DISUSUN OLEH:
1. MOHAMMAD DEDI KURNIAWAN (09020026)
2. ELNANDA ARDIYANT SAPUTRA (09020005)
3. MUHAMMAD IRSAN B (09020010)
TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
2012
I.
PENDAHULUAN
Tolak ukur era modern ini adalah sains dan teknologi. Sains dan teknologi mengalami
perkembangan yang begitu pesat bagi kehidupan manusia. Dalam setiap waktu para ahli dan
ilmuwan terus mengkaji dan meneliti sains dan teknologi sebagai penemuan yang paling
canggih dan modern. Keduanya sudah menjadi simbol kemajuan pada abad ini. Oleh karena
itu, apabila ada suatu bangsa atau negara yang tidak mengikuti perkembangan sains dan
teknologi, maka bangsa atau negara itu dapat dikatakan negara yang tidak maju dan
terbelakang.
Islam tidak pernah mengekang umatnya untuk maju dan modern. Justru Islam sangat
mendukung umatnya untuk melakukan research dan bereksperimen dalam hal apapun,
termasuk sains dan teknologi. Bagi Islam sains dan teknologi adalah termasuk ayat-ayat Allah
yang perlu digali dan dicari keberadaannya. Ayat-ayat Allah yang tersebar di alam semesta
ini, dianugerahkan kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi untuk diolah dan
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Pandangan Islam tentang sains dan teknologi dapat diketahui prinsip-prinsipnya dari
analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad saw.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya. (QS. Al-Isra: 1-5)
Peradaban Islam pernah memiliki khazanah ilmu yang sangat luas dan menghasilkan
para ilmuwan yang begitu luar biasa. Ilmuwan-ilmuwan ini ternyata jika kita baca,
mempunyai keahlian dalam berbagai bidang. Sebut saja Ibnu Sina. Dalam umurnya yang
sangat muda, dia telah berhasil menguasai berbagai ilmu kedokteran. Mognum opusnya alQanun fi al-Thib menjadi sumber rujukan utama di berbagai Universitas Barat.
Selain Ibnu Sina, al-Ghazali juga bisa dibilang ilmuwan yang representatif untuk kita
sebut di sini. Dia teolog, filosof, dan sufi. Selain itu, dia juga terkenal sebagai orang yang
menganjurkan ijtihad kepada orang yang mampu melakukan itu. Dia juga ahli fiqih. AlMushtasfa adalah bukti keahliannya dalam bidang ushul fiqih. Tidak hanya itu, al-Ghazali
juga ternyata mempunyai paradigma yang begitu modern. Dia pernah mempunyai proyek
untuk menggabungkan, tidak mendikotomi ilmu agama dan ilmu umum. Baginya, kedua jenis
ilmu tersebut sama-sama wajib dipelajari oleh umat Islam.
II.
PEMBAHASAN
Ilmu
Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Al-Quran. Kata ini digunakan
dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan obyek pengetahuan. Ilm dari segi bahasa
berarti kejelasan. Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. Sekalipun demikian,
kata ini berbeda dengan arofa (mengetahui), arif (yang mengetahui), dan marifah
(pengetahuan).
Menurut pandangan Al-Quran seperti diisyaratkan oleh wahyu pertama, ilmu terdiri dari dua
macam. Pertama ilm laduni, seperti diterangkan oleh Al-Quran surat al-Kahfi, 18:65.
Lalu mereka (Musa dan muridnya) bertemu dengan seorang hamba dari hamba-hamba
Kami, yang telah Kami anugrahkan kepadanya rahmat dari sisi Kami dan telah Kami
ajarkan kepada ilmu dari sisi Kami.
Kedua, ilmu yang diperoleh karena usaha manusia dinamai ilm kasbi. Ayat-ayat ilm kasbi
jauh lebih banyak dari pada yang berbicara tentang ilmu laduni.
Pembagian ini disebabkan karena dalam pandangan Al-Quran terdapat hal-hal yang ada
tetapi tidak dapat diketahui melalui upaya manusia sendiri. Ada wujud yang tidak tampak,
sebagaimana ditegaskan berkali-kali oleh Al-Quran, antara lain firman-Nya:
Aku bersumpah dengan yang kamu lihat dan yang kamu tidak lihat.
