawah
Killip 3 : Severe heart failure , ronki pada seluruh lapang paru
Killip 4 : syok kardiogenic, hipotensi, sianosis.

Pembagian lain ialah secara klinis dengan melihat 2 indikator yakni perfusi ke perifer dan auskultasi
untuk menilai kongesti. Urutannya menurut tingkat keparahan ialah; warm and dry, warm and wet, cold
and dry, cold and wet.
Klasifikasi gagal jantung kronis ialah kelas fungsional yang telah disebut diatas. Fungsional class
NYHA
1.
2.
3.
4.

Class 1 : gejala timbul saat beraktivitas berat


Class 2 : gejala timbul saat aktivitas sedang
Class 3 : gejala timbul saat aktivitas ringan
Class 4 : gejala saat sedang beristirahat 3

Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk menegakkan diagnosis gagal jantung kongestif.
Kriteria mayor:
1.

Paroxismal Nocturnal Dispneu

2.

distensi vena leher

3.

ronkhi paru

4.

kardiomegali

5.

edema paru akut

6.

gallop S3

7.

peninggian tekanan vena jugularis

8.

refluks hepatojugular

Kriteria minor:
1.

edema ekstremitas

2.

batuk malam hari

3.

dispneu de effort

4.

hepatomegali

5.

efusi pleura

6.

takikardi

7.

penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal

Kriteria mayor atau minor


Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor harus ada pada saat
yang bersamaan.4
Etiologi
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya gagal jantung dikarenakan jantung yang gagal mengkompensasi kelainan yang
dialaminya untuk menyesuaikan kebutuhan supply darah dan Oksigen bagi tubuh. kelainan atau
kerusakan apapun pada jantung mengakibatkan kerja yang berlebih pada ventrikel. Ketika ventrikel
mendapatkan kerja yang berlebih dari biasanya, ia akan memompa lebih keras untuk mengusahakan
tercapainya kebutuhan supply tubuh. kondisi yang terus-menerus ini akan mengakibatkan ventrikel
jantung semakin membesar sebagai kompensasi kerja yang berlebih. Namun kerja yang berlebih ini
seringkali tidak mencukupi kebutuhan supply tubuh , sehingga sistem saraf simpatis diaktifkan
menyebabkan takikardi. Diharapkan kenaikan frekuensi dapat mengkompensasi keadaan yang abnormal
ini. Begitu simpatis diaktifkan akan merangsang pengaktifan sistem RAA yang memberikan efek
pengaktifan aldosteron dan ADH. Pengaktifan ini akan memberikan efek retensi natrium dan air yang
semakin memperbanyak filling jantung sehingga kerjanya semakin berat. Ketika jantung mendapatkan
porsi kerja yang semakin besar ditambah dengan kelainan yang dimilikinya , proses progresif ini akan
mengakibatkan jantung tidak dapat lagi bekerja.
Gejala klinis yang ditimbulkan merupakan akibat dari gagalna ventrikel memompa sehingga
menyebabkan hipoperfusi pada ginjal yang mengakibatkan gagal ginjal, oedem paru karena aliran darah
terbendung di paru serta oedem jaringan. 5
Penata laksanaan
1. Medika mentosa
Prinsip pemberian obat disini adalah mengurangi kerja jantung sehinga peristiwa decompensated
tidak terjadi atau menjadi semakin parah. Golongan obat yang dapat diberikan :
ACE-inhibitor
Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan fraksi ejeksi 4045% untuk meningkatkan survival, memperbaiki simtom. Harus diberikan sebagai terapi awal,
apabila terdapat retensi cairan berikan bersama diuretik. Pemberian obat ini harus dititrasi sampai
dosis yang dianggap bermanfaat sesuai dengan bukti klinis, bukan berdasarkan gejala.

