Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL MINI

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMAMPUAN


SOSIALISASI PADA PASIEN MENARIK DIRI DI POLIKLINIK
RUMAH SAKIT PROF. V.L. RATUMBUYSANG MANADO

OLEH
NOVITA INDRI NONE
120114085

UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS KEDOKTERAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
MANADO 2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi dan persaingan bebas sekarang ini, kecenderungan
terhadap peningkatan gangguan jiwa semakin besar hal ini disebabkan karena
stressor dalam kehidupan semakin kompleks. Sejalan dengan hal ini
kemampuan sumber daya manusia yang berkualitas sangat diharapkan untuk
dapat mengatasi hal tersebut, baik di lingkungan pendidikan keperawatan
maupun pelayanan, baik formal maupun informal (Suliswati, 2005).
Menurut World Health Organization (2001) dikutip dari Yosep (2010)
masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi
masalah yang sangat serius, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia
mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang
didunia mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Menurut Depkes RI (2003), gangguan jiwa adalah gangguan pikiran,
perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan
terganggunya fungsi sehari hari (fungsi pekerjaan dan fungsi sosial dari
orang tersebut. Sedangkan menurut Muslim (2002), gangguan jiwa
merupakan sindrom atau pola prilaku atau psikologi seseorang yang secara
klinis cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan sesuatu gejala
penderitaan ( distress ) di dalam satu atau lebih fungsi penting dari manusia.
Keperawatan jiwa sebagai bagian dari kesehatan jiwa merupakan suatu
bidang spesialisasi praktek keperawatan yang menerapkan teori perilaku
manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri sebagai kiatnya. Secara

konseptual teori keperawatan juga mengungkapkan bahwa pelayanan


keperawatan diberikan secara kompherensif, berkesinambungan dan utuh
pada individu, keluarga serta masyarakat (Suliswati, 2005).
Kesehatan Jiwa merupakan suatu kondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang
dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Makna
kesehatan

jiwa

mempunyai

sifat-sifat

yang

harmonis

(serasi)

dan

memperhatikan semua segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam


hubungannya dengan manusia lain (Siti Saidah, 2003).
Keluarga memainkan sebuah peran yang sangat penting dalam
menentukan perilaku anggota keluarganya yang sakit, bersifat mendukung
selama masa penyembuhan dan pemulihan akan sangat berkurang (Caplan,
1998).
Keluarga yang membentuk unit dasar dari masyarakat kita, maka
lembaga sosial yang paling banyak memiliki efek-efek yang paling menonjol
terhadap anggotanya. Unit dasar ini memiliki pengaruh yang begitu kuat
terhadap perkembangan seorang individu yang dapat menentukan berhasil
tidaknya kehidupan individu tersebut (Marilyn M. Friedman, 1998).
Keluarga juga sebagai sumber dukungan sosial dapat menjadi faktor
kunci dalam penyembuhan klien penderita gangguan jiwa. Walaupun anggota
keluarga tidak selalu merupakan sumber positif dalam kesehatan jiwa, mereka
paling sering menjadi bagian penting dalam penyembuhan. Perawat harus
mendorong anggota keluarga untuk terus mendukung klien walaupun di

Rumah Sakit dan harus mengidentifikasi kekuatan keluarga seperti cinta dan
perhatian sebagai sumber bagi klien (Sheila dkk, 2008).
Menurut Mujiyono (2008), dukungan keluarga selama ini kurang pada
anggota keluarga yang sedang sakit diakibatkan keluarga yang terlalu sibuk
dengan urusannya maing-masing, acuh tak acuh karena kurang mengerti
dengan penyakit yang dialami klien serta yang paling penting yaitu ekonomi
yang rendah, yang mengakibatkan klien merasa diabaikan dan kurang
mendapatkan perhatian keluarga., sehingga untuk kembali pulih pada keadaan
semula sangat lambat dan membutuhkan waktu yang lama.
Walaupun manusia dalam kondisi yang sehat selalu berupaya agar
hubungannya dengan orang lain dapat terjalin secara harmonis oleh suatu
kondisi tertentu hubungan ini dapat mengalami gangguan. Klien dengan
gangguan jiwa sering gagal mendapatkan kebutuhan sosialnya oleh karena
ketidakmampuan klien hidup dalam kelompoknya atau klien gagal
beradaptasi, serta gagal menerima diri sendiri sehingga diupayakan berbagai
macam terapi yang bertujuan untuk menyembuhkan atau mengembalikan
keadaan klien pada kehidupan sosialnya (Keliat, 2006).

