BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Transfusi darah merupakan satu dari banyak kegiatan yang sering dilakukan
di Rumah Sakit pada penyakit penyakit tertentu. Tindakan transfusi darah
merupakan tindakan invasif dengan memasukan darah atau komponen darah
dengan tujuan memenuhi kebutuhan pasien akan akan komponen darah (HTA,
2009). Transfusi darah
berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran orang orang lain berhubungan
dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar dan
merupakan tindakan pengobatan pada pasien dengan anemia berat (Bakta, 2003).
Kesalahan dalam pemberian transfusi darah lebih banyak disebabkan
mistransfusi dibandingkan resiko penularan infeksi. Mistransfusi bertanggung
jawab terhadap 66% kejadian tidak diharapkan (KTD) berkaitan dengan
inkompatibilitas golongan darah A,B,O. Masalah inkompatibilatas banyak
disebabkan kesalahan pengisian lembaran permintaan darah, kesalahan dalam
pengambilan sampel darah (diambil dari pasien yang salah), kesalahan dalam
pemberian label tabung sampel darah yang dikirimkan ke bank darah/PMI dan
kesalahan pada saat proses check dan re- check, (Cahyono,2008)
Studi di Inggris untuk mengetahui resiko transfusi melalui Serious Hazard
of Transfusion (SHOT), melaporkan ada 366 kasus reaksi transfusi berat
diantaranya pasien mendapat transfusi dengan golongan darah yang salah
sebanyak 191 kasus (52%), Reaksi akut 55 kasus (15%), reaksi transfusi lambat
51 kasus (14%), Injury paru akut 27 kasus (8%), Purpura post transfusi 22 kasus
(6%), Infeksi yang ditularkan akibat transfusi 12 kasus (3%) dan graft versus
disease 8 kasus (Cahyono,2008. hal,350)
Sentinel Event Alert Issue 10 Blood Transfusion Errors Preventing future
occurencesdisebutkan bahwa dalam tiga tahun terakhir lebih observasi,
setidaknya terdapat 12 kasus kesalahan pelaksanaan transfusi darah dari 12 kasus
10 mengalami kematian (The Joint Commision, 2010). Kejadian purpura post
monitoring transfusi terhadap alergi dengan alasan perawat sibuk dan tidak ada
keluhan dari pasien.Depkes RI telah memberlakukan adanya standar prosedur
operasional (SPO) diantaranya SPO profesi, SPO pelayanan dan SPO
administrasi. Pentingnya penerapannya SPO di rumah sakit berarti tenaga
kesehatan yang bertugas harus mematuhi adanya SPO tersebut.
Gedung Prof.Dr.Soelarto RSUP Fatmawati adalah ruang rawat inap dengan
kapasitas 147 tempat tidur terdiri dari enam lantai. Tiap lantai ruang perawatan
dipimpin oleh seorang perawat berpendidikan S1. Rawat inap gedung Profesor
Dr.Soelarto dipimpin oleh seorang perawat sebagai
senantiasa
bekerjasama,
berkoordinasi,
integrasi
dan
sinkronisasi dengan satuan kerja lain untuk evaluasi pelaksanaan kegiatan dan
tindak lanjut.
Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan diharapkan patuh
dengan standar operasional prosedur (SPO) yang sudah ditetapkan oleh instansi
masing masing dimana tempat perawat tersebut bekerja. Seperti halnya perawat
pelaksana di RSUP. Fatmawati yang akan melaksanakan transfusi darah harus
sesuai dengan standar prosedur operasional transfusi darah yang ada dirumah sakit
fatmawati tersebut. Sebab hal tersebut harus mengacu pada pada kemampuan
mempertahankan program-program kesehatan yang ditentukan oleh badan
penyelenggara perawatan kesehatan dalam hal ini adalah RSUP. Fatmawati.
Kepatuhan perawat dalam penerapan standar prosedur operasional (SPO)
sebagai salah satu ukuran keberhasilan pelayanan keperawatan dan merupakan
komponen penting dalam manajemen keselamatan pasien. Kepatuhan merupakan
perilaku sesuai aturan dan kedisiplinan (Pranoto,2007). Kepatuhan merupakan
bagian
pelaksana
dalam
transfusi
dengan
kepatuhan
menerapkan
standar
prosedur
b.
c.
Transfusi
darah
di
IRNA
gedung
Prof.
Dr.Soelarto
RSUP.Fatmawati
Mengetahui hubungan pengetahuan sebagai faktor internal perawat
pelaksana dengan kepatuhan menerapkan standar prosedur operasional
d.
e.
1.4.2
Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman pertama dalam melakukan penelitian.