JANUDIANTO
A04497021
The changes of land use/land cover types in Sub DAS Ciliwung Hulu is very
Therefore, the land use/land cover changes in Sub DAS Ciliwung Hulu should be
worried.
The objectives of this research are: (1) Mapping the land use/land cover in
Sub DAS Ciliwung Hulu at 1981, 1985, 1990, 1994, and 2001, (2) Analyzing the
land use/land cover changes on periods of 1981 until 2001, and (3) Analyzing the
The land use/land cover map of 1994 and 2001 were derivated from aerial
photographs and ETM+ Landsat images, respectively. The land use/land cover map of
1981, 1985, and 1990 were secondary data. The spatial analysis was used
Geographical Information System (GIS), and the other analysis based on attribute
data were The Growth-Decay Function, The Multiple Correlation Analysis, The
The spatial analysis showed that the land use/land cover changes in Sub DAS
Ciliwung Hulu on periods of 1981 until 2001 were dominated by tendency of changes
iii
from paddy field to settlement that has the highest increasing rate. It was supported
by the growth-decay function, showed that the settlement had the highest increasing
rate, (9,05 % /year), the other side, the highest decreasing rate were the open land
(-8,79 % /year), the shrub forest (-5,59 % /year), and the paddy field (-5,04 % /year).
minimum discharge difference and the mixed garden, the settlement, the paddy field,
the average of settlement polygon, respectively are high enough. Furthermore, based
on the correlation results, the Multiple Regression Analysis was conducted and the
result showed the types of land use/land cover having significant effects on the
maximum-minimum discharge difference were shrub forest and settlement. The shrub
forest had a negative effect, meaning it was able to decrease the maximum-minimum
The shift-share analysis indicated that the growth and development of the
settlement, the upland agriculture, the paddy field, and the tea plantation were found
in Megamendung, Tugu Selatan, Tugu Utara, and Bojong Murni, repectively. The
important change patterns on periods of 1981 until 2001 were paddy field to
settlement, dense forest to tea plantation, paddy field to upland agriculture, paddy
dinamis, dimana lahan permukiman meningkat dengan cepat. Hal ini berakibat pada
lahan di kawasan Sub DAS Ciliwung Hulu pada tahun 1981, 1985, 1990, 1994, dan
masing dari foto udara dan citra satelit Landsat ETM+, sedangkan tahun 1981, 1985,
dan 1990 didapatkan dari data sekunder. Analisis spasial menggunakan Sistem
Informasi Geografi (SIG), sedangkan analisis yang mendasarkan pada data atribut
Sub DAS Ciliwung Hulu pada periode tahun 1981-2001 didominasi oleh
penambahan permukiman per tahun yang tinggi. Hal tersebut didukung oleh hasil
rata-rata laju penambahan tertinggi, yaitu 9,05% /tahun, sedangkan laju pengurangan
tertinggi pada lahan terbuka, hutan semak/belukar, dan sawah, masing-masing -8,79%
antara luas kebun campuran, permukiman, sawah, rata-rata luas poligon permukiman
Megamendung, Tugu Selatan, Tugu Utara, dan Bojong Murni. Pola perubahan yang
permukiman.
JANUDIANTO
A04497021
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Menyetujui,
Mengetahui,
Minimum di Sub Das Ciliwung Hulu. Shalawat dan salam semoga tetap
Mama yang tidak mengenal lelah senantiasa mencurahkan kasih sayang, perhatian,
nasehat, dan doa restu kepada penulis selama ini, serta adik-adikku tercinta: Siti
Aminah, Siti Alimah, Yogi Baskara, Siti Rodiyah, dan Siti Ma’rifah yang telah
Teriring doa kepada Kakek dan Nenek yang selama ini terus memberikan semangat,
dan kasih sayang kepada penulis.
tertinggi kepada Bapak Ir. Sahat Matondang, M.Sc atas segala diskusinya selaku
Pembimbing Akademik, Ibu Dra. Khursatul Munibah, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Ernan
arahan, dorongan dan nasehat dengan penuh kesabaran dari awal hingga selesainya
penulisan skripsi ini, Ibu Ir. Dyah Retno Panuju yang telah bersedia menjadi Dosen
Penguji, Bapak Ir. Heru B. Pulunggono, M.Sc., dan Bapak Dr. Ir. Syaiful Anwar,
M.Sc. yang telah mendukung saya untuk seminar, serta seluruh Staf Pengajar IPB
yang selama ini telah memberikan ilmunya kepada penulis.
Terima kasih yang tulus kepada Ibu Tini, Ibu Ratna, dan seluruh staf
administrasi Jurusan Tanah atas bantuannya selama ini, Mba Dian, Mba Mia, Mba
Lien, Iied, Heikal, Mail&Mailo, Ade, Reni, Tia, Tanto ‘Kakek’, Rudi, serta teman-
x
Abdurrahman atas segala kasih sayang dan kesabarannya selama ini, semoga Allah
SWT memberikan balasan yang terbaik di dunia dan akhirat. Atas persaudaraan yang
tulus dan indah dari Saudaraku Anis, terima kasih, kebersamaan kita telah
memberikan semangat untuk berjuang tanpa kenal menyerah. Terima kasih sebagai
ungkapan kasih sayang kepada teman, sahabat tersayang: Kiyomi Chan yang telah
banyak membantu, memberikan dorongan, mendampingi di saat susah dan senang
selama penulis melakukan penelitian, you are my best friend and unforgettable in my
life.
Terima kasih kepada Gun Gun, Iskandar ‘Zoel’, Dhani, dan Hadi atas ilmu
dan nasehatnya, serta ‘member of Susuh Manuk’ dan ‘Pondok Pisang’. Penulis juga
atas persahabatan yang kita bangun semasa di Ibaraki, I miss that country!.
Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
banyak membantu penulis sejak mulai belajar di Tanah IPB sampai selesainya
penulisan skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih dan semoga Allah SWT
membalas kebaikan dengan balasan yang lebih baik di dunia dan akhirat.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak terdapat kekurangan,
namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan.
Halaman
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Tujuan Penelitian ............................................................................. 3
1.3. Hipotesis........................................................................................... 3
LAMPIRAN .................................................................................................. 64
DAFTAR TABEL
3. Jenis peubah yang diuji dalam analisis korelasi terhadap selisih debit
maksimum-minimum (dQ dalam m3/detik) .......................................... 27
Lampiran
12. Data debit dan luas, luas rata-rata poligon, dan jumlah poligon
penggunaan/penutupan lahan yang digunakan dalam analisis korelasi
dan regresi berganda ............................................................................. 76
13. Hasil analisis korelasi antara debit, luas, luas rata-rata poligon, dan
jumlah poligon penggunaan/penutupan lahan ....................................... 77
14. Debit maksimum (Qmax) dan penggunaan lahan hutan lebat, hutan
semak/belukar, sawah, dan permukiman .............................................. 55
Halaman
1. Data perubahan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung
Hulu tahun 1981-2001 ......................................................................... 65
3. Data dan hasil analisis korelasi berganda dan regresi berganda ............ 76
Banjir adalah suatu keadaan aliran sungai dengan permukaan airnya lebih
tinggi dari pada lahan bagian atas dari tebing sungai (bantaran sungai), atau dalam
pengertian umum dapat dikatakan bahwa debit yang terjadi lebih besar daripada debit
normal (Departemen Pekerjaan Umum, 1996). Jakarta sebagai ibukota negara tidak
lepas dari ancaman bahaya banjir, mengingat fisiografinya yang merupakan dataran
aluvial dari sungai-sungai yang berasal dari pegunungan di daerah hinterland Jakarta.
Jakarta dilalui oleh 13 sistem sungai yang sebagian besar berasal dari daerah Bogor
yang mempunyai curah hujan yang tinggi. Namun kondisi sungai-sungai tersebut
sangat memprihatinkan, warna airnya hitam kecoklatan dan menebarkan bau tidak
sedap akibat aktivitas sebagian warga yang membuang sampah ke sungai. Di samping
Jakarta menjadi tidak optimal, sehingga bila musim hujan tiba, Jakarta hampir
Salah satu sungai yang bermuara di Jakarta adalah Sungai Ciliwung yang
berhulu di kawasan Puncak serta melewati wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor
dan Kota Depok. Oleh karena itu fungsi kawasan Puncak sebagai daerah resapan air
Kanan-kiri ruas jalan raya yang menuju kawasan Puncak dipenuhi dengan
2
tempat rekreasi.
Banjir besar kembali terulang pada akhir Januari hingga awal Februari 2002
yang lalu, Sungai Ciliwung yang bermuara di Jakarta tidak mampu menampung
Selain karena hujan yang mengguyur Jakarta selama beberapa hari berturut-turut dan
adanya pasang laut yang menggenangi wilayah utara, peranan DAS Ciliwung juga
DAS merupakan bagian dari kawasan lindung (Utomo, 1989). Salah satu
pada DAS bagian hulu. Perubahan penggunaan lahan pada DAS bagian hulu akan
memberi dampak nyata terhadap DAS bagian hilir. Manusia di dalam usaha untuk
pertanian. Hal ini sesuai dengan data yang ditunjukkan di wilayah DAS Ciliwung,
pada tahun 1981-1999, perubahan penggunaan lahan hutan atau pertanian menjadi
lahan permukiman mencapai 1.320 hektar (Kompas, 2003). Dampak negatifnya akan
meningkatkan aliran permukaan (run-off) dan debit maksimum aliran sungai yang
daerah Sub DAS Ciliwung Hulu dan dinamikanya. Khususnya mengenai pengaruh
2001.
1.3. Hipotesis
Ciliwung Hulu pada periode tahun 1981 hingga tahun 2001 telah mempengaruhi
permukaan bumi. Penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di
pada bidang lahan tertentu (Lillesand dan Kiefer, 1997). Penggunaan lahan (land use)
juga diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap
lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual
(Arsyad, 2000).
hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Sedangkan kawasan
perumahan seringkali terjadi konversi lahan. Banyak kawasan lindung beralih fungsi
Sebagaimana yang terjadi pada tragedi “Banjir bandang di Bukit Lawang Bohorok”,
Sumatera Utara, yang dipicu oleh kerusakan ekosistem hutan lindung. Diperkirakan
tingkat kerusakan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) saat ini adalah 170.000
Ha (22 %) dari total luas TNGL yang 788.000 Ha akibat penebangan liar dan
lahan mengikuti pengertian yang umum dikenal dan biasa digunakan dalam
Harimurti (1999) memberikan definisi dan batasan yang jelas mengenai tipe-
tipe penggunaan lahan di atas. Definisi hutan lebat dinyatakan sebagai wilayah yang
ditutupi oleh vegetasi pepohonan, baik alami maupun yang dikelola, dengan tajuk
yang rimbun dan besar/lebat. Sedangkan hutan semak/belukar merupakan hutan yang
6
telah dirambah/dibuka, merupakan area transisi dari hutan lebat menjadi kebun atau
lahan pertanian, bisa berupa hutan dengan semak atau belukar dengan tajuk yang
relatif kurang rimbun. Kebun