Cth obat: captopril (dosi awal 12,5 mg 3x/hari, dapat ditingkatkan bertahap s/d 25mg 3x/hari)
Diuretic
Penting untuk pengobatan simtomatik bila ditemukan beban cairan berlebihan, kongesti paru dan
edema perifer. Pemberiannya hendaknya diberikan dengan kombinasi bersama ACE inhibitor

ataupun ARB.
Cth obat: furosemid (dosis awal 20-80mg dosis tunggal tiap 6-8 jam)
-blocker
Direkomendasi pada semua gagal jantung ringan, sedang, dan berat yang stabil baik karena
iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam pengobatan standar seperti diuretic atau penyekat

enzim konversi angiotensin. Dengan syarat tidak ditemukan adanya kontra indikasi.
Cth obat: bisoprolol 5mg 1x/hari
ARB
Masih merupakan alternative bila pasien tidak toleran terhadap ACE inhibitor. Efek yang
ditimbulkan sama efektif dengan penyekat beta.
Cth obat: losartan K 50mg 1x/hari.
Glikosida jantung
Merupakan indikasi pada fibrilasi atrium dengan berbagai derajat gagal jantung. Mekanisme
kerjanya meningkatkan kontraktilitas jantung. Waspadai terjadinya keracunan digoxin.
Cth obat: digoxin 2-6tab /hari
Nitrat
Sebagai tambahan apabila terdapat keluhan angina
Penyekat kanal kalsium
Pada gagal jantung sistolik penyekat kalsium tidak direkomendasikan. Pemakaiannya pun
dikontraindikasikan sebagai kombinasi dengan -blocker. Dipakai hanya sebagai control tekanan

darah apabila sulit dikontrol dengan nitrat atau -blocker.


Cth obat: carvedilol 12,5 mg 1x/hari selama 2 hari pertama lalu 25 mg 1x/hari.
Inotropik
Merupakan golongan obat yang memberikan efek menguatkan kontraktilitas otot jantung.
Cth obat: dobutamine HCl 2,5 10 mcg/kbBB/menit diberikan Intravena.
Anti trombolitik
Pada gagal jantung kronik dengan penyakit jantung koroner, dianjurkan pemakaian antiplatetet.
Cth obat: aspirin 300mg/hari 4

Tabel terapi pasien disfungsi sistolik yang simptomatik menurut derajat gagal
jantung

Untuk

Untuk gejala

survival/morbiditas
NYHA I

Lanjutkan ACE
inhibitor/ ARB jika
intoleran ACE inhibitor,
lanjutkan antagonis
aldosteron jika pascaMI

Pengurangan/hentikan
diuretik

Tambah penyekat beta


jika pasca MI
NYHA II

NYHA III

ACE Inhibitor sebagai


terapi lini pertama ARB
jika intoleran ACE
inhibitor tambah
penyekat beta dan
antagonis aldosteron
jika pasca MI

+/- diuretic

ACE inhibitor + ARB


atau ARB

+diuretic + digitalis

Tergantung pada
retensi cairan

Jika masih simtomatik

Jika intoleran ACE


sendiri
Beta blocker
Tambah aldosteron
antagonis
NYHA IV

Lanjutkan ACE inhibitor


/ ARB

+diuretic+digitalis+co
nsider

Beta blocker

Support inotropis
sementara

Antagonis aldosteron
Medika mentosa
Komplikasi

Pencegahan

2. Non

pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi objektif primer terutama pada kelompok dengan disiko
tinggi.

Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard, faktor resiko jantung koroner
Pengobatan infark jantung segera di triase, serta pencegahan infark ulangan
Pengobatan hipertensi yang agresif
Koreksi kelainan kongenital serta penyakit katup jantung. 4

Prognosis
Intervensi dini membuat prognosis dari CHF menjadi baik bila penyebab dari gagal jantung dapat teratasi
dan mekanisme kerja jantung dapat dikembalikan seperti sedia kala. Namun sering kali kesadaran yang
terlambat akan penyakit ini menyebabkan penanganan yang terlambat pula. 5

DAFTAR PUSTAKA
1. Burnside John W, McGlynn Thomas J. diagnosis fisik, edisi 17. Jakarta : penerbit buku kedokteran
EGC; 2006. hlm 213-255.
2.
3. Heart failure society of America. The stage of heart failure. Diunduh dari :
http://www.abouthf.org/questions_stages.htm#top, 25 september 2011.

4. Panggabean M. Gagal Jantung. Dalam Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,


Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. Hlm. 1503-14.
5. Cheitlin Melvin D, sokolow Maurice, McIlory Malcolm B. clinical cardiology, 6 th edition. USA:
prentice-Hall international Inc; 1995.pg 320-354.

Anda mungkin juga menyukai