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalaha Apakah ada hubungan
antara dukungan keluarga dengan kemampuan sosialisasi pada pasien
menarik diri di Poliklinik Rumah Sakit Prof. V.L. Ratumbuysang Manado ?

C. Tujuan Penelitian
1.

Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan antara dukungan keluarga dengan kemampuan
sosialisasi pada pasien menarik diri di Poliklinik Rumah Sakit Prof. V.L.
Ratumbuysang Manado.

2.

Tujuan Khusus
a. Diketahuinya hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan
sosialisasi pada pasien menarik diri di Poliklinik Rumah Sakit
Prof.V.L. Ratumbuysang Manado.
b. Diketahuinya dukungan keluarga dengan kemampuan sosialisasi pada
pasien

menarik

diri

di

Poliklinik

Rumah

Sakit

Prof.V.L.

Ratumbuysang Manado.

D. Manfaat Penelitian
1.

Bagi Institusi Rumah Sakit


Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi bagi
pihak Rumah Sakit sehingga dapat meningkatkan asuhan keperawatan
yang diberikan kepada pasien dan keluarganya.

2.

Bagi Perawat
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan ilmu bagi
perawat dalam meningkatkan kemampuan untuk memberikan asuhan
keperawatan profesional khususnya bagi pasien gangguan jiwa.

3.

Bagi Peneliti
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengalaman, wawasan,
dan ilmu pengeetahuan serta dapat mengetahui tentang seberapa besar
dukungan keluarga pada pasien gangguan jiwa khususnya pasien menarik
diri.

4.

Bagi Keluarga
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi
sehingga keluarga dapat meningkatkan dukungannya pada anggota
keluarga yang sakit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori Tentang Keluarga
1.

Pengertian Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suamiistri, atau suami-istri dan anaknya. Yang berada dibawah satu atap dalam
keadaan saling ketergantungan (Suprajitno,2004).
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama
karena hubungan darah, hubungan perkawinan dengan keterikatan aturan
dan emosional serta mempunyai peran masing-masing yang merupakan
bagian dari keluarga (Marilyn Friedman,1998).
Keluarga sebagai unit utama dari masyarakat dan merupakan lembaga
yang menyangkut kehidupan masyarakat, keluarga sebagai kelompok
dapat

menimbulkan,

mencegah,

mengabaikan

atau

memperbaiki

masalah-masalah kesehatan dalam kelompoknya sendiri, masalah


kesehatan dalam keluarga saling berkaitan, penyakit pada salah satu
anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga tersebut
(Marilyn Friedman,1998).
Adanya suatu penyakit yang serius atau kronis pada diri seorang
anggota keluarga biasanya memiliki pengaruh yang mendalam pada
sistem keluarga khususnya pada struktur perannya dan pelaksanaan
fungsi keluarga. Keluarga memaiankan peranan yang bersifat mendukung
anggota keluarganya yang sakit dalam masa tahap penyembuhan dan
pemulihan. Apabila dukungan semacam itu tidak ada, maka keberhasilan

penyembuhan atau pemulihan (rehabilitasi) sangat kurang (Marilyn


Friedman,1998).
2.

