Kajian Ekonomi Sumatra Selatan 2014
Kajian Ekonomi Sumatra Selatan 2014
KEUANGAN REGIONAL
Provinsi Sumatera Selatan
Triwulan IV - 2014
: (0711) 354188
Fax
: (0711) 312013
Kata Pengantar
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Selatan
Triwulan IV 2014 dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi
mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah khususnya bidang
moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan
untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi
pihak eksternal.
Perekonomian Sumatera Selatan pada tahun 2014 masih tumbuh dengan baik di
tengah tekanan harga komoditas dunia, melemahnya kurs dan inflasi yang tinggi akibat
kebijakan pemerintah. Selain itu koordinasi antar instansi melalui TPID dalam
mengendalikan harga semakin solid. TPID Sumatera Selatan terus melakukan berbagai
upaya mengelola ekspektasi masyarakat seperti pemasangan iklan layanan masyarakat,
mengatur ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi dengan penguatan
koordinasi antar daerah, menjaga keterjangkauan harga dengan pasar murah terutama
pada saat Ramadhan dan Idul Fitri serta penguatan kelembagaan TPID dan integrasi
PIHPS yang ada di masing-masing wilayah.
Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan
kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan
lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai
pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan
manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta
kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam
pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional
pada umumnya.
Palembang, Februari 2015
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SUMATERA SELATAN
Ttd
Hamid Ponco Wibowo
Direktur
ii
Daftar Isi
Kata Pengantar ............................................................................................................ i
Daftar Isi
................................................................................................................... ii
Daftar Tabel................................................................................................................. v
Daftar Grafik ............................................................................................................. vii
Daftar BOKS ............................................................................................................... xi
Indikator Utama ....................................................................................................... xiii
Ringkasan Umum ...................................................................................................... xv
1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional ........................................................... 1
1.1
1.2
1.3
2.2
2.3
2.4
2.5
3.2
3.2.1
3.2.2
3.3
3.3.1
3.3.2
3.3.3
3.3.4
3.3.5
Kredit UMKM................................................................................................... 43
3.3.6
3.4
iii
3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
4.2
Ketenagakerjaan .............................................................................................. 56
5.2
Tingkat Pendapatan.......................................................................................... 59
5.3
6.2
Inflasi ................................................................................................................ 70
iv
Daftar Tabel
Tabel 1-1.
Tabel 1-2.
Tabel 1-3.
Tabel 1-4.
Tabel 1-5.
Tabel 1-6.
Tabel 2-1.
Tabel 2-2.
Tabel 2-3.
Tabel 2-4.
Tabel 3-1.
Tabel 3-2.
Tabel 3-3.
Tabel 3-4.
Tabel 3-5.
Tabel 3-6
Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Sumatera Selatan ........ 49
Tabel 3-7
Tabel 4-1
Tabel 4-2
Tabel 5-1.
Tabel 5-2.
Tabel 5-3.
Tabel 5-4.
Tabel 5-5.
Tabel 5-6.
Tabel 5-7.
Tabel 5-8.
Tabel 5-9.
Tabel 5-10. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Maret 2014 September 2014 ..................................................................................... 62
Tabel 5-11
Tabel 6-1.
Tabel 6-2.
Tabel 6-3.
vi
Daftar Grafik
Grafik 1-1.
Grafik 1-2.
Grafik 1-3.
Grafik 1-4.
Grafik 1-5.
Grafik 1-6.
Grafik 1-7.
Grafik 1-8.
Grafik 1-9.
vii
Grafik 1-24. Pangsa Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan
Triwulan IV 2014..................................................................................... 15
Grafik 1-25. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Sumatera Selatan ............................. 16
Grafik 1-26. Perkembangan Volume Impor Provinsi Sumatera Selatan ....................... 16
Grafik 1-27. Perkembangan Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal
Triwulan IV 2013..................................................................................... 16
Grafik 1-28. Pangsa Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal
Triwulan IV 2013..................................................................................... 16
Grafik 2-1.
Grafik 2-2.
Grafik 2-3.
Grafik 2-4.
Grafik 2-5.
Grafik 2-6.
Grafik 2-7.
Grafik 2-8.
Grafik 2-9.
Grafik 3-2.
Grafik 3-3.
Grafik 3-4.
Grafik 3-5
Grafik 3-6.
viii
Grafik 3-7.
Grafik 3-8.
Grafik 3-9.
Grafik 3-10. Pangsa Penyaluran Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV
2014....................................................................................................... 43
Grafik 3-11. Perkembangan Kredit UMKM ................................................................. 44
Grafik 3-12. NPL Pangsa Kredit UMKM Sumatera Selatan .......................................... 44
Grafik 3-13. Pertumbuhan Kredit Konsumsi ............................................................... 44
Grafik 3-14. NPL Kredit Konsumsi .............................................................................. 44
Grafik 3-15. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Sumatera Selatan ....................... 45
Grafik 3-16. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Sumatera Selatan ........................ 45
Grafik 3-17. Perkembangan Undisbursed Loan Perbankan Sumatera Selatan ............ 46
Grafik 3-18. Perkembangan financing-to-deposit ratio
Grafik 4-2.
ix
Grafik 4-3.
Grafik 4-4.
Grafik 5-1.
Indeks Harga yang diterima, Indeks Harga yang dibayar dan Nilai Tukar
Petani ...................................................................................................... 60
Grafik 5-2.
Grafik 5-3.
Grafik 5-4.
Grafik 6-1.
Grafik 6-2.
Grafik 6-3.
Daftar BOKS
BOKS A.
UMP Sumatera Selatan 2015 Naik, Pengaruh Kepada Dunia Usaha Perlu
Diperhatikan ............................................................................................... 9
BOKS B.
BOKS C.
BOKS D.
xi
xii
Indikator Utama
A. PDRB & Inflasi
xiii
B. Perbankan
C. Sistem Pembayaran
xiv
Ringkasan Umum
Abstraksi
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan (Sumatera Selatan) meningkat pada
triwulan IV 2014 didorong oleh konsumsi, ekspor, dan investasi. Khusus untuk
konsumsi, selain dari konsumsi rumah tangga, pertumbuhan juga disumbangkan oleh
lembaga non profit rumah tangga
Sementara itu, inflasi Sumatera Selatan cenderung meningkat akibat pasokan
bahan pangan yang terjaga. akibat kenaikan harga BBM yang memberikan tekanan
secara langsung pada kelompok administered prices yang diikuti oleh peningkatan
harga di kelompok volatile food dan kelompok inti.
Kinerja perbankan di provinsi Sumatera Selatan mengalami peningkatan
walaupun sedikit mengalami perlambatan. Kondisi tersebut terlihat dari
pertumbuhan aset, pertumbuhan penyaluran kredit, dan peningkatan DPK.
Perlambatan kredit terjadi pada kredit investasi seiring perlambatan kredit modal kerja
dan kredit konsumsi. Di sisi lain, penyaluran DPK tetap tumbuh dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya.
Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan I 2015 diperkirakan tumbuh
moderat. Akibat pertumbuhan ekonomi triwulan IV yang tinggi, perekonomian di
triwulan I 2015 diperkirakan sedikit melambat walaupun masih pada level yang tinggi.
Pertumbuhan ekonomi triwulan mendatang akan didukung oleh konsumsi rumah
tangga yang masih tinggi dan ekspor luar negeri akibat peningkatan sektor industri
pengolahan dan sektor perdagangan. Selain itu perbaikan investasi dan peningkatan
belanja modal akan berperan juga dalam peningkatan ekonomi Provinsi Sumatera
Selatan. Di tengah pertumbuhan ekonomi tersebut, inflasi diperkirakan akan melambat
didukung oleh pasokan yang terjaga di akhir triwulan I 2015.
xv
Peningkatan pertumbuhan
ekonomi Sumatera Selatan
disebabkan oleh sektor
perikanan, kehutanan, dan
pertanian terutama perkebunan
tahunan yang didorong oleh
kinerja perkebunan kelapa
sawit
xvi
xvii
KETENAGAKERJAAN
DAN
PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan I
2015 diperkirakan tumbuh moderat. Pertumbuhan ekonomi
pada triwulan I 2015 diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi
pada kisaran 4,0 4,5% (yoy), meskipun melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya.. Perlambatan perekonomian lebih
diakibatkan tingginya pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV
2014 (base effect).
Inflasi Sumsel pada tahun 2015 diperkirakan menurun yaitu
pada kisaran 41%. Hal tersebut diperkirakan didukung oleh
kondisi cuaca yang kondusif dibanding tahun lalu, turunnya harga
BBM dan tarif angkutan sebagai respons semakin rendahnya
harga minyak dunia, turunnya LPG 12Kg dan harga Semen. Selain
itu, dengan tersedianya informasi harga pangan melalui PIHPS dan
koordinasi melalui forum TPID diharapkan gejolak harga yang
berlebihan dapat diminimalisir.
xviii
Perekonomian
diperkirakan tumbuh
moderat.
Rp Triliun
64
63
62
61
60
59
58
57
56
5.96
7.00
6.00
4.87
5.00
4.10
3.80
4.00
3.00
2.00
1.00
-
II
III
IV
Rp Triliun
64
62
4.44
6.00
4.00
1.70
60
2.00
-2.79
58
0.00
-2.00
56
-4.00
-4.50
54
-6.00
II
III
IV
II
III
IV
2014
2014
Nominal PDRB
3.38
2.33
3.67
Nominal PDRB
PDRB
2014
I
II
III
IV
2014
5.7
-2.6
3.6
2.2
9.6
7.8
5.0
8.0
4.5
7.8
1.6
7.7
6.1
6.5
15.0
11.7
4.4
6.0
4.0
5.2
5.9
6.3
5.5
-1.6
6.9
5.0
7.9
3.1
8.0
6.9
3.3
19.9
13.0
3.0
3.0
2.0
4.5
7.7
5.4
1.1
6.2
5.9
5.2
7.6
1.8
7.0
5.3
6.9
24.3
12.5
2.6
1.8
8.7
5.0
19.3
5.8
3.0
8.5
7.9
7.7
9.4
9.6
6.4
6.4
10.0
9.1
2.0
2.5
4.1
2.9
4.6
8.9
6.7
4.3
4.5
7.2
5.6
8.2
4.0
7.3
6.2
6.7
16.5
9.5
3.1
3.80
4.87
4.10
5.96
4.68
Sementara itu secara triwulanan, tiga sektor mengalami kontraksi yaitu sektor
pertanian, sektor perdagangan dan sektor pengadaan air. Kontraksi yang terjadi
di sektor pertanian (-24,7%-qtq) terutama disebabkan oleh faktor musiman (seasonal
factor) sebagaimana terjadi pada beberapa tahun terakhir. Adapun 2 sektor yang
mengalami pertumbuhan paling signifikan adalah sektor pengadaan listrik dan gas (LG)
(12,3%) dan sektor jasa pendidikan (11,2%).
Tabel 1-2. Laju Pertumbuhan Triwulanan Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2010 (%)
Kategori/Lapangan Usaha
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
Total
2013
III
IV
21.5
-23.8
-1.9
1.8
-0.6
1.2
1.7
1.4
4.4
-1.5
3.6
1.2
0.3
-6.1
4.3
3.1
1.0
-0.3
2.7
1.0
0.3
-6.1
1.6
1.8
2.3
-0.3
1.2
0.1
3.9
26.7
1.3
16.1
4.3
1.8
4.44
-4.50
I
0.5
4.3
2.1
-2.9
3.7
0.2
1.3
-1.4
2.4
2.7
5.8
3.2
3.4
3.7
-7.7
-6.1
-4.7
1.70
2014
II
III
14.0
18.1
-0.2
-3.8
2.5
-1.3
5.8
3.4
-0.4
3.5
0.5
-0.8
3.1
8.2
0.9
3.2
2.0
1.1
1.1
2.5
3.5
-1.0
1.2
0.7
1.4
0.8
-1.6
4.7
-1.3
7.7
2.3
0.9
1.9
3.9
3.38
3.67
IV
-24.7
8.6
1.7
12.3
-1.0
3.1
-4.0
5.1
2.1
2.7
1.1
1.3
0.7
3.0
11.2
5.2
1.6
-2.79
Informasi dan
Komunikasi, 0.28
Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum, 0.09
Transportasi dan
Pergudangan , 0.15
Curah Hujan
25
400
Rp/kg
Harga CPO
Harga Inti
indek K (RHS)
10,000
20
350
300
15
250
200
10
150
100
50
-
2013
Nov
Jul
2014
Sep
Mei
Jan
Mar
Nov
Jul
Sep
May
Jan
Mar
Nov
Jul
Sep
May
Jan
Mar
2012
9,000
88
8,000
7,000
86
6,000
84
5,000
4,000
82
3,000
2,000
80
1,000
0
%
90
2012
9 11 1
2013
9 11 1
9 11
78
2014
USD/mt
Harga Batubara
gHarga Batubara (RHS)
75
70
15
65
60
10
100
90
50
56.2 0
-5
(11.7)
-10
45
-15
60
40
-20
50
35
-25
40
30
-30
30
55
II
III
IV
2012
Sumber: Bloomberg
II
III
2013
IV
II
III
2014
IV
WTI
gHarga Minyak (RHS)
USD/barrel
110
80
70
II
III
IV
2012
II
III
2013
IV
II
% yoy
20
15
10
5
73.2 0
-5
-10
-15
(24.9) -20
-25
-30
III IV
2014
Sumber: Bloomberg
dipengaruhi oleh penyelenggaraan berbagai even internasional, antara lain 17th ASEAN
University Games 2014 di bulan Desember. Peningkatan kinerja sub sektor industri
makan minum juga sejalan dengan peningkatan kinerja sektor penyediaan akomodasi
dan makan minum.
Sementara itu, meskipun masih tumbuh positif namun kinerja sub sektor industri kimia
dan industri karet terus menurun seiring dengan masih berlanjutnya tren penurunan
harga komoditas karet dunia. Berdasarkan hasil liasion diperoleh informasi bahwa
pelemahan harga komoditas karet sejalan dengan pelemahan harga komoditas minyak
bumi yang menyebabkan biaya produksi karet sintetis semakin murah sehingga
permintaan karet alam terus menurun.
Secara keseluruhan tahun 2014, industri pengolahan tumbuh sebesar 4,6%
(yoy). Sejalan dengan kondisi triwulanan, pertumbuhan sektor industri pengolahan
didorong oleh peningkatan kinerja industri makanan dan minuman, industri kimia dan
industri karet.
Grafik 1-8. Perkembangan Harga Karet di Pasar
Internasional
USD cent/kg
% yoy
Harga Karet
gHarga Karet (RHS)
450
0
-5
-10
350
-15
-20
250
-25
-30
150
-35
I
II
III
IV
2012
II
III
IV
II
2013
III
-20
-40
I
II
III
IV
2012
2014
II
III
2013
Sumber: Bloomberg
Grafik 1-10. Perkembangan Produksi Crumb Rubber Sumatera
Selatan
Ribu Ton
300
%yoy
30
25
20
15
10
5
0
-17.27 -5
-10
-15
-20
Produksi Karet
Pertumbuhan (RHS)
250
200
150
100
50
I
II
III
2012
IV
II
2013
III
IV
20
IV
Sumber: Bloomberg
% yoy
Harga CPO
gHarga CPO (RHS)
1,150
1,050
950
850
750
650
550
450
350
250
150
II
III
2014
IV
IV
II
III
2014
IV
Ribu Ton
600
500
%-yoy
442 542
487
11.83
400
7.16
200
100
0
I
II
III
2012
IV*
II
III
2013
IV*
II
III
2014
IV*
Konstruksi
KPR, KPA, Ruko, Rukan
gKonstruksi (RHS)
gKPR, KPA, Ruko/Rukan (RHS)
RpTriliun
25.00
20.00
11.27 15.00
300
50
10.00
5.00
40
30
20
10
(5.00)
(10
I
II
III
2012
IV
II
III
2013
IV
II
III
IV
2014
Secara keseluruhan tahun 2014, kinerja sektor konstruksi tumbuh sebesar 4,3%
(yoy). Kebutuhan masyarakat akan properti meningkat signifikan, sebagaimana
tercermin dari penjualan semen hingga bulan November 2014 yang menunjukkan
peningkatan sebesar 12% dibandingkan periode yang sama tahun 2013. Pertumbuhan
di sector ini juga dipengaruhi oleh pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah, baik
dalam bentuk pembangunan jalan, jembatan, maupun infrastruktur pertanian.
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
(perdagangan) masih cenderung meningkat dan berada pada level yang tinggi.
Pertumbuhan triwulan IV 2014 mencapai 8,5% (yoy), atau sedikit meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya 6,2% (yoy). Sumber pertumbuhan utama sektor
berasal dari sub sektor perdagangan besar dan eceran yang tumbuh cukup signifikan.
Serupa dengan sub sektor perdagangan besar dan eceran, sub sektor Perdagangan
Mobil, Sepeda Motor dan Reparasinya juga tumbuh meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Kondisi tersebut dikonfirmasi dengan peningkatan pendaftaran
kendaraan roda empat, mobil dan truk, sebesar 15,1% (yoy).
Bongkar
2014
Pertumbuhan (RHS)
Kendaraan Baru R4
Pertumbuhan (RHS)
8
8
8
8
7
7
7
7
7
6
6
6
%yoy
30.0
25.0
15.1
20.0
15.0
10.0
5.0
(5.0)
(10.0)
(15.0)
II
III
2013
IV
II
III
IV
2014
BOKS A.
UMP Sumatera Selatan 2015 Naik, Pengaruh Kepada
Dunia Usaha Perlu Diperhatikan
Penetapan UMP 2015 Ditengah Kenaikan Harga BBM
Perubahan Upah Minimum Provinsi yang terlalu signifikan akan berdampak
negatif terhadap kondisi usaha di Sumsel ditengah perlambatan ekonomi global.
Namun rendahnya UMP akan semakin menyengsarakan kehidupan pekerja. Dua hal ini
yang perlu menjadi perhatian bagi Pemerintah agar penetapan upah tahun 2015 tidak
merugikan salah satu pihak. Penetapan Upah Minimum Kota (UMK) Palembang 2015
sebesar Rp1,97 juta yang telah diusulkan oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) ke
Pemprov Sumsel dinilai wajar. Kenaikan ini sudah mempertimbangkan keterbatasan
kemampuan pengusaha ditengah penurunan permintaan global, dan kenaikan harga
BBM serta tarif listrik yang membebani para pekerja. Beberapa pengamat usaha
berpendapat seharusnya pihak-pihak yang terlibat dalam penetapan UMP
mempertimbangkan peran pengusaha dalam menciptakan lapangan pekerjaan di
daerah setempat dan juga peran pekerja sebagai pelaku proses produksi sehingga hasil
kesepakatan dalam penetapan UMP tidak bergejolak dan memberatkan dunia usaha di
Propinsi Sumatera Selatan.
UMP Sumatera Selatan Salah Satu yang Tertinggi di Sumatera dalam 2 tahun
terakhir
Mekanisme penetapan UMP 2015 sama dengan tahun sebelumnya. Menurut
sumber liaison, proses pembahasan upah minimum di Dewan Pengupahan tingkat
provinsi telah berjalan secara demokratis dan sesuai dengan tata laksana kerja Dewan
Pengupahan. UMP di Sumatera Selatan telah ditetapkan sebesar Rp1,97 juta. UMP ini
ditetapkan berdasarkan kesepakatan dan rekomendasi Dewan Pengupahan Daerah.
Dibandingkan dengan tahun 2014, UMP Sumsel tersebut mengalami kenaikan 8,18%.
Apindo Sumsel menerima keputusan tersebut, namun mempertanyakan hasil survei
KHL di wilayah provinsi Sumsel yang mempunyai kecenderungan meningkat setiap
tahun. Kenaikan UMP yang tinggi akan menyulitkan pengusaha untuk menaikkan UMP
sektoral. kenaikan UMP juga mengakibatkan disinsentif bagi pegawai yang berkinerja
diatas rata-rata karena semua pegawai cenderung digaji sama karena beban gaji yang
sudah tinggi tersebut. Selain itu, kebijakan penetapan harga BBM bersubsidi yang
berfluktuatif, menuntut Pemerintah Prop. Sumatera Selatan untuk merancang
mekanisme penetapan upah yang ideal sehingga tidak akan menimbulkan gejolak di
kemudian hari terutama memenuhi sisi keadilan bagi kedua belah pihak.
UMP
No
PROVINSI
2014(Rp)
2015(Rp)
1
2
3
4
2
6
7
8
3
4
Ratarata
Sumsel
Aceh
Riau
Kep.Riau
Babel
Sumut
Jambi
Sumbar
Bengkulu
Lampung
Sumatera
1,825,000
1,750,000
1,700,000
1,665,000
1,640,000
1,505,850
1,502,300
1,490,000
1,350,000
1,400,000
1,582,815
1,974,346
1,900,000
1,878,000
1,954,000
2,100,000
1,625,000
1,710,000
1,615,000
1,500,000
1,581,000
1,783,735
%GrowthUMP2015
8.18
8.57
10.47
17.36
28.05
7.91
13.83
8.39
11.11
12.93
12.69
Secara umum kondisi dunia usaha menghadapi tantangan yang berat karena selain
kenaikan UMP tersebut, biaya produksi juga meningkat akibat inflasi (terutama akibat
kenaikan harga BBM bersubsidi) dan depresiasi nilai tukar rupiah. Sektor padat karya
khususnya sektor PHR, subsektor Pertanian, dan UMKM diperkirakan paling berat
dalam menghadapi kenaikan UMP tersebut karena kondisi omzet penjualan/volume
usaha yang sedang menurun akibat daya beli konsumen yang menurun dan juga harga
jual yang turun khususnya komoditas pertanian. Berdasarkan liaison dan FGD, dampak
kenaikan UMP diperkirakan akan meningkatkan harga jual minimal 10%. Sedangkan
sektor usaha yang diperkirakan tidak menaikkan harga jual terkait dengan kenaikan
UMP adalah sektor usaha yang harga jual produknya ditentukan oleh pasar dunia
seperti komoditas karet, CPO, dan timah.
Namun demikian, hasil dari wawancara dengan kontak liaison, semua perusahaan
menerima kenaikan UMP di tahun 2015. Kenaikan UMP tersebut dirasa masih wajar
dan tidak terlalu menggerus margin keuntungan perusahaan. Disamping itu beberapa
perusahaan sudah menyiapkan strategi atas kenaikan UMP tersebut diantarannya
melakukan efisiensi biaya, tenaga kerja, jam kerja, menyesuaikan margin keuntunga,
dan meningkatkan kapasitas utilisasi mesin. Kenaikan biaya tenaga kerja di tahun 2015
dengan adanya kenaikan UMP ini akan meningkat sekitar 15 - 20%. Sedangkan
beberapa pengusaha meyakini kenaikan UMP akan diimbangi dengan kenaikan
produksi dan peningkatan harga jual di tahun 2015
10
1.3
Konsumsi rumah tangga dan konsumsi lembaga non profit rumah tangga yang
tumbuh tinggi serta membaiknya ekspor menopang pertumbuhan ekonomi
Sumatera Selatan. Konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan cukup signifikan
dari 4,3% (yoy) menjadi 5,9% (yoy). Pangsa konsumsi rumah tangga yang mencapai
66,0% dari total PDRB membuat pertumbuhan konsumsi rumah tangga memberikan
andil yang tinggi terhadap perekonomian yaitu sebesar 3,9%.
Tabel 1-3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Sumatera
Penggunaan Tahun 2012 2013 (%)
2014
I
II
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
4.5
3.8
Pengeluaran Lembaga Non Profit Rumah Tangga
18.3
19.9
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
12.9
-2.0
Pembentukan Modal Tetap Bruto
4.7
7.2
Perubahan Inventori
-51.9
-56.7
Ekspor Luar Negeri
11.5
20.0
Impor Luar Negeri
-23.3
11.8
Net Ekspor Antar Daerah
11.3
4.8
PDRB
3.80
4.87
2014
III
IV
4.3
8.0
7.3
5.3
-91.8
9.5
18.9
5.1
5.9
8.6
7.8
3.7
-69.9
19.1
18.2
11.0
4.6
13.5
6.2
5.2
-60.3
14.9
7.8
8.0
4.10
5.96
4.68
Tabel 1-4. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2010 menurut Penggunaan
Tahun 2013 2014 (%)
2013
2014
II
III
IV
I
II
III
IV
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
1.5
2.8
0.4
-0.3
0.9
3.4
1.8
Pengeluaran Lembaga Non Profit Rumah Tangga
4.9
2.9
1.3
8.2
6.3
-7.3
1.9
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
24.7
-6.5
17.9
-17.8
8.2
2.3
18.5
Pembentukan Modal Tetap Bruto
5.6
4.4
3.7
-8.5
8.2
2.6
2.1
Perubahan Inventori
30.3
-63.9 -139.5 -358.8
17.4
-93.2 -245.4
Ekspor Luar Negeri
2.5
11.2
-6.3
4.4
10.3
1.5
1.9
Impor Luar Negeri
-1.8
14.3
26.8
-46.1
43.0
21.6
26.1
Net Ekspor Antar Daerah
14.6
-7.7
14.4
-8.0
7.9
-7.5
21.0
PDRB
2.3
4.4
-4.5
1.7
3.4
3.7
-2.8
11
Indeks
150
116.6
126.1 124.4
112.8 111
104.5
123.5
108
105.5
117.6
108.2
IKK
IKE
IEK
140
130
120
110
100
90
II
III
IV
II
2012
III
IV
II
2013
III
II
III
IV
II
2012
2014
III
IV
II
2013
III
Dana Pemda
6
5
4.32
1.48
25.00
20
24.00
23.00
-20
-40
-60
%-yoy
12.0
Tabungan Perorangan
gTabungan Perorangan
Rp Triliun
26.00
40
-15.39
25.36
24.42
24.41
10.0
8.0
6.0
6.2
22.00
5.4
21.00
3.9
II
III
2012
IV
II
III
2013
IV
II
III
2014
IV
19.00
0.0
I
II
III
2013
Sumber: BI
4.0
2.0
20.00
I
IV
2014
IV
IV
II
III
IV
2014
Sumber: BI
Sejalan dengan konsumsi rumah tangga, Konsumsi LNPRT dan konsumsi Pemerintah
juga mengalami peningkatan. Konsumsi lembaga non profit rumah tangga mengalami
12
peningkatan dari 8,0% (yoy) menjadi 8,6% (yoy). Secara triwulanan, konsumsi LNPRT
tumbuh sebesar 1,9% (qtq) setelah triwulan sebelumnya mengalami kontraksi hingga 7,3% (qtq). Sementara itu, konsumsi pemerintah tumbuh dari 7,3% (yoy) menjadi
7,8% (yoy) pada triwulan laporan. Secara triwulanan, konsumsi pemerintah tumbuh
hingga mencapai 18,5% (qtq). Kondisi tersebut sejalan dengan realisasi belanja
pemerintah daerah terutama belanja operasi yang pencairannya dilakukan di akhir
tahun. Berdasarkan data APBD Pemda Sumatera Selatan, realisasi belanja operasi pada
triwulan IV 2014 sebesar 35,4% atau yang terbesar selama tahun 2014.
Untuk keseluruhan tahun, konsumsi pemerintah tumbuh sebesar 6,2% (yoy).
Sejalan dengan konsumsi rumah tangga dan konsumsi LNPRT, peningkatan terutama
dipengaruhi oleh rangkaian kegiatan Pemilu.
Investasi tumbuh melambat. Investasi pada triwulan IV 2014 tumbuh melambat
3,7% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,3% (yoy). Sementara
secara triwulanan, investasi juga tumbuh melambat sebesar 2,1% (qtq). Kondisi
tersebut juga dikonfirmasi dari perlambatan kredit investasi di Sumatera Selatan dari
24,2% (yoy) menjadi 21,1% (yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan kredit investasi
sejalan dengan realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang juga tumbuh
sebesar 79,3% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara
investasi penanaman modal asing (PMA) tumbuh signifikan hingga mencapai 165,0%
(yoy).
Untuk keseluruhan tahun, investasi tahun 2014 tumbuh sebesar 5,2% (yoy).
Pertumbuhan tersebut terjadi baik dari PMA maupun PMDN yang masing masing
tumbuh secara tahunan sebesar 117,4% (yoy) dan 107,4% (yoy).
Grafik 1-14. Perkembangan Investasi di Sumatera
Selatan
%-yoy
350.0
PMA
PMDN
%-yoy
70.0
300.0
60.0
250.0
50.0
200.0
150.0
40.0
100.0
30.0
50.0
20.0
0.0
-50.0
-100.0
II
III
2013
IV
-45.1
II
III
2014
IV
10.0
0.0
Sumber: BKPM, BI
13
Sumatera Selatan mengalami kontraksi sebesar -27,74% (yoy). Namun dari sisi volume,
ekspor Sumatera Selatan mengalami pertumbuhan sebesar 20,35% (yoy). Nilai ekspor
pada triwulan IV 2014 sebagian besar disumbang oleh komoditas batubara yang
mencapai 69% dari total ekspor.
Ekspor pada keseluruhan tahun 2014 tumbuh sebesar 14,9%. Depresiasi rupiah
diperkirakan dapat mengkompensasi dampak turunnya harga internasional komoditas
utama Sumatera Selatan seperti karet dan kelapa sawit.
Di sisi lain, impor masih tumbuh cukup tinggi, meskipun tumbuh sedikit
melambat dari 18,9% (yoy) menjadi 18,2% (yoy). Masih tingginya pertumbuhan
impor terutama didominasi oleh barang modal dan mesin industri seiring dengan
tumbuhnya sektor industri pengolahan. Meskipun masih tumbuh cukup tinggi, namun
pergerakan nilai tukar rupiah yang cenderung mengalami depresiasi dan pertumbuhan
investasi yang melambat dapat menahan laju pertumbuhan impor.
Grafik 1-15. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US
Dollar
Rp/USD
Nilai Tukar
%-yoy
gNilai Tukar
14,000
25
12,000
20
10,000
8,000
15
6,000
10
4,000
2,000
0
I
II
III
2012
IV
II
III
2013
IV
II
III
IV
2014
Sumber: BI
Secara triwulanan, ekspor meningkat sebesar 1,9% (qtq), sementara impor meningkat
signifikan sebesar 26,1% (qtq). Terdepresiasinya nilai tukar rupiah tidak menurunkan
impor Sumatera Selatan karena masih tingginya permintaan untuk konsumsi rumah
tangga.
Pertumbuhan nilai ekspor luar negeri non migas mengalami penurunan secara
triwulanan. Nilai ekspor pada triwulan IV 2014 tercatat sebesar USD 583,1 juta.
Penurunan nilai ekspor terutama diakibatkan menurunnya ekspor karet. Nilai ekspor
karet pada triwulan IV 2014 sebesar USD 354,8 juta atau turun 42,0% (yoy) jauh lebih
rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD 612,2 juta.
Sementara itu, ekspor komoditas CPO meningkat sebesar 12,2% (yoy). Sejalan dengan
CPO, ekspor batubara mengalami peningkatan sebesar 12,7% (yoy), lebih baik
dibanding triwulan sebelumnya yang mengalami peningkatan sebesar 6,6% (yo
14
Tabel 1-5. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (Juta USD)
Komoditas
I
904.40
710.68
74.87
79.60
0.99
38.25
Total
Karet
CPO
Batubara
Kopi
Lain-lain
2012
II
1,063.22
839.72
90.16
51.75
3.83
77.77
III
905.90
646.02
116.12
58.36
5.66
79.74
IV
818.17
579.58
93.87
81.51
5.02
58.19
I
843.97
663.54
80.46
39.76
1.06
59.15
2013
II
III
843.73
724.39
709.53
604.01
34.67
17.64
40.84
62.88
2.75
4.08
55.93
35.77
IV
806.91
612.18
72.46
58.09
1.61
62.57
2014
II
III
623.73
584.14
477.51
426.74
16.73
26.06
71.22
67.04
1.30
3.46
56.97
60.84
I
703.04
570.68
15.03
66.39
1.39
49.55
IV
583.11
354.84
81.31
65.44
1.50
80.02
gTriwulanan (RHS)
gTahunan (RHS)
%
Juta USD
1,200
1,000
-0.18
800
600
400
200
-27.74
0
I
II
III
IV
II
2012
III
IV
2013
II
III
20
15
10
5
0
-5
-10
-15
-20
-25
-30
-35
IV
2014
gTriwulanan (RHS)
gTahunan (RHS)
Juta Ton
,000
,800
,600
,400
,200
,000
800
600
400
200
0
60
50
40
30
20
10
0
10.04 -10
-20
-30
-40
-50
III
IV
20.35
II
III
IV
2012
II
III
IV
II
2013
2014
Dari sisi nilai, terjadi peralihan tujuan ekspor. Ekspor ke negara tradisional
Amerika Serikat (AS) dan India turun, sedangkan ekspor ke negara ASEAN meningkat.
Kondisi tersebut dikonfirmasi dengan hasil liaison sektor pertambangan bahwa
penjualan ekspor ke negara ASEAN terus meningkat. Pada triwulan IV 2014, pangsa
negara ASEAN sebagai tujuan ekspor merupakan yang terbesar yaitu 17%.
Grafik 1-18. Perkembangan Ekspor Provinsi
Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan
100%
90%
80%
70%
Lainnya
60%
ASEAN
50%
India
40%
Jepang
30%
Cina
20%
Eropa
10%
Lainnya
22%
Amerika
Serikat
16%
Eropa
15%
ASEAN
17%
Amerika Serikat
0%
I
II
III
2013
IV
II
III
2014
IV
India
7%
Jepang
10%
Cina
13%
Nilai impor nonmigas naik secara tahunan. Nilai impor nonmigas pada triwulan IV
2014 tercatat sebesar USD 284,45 juta, naik signifikan 95,5% (yoy) dibandingkan
15
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD 145,49 juta. Secara triwulanan,
nilai impor melambat sebesar 17,9% (qtq) dari sebesar USD 241,28 juta. Peningkatan
nilai impor banyak dikontribusikan oleh peningkatan pembelian mesin industri.
Tabel 1-6. Perkembangan Nilai Impor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (Juta USD)
Komoditas
2012
II
102.96
1.59
0.90
7.07
20.98
2.44
10.44
59.54
I
131.23
2.22
0.78
8.72
22.86
16.72
8.74
71.21
Total
Peralatan Elektrik
Besi dan Baja
Peralatan Industri
Pupuk
Gandum
Peralatan Khusus Industri
Lainnya
III
155.48
1.67
3.38
14.75
27.45
2.14
15.73
90.37
IV
139.59
12.22
1.49
24.39
16.75
2.96
14.12
67.66
I
134.82
6.93
2.66
30.67
15.65
1.40
9.56
67.95
2013
II
131.83
11.47
2.69
19.58
14.67
1.26
6.98
75.19
III
145.15
18.52
3.75
33.16
16.17
0.12
6.58
66.85
IV
145.49
5.31
3.66
11.28
9.73
1.58
21.60
92.32
I
85.71
5.13
3.25
13.25
10.46
0.25
10.96
42.41
2014
II
138.64
2.96
14.29
28.69
12.83
1.62
5.94
72.30
III
241.28
13.77
8.97
83.15
24.26
1.37
11.57
98.19
IV
284.45
18.56
6.09
94.77
19.20
7.32
10.83
127.67
Volume impor pada triwulan IV 2014 tercatat 345,98 juta ton atau turun signifikan
sebesar 46,45% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang
sebesar 646,12 juta ton terutama untuk peralatan industri. Namun apabila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, volume impor tercatat mengalami
kenaikan sebesar 27,30% (qtq). Peningkatan signifikan ini terjadi akibat impor gandum
yang tumbuh sebesar 374,93% (yoy).
Grafik 1-20. Perkembangan Nilai Impor Provinsi
Sumatera Selatan
Impor (Juta USD)
gTriwulanan (RHS)
gTahunan (RHS)
%
Juta USD
300
250
200
150
100
50
0
I
II
III
IV
2012
II
III
IV
2013
II
120
100
95.50
80
60
40
17.89
20
0
-20
-40
-60
III
IV
gTriwulanan (RHS)
Impor
gTahunan (RHS)
Juta Ton
700
500
600
400
500
300
400
200
300
27.30 100
200
100
-46.45
-100
-200
II
III
IV
2012
2014
Volume
II
III
IV
2013
II
III
IV
2014
Impor dari Cina masih merupakan yang terbesar pada IV 2014. Pangsa impor dari Cina
mencapai 42% dari keseluruhan impor, kemudian disusul oleh negara Eropa sebesar
13%.
Grafik 1-22. Perkembangan Impor Provinsi
Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal
Triwulan IV 2013
100%
90%
Eropa
13%
80%
70%
60%
Lainnya
50%
ASEAN
40%
Cina
30%
Eropa
20%
Amerika Serika
10%
0%
I
II
III
2013
16
IV
II
III
2014
IV
Lainnya
35%
Cina
42%
ASEAN
10%
BOKS B.
Perubahan Tahun Dasar Perhitungan PDRB berbasis
SNA2008
Selama sepuluh tahun terakhir, banyak perubahan yang terjadi pada tatanan global
dan lokal yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Krisis finansial
global yang terjadi pada tahun 2008, penerapan perdagangan bebas antara TiongkokASEAN (CAFTA), perubahan sistem pencatatan perdagangan internasional dan
meluasnya jasa layanan pasar modal merupakan contoh perubahan yang perlu
diadaptasi dalam mekanisme pencatatan statistik nasional.
Salah satu bentuk adaptasi pencatatan statistik nasional adalah melakukan perubahan
tahun dasar PDB Indonesia dari tahun 2000 ke 2010. Perubahan tahun dasar PDRB
dilakukan seiring dengan mengadopsi rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
yang tertuang dalam System of National Accounts 2008 (SNA2008) melalui
penyusunan kerangka Supply and Use Tables (SUT).
System of National Accounts 2008 (SNA2008) atau Sistem Neraca Nasional (SNN)
adalah rekomendasi internasional tentang bagaimana menyusun ukuran aktivitas
ekonomi yang sesuai dengan standar neraca baku yang didasarkan pada prinsip-prinsip
ekonomi. SNA dirancang untuk menyediakan informasi tentang aktivitas pelaku
ekonomi dalam hal produksi, konsumsi dan akumulasi harta dan dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan analisis, pengambilan keputusan, dan pembuatan kebijakan.
Dengan menggunakan Kerangka SNA, fenomena ekonomi dapat dengan lebih baik
dijelaskan dan dipahami. Dalam sejarahnya, SNA 2008 merupakan versi yang kelima,
dimana versi sebelumnya adalah SNA 1947, SNA 1953, SNA 1968, dan SNA 1993.
Manfaat perubahan tahun dasar PDRB antara lain :
Menginformasikan update perekonomian nasiona lseperti pergeseran struktur dan
pertumbuhan ekonomi;
Meningkatkan kualitas data PDB/PDRB;
Menjadikan data PDB/PDRB dapat diperbandingkan secara internasional
17
Akan merubah besaran indikator makro seperti rasio pajak, rasio hutang, rasio
investasi dan saving, nilai neraca berjalan, struktur dan pertumbuhan ekonomi;
Akan menyebabkan perubahan pada input data untuk modeling dan forecasting.
Badan Pusat Statistik (BPS) telah melakukan perubahan tahun dasar secara berkala
sebanyak 5 (lima) kali yaitu pada tahun 1960, 1973, 1983, 1993, dan 2000. Tahun
2010 dipilih sebagai tahun dasar baru menggantikan tahun dasar 2000 karena
beberapa alasan berikut:
Perekonomian Indonesia relatif stabil;
Telah terjadi perubahan struktur ekonomi selama 10 (sepuluh) tahun terakhir,
terutama dibidang informasi dan teknologi serta transportasi yang berpengaruh
terhadap pola distribusi dan munculnya produk-produk baru;
Rekomendasi PBB tentang pergantian tahun dasar dilakukan setiap 5 (lima) atau 10
(sepuluh) tahun sekali;
Teridentifikasinya pembaharuan konsep, definisi, klasifikasi, cakupan dan
metodologi sesuai rekomendasi dalam SNA2008;
Tersedianya sumber data baru untuk perbaikan PDB seperti data Sensus Penduduk
2010 (SP2010) dan Indeks Harga Produsen (IHP)/ Producer Price Index (PPI);
Tersedianya kerangka kerja Matriks Supply/Tabel Penyediaan dan Tabel Penggunaan
yang digunakan untuk benchmarking/menetapkan PDRB
Terdapat 118 revisi dari SNA sebelumnya dan 44 revisi merupakan revisi utama dalam
SNA2008. Adopsi revisi SNA tersebut diantaranya:
1. Konsep & Cakupan:
Adopsi Cultivated Biological Resources (CBR), Eksplorasi mineral dan evaluasi,
produk original pada karya seni dan sastra, perlakuan software dan database, serta
lisensi sebagai PMTB.
2. Metodologi:
Perbaikan metode penghitungan output bank dari Imputed Bank Service Charge
(IBSC) menjadi Financial Intermediation Services Indirectly Measured (FISIM).
3. Valuasi:
Nilai tambah lapangan usaha dinilai dengan harga dasar/Basic Price
4. Klasifikasi:
Update penggunaan klasifikasi KBLI2009 dan KBKI2010
Klasifikasi PDB/PDRB menurut lapangan usaha tahun dasar 2000 (seri 2000)
menggunakan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia 1990 (KLUI 1990) sedangkan pada
PDB tahun dasar 2010 (seri 2010) menggunakan KBLI2009. Sementara klasifikasi
PDB/PDRB menurut pengeluaran tahun dasar 2010 secara garis besar tidak banyak
mengalami perubahan. Perbandingan keduanya pada tingkat paling agregat dapat
dilihat pada tabel berikut :
18
19
BOKS C.
Perkembangan Batubara Sumatera Selatan
Sumatera Selatan merupakan provinsi yang menyimpan cadangan batubara terbesar di
Indonesia yaitu mencapai 13,6 miliar ton atau 48,6% dari cadangan batubara nasional.
Namun cadangan batubara di Sumatera Selatan ini tidak diiringi dengan produksi yang
besar yaitu hanya mencapai 9,12% dari produksi batubara di Kalimantan Timur yang
merupakan provinsi produsen batubara terbesar di Indonesia
Cadangan Batubara per Provinsi
SulawesiSelatan
0.00
Bengkulu
0.02
SumateraBarat
0.16
Jambi
0.35
KalimantanTengah
0.58
Riau
0.65
KalimantanSelatan
3.78
KalimantanTimur
8.86
SumateraSelatan
13.63
0
10
12
14
16
(MiliarTon)
20
Sumber: MP3EI
Produksi batubara Sumatera Selatan didominasi oleh PT. Bukit Asam yang porsinya
mencapai rata-rata 69% dari total produksi provinsi. Jumlah penjualan PT. Bukit Asam
di tahun 2014 mencapai 19 juta ton, meningkat dibandingkan tahun 2013 yang
mencapai 17,8 juta ton namun lebih rendah dari target yaitu 25,7 juta ton. Kendala
dalam mencapai target adalah kendala transportasi batu bara ke pelabuhan ekspor.
Pengangkutan batubara seluruhnya menggunakan kereta api dari PT Kereta Api
Indonesia dengan kapasitas angkut yang masih terbatas dan terlambatnya penyelesaian
pembangunan rel ganda Tanjung Enim-Prabumulih. Namun di tahun 2015 diperkirakan
jumlah penjualan akan meningkat sejalan dengan mulai beroperasinya rel kereta api
double track Prajen-Tanjung Enim pada bulan Maret 2015.
%yoy
JutaUSD
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
100
80
60
40
20
0
20
40
60
II
III IV
2012
II
III IV
2013
II
III IV*
2014
NilaiEksporBatubara
PertumbuhanEksporBatubara(RHS)
PertumbuhanHargaBatubara(RHS)
Peningkatan penjualan PTBA di tahun 2014 ini mendorong peningkatan nilai ekspor
batubara Sumatera Selatan. Walaupun di tengah anjloknya harga komoditas batubara
21
RibuTon
internasional, nilai ekspor batubara Sumatera Selatan masih tumbuh positif walaupun
sedikit melamban di triwulan IV 2014. Hal ini tidak terlepas dari strategi pengalihan
pasar ekspor PTBA dari Tiongkok yang perekonomiannya tengah melemah ke India,
Vietnam, Jepang, Malaysia, Kamboja, Thailand, dan Taiwan.
2,500.00
2,000.00
1,500.00
1,000.00
500.00
2012
2013
2014
Tiongkok
India
Vietnam
Jepang
Malaysia
Kamboja
Thailand
Taiwan
Sumber: Cognos
Ekspor Batubara Sumsel Berdasarkan Negara Tujuan
Data Kementerian ESDM menyebutkan Harga Batu Bara Acuan (HBA) untuk penjualan
langsung (spot) yang berlaku tanggal 1 Januari 2015 hingga 31 Januari 2015 pada titik
serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB vessel) adalah US$
63,84/Ton. HBA Januari 2015 itu, turun US$ 0,81 atau setara 1,25%, dibandingkan
dengan HBA Desember 2014 sebesar US$ 64,65. Nilai HBA Januari 2015 masih
melanjutkan tren penurunan HBA yang terjadi di 2014. Rata-rata HBA di 2014 adalah
US$ 72,62. Bila dibandingkan dengan HBA bulan yang sama di 2014 yaitu sebesar US$
81,90, maka HBA Januari 2015 ini anjlok hingga US$ 18,06 atau setara 22%. PT BA
menyatakan bahwa perusahaan masih akan mendapatkan margin keuntungan selama
harga jual berada di atas US$ 59/Ton.
Dengan harga yang terus anjlok seperti ini PTBA melakukan diversifikasi bisnis
pembangkit listrik untuk dapat lebih memanfaatkan produksi batubaranya dan
meningkatan keuntungan perusahaan. PTBA sampai saat ini telah memiliki empat
pembangkit listrik tenaga uap. Dua diantaranya telah beroperasi untuk menyuplai listrik
bagi operasional pabrik yaitu PLTU Mulut Tambang Tanjung Enim dan PLTU Pelabuhan
Tarahan. Dalam waktu dekat PLTU Banjarsari yang berkapasitas 2x113 MW juga akan
beroperasi. Sedangkan PLTU Bangko Tengah (Sumsel-8) masih dalam tahap
perencanaan sumber pendanaan.
22
NO
1
2
3
PTBA
NAMA
LOKASI
PEMBANGKIT
PLTUMulut
Kab.Muara
Tambang
Enim
TanjungEnim
PLTUPelabuhan
Lampung
Tarahan
Kab.Muara
PLTUBanjarsari
Enim
PLTUSumsel8 Kab.Muara
(BangkoTengah) Enim
KAPASITAS
(MW)
PEMILIK
KONDISI
3x10
PTBA
TelahBeroperasi
2x8
PTBA
TelahBeroperasi
2x113
KonsorsiumPTBA
danPT.BPI
Beroperasi
Februari2015
2x600
KonsorsiumPTBA
danPT.Huadian
BukitAsamPower
Tahap
Perencanaan
SumberFinansial
Dengan kondisi harga batubara yang masih terpuruk dan melimpahnya produksi
batubara di Sumatera Selatan merupakan sebuah kesempatan bagi Sumatera Selatan
untuk mendirikan PLTU mulut tambang seperti yang dilakukan oleh PTBA. Namun
untuk mewujudkannya dibutuhkan koordinasi antar semua pelaku usaha dan
pemerintah yang berkecimpung pada industri batubara maupun kelistrikan.
23
137.7
133.1
130.0
121.8
120.0
115.6
126.5
126.4
115.0
120.0
110.0
100.0
90.0
109.4
80.0
I
II
III
IV
2012
II
III
2013
IV
II
III
IV
2014
24
Meskipun secara agregat mengalami penurunan, namun IKE dan seluruh indeks
penyusunnya masih berada pada level optimis (di atas 100).
Kenaikan harga BBM bersubsidi pada November 2014 ditengarai sebagai
penyebab turunnya Indeks Penghasilan Konsumen dan Indeks Konsumsi Barang-barang
Kebutuhan Tahan Lama. Inflasi yang meningkat sebelum dan sesudah pengumuman
kenaikan harga BBM di penghujung tahun 2014 menyebabkan pendapatan riil
masyarakat berkurang.
Indeks Rata-Rata
160.0
150.0
140.0
136.8
130.0
120.0
110.0
108.2
100.0
100.1
90.0
80.0
I
II
III
IV
2012
II
III
2013
IV
II
III
IV
2014
25
6 bulan mendatang dibanding saat ini yang meningkat sebesar 1,4 poin dari 147,4
menjadi 148,8. Meningkatnya optimisme konsumen terhadap penghasilan tersebut
dipengaruhi oleh perkiraan akan adanya kenaikan gaji/upah dan omset.
Sejalan dengan peningkatan indeks ekspektasi terhadap kegiatan dunia usaha
dan penghasilan, optimisme responden tehadap ketersediaan lapangan kerja 6 bulan
mendatang juga meningkat 2,7 poin dari 116,7 menjadi 119,4. Keyakinan konsumen
terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan disebabkan karena perkiraan membaiknya
kegiatan ekonomi ke depan terutama mulai berlangsungnya pembangunan proyek
infrastruktur yang menyerap banyak tenaga kerja.
Indeks Rata-Rata
160.0
150.0
148.8
144.9
140.0
130.0
120.0
119.4
110.0
100.0
Indeks Ekspektasi Penghasilan Konsumen
Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja
Indeks Ekspektasi Kegiatan Usaha
Batas Minimum Optimis
90.0
80.0
70.0
I
II
III
2012
IV
II
III
2013
IV
II
III
IV
2014
26
2.1
27
28
Kelompok administered prices merupakan kelompok barang dan jasa yang harganya
ditetapkan oleh Pemerintah secara langsung, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif
angkutan, dll.
2
Komponen volatile foods merupakan Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan)
dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan
harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan
internasional. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan.
3
Inflasi inti merupakan komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent
component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti
interaksi permintaan-penawaran, lingkungan eksternal, dan ekspektasi inflasi.
29
Pencapaian inflasi kelompok volatile food dan inti jauh lebih tinggi
dibandingkan rata-rata historisnya. Inflasi kelompok volatile food meningkat cukup
tajam diikuti juga oleh kenaikan kelompok inti. Inflasi kelompok volatile food pada
triwulan IV 2014 mencapai 10,49% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata
historis lima tahun terakhir sebesar 6,55% (yoy). Inflasi kelompok inti pada triwulan IV
2014 mencapai 3,87% atau sedikit Lebih tinggi dibandingkan rata-rata historis lima
tahun terakhir sebesar 3,29 (yoy). sejalan dengan kedua kelompok lainnya, inflasi
administered prices pada triwulan IV 2014 ini mencapai 18,61%% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir sebesar 5,54% (yoy).
Inflasi non-tradables pada triwulan IV 2014 naik tinggi dibandingkan rata-rata
historis lima tahun terakhir. Sedangkan kelompok tradable mengalami deflasi
di triwulan IV 2014. kelompok barang-barang tradables pada triwulan IV 2014
mengalami deflasi sebesar 0,60% (yoy) jauh menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya yaitu inflasi sebesar 2,49% (yoy). Capaian inflasi ini juga lebih rendah
dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir sebesar 4,50% (yoy). Sementara itu, inflasi
barang-barang non-tradables pada triwulan IV 2014 tercatat sebesar 15,70% (yoy)
naik dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,69% (yoy). Realisasi ini lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata historis lima tahun terakhir sebesar 4,88% (yoy). Hal ini
menunjukkan bahwa tekanan inflasi untuk komoditas yang diperdagangkan di
30
Tekanan
Bobot
Inflasi
2014
Keterangan
Arah
Inflasi
Andil
BBM
4.1
NaikdariRp6,500menjadi
Rp8,500
1.26
TTL
3.3
Kenaikansecarabertahap
sepanjangtriwulan2014
0.71
Angk.
DlmKota
3.2
KenaikantarifdariRp2,800
menjadiRp4,000
1.37
Sementara itu, kelompok bahan makanan lainnya seperti daging ayam ras, tomat
sayur, bawang merah dan bawang putih mengalami koreksi sehingga menjadi
penyumbang deflasi. Berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga, penurunan harga
komoditas tersebut disebabkan oleh penurunan harga oleh distributor, yang
mengindikasikan pasokan yang cukup.
31
Komoditas
Andil
mtm
Inflasi
mtm
Okt-14
CABAI MERAH
0.29
54.76
ANGKUTAN UDARA
0.22
28.89
TARIP LISTRIK
0.17
5.49
BAHAN BAKAR
0.10
5.17
4
RUMAH TANGGA
BERAS
0.06
1.68
5
Nov-14
CABAI MERAH
0.70
86.38
1
BENSIN
0.43
12.37
2
ANGKUTAN DALAM
0.33
13.23
3
KOTA
BIAYA
ADMINISTRASI
0.16
30.01
4
TRANSFER UANG
BERAS
0.13
3.54
5
Des-14
BENSIN
0.53
13.84
1
ANGKUTAN DALAM
0.45
16.21
2
KOTA
CABAI MERAH
0.29
20.05
3
TARIP LISTRIK
0.19
5.71
4
ROKOK KRETEK
0.12
4.69
5
FILTER
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
1
2
3
2.2
Komoditas
Andil
mtm
Inflasi
mtm
Okt-14
1
-0.23
-16.62
-0.05
-6.49
SEPAT SIAM
-0.02
-5.71
-0.02
-6.51
-0.01
-2.01
-8.96
4
5
TOMAT SAYUR
JERUK
Nov-14
ANGKUTAN UDARA
-0.09
TOMAT SAYUR
-0.03
-9.39
KENTANG
-0.02
-12.01
-0.02
-13.14
-0.02
-21.34
KOL PUTIH/KUBIS
Des-14
MUJAIR
-0.02
-4.04
DAUN BAWANG
-0.01
-10.93
KEMBUNG/GEMBUNG
-0.01
-3.53
BAWANG MERAH
-0.01
-2.14
KOL PUTIH/KUBIS
-0.01
-9.48
3
4
5
KETIMUN
Kondisi curah hujan secara umum pada triwulan IV 2014 cenderung terus
meningkat. Walaupun menjadi penghambat distribusi pasokan namun hal ini masih
dapat diatasi sehingga distribusi pasokan tetap terjaga. Ketersediaan pasokan juga
didukung oleh stok beras Bulog yang masih berada pada level aman walaupun terjadi
perlambatan dibandingkan periode sebelumnya. Di awal triwulan IV 2014, stok beras
Bulog mencapai 74,71 juta ton. Pasokan tersebut diperkirakan dapat mencukupi
kebutuhan masyarakat Sumsel.
32
Sumber: BMKG
Grafik 2-13. Perkembangan Inflasi Tradables dan Nontradables
33
2.3
Komoditas
Kedelai
(USD/bushel)
Terigu
(USD/bushel)
Jagung
(USD/bushel)
Emas
(USD/oz)
2013
2014
Pertumbuhan Tw IV
2014 (%yoy)
III
IV
II
III
IV
14,3
13,1
13,6
14,8
11,4
10,0
(23,6)
6,9
6,9
6,6
7,1
5,7
5,6
(18,0)
5,8
4,1
4,3
4,6
3,5
3,4
(17,2)
1324,7
1271,2
1293,7
1289,9
1281,8
1199,6
(5,6)
Food Price Index merupakan indeks yang dikeluarkan oleh Food and Agricultural Organization
(FAO) dengan tahun dasar 2002-2004.
34
Sumber: Bloomberg
Sumber: Bloomberg
2.5
Sumber: Bloomberg
Sumber: Bloomberg
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan juga melakukan Survei
Pemantauan Harga (SPH) di kota Palembang untuk melakukan pemantauan harga
komoditas utama secara mingguan. Survei dilakukan pada pasar modern dan pasar
tradisional. Survei harga dilakukan terhadap 45 komoditas yang masuk dalam
kelompok inti, administered price, dan volatile food.
Hasil SPH pada triwulan IV 2014 memperlihatkan arah inflasi yang meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara umum, perkembangan harga
berdasarkan hasil SPH searah dengan penghitungan inflasi yang dilakukan BPS. Hasil
SPH juga memperlihatkan bahwa inflasi terjadi akibat kenaikan tekanan administered
prices terutama pada komoditas bahan bakar rumah tangga. Tekanan inflasi juga
disumbang oleh komoditas volatile food yang cenderung meningkat. Sejalan dengan
35
angka inflasi yang dikeluarkan oleh BPS, hasil SPH juga menunjukkan bahwa komoditas
bensin dan tarif angkutan kota sebagai penyumbang inflasi terbesar, .
Pergerakan harga yang dipantau SPH menunjukkan arah yang sama dengan inflasi
yang dihitung BPS pada bulan Juli-Desember 2014. Namun demikian, besaran inflasi
SPH cenderung lebih rendah daripada angka realisasi inflasi BPS, dikarenakan
keterbatasan jumlah komoditas yang disurvei.
36
3.1
Kondisi Umum
Aset
DPK
Kredit
LDR(RHS)
%
160
140
120
100
80
60
40
20
0
III
2011
IV
II
III
2012
IV
II
III
2013
IV
II
III
IV
2014
Penyaluran kredit tumbuh melambat dari 14,9% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi
13,6% (yoy) atau mencapai Rp 85,9 triliun pada triwulan IV 2014. Walaupun terjadi
perlambatan kredit namun kualitas kredit di triwulan IV mengalami sedikit
5
Analisis pada aset dan DPK dilakukan berdasarkan lokasi pelapor bank umum konvensional,
sedangkan analisis kredit dilakukan berdasarkan lokasi proyek bank umum konvensional.
37
peningkatan, terlihat dari rasio NPL yang turun menjadi 2,60%. Kondisi tersebut
mengakibatkan Loan-to-Deposit Ratio meningkat dari 147,39% di triwulan III 2014
menjadi 150,14%.
3.2
3.2.1
Penghimpunan DPK
DPK di Sumatera Selatan didominasi oleh tabungan dan deposito masingmasing sebesar 47% dan 39%. Secara keseluruhan, DPK di Sumatera Selatan
mengalami peningkatan sebanyak 6,6% (yoy) yaitu mencapai Rp 57,2 triliun.
Peningkatan ini disumbang pertumbuhan deposito sebesar 15,2% (yoy) mencapai Rp
22,2 triliun dan perbaikan pertumbuhan tabungan sebesar 4,74% (yoy). Namun
demikian, giro mengalami kontraksi sebesar 7,0% (yoy).
Grafik 3-2. Pertumbuhan DPK Perbankan di Provinsi
Sumatera Selatan
RpTriliun
30
Giro
Tabungan
Deposito
PertumbuhanDPK(RHS)
%yoy
40
3
25
Giro
14%
30
20
2
20
15
1
10
10
Deposito
39%
Tabungan
47%
5
I
II
III
2011
3.2.2
IV
II
III
2012
IV
II
III
2013
IV
II
III
IV
2014
Sistem pelaporan bank yang dikelola Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sumatera Selatan mengelompokkan perkembangan penghimpunan DPK berdasarkan
12 kabupaten/kota.
Menurut wilayah kabupaten/kota, penghimpunan dana masih terpusat di kota
Palembang dengan pangsa sekitar 72,7% dengan sisanya tersebar di seluruh
kabupaten/kota di Sumatera Selatan. Secara tahunan terjadi pertumbuhan jumlah DPK
di kabupaten Muara Enim, Lahat, Ogan Komering Ilir, Ogan Komering Ulu Timur,
Empat Lawang, dan Kota Palembang. Pertumbuhan penghimpunan dana tertinggi
pada triwulan IV 2014 terjadi di kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Muara Enim,
dan Lahat masing-masing sebesar 93,3% (yoy), 20,7% dan 20,3% (yoy).
38
Tabel 3-1. Perkembangan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Miliar)
2013
Kab. Musi Banyuasin
Kab. Ogan Komering Ulu
Kab. Lematang Ilir Ogan
Tengah (Muara Enim)
Kab. Lahat
Kab. Ogan Komering Ilir
Kab. Banyuasin
Kab. Ogan Komering Ulu
Timur
Kab. Empat Lawang
Kota Palembang
Kota Lubuklinggau
Kota Prabumulih
Kota Pagar Alam
PROVINSI SUMATERA
SELATAN
2014
II
III
IV
II
III
IV
2.062
2.587
3.998
2.461
2.466
2.896
2.604
2.546
2.906
1.942
2.321
2.844
1.808
2.172
2.753
2.257
2.378
3.090
2.455
2.461
3.261
1.748
2.161
3.434
1.103
1.628
621
3
913
1.628
391
288
923
1.451
456
287
680
1.357
444
149
698
1.403
461
359
896
1.658
612
457
954
1.689
541
422
818
1.516
393
288
35.971
2.031
2.592
415
53.011
254
37.545
2.303
2.377
460
53.982
240
37.074
2.289
2.504
553
53.833
157
38.717
2.023
2.542
513
53.688
246
37.512
2.007
2.481
415
52.315
334
38.603
2.276
2.559
509
55.629
339
39.268
2.347
2.716
540
56.994
166
41.609
1.948
2.675
468
57.225
Kota/Kab
Lainnya
13%
Kab.Lematang
IlirOganTengah
(MuaraEnim)
6%
KotaPalembang
73%
3.3
3.3.1
39
Kredit
gKredit(RHS)
%yoy
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
II
III
IV
2011
3.3.2
II
III
IV
2012
II
III
2013
IV
II
III
IV
2014
RpTriliun
35
Investasi
Konsumsi
30
25
Konsumsi
30%
20
15
10
5
0
I
II
III
2011
40
IV
II
III
2012
IV
II
III
2013
IV
II
III
2014
IV
Investasi
34%
Modal
Kerja
36%
%yoy
120
Investasi
Kredit
100
80
60
40
20
0
I
II
III
IV
2012
3.3.3
II
III
IV
2013
II
III
IV
2014
Sistem pelaporan bank yang dikelola Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sumatera Selatan mengelompokkan perkembangan penyaluran kredit berdasarkan 15
kabupaten/kota. Berdasarkan kabupaten/kota tersebut, penyaluran kredit kota
Palembang masih mendominasi dengan pangsa sebesar 67,1%. Perlambatan
pertumbuhan kredit terjadi di hampir seluruh kabupaten/kota di Sumatera Selatan
kecuali Kab. Muara Enim. Kabupaten tersebut memberikan andil terhadap total
pertumbuhan kredit di Sumatera Selatan masing-masing sebesar 0,52%.
Tabel 3-2. Perkembangan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Perbankan per Wilayah di Provinsi
Sumatera Selatan (dalam Rp miliar)
Kabupaten/kota
2013
II
2014
III
IV
7.154
4.340
3.768
6.970
4.508
4.048
6.970
4.508
4.048
7.195
4.693
4.151
3.451
2.050
4.277
1.566
372
4.516
2.125
4.447
1.688
384
4.516
2.125
4.447
1.688
384
865
903
569
227
34.597
2.109
2.125
598
68.068
607
233
37.526
2.122
2.413
629
73.119
II
III
IV
3.970
3.201
2.570
3.890
3.140
2.486
2.361
1.936
4.538
5.295
2.205
4.694
1.877
407
1.529
1.440
3.604
1.296
420
1.580
1.437
3.670
1.347
445
1.403
391
1.335
516
380
903
962
1.010
1.062
441
607
233
37.526
2.122
2.413
629
73.119
679
245
38.822
207
2.447
674
76.417
642
266
29.388
1.775
11.647
693
53.450
678
284
30.269
1.799
1.703
709
54.499
639
167
37.856
2.015
1.841
606
56.424
41
Kab.Ogan
KomeringUlu
4%
Kab.Ogan
KomeringIlir
2%
Kota/Kab
Lainnya
23%
Kota
Palembang
67%
3.3.4
Kredit Sektoral
Penyaluran kredit korporasi mengalami perlambatan dan terjadi pada seluruh sektor
utama Sumatera Selatan, seperti Pertanian, Pertambangan, Listrik, Gas, dan Air Bersih,
Bangunan, Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR), Keuangan, dan Jasa-Jasa.
Pangsa terbesar penyaluran kredit adalah sektor Pertanian dan Perdagangan, Hotel,
dan Restoran (PHR) masing-masing sebesar 24,8% dan 24,2%, kemudian disusul oleh
industri pengolahan dan listrik, gas, dan air bersih (LGA) masing-masing sebesar 19,5%
dan 8,6%.
Andil pertumbuhan terbesar pada kredit Sumatera Selatan berasal dari sektor industri
pengolahan dan pertanian, masing-masing sebesar 4,1% dan 2,1%. Sementara itu,
penyaluran kredit sektor utama Sumatera Selatan lainnya yaitu PHR memberikan andil
pertumbuhan pada total kredit korporasi Sumatera Selatan sebesar 0,3%.
NPL kredit korporasi masih terjaga ditunjukkan dengan penurunan dari 3,4% menjadi
2,9% masih di bawah batas aman yaitu 5%. Penurunan terjadi di seluruh sektor utama
yaitu pertanian, industri pengolahan, dan PHR..
42
Pertanian,
Kehutanan,
dan
Perikanan
25%
Lainnya
26%
Perdagangan
Besardan
Eceran,
Reparasidan
Perawatan
Mobildan
Sepeda
Motor
23%
Industri
Pengolahan
19%
Pertambang
andan
Penggalian
7%
Tabel 3-3. Perkembangan Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (Rp miliar)
2013
2014
Pangsa
(%)
Laju
(%yoy)
60,476
70.39
15.72
14,110
15,012
17.47
12.23
4,011
3,713
4,276
4.98
17.67
9,197
10,126
11,192
11,775
13.71
30.25
3,018
2,904
3,263
3,541
3,259
3.79
7.97
13,015
13,635
13,823
13,574
13,382
13,784
16.04
1.09
Penyediaan
Akomodasi dan
Makan Minum
661
726
747
758
834
829
0.96
14.18
Jasa Keuangan
839
901
858
971
901
917
1.07
1.84
Jasa Lainnya
6,805
7,932
7,832
12,192
11,539
10,620
12.36
33.90
Bukan Lapangan
Usaha
22,885
23,341
23,755
24,369
24,789
25,442
29.61
9.00
Sektor
III
IV
II
III
IV
50,234
52,263
52,662
58,915
59,216
12,967
13,376
13,540
14,020
3,862
3,634
3,762
Industri Pengolahan
8,653
9,041
Konstruksi
3,432
Perdagangan Besar
dan Eceran,
Reparasi dan
Perawatan Mobil
dan Sepeda Motor
Lapangan Usaha
Pertanian,
Peternakan,
Kehutanan &
Perikanan
Pertambangan dan
Penggalian
3.3.5
Kredit UMKM
Seiring dengan pertumbuhan penyaluran kredit bank yang melambat, kredit untuk
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada triwulan IV 2014 juga tumbuh
melambat sebesar 17,64% (yoy). Pangsa penyaluran kredit UMKM terhadap total kredit
yang disalurkan bank umum di Sumatera Selatan pun mengalami sedikit penurunan
dari 26,95% pada triwulan III 2014 menjadi sebesar 25,27% pada periode laporan,
atau secara nominal mencapai Rp21,71 Triliun.
43
RpTriliun
25
20
15
10
5
II
III
IV
II
2012
III
IV
II
2013
KreditUMKM
III
IV
Pertambangan
1%
Konstruksi
7%
Perdagangan
besardan
eceran
41%
Industri
Pengolahan
4%
Transportasi
Pergudangan
dan
Komunikasi
8%
2014
Pertumbuhan(RHS)
Lainnya
13%
Pertanian
26%
RasioNPL(RHS)
Pertumbuhan kredit rumah tangga atau kredit konsumsi Sumatera Selatan mengalami
peningkatan. Kredit konsumsi pada triwulan IV 2014 tercatat tumbuh 9,0% (yoy),
meningkat dibandingkan triwulan III 2014 yang tumbuh 8,3% (yoy).
Peningkatan terjadi di seluruh jenis kredit rumah tangga seperti kepemilikan rumah,
apartemen dan ruko, kredit kendaraan bermotor, dan kredit multiguna. Peningkatan
paling besar terutama terjadi pada kredit multiguna yang tumbuh dari 21,4% (yoy)
pada triwulan III 2014 menjadi 29,4% (yoy) pada triwulan ini.
Dampak kebijakan pemerintah dalam menurunkan subsidi BBM tidak berpengaruh
signifikan terhadap kredit kepemilikan kendaraan bermotor (KKB) dilihat dari
pertumbuhan kreditnya yang masih tinggi. Pertumbuhan kredit KKB meningkat dari
9,01% (yoy) menjadi 13,05% (yoy). Begitu pula kredit perumahan, apartemen dan
rukan yang mengalami pertumbuhan dari 4,1% (yoy) menjadi 5,1% (yoy).
Grafik 3-13. Pertumbuhan Kredit Konsumsi
gKPR,KPA,Ruko/Rukan
gKKB
gMultiguna
gKreditRT
140
120
100
80
60
40
20
0
20
40
II
III
2011
44
IV
II
III
2012
IV
II
III
2013
IV
II
III
2014
IV
4,50
4,00
3,50
3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
KPR/KPA/Rukan
KKB
Multiguna
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2011
2012
2013
2014
3.4
Suku bunga bank umum konvensional terdiri dari suku bunga simpanan dan suku
bunga pinjaman. Di triwulan IV 2014 ini terjadi penurunan suku bunga simpanan
deposito serta penurunan suku bunga kredit Sumatera Selatan.
Suku bunga simpanan deposito menurun dibandingkan dengan triwulan lalu.
Penurunan terjadi pada seluruh jenis deposito berjangka waktu 1 bulan, 3, bulan, dan
6 bulan, kecuali deposito jangka waktu 1 tahun. Penurunan suku bunga yang terbesar
terjadi pada suku bunga deposito berjangka 6 bulan, yaitu dari 9,02% menjadi 8,80%,
sedangkan suku bunga deposito berjangka waktu 1 tahun meningkat dari 7,08%
menjadi 7,23%.
Suku bunga kredit menurun dibandingkan triwulan lalu. Penurunan terjadi pada
suku bunga kredit investasi dan konsumsi, sementara suku bunga kredit modal kerja
mengalami peningkatan. Rata-rata suku bunga kredit investasi tercatat menurun dari
12,08% menjadi 11,87%, sedangkan rata-rata suku bunga kredit konsumsi tercatat
menurun dari 12,61% menjadi 12,56%.
Dengan kondisi tersebut, spread antara suku bunga kredit dan suku bunga simpanan
mengalami penurunan.
Grafik 3-15. Perkembangan Suku Bunga
Simpanan Sumatera Selatan
%
11
BIRate
1bulan
6bulan
1tahun
3bulan
%
16
10
SukuBungaKreditModalKerja
SukuBungaKreditInvestasi
SukuBungaKreditKonsumsi
15
14
13
12
11
10
I
4
I
II
III
2011
3.5
SukuBungaKredit
IV
II
III
2012
IV
II
III
2013
IV
II
III
IV
II
III
2011
IV
II
III
2012
IV
II
III
2013
IV
II
III
IV
2014
2014
Kelonggaran Tarik
Nominal Undisbursed loan meningkat. Total undisbursed loan (kredit yang belum
ditarik oleh debitur) pada triwulan IV 2014 mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Nominal undisbursed loan bank konvensional pada triwulan ini
sebesar Rp11,1 triliun atau meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar Rp11,3 triliun.
Hal tersebut membuat persentase kredit yang belum ditarik mengalami peningkatan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dari 12,26% menjadi 12,94%.
45
UL
RpTriliun
12
%
18
16
10
14
12
10
6
4
0
I
II
III
IV
II
2011
3.6
III
IV
2012
II
III
IV
II
2013
III
IV
2014
Kinerja bank umum syariah di Sumatera Selatan melambat. Secara umum kinerja
bank umum syariah provinsi Sumatera Selatan pada triwulan IV 2014 menurun dilihat
dari menurunnya jumlah dana pihak ketiga dan pembiayaan. Total aset pada triwulan
IV 2014 mencapai Rp 5,4 triliun atau menurun 2,7% (yoy). Penurunan tersebut seiring
dengan penurunan DPK yang terjadi pada triwulan IV 2014 ini. DPK tercatat Rp 3,4
triliun atau lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2014, walaupun secara tahunan masih
mengalami kontraksi sebesar 3,1% (yoy).
Grafik 3-18. Perkembangan financing-to-deposit
ratio (FDR) Bank Umum Syariah Sumatera Selatan
160
RpMiliar
FDR
%yoy
gAset(RHS)
140
7.000
70
120
6.000
60
100
5.000
80
4.000
30
60
3.000
20
40
2.000
20
1.000
50
40
10
0
10
20
0
I
II
III
2011
IV
II
III
2012
IV
II
III
2013
IV
II
III
2014
IV
II
III
2012
IV
II
III
2013
IV
II
III
IV
2014
Pembiayaan Bank Umum Syariah juga menurun 5,2% (yoy) atau mencapai Rp4,2
triliun. Penurunan pertumbuhan pembiayaan juga disertai dengan penurunan kualitas
yang ditandai dengan Non Performing Financing (NPF) yang meningkat dari 7,4% pada
triwulan III 2014 menjadi 7,5%, jauh di atas batas toleransi NPF 5%. Kondisi tersebut
menyebabkan financing-to deposit ratio (FDR) menurun menjadi 122,45%
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 150,68%.
46
RpMiliar
DPK
%yoy
gDPK(RHS)
3.500
60
RpMiliar
5.000
3.000
50
4.500
40
2.500
2.000
1.500
40
30
20
2.500
20
IV
2012
II
III
IV
II
2013
III
2.000
20
1.500
10
1.000
10
III
50
3.000
II
60
30
500
I
gPembiayaan(RHS)
3.500
10
1.000
Pembiayaan
4.000
500
0
10
I
IV
II
III
IV
II
2012
2014
III
IV
II
2013
III
IV
2014
Tabel 3-4. Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Selatan (Rp Miliar)
2013
I
II
III
5578096
5734474
5453228
3.430.939 3.280.704 3.201.669
4039813
4269608
4310492
117,75 130,14 134,63
82600
116971
140099
2,04
2,74
3,25
Indikator
Aset
DPK
Pembiayaan
FDR
NPF(nominal)
%gross
3.7
IV
5.570.452
3.538.911
4.429.920
125,18
143.157
3,23
I
5.500.791
3.687.522
4.186.890
113,54
217.987
5,21
2014
II
III
5.254.837 5.197.399
3.062.435 2.792.594
4.214.104 4.207.832
137,61 150,68
285.612 311.039
6,78
7,39
IV
5.418.291
3.429.662
4.199.528
122,45
313.935
7,48
LDR
120
Aset
%yoy
gAset(RHS)
100
1,00
80
0,80
60
0,60
40
0,40
20
0,20
35
30
1,20
25
20
15
10
5
0
5
0,00
II
III
2011
IV
II
III
2012
IV
II
III
2013
IV
II
III
2014
IV
II
III
2011
IV
II
III
2012
IV
II
III
2013
IV
II
III
IV
2014
Kinerja penyaluran kredit BPR juga mengalami peningkatan dari 6,43% (yoy) menjadi
11,03% (yoy) atau mencapai Rp867 miliar. Pertumbuhan kredit tersebut disertai
dengan perbaikan kualitas kredit yang ditunjukkan dengan rasio NPL yang menurun
47
dari triwulan lalu dari 9,13% menjadi 6,75%. Kondisi tersebut mengakibatkan loan-todeposit ratio (LDR) melambat dari 124,78% menjadi 120,49%.
Grafik 3-24. Perkembangan DPK Bank Perkreditan
Rakyat Sumatera Selatan
0,80
RpTriliun
DPK
%yoy
gDPK(RHS)
25
0,70
20
0,60
15
0,50
10
0,40
1,00
Kredit
0,90
%yoy
gKredit(RHS)
35
30
0,80
0,70
25
0,60
20
0,50
0,30
0,20
0,40
15
0,30
10
0,20
0,10
0,00
10
I
II
III IV
II
2011
III IV
II
2012
III IV
II
2013
0,10
0,00
0
I
III IV
II
III
IV
II
2011
2014
III
IV
2012
II
III
IV
II
2013
III
IV
2014
Tabel 3-5. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat di Sumatera Selatan (Rp Miliar)
Indikator
I
Aset
880487,2
DPK
551329,6
Kredit
619774,2
LDR
112,41
NPL(nominal) 27.040
%gross
4,36
3.8
2012
II
III
978759,5 999815,9
627011,6 639970,9
687815,6 723851,6
109,70 113,11
29.587 31.138
4,30
4,30
IV
1005525
629.827
759149,3
120,53
34.184
4,50
I
1022104
648.208
763145,4
117,73
45857,99
6,01
2013
II
III
1029877 994281,9
678.493 609.685
779799,2 769759
114,93 126,26
47978,43 53777,96
6,15
6,99
IV
1.057.828
587.778
777.111
132,21
47.621
6,13
I
1.046.968
641.176
783.520
122,20
48.331
6,17
2014
II
III
1.033.144 1.096.530
621.807 662.788
812.810 827.052
130,72 124,78
55.555 75.475
6,83
9,13
IV
1.170.242
722.013
869.957
120,49
58.732
6,75
RpTriliun
Nominal
RibuLembar 350
Lembar(RHS)
14
300
12
250
10
200
8
150
100
4
2
50
II
III
2011
IV
II
III
2012
IV
II
III
2013
IV
II
III
IV
300
RpMiliar
Nominal
68
JumlahHari(RHS)
66
250
64
200
62
150
60
58
100
56
50
54
52
I
II
III
2011
IV
II
III
2012
IV
II
III
2013
IV
II
III
IV
2014
2014
48
RibuLembar 45
RpTrilin
35
40
30
35
30
25
25
20
20
15
15
10
10
II
III
IV
2012
NilaiRTGSdariSumsel
II
III
2013
IV
II
NilaiRTGSkeSumsel
III
IV
2014
NilaiRTGSNet
VolumeRTGSdariSumsel(SumbuKanan)
VolumeRTGSkeSumsel(SumbuKanan)
VolumeRTGSNet(SumbuKanan)
Peredaran cek dan bilyet giro kosong mengalami penurunan, baik dari sisi nominal
maupun warkat. Cek dan bilyet giro (BG) kosong yang dikliringkan pada triwulan IV
2014 tercatat sebanyak 6.792 lembar menurun dibandingkan triwulan sebelumnya
sebanyak 7.367 lembar. Sementara dari sisi nilai, cek dan bilyet giro tercatat sebesar
Rp225,3 miliar, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya sebelumnya sebanyak
Rp234,2 miliar.
Tabel 3-6. Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Sumatera Selatan
Keterangan
2013
2014
II
III
IV
II
III
IV
1. Lembar Warkat
5.707
5.440
6.421
6.631
5.919
7.210
7.367
6.792
193,48
177,35
202,29
247,04
172,15
221,70
234,18
225,34
49
RatarataNominalKliringperhari
RpMiliar
RatarataJumlahWarkatperHari(RHS)
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
3.9
2013
Warkat
Lembar
3.000
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
7.000
6.000
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
0
2012
PenolakanCEKB/G
RpMiliar
Lembar
2.500
2.000
1.500
1.000
500
0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2014
2012
2013
2014
Perkembangan Perkasan
Keterangan
2014
II
III
IV
II
III
IV
Inflow
2.160,0
1.371,3
2.223,4
1.598,6
2.478,8
1.806,1
3.380,2
2.163,9
Outflow
2.508,6
2.809,9
3.847,0
3.382,2
2.468,3
3.201,3
4.328,1
3.165,8
(348,6)
(1.438,6)
(1.623,6)
(1.783,6)
10,5
(1.395,2)
RpTriliun
Inflow
Outflow
500
400
300
200
(2)
(3)
(4)
50
50%
45%
40%
35%
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
ProporsiPemusnahanUangLusuh
dibandingkanInflow
600
(1)
PemusnahanUangLusuh
RpMiliar
(1.001,8)
(947,8)
9 11 1 3
2011
5 7 9 11 1
2012
3 5
7 9 11 1 3
2013
5 7
2014
9 11
100
II
III
2011
IV
II
III
2012
IV
II
III
2013
IV
II
III
2014
IV
Melalui kegiatan perkasan, dilakukan pula penarikan uang lusuh di Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan sebagai wujud dari clean money policy Bank
Indonesia untuk memenuhi kebutuhan uang dalam kondisi layak edar. Uang lusuh
yang ditarik untuk kemudian dimusnahkan tercatat mengalami penurunan
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Menurut proporsinya terhadap
inflow, persentase pemusnahan uang lusuh mengalami penurunan dari 29,3% pada
triwulan IV 2013 menjadi 24,3% pada triwulan IV 2014 ini.
51
4.1
Hingga akhir tahun 2014, realisasi pendapatan daerah lebih tinggi daripada
belanja daerah sehingga terdapat surplus sebesar Rp470,56 miliar. Nilai surplus
ini mencapai 108,34% dari yang dianggarkan tahun 2014. Surplus pada periode ini
tercapai karena hampir semua realisasi komponen pendapatan diatas 90%, bahkan
beberapa komponen mencatat realisasi diatas 100%.
Tabel 4-1 APBD Provinsi Sumatera Selatan dan Realisasinya di Triwulan IV 2014
52
transfer bersumber dari Dana Perimbangan yang terutama berasal dari Dana Bagi Hasil
Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) dan Dana Alokasi Umum.
Pangsa realisasi pendapatan transfer pada triwulan IV 2014 lebih besar dibandingkan
pendapatan transfer pada triwulan IV 2013. Secara umum, presentase realisasi
pendapatan terhadap anggaran pada triwulan IV 2014 lebih besar dibandingkan
triwulan IV 2013.
Grafik 4-1. Struktur Pendapatan Daerah Triwulan IV 2014
Realisasi belanja pada triwulan IV 2014 mencapai Rp5,78 triliun rupiah atau
sebesar 95,58% dari total anggaran. Realisasi pendapatan terbesar disumbangkan
oleh komponen belanja operasi. Sedangkan komponen belanja tak terduga
menyumbang realisasi terendah yakni sebesar 20,83%.
diolah
4.2
53
Sumber:BiroKeuanganProvinsiSumateraSelatan,diolah
54
55
Ketenagakerjaan
1 Pertanian
2012*)
Februari
Agustus
2,083,957 2,021,183
2013*)
Februari
Agustus
1,985,661 1,933,891
2014**)
Februari
Agustus
2,021,373
2,073,784
2 Industri
177,014
200,454
192,459
171,486
179,676
196,227
3 Perdagangan
4 Jasa Kemasyarakatan
5 Lainnya ***)
575,316
527,977
414,873
522,812
458,076
399,036
619,315
520,477
438,757
544,772
473,733
401,001
670,762
482,436
513,424
648,519
516,795
450,350
3,867,671
3,885,674
Total
*)
**)
***)
Februari 2012-Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang hasil Proyeksi
Penduduk yang digunakan pada Februari 2014
Estimasi ketenagakerjaan menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
Lapangan pekerjaan sektor lainnya mencakup sektor pertambangan, sektor listrik, gas, dan air,
sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan perusahaan, dan sektor jasa perusahaan
56
Dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), diidentifikasi dua kelompok utama
terkait kegiatan ekonomi, yakni formal dan informal. Kegiatan formal terdiri dari
mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara
kelompok kegiatan informal umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu.
Jika melihat status pekerjaan berdasarkan klasifikasi formal dan informal, sebanyak
37,5% tenaga kerja bekerja pada kegiatan formal, sementara 62,5% sisanya bekerja
pada kegiatan informal. Jika dibandingkan periode Februari 2014, pangsa sektor
formal mengalami peningkatan.
Berdasarkan status pekerjaan, mayoritas status pekerjaan adalah buruh/karyawan
dengan pangsa 34,6% dan berusaha dibantu buruh tidak tetap dengan pangsa
18,7%. Kelompok buruh/karyawan juga tumbuh paling tinggi yaitu sebesar 10,1%
(yoy). Seluruh kelompok mengalami pertumbuhan pada Agustus 2014 ini kecuali
kelompok berusaha sendiri, serta pekerja bebas di pertanian dan non pertanian yang
masin-masing turun sebesar 0,83%, 10,93%, dan 1,94%
Tabel 5-2. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status
Pekerjaan, Februari 2012 Agustus 2014
No.
Berusaha sendiri
3
4
5
*)
**)
2012*)
Februari
Agustus
718,829
601,736
2013*)
Februari
Agustus
649,365
685,608
2014**)
Februari
Agustus
689,391
679,905
780,291
714,678
780,709
644,083
717,132
691,137
106,622
1,088,945
60,699
98,418
1,195,026
114,316
121,137
1,148,588
115,860
96,222
1,160,894
103,197
90,372
1,298,999
117,855
105,378
1,277,981
91,920
82,576
78,893
72,396
75,154
92,992
73,693
941,185
798,494
868,614
759,725
860,930
772,792
3,779,147
3,601,561
3,756,669
3,524,883
3,867,671
3,692,806
Februari 2012-Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang hasil Proyeksi
Penduduk yang digunakan pada Februari 2014
Estimasi ketenagakerjaan menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
Seseorang yang termasuk kelompok penduduk usia kerja yang selama periode tertentu tidak
bekerja, dan bersedia menerima pekerjaan, serta sedang mencari pekerjaan.
57
1 Penduduk 15+
2012*)
Februari
Agustus
5,427,909
5,469,018
2013*)
Februari
Agustus
5,509,786 5,549,261
2014**)
Februari
Agustus
5,589,408
5,643,680
3,997,112
3,814,093
3,968,148
3,704,132
4,022,138
3,885,674
3,779,137
217,975
1,430,797
3,601,561
212,532
1,654,925
3,756,669
211,479
1,541,638
3,524,883
179,249
1,845,129
3,867,671
154,467
1,567,270
3,692,806
192,868
1,758,006
73.64
69.74
72.02
66.75
71.96
68.85
5.45
5.57
5.33
4.84
3.84
4.96
1,382,582
1,522,769
1,459,741
1,669,061
1,503,467
1,550,532
552,631
494,065
521,542
342,069
411,430
384,133
829,951
1,028,704
938,199
1,326,992
1,092,037
1,166,399
Kegiatan Utama
3
4
5
6
Angkatan Kerja
- Bekerja
- Penganggur
Bukan Angkatan Kerja
Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (%)
Tingkat Pengangguran
Terbuka (%)
Pekerja Tidak Penuh
- Setengah Menganggur
- Paruh Waktu
*)
**)
Februari 2012-Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang hasil Proyeksi
Penduduk yang digunakan pada Februari 2014
Estimasi ketenagakerjaan menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
Bulan
Sama
Juli
48
166
Lebih
Buruk
86
Jumlah
300
Agustus
70
171
59
300
September
80
166
54
300
Jumlah
198
503
199
900
58
Bulan
Lebih Baik
Sama
Lebih
Buruk
Jumlah
Juli
107
122
71
300
Agustus
114
125
61
300
September
110
141
49
300
Jumlah
331
388
181
900
5.2
Tingkat Pendapatan
Suatu indikator pengukur kemampuan tukar produk pertanian dengan barang dan jasa yang
diperlukan petani untuk konsumsi rumah tangganya dan untuk keperluan dalam memproduksi
produk pertanian
9
Sejak November 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar dari 2007 menjadi 2010,
sehingga dilakukan pendekatan untuk NTP Oktober 2013 dengan backcasting.
59
IndeksDibayarPetani
104.00
103.00
102.00
101.00
100.00
99.00
98.00
97.00
96.00
95.00
94.00
NilaiTukarPetani(RHS)
115.00
110.00
105.00
100.00
95.00
%mtm
3
2
1
0
1
2
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013*
gTotal(RHS)
InflasiPedesaan(RHS)
104
103
102
101
100
99
98
97
96
95
94
2013*
2014
2014
2013
2014
II
III
IV
II
III
IV
103,98
104,34
108,54
109,70
110,61
110,94
112,75
116,45
Bahan Makanan
106,80
106,93
113,02
114,29
116,29
114,65
117,22
122,47
Makanan Jadi
102,96
104,10
105,66
106,44
108,03
108,91
110,68
112,59
Perumahan
101,52
102,05
103,91
105,31
106,85
107,36
108,26
109,83
Sandang
104,72
104,84
104,99
106,84
107,32
108,10
109,79
110,48
Kesehatan
100,73
101,36
103,02
103,99
105,13
106,18
106,66
107,81
Pendidikan
101,27
101,49
102,18
102,81
104,23
104,76
105,71
106,83
Transportasi
97,97
97,91
107,34
107,62
108,32
108,89
109,53
115,91
Sementara itu, rata-rata biaya produksi dan penambahan modal petani mengalami
peningkatan. Secara tahunan, biaya produksi meningkat sebesar 4,07% (yoy).
Tabel 5-7. Rata-rata Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Modal Petani
Komponen
Biaya Produksi
2013
2014
II
III
IV
II
III
IV
101,30
101,70
103,39
104,13
104,81
105,56
106,34
108,37
Bibit
106,10
106,41
106,90
107,83
108,29
108,88
109,76
110,23
101,01
100,98
101,47
102,65
103,63
104,61
105,64
106,78
Sewa Lahan
100,94
101,06
101,63
101,97
102,64
103,36
103,67
104,21
Transportasi
99,57
100,30
109,19
109,66
110,44
110,98
111,54
120,02
100,87
101,39
102,35
102,82
103,40
104,24
104,66
105,82
102,02
102,48
103,35
104,16
104,78
105,43
106,52
107,77
Seluruh komponen mengalami peningkatan kecuali biaya bibit dan biaya obat-obatan
yang mengalami perlambatan. Secara tahunan, biaya produksi meningkat sebesar
4,07% (yoy). Peningkatan terutama terjadi pada sewa lahan, transportasi, dan
60
Sama
Lebih Buruk
Jumlah
Okt
142
141
17
300
Nov
122
165
13
300
Des
109
179
12
300
Jumlah
373
485
42
900
61
Sama
Lebih Buruk
Jumlah
Okt
159
140
300
Nov
155
138
300
Des
140
153
300
Jumlah
454
431
15
900
5.3
Tingkat Kemiskinan
Angka kemiskinan menurun. Jumlah penduduk miskin atau penduduk yang berada
di bawah Garis Kemiskinan pada bulan September 2014 tercatat 1,08 juta jiwa atau
13,62% dari total penduduk Sumatera Selatan. Jumlah ini mengalami penurunan
dibandingkan Maret 2014 yang tercatat sebesar 1,11 juta jiwa atau 13,91% dari
jumlah penduduk Sumatera Selatan. Secara tahunan, angka ini mengalami penurunan
dibandingkan September 2013 yang tercatat sebesar 1,10 juta jiwa atau 14.06% dari
total penduduk Sumatera Selatan.
Tabel 5-10. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Maret 2014 - September
2014
Garis Kemiskinan
Jumlah Penduduk
Daerah/Tahun
Persentase
(Rp/Kapita/Bulan)
Miskin (ribu)
336.929
367,12
12,93%
Mar-14*
346.238
370,86
12,96%
Mar-14*
277.509
733,71
14,46%
Sep-14*
285.791
714,94
13,99%
Mar-14*
298.824
1100,83
13,91%
Sep-14*
307.488
1085,80
13,62%
Sep-14*
Perdesaan
Kota+Desa
62
Ribu
400
20%
350
18%
16%
300
14%
250
12%
200
10%
150
8%
6%
100
4%
50
2%
0%
Perkotaan
Perdesaan
Kota+Desa
Persentase(RHS)
Daerah/Tahun
Garis Kemiskinan
(Rp/Kapita/Bln)
Makanan
Total
Bukan
Makanan
Perkotaan
Sep 13*
234,968
93,367
328,335
Mar-14*
242,536
94,393
336,929
Sep-14
248,950
97,287
346,238
Sep 13*
216,829
53,337
270,166
Mar-14*
223,122
54,387
277,509
Sep-14
229,230
56,561
28,591
Pedesaan
Kota+Desa
Sep 13*
223,344
67,714
291,058
Mar-14*
230,086
68,738
298,824
Sep-14
236,308
71,179
307,488
63
0,40
0,400
0,350
0,316
0,30
0,31
2008
2009
0,34
0,34
2010
2011
0,383
0,300
0,250
0,200
0,150
0,100
0,050
0,000
2007
2012
2013
10
64
65
Pertumbuhan Ekonomi
66
67
Tabel 6-1. Proporsi Ekspor Sumatera Selatan, Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Tahun
2013 dan 2014 (dalam persentase)
Negara
Ekspor
Proyeksi
Sumsel
2012
2013
2014
2015
AS
20
2.3
2.2
2.4
3.6
China
12.2
7.7
7.8
7.4
6.8
Eropa
15.7
-0.7
-0.4
0.8
1.2
Jepang
9.4
1.5
1.5
0.9
0.6
India
9.7
4.7
5.6
6.3
Negara
Maju
Negara
Berkembang
1.2
1.4
1.8
2.4
5.1
4.7
4.4
4.3
Dunia
3.4
3.3
3.3
3.5
2012
Volume Perdagangan
Internasional
Impor
Negara Maju
Negara Berkembang
Ekspor
Negara Maju
Negara Berkembang
2013
2014
2015
2,9
3,0
3,8
5,0
1,2
6,0
1,4
5,3
3,7
4,4
4,3
6,1
2,0
4,6
2,4
4,4
3,6
3,9
4,5
5,8
68
Peraturan Pemerintah Daerah terkait program bahan olahan karet (bokar) bersih perlu
diimplementasikan secara konsisten. Dengan program tersebut, diharapkan kualitas
karet Indonesia dapat menjadi lebih baik dan mampu mendorong nilai tambah
komoditas karet Sumsel. Selain itu, permasalahan mendasar seperti peningkatan
kapasitas SDM, dan penertiban tataniaga karet perlu untuk segera diperbaiki.
Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan triwulan I 2015
diperkirakan akan ditopang oleh sektor industri pengolahan dan sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Sektor primer Sumsel, seperti sektor pertanian
dan sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan akan kembali pada pola
pertumbuhan normalnya.
Dinas Pertanian Sumsel memperkirakan akan terjadi peningkatan produksi padi dan
luas panen di tahun 2015 ini sehingga produksi tanaman bahan makanan diperkirakan
akan tumbuh cukup tinggi dan dapat menjamin ketersediaan pasokan. Selain itu,
industri makanan dan minuman diperkirakan akan tumbuh cukup baik guna
memenuhi permintaan domestik terutama pada kegiatan nasional maupun
internasional.
Di sisi lain, sektor pertambangan dan penggalian serta sektor perdagangan
diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi triwulan I 2015. Mulai beroperasinya
pembangkit listrik baru guna memenuhi kebutuhan listrik Sumsel, diyakini akan
meningkatkan kinerja pertambangan batubara di tahun 2015. Di sisi lain, produksi
minyak bumi dan gas diperkirakan akan relatif stabil. Pertumbuhan di sektor
perdagangan diperkirakan masih akan bertumpu pada kinerja subsektor perdagangan
besar dan eceran. Sementara itu, pertumbuhan sector konstruksi diperkirakan juga
cendrung meningkat sejalan dengan meningkatnya investasi.
Secara keseluruhan, perekonomian Sumsel pada tahun 2015 diperkirakan tumbuh
lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Ekonomi Sumsel diperkirakan tumbuh
pada kisaran 5,0-5,5%, akibat meningkatnya kinerja sektor utama khususnya sektor
konstruksi dan sektor pertambangan dan penggalian.
69
6.2
Inflasi
Grafik 6-2. Proyeksi Inflasi Tahunan Sumatera
Selatan
2015
II
III
IV
2014
Pertumbuhan Ekonomi
3,80
4,87
4,10
5,96
4,68
3,8 - 4,4
Inflasi
5,11
4,33
3,26
8,48
8,48
7-8
Dibandingkan dengan realisasi inflasi Sumsel di tahun 2014, inflasi Sumsel pada tahun
2015 diperkirakan menurun yaitu pada kisaran 41%. Hal tersebut diperkirakan
didukung oleh kondisi cuaca yang kondusif dibanding tahun lalu, turunnya harga BBM
dan tarif angkutan sebagai respons semakin rendahnya harga minyak dunia, turunnya
LPG 12Kg dan harga Semen. Selain itu, dengan tersedianya informasi harga pangan
melalui PIHPS dan koordinasi melalui forum TPID diharapkan gejolak harga yang
berlebihan dapat diminimalisir.
70
71
Lampiran
Tabel Inflasi Tahunan Provinsi Sumatera Selatan
72
73
DAFTAR ISTILAH
Mtm
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya
Qtq
Yoy
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya
Share Of Growth
Investasi
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui
peningkatan modal
Sektor ekonomi
dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh
dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan
Migas
Omzet
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak
dan gas
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi
Share effect
Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan
ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100
Indeks Harga
Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang
dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu
Indeks Kondisi
Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap
kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi
Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap
ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktifitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah,
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan
kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Indeks
Pembangunan
Manusia
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal
kualitas hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli
APBD
Andil inflasi
Bobot inflasi
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara
keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap
komoditas tersebut
Dalah keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat
komersil maupun bukan komersil.
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun
bukan komersil
Ekspor
Impor
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor
pendapatan yaitu gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak
langsung dari seluruh sektor perekonomian
Bank Pemerintah
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito
Loan to Deposits
Ratio (LDR)
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga
yang dihimpun
Cash inflows
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan
dalam periode tertentu
Cash Outflows
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode
tertentu
Net Cashflows
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama
terdiri dari Netcash Outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash
inflows, dan Netcash inflows bila terjadi sebaliknya
Aktiva Produktif
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan
penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar
bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia(SBI), dan surat-surat berharga
lainnya.
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bamk berdasarkan risiko dari masingmasing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya
kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah
dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan
Aktiva Tertimbang
Menurut Resiko
(ATMR)
Kualitas Kredit
Capital Adequacy
Ratio (CAR)
Rasio antara modal (modal inti dan modalpelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang
Menurut Resiko (ATMR)
Financing to Deposit
Ratio (FDR)
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang
diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional
Inflasi
Kliring
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas
nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan
pada waktu tertentu
Kliring Debet
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian
fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring
lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank
Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet
dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank Indonesia)
untuk diperhitungkan secara nasional
Non Performing
Loans/Financing
(NPLs/Ls)
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan
macet.
Penyisihan
Penghapusan Aktiva
Produktif (PPAP)
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugia yang mungkin timbul dari tidak
tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas
kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya,
PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15 % dari jumlah Kredit
Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kedit Macet, PPAP yang
harus dibentuk adalah 100% dari totsl kredit macet (setelah dikurangi agunan)
Rasio Non
Performing
Loans/Financing
(NPLs/Fs)
Rasio Non
Performing Loans
(NPLs) NET
Sistem Bank
Indonesia Real Time
Gross Settlement (BI
RTGS)
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time)
dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai
perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Sistem Kliring
Nasional Bank
Indonesia (SKN-BI)
Sistem kliring bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang
penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.
Industri
Suatu kegiatan yang mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan
atau barang yang kurang nilainya, menjadi yang lebih tinggi nilainya termasuk kegiatan
jasa industri, pekerjaan perakitan (assembling) dari bagian suatu industri.
Pekerja
Pekerja Dibayar
Pekerja Tidak
Dibayar
Pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang ikut aktif dalam pengelolaan perusahaan
tetapi tidak mendapatkan upah/gaji, tidak termasuk mereka yang bekerja kurang dari
1/3 jam kerja yang biasa di perusahaan.
Input
Biaya antara yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi/proses industri yang
berupa bahan baku, bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/penolong, jasa
industri, sewa gedung dan biaya jasa non industri lainnya.
Output
Nilai keluaran yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi/proses industri yang
berupa nilai barang yang dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri yang
diterima, keuntungan jual beli, pertambahan stok barang setengah jadi dan
penerimaan-penerimaan lainnya.
Nilai Tambah/Value
Added
Selisih nilai output dengan nilai input atau biasa disebut dengan nilai tambah menurut
harga pasar.
Produktivitas
Rasio antara nilai out put dengan jumlah tenaga kerja baik yang dibayar maupun yang
tidak dibayar.
Tingkat Efisiensi
Ratio antara nilai tambah atas dasar harga pasar terhadap output produksi.
Intensitas Tenaga
Kerja
Suatu rasio antara biaya upah/gaji yang dikeluarkan untuk tenaga kerja terhadap nilai
tambah.
Gross Margin
Usaha
Kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya
untuk dijual/ditukar dan atau menunjang kehidupan dan menanggung resiko.
Perusahaan
Suatu unit usaha yang diselenggarakan/ dikelola secara komersil yaitu yang
menghasilkan barang dan jasa sehomogen mungkin, umumnya terletak pada satu
lokasi dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi, bahan baku,
pekerja dan sebagainya yang digunakan dalam proses produksi.
Perusahaan Industri
Jasa Industri
Kegiatan dari suatu usaha yang melayani sebagian proses industri suatu usaha industri
atas dasar kontrak atau balas jasa ( fee ).