(Q.S. Al-Haqqah, 69:38-39).
Dengan demikian, obyek ilmu meliputi materi dan non materi. Fenomena dan non-fenomena,
bahkan ada wujud yang jangankan dilihat, diketahui manusia pun tidak.
Dia menciptakan apa yang tidak kamu ketahui.
(Q.S. Al-Nahl, 16:8).
Dari sini jelas pula bahwa pengetahuan manusia amatlah terbatas, karena itu wajar sekali
Allah menegaskan.
Kamu tidak diberi pengetahuan kecuali sedikit.
(Q.S. Al-Isra, 17:85).
Teknologi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teknologi diartikan sebagai kemampuan teknik yang
berlandaskan pengetahuan ilmu, eksakta dan berdasarkan proses teknis. Teknologi adalah
ilmu atau cara tentang menerapkan sains untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan
kenyamanan manusia.
Menelusuri pandangan Al-Quran tentang teknologi, mengundang kita untuk menengok
sekian banyak ayat Al-Quran yang berbicara tentang alam raya. Menurut sebagian ulama,
terdapat sekitar 750 ayat Al-Quran yang berbicara tentang alam materi dan fenomenanya,
dan memerintahkan manusia untuk mengetahui dan memanfaatkan alam ini. Secara tegas AlQuran menyatakan bahwa alam raya diciptakan dan ditundukkan Allah untuk menusia.
Dan Dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi
semuanya (sebagai anugrah) dari-Nya.
(Q.S. Al-Jatsiyah, 45:13).
Jadi, dapatkan dikatakan bahwa teknologi merupakan sesuatu yang dianjurkan oleh AlQuran. Sebelum menjawab pertanyaan, ada dua catatan yang perlu diperhatikan.
Pertama, ketika Al-Quran berbicara tentang alam raya dan fenomenanya, terlihat secara jelas
bahwa pembicaraannya selalu dikaitkan dengan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT.
Misalnya uraian Al-Quran tentang kejadian alam.
Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu
adalah satu yang padu, kemudian Kami (Allah) pisahkan keduanya, dan dari air Kami
jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapa mereka tidak juga beriman?.
(Q.S. Al-Anbiya, 27:30).
Ayat ini dipahami oleh banyak ulama kontemporer sebagai isyarat tentang teori Big Bang
(Ledakan Besar) yang mengawali terciptanya langit dan bumi. Para pakar boleh saja berbeda
pendapat tentang makna ayat tersebut, atau mengenai proses terjadinya pemisahan langit dan
bumi. Yang pasti, ketika Al-Quran berbicara tentang kekuasaan dan kebesaran Allah, serta
keharusan beriman kepada-Nya.
Ini berarti sains dan hasil-hasilnya harus selalu mengingatkan manusia terhadap kehadiran
dan kemahakuasaan Allah SWT, selain juga harus memberi manfaat bagi kemanusiaan, sesuai
dengan prinsip bismi rabbik.
Kedua, Al-Quran sejak dini memperkenalkan istilah sakhara yang maknanya bermuara pada
kemampuan meraih dengan mudah dan sebanyak yang dibutuhkan segala sesuatu yang dapat
dimanfaatkan dari alam raya melalui keahlian di bidang teknik.
Ketika Al-Quran memilih kata sahkara yang arti harfiahnya menundukkan atau
merendahkan, maksudnya adalah agar alam raya dengan segala manfaat yang dapat diraih
darinya harus tunduk dan dianggap sebagai sesuatu yang posisinya berada di bawah manusia.
Dan kedua catatan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa teknologi dan hasilhasilnya disamping harus mengingatkan manusia kepada Allah, juga harus mengingatkan
bahwa manusia adalah khalifah yang kepadanya tunduk segala yang berada di alam raya ini.
Bacalah dengan menyebut nama Tuhan-Mu yang telah menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah.
Yang mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia yang tidak diketahuinya.
(Q.S. Al-Alaq, 96:1-5).
Iqra terambil dari kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun lahir
aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri
sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak.
Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, karena AlQuran menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut Bismi
Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra berarti bacalah, telitilah,
dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah,
maupun diri sendiri yang tertulis maupun yang tidak. Alhasil, obyek perintah iqra
mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.
Selanjutnya, dari wahyu pertama Al-Quran diperoleh isyarat bahwa ada dua
cara perolehan dan pengembangan ilmu, yaitu Allah mengajar dengan pena yang telah
diketahui manusia lain sebelumnya, dan mengajar manusia (tanpa pena) yang belum
diketahuinya. Cara pertama mengajar dengan alat atau atas dasar usaha manusia. Cara
kedua dengan mengajar tanpa alat dan tanpa usaha manusia. Walaupun berbeda,
keduanya berasal dari satu sumber, yaitu Allah SWT.
Setiap pengetahuan memiliki subyek dan obyek. Secara umum subyek dituntut
peranannya untuk memahami obyek. Namun pengalaman ilmiah menunjukkan bahwa
obyek terkadang memperkenalkan diri kepada subyek tanpa usaha sang subyek.
Misalnya komet Halley yang memasuki cakrawala hanya sejenak setiaap 76 tahun.
Pada kasus ini, walaupun para astronom menyiapkan diri dengan peralatan
mutakhirnya untuk mengamati dan mengenalnya, sesungguhnya yang lebih berperan
adalah komet itu dalam memperkenalkan dirinya.
Wahyu, ilham, intuisi, firasat yang diperoleh manusia yang siap dan suci
jiwanya, atau apa yang diduga sebagai kebetulan yang dialami oleh ilmuwan yang
tekun, semuanya tidak lain kecuali bentuk-bentuk pengajaran Allah yang dapat
dianalogikan dengan kasus komet di atas. Itulah pengajarah tanpa qalam yang
ditegaskan oleh wahyu pertama Al-Quran tersebut.
III.
KESIMPULAN
Wahyu pertama (Al-Alaq: 1-5) itu tidak menjelaskan apa yang harus dibaca,
karena Al-Quran menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut
Bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra berarti bacalah,
telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman,
sejarah, maupun diri sendiri yang tertulis maupun yang tidak. Alhasil, obyek perintah
iqra mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.
Sains dan Teknologi dalam Islam adalah sebagai sarana (tools) untuk
mencapai kebahagiaan dunia akhirat dan sebagai kunci kebangkitan Islam oleh karena
itu umat Islam harus menempatkan sains dan teknologi sebagai kebutuhan primer
bukan sekunder. Mempelajari sains dan teknologi sama wajibnya dengan amalan
fardhu lainnya seperti shalat, puasa dan zakat.
Sains dan tekonologi dalam Islam harus didasari dengan nilai-nilai agama
yang universal agar dapat memberikan kemaslahatan bagi umat manusia, sains dan
teknologi yang tidak didasari noleh nilai-nilai agama pasti akan membawa
kehancuran, kerusakan dan kesengsaraan bagi umat manusia.
Salah satu sumbangsih Islam yang sangat besar bagi dunia modern sekarang,
adalah mewariskan sejumlah teori tentang alam semesta dan cara-cara
mengaplikasikan pengetahuan tentangnya. Sarjana-sarjana Muslim pada sekitar abad
9 13 M telah banyak mencontohkan dan mengujicobakan hubungan ilmu
pengetahuan (sains) dengan cara penerapannya (teknologi).
IV.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. M. Quraish Shihab; Membumikan Al-Quran; Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, (Mizan, Mei 1992).
Dr. M. Quraish Shihab; Wawasan Al-Quran; (Tafsir Maudhui atas Pelbagai Persoalan
Umat. (Mizan, Maret 1996).
http://mustikasilvia.wordpress.com/sains-dan-teknologi-dalam-pandangan-islam/
http://islamintegral.wordpress.com/2007/11/22/makalahprinsip-pengembangan-iptek-dalamperspektif-islam/