Fungsi Keluarga Menurut Friedman (2008)


a. Fungsi Efektif
Fungsi ini berhubungan dengan fungsi internal keluarga, dimana
merupakan fungsi-fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan
segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan
dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan
individu dan psikososial anggota keluarga. Keberhasilan fungsi efekrif
akan tampak melalui keluarga yang gembira dan bahagia. Anggota
keluarga mengembangkan gambaran diri yang positif, perasaan
dimiliki, perasaan yang berarti dan merupakan sumber kasih sayang.
b. Fungsi Sosial
Fungsi mengembangkan dan melatih anak untuk kehidupan sosial
dan berhubungan dengan orang lain. Sosialisasi merupakan proses
yang berlangsung seumur hidup dimana individu secara kuntinue
mengubah perilaku mereka sebagai respon terhadap situasi yang
terpola secara sosial, yang mereka alami. Fungsi sosialisasi adalah
proses interaksi dengan lingkungan sosial yang dimulai sejak lahir dan
berakhir setelah meninggal. Anggota keluarga belajar disiplin, budaya,
norma melalui interaksi dalam keluarga sehingga individu mampu
berperan di masyarakat. Kegagalan bersosialisasi dalam keluarga,
terutama jika norma dan perilaku yang dipelajari berbeda dengan yang

ada di masyarakat dapat menimbulkan kegagalan bersosialisasi di


masyarakat.
c. Fungsi Reproduksi
Fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan
keturunan keluarga dan menambah sumber daya manusia.
d. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi adalah fungsi keluarga untuk memenuhi
kebutuhan keluarga. Demikian pula jika keluarga mempunyai
kemampuan merawat pasien di rumah akan mengurangi biaya
perawatan dirumah sakit. Penghasilan keluarga akan berkurang
dengan adanya anggota keluarga yang sakit (tidak produktif) ditambah
anggota keluarga yang harus menemani atau merawat pasien (tidak
produktif). Menurut (Widodo, 2000) ditemukan bahwa anggota
keluarga yang paling banyak merawat pasien adalah saudara kandung
62 orang dan orang tua 28 orang.
e. Fungsi Perawatan Keluarga
Keluarga memberikan perawatan kesehatan diatur, dilaksanakan,
dan diamankan. Keluarga memberikan perawatan kesehatan yang
bersifat preventif dan secara bersama-sama merawat anggota keluarga
yang sakit. Lebih jauh keluarga mempunyai tanggung jawab yang
utama untuk memulai dan mengkoordinasikan pelayanan yang
diberikan

oleh

para

professional

perawatan

kesehatan.

Apabila kebutuhan-kebutuhan psikologis anggota keluarga tidak


dirasakan dan dikemukakan secara adekuat, maka konsekwensi yang

biasa terjadi adalah munculnya gejala-gejala yang tidak jelas yaitu


dalam bentuk sinyal-sinyal distress dari satu anggota keluarga atau
lebih. Gejala disfungsi keluarga ini pada pembawa gejala keluarga
meliputi berbagai respon emosional seperti marah, ansieatas dan
depresi.
3.

Elemen Struktur Keluarga (Setiadi,2008).


a. Struktur Peran Keluarga
Menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga dalam
keluarga sendiri dan perannya dilingkungan masyarakat atau peran
formal dan informal.
b. Nilai atau Norma Keluarga
Menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini oleh
keluarga, khususnya yang berhubungan dengan kesehatan.
c. Pola Komunikasi Keluarga
Menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi orang tua
(ayah-ibu), orang tua dan anak, anak dan anak, anggota keluarga lain
dan anggota keluarga inti.
d. Struktur Kekuatan Keluarga
Menggambarkan

kemampuan

anggota

keluarga

untuk

mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk megubah perilaku


keluarga yang mendukung kesehatan.
4.

Peran Serta Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa


Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi
perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) klien. Umumnya,

keluarga meminta bantuan tenaga kesehatan jika mereka tidak sanggup


merawatnya. Oleh karena itu asuhan keperawatan yang berfokus pada
keluarga bukan hanya untuk memulihkan keadaan klien tetapi bertujuan
untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam
mengatasi masalah kesehatan dalam keluarga tersebut (Keliat, 2011).
Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat
mencegah perilaku maladaptif (pencegahan primer), menanggulangi
perilaku maladaptif (pencegahan sekunder) dan memulihkan perilaku
adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan
keluarga dapat ditingkatkan secara optimal (Keliat, 2011).
Menurut Setiadi (2008), sesuai dengan fungsinya pemeliharaan
kesehatan keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu
dipahami dan dilakukan yaitu :
a. Mengenal

masalah

kesehatan

keluarga,

kesehatan

merupakan

kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa


kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti. Perubahan sekecil apapun
yang dialami oleh anngota keluarga secara tidak langsung menjadi
perhatian keluarga.
b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga, tugas ini
merupakan upaya keluarga yang utama, tindakan kesehatan yang
dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan
dapat dikurangi atau bahkan teratasi.

c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, perawatan


dapat dilakukan di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan
melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.
d. Memodifikasi keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga.
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi
keluarga.

B. Tinjauan Teori Tentang Kemampuan Sosialisasi


1.

Pengertian Kemampuan Sosialisasi


Kemampuan

sosialisasi

adalah

merupakan

kesanggupan

atau

kecakapan seseorang dalam menjalani hubungan saling berkomunikasi


atau berinteraksi dengan orang lain. Manfaat berkomunikasi adalah untuk
mendorong dan menganjurkan pasien agar dapat bekerja sama dan dapat
mengungkap perasaannya (Abdul Hafizh, 2007).
2.

Jenis-jenis Komunikasi (Tappen dkk,1995)


a. Komunikasi Verbal
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan
keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal
terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal
biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau
simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan,
membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi
dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi,
dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam

tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara


langsung.
b. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan
kata-kata.

Merupakan

cara

yang

paling

meyakinkan

untuk

menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari


pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dan saat
pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non
verbal menambah arti terhadap pesan verbal.
3.

Cara atau Trik Berkomunikasi Dengan Pasien Menarik Diri


Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah
dasar pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka
lontarkan terkadang melompat, fokus terhadap topik bisa saja rendah,
kemampuan menciptakan dan mengolah kata kata bisa saja kacau
balau. trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa
khususnya pada pasien menarik diri yaitu sering melibatkan dalam
aktivitas atau kegiatan yang bersama sama, ajari dan contohkan cara
berkenalan dan berbincang dengan pasien lain, beri penjelasan manfaat
berhubungan dengan orang lain dan akibatnya jika dia tidak mau
berhubungan (Abdul Hafizh, 2007).

C. Tinjauan Teori Tentang Menarik Diri


1.

Pengertian Menarik Diri


Menurut Depkes (2006) dikutip dari Dermawan (2013) menarik diri
adalah usaha menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa ia
kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
berbagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalannya. Orang lain yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan
sanggup membagikan pengalaman dengan orang lain.
Kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang
berpartisipasi dalam pertukaran sosial dengan kuntitas dan kualitas yang
tidak efektif. Klien yangmengalami kerusakan interaksi sosial mengalami
kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain salah satunya mengarah
pada perilaku menarik diri (Dermawan,2013).

2.

Tanda dan Gejala (Dermawan, 2013)


a. Kurang Spontan
b. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
c. Ekspresi wajah kurang berseri
d. Tidak merawat diri dan tidak memperhtikan kebersihan diri
e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
f. Mengisolasi diri
g. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
h. Asupan makanan dan minuman terganggu
i. Retensi urin dan feses
j. Aktivitas menurun

k. Kurang energy (tenaga)


l. Postur tubuh berubah.
3.

Etiologi (Dermawan,2013)
a. Faktor Predisposisi
1). Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan
dalam hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini
tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial
yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
2). Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan

komunikasi

dalam

keluarga

merupakan

faktor

pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam


teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga
menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seorang
anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam
waktu yang bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam
keluarga

yang

menghambat

untuk

berhubungan

dengan

lingkungan di luar keluarga.


3). Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial
merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial.

4). Faktor Biologis


Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang
dapat mempengaruhi terjadinya hubungan gangguan sosial adalah
otak.
b. Faktor Presipitasi
1). Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang
ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
2). Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat
ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya.
4.

Tindakan Keperawatan Untuk Keluarga (Keliat,2011)


Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi pasien untuk dapat
membantu pasien mengatasi masalah isolasi sosial ini, karena
keluargalah yang selalu bersama-sama dengan pasien sepanjang hari.
a. Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial
di rumah meliputi:
1). Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien.
2). Menjelaskan tentang:
a). Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
b). Penyebab isolasi sosial.

c). Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, antara lain:


(1). Membina hubungan saling percaya dengan pasien
dengan cara bersikap peduli dan tidak ingkar janji.
(2). Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien
untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama dengan
orang lain yaitu dengan tidak mencela kondisi pasien
dan memberikan pujian yang wajar.
(3). Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah.
(4). Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan
pasien.
3). Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
4). Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah
dipelajari, mendiskusikan yang dihadapi.
5). Menyusun perencanaan pulang bersama keluarga.
b. Strategi Pelaksanaan Keperawatan Untuk Keluarga
1). SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang
masalah isolasi sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara merawat
pasien dengan isolasi sosial.
2). SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat
pasien dengan masalah isolasi sosial langsung dihadapan pasien.
3). SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
A. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara
konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti.
Kerangka konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara
panjang lebar tentang suatu topik yang akan dibahas. (Setiadi,2007).

Variabel Independen (bebas)

Variabel Dependen (terikat)

Dukungan

Kemampuan

Keluarga

Sosialisasi

Ket :

: Hubungan antar variabel


: Yang diteliti

B. Hipotesa Penelitian
Ha : Ada hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan sosialisasi
pada pasien menarik diri di Poliklinik Rumah Sakit Prof. V.L.
Ratumbuysang Manado.
Ho

: Tidak ada hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan


sosialisasi pada pasien menarik diri di Poliklinik Rumah Sakit Prof.
V.L. Ratumbuysang Manado.

Definisi
Variabel

Alat Ukur

Independen

Operasional
Dukungan

keluarga

Dukungan

membangun atau

Keluarga

meningkatkan

Kuesioner

dapat

Kriteria Objektif
1. Baik: (apabila

Skala
Ordinal

skor > 25 %).

2. Kurang:

harga

diri

(apabila skor <

seseorang

dan

25 %).

menyediakan
hubungan
interaksi

yang

saling memuaskan
sehingga
mempengaruhi
perilaku seseorang
untuk berubah.

Variabel

Definisi

Alat Ukur

Kriteria Objektif

Skala

Dependen :

Operasional
Kesanggupan atau Kuesioner

Kemampuan

kecakapan

sosialisasi

seseorang

skor > 25 %).


dalam

menjalani
hubungan

2. Kurang:
saling

(apabila skor <

berkomunikasi
atau

1. Baik: (apabila

25 %).

berinteraksi

dengan orang lain.

BAB IV
METODE PENELITIAN

Ordina
l

A. Desain Penelitian
Desain yang di gunakan dalam penelitian ini adalah observasional
analitik, dengan mengunakan rancangan Cross Sectional (potong lintang),
dimana semua data yang menyangkut variabel penelitian

diukur dan di

kumpulkan secara simultan, sesaat atau satu kali saja dalam satu kali waktu
(Setiadi 2013).

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1.

Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Poliklinik Rumah Sakit Prof.V.L.
Ratumbuysang Manado.

2.

Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan November Desember 2015.

C. Populasi dan Sampel


1.

Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua keluarga dari anggota
keluarga yang menderita gangguan jiwa khususnya pada klien menarik
diri yang datang di Poliklinik Rumah Sakit Prof. V.L. Ratumbuysang
Manado.

2.

Sampel

Sampel

penelitian

ini

dilakukan

dengan

menggunakan

metode

Nonprobability Sampling dengan tekhnik sampling yang digunakan


adalah Insidental Sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan
kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti
dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan
ditemui itu cocok sebagai sumber data.(Setiadi,2013).
Sampel ditentukan dengan rumus menurut Notoatmodjo (2002) :

n :

N
1 + N (d)2

232
n : 1 + 232 (0,1)2

n :

232
3,32

n : 70

Keterangan :
N : Besar populasi
n : Besar sampel
d : Tingkat signifikan (0,1).

D. Jenis Data

1.

Data Primer
Data yang diperoleh dari hasil jawaban kuesioner yang diisi langsung
oleh responden yang dilakukan oleh peneliti.

2.

Data Sekunder
Data yang diperoleh dari buku rekam medis Poliklinik Rumah Sakit Prof.
V.L. Ratumbuysang Manado tentang jumlah kunjungan keluarga.

E. Cara Penelitian
Proses pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilaksanakan sebagai
berikut :
1.

Peneliti meminta izin kepada institusi pendidikan Program Studi Ilmu


Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
dan Rumah Sakit Prof. V.L. Ratumbuysang Manado.

2.

Melakukan survey awal di Rumah Sakit tempat penelitian.

3.

Menentukan Sampel.

4.

Mengambil data awal dengan melakukan wawancara pada keluarga.

5.

Menjelaskan pada keluarga yang akan mengisi kuesioner.

6.

Memberikan waktu kepada keluarga untuk menjawab.

F. Etika Penelitian
Masalah etika pada penelitian yang menggunakan objek manusia,
penelitian harus memahami prinsip-prinsip etika penelitian meliputi :

1.

Infomed Consent mengharuskan peneliti untuk menyampaikan informasi


secara lengkap dan spesifik kepada setiap calon subjek penelitian.(Burns
& Grove dalam Achir, 2007).
Infomed Consent mencakup empat elemen (Achir, 2007), yaitu:
a. Penyampaian informasi penting tentang pengantar riset pernyataan
tujuan riset, pemilihan subjek penelitian, penjelasan prosedur
penelitian, uraian resiko dan ketidaknyamanan, uraian manfaat,
penyampaian alternative, jaminan kerahasiaan, tawaran untuk
bertanya, tanpa paksaan, pilihan mundur, setuju untuk tidak
menjelaskan secara lengkap.
b. Pemahaman secara komperehensif
c. Kemampuan member Consent, yaitu mampu memahami dan
menimbang antara risiko dan manfaat studi.
d. Kesukarelaan
Lembar Infomed Consent di berikan kepada responden yang akan
diteliti. Jika responden bersedia diteliti,

menandatangani lembar

persetujuan tersebut, jika menolak diteliti maka peneliti tidak akan


memaksa dan tetap akan menghormati hak-haknya.
2.

Tanpa nama (Anonimity)


Anonimity merujuk pada tindakan merahasiakan nama peserta terkait
dengan partisipasi mereka dalam suatu projek riset (Dorothy & Marie,
2000). Peserta mempunyai hak untuk tetap anonim (menyembunyikan
nama) sepanjang penelitian. Informasi berhubungan dengan peserta atau
kenyataan bahwa individu tertentu telah berpartisipasi dalam suatu studi

seharusnya tidak diberikan pada setiap orang di luar tim penelitian.


Untuk menjaga kerahasian responden, maka peneliti tidak akan
mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, tetapi cukup
memberi kode pada masing masing lembar.
3.

Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok
data tertentu saja yang akan disajikan atau dilampirkan sebagai hasil riset
(Nursalam, 2009). Kerahasiaan mengacu pada tanggung jawab peneliti
untuk melindungi semua data yang di kumpulkan dalam ligkup projek,
dari pemberitahuan kepada yang lain (Dorrothy & Marie, 2000). Individu
yang

setuju

berpartisipasi

dalam

riset

mempunyai

hak

untuk

mengharapan bahwa informasi yang di kumpulkan dari atau tentang


mereka tetap bersifat pribadi, dan terjamin kerahasiaannya.

Anda mungkin juga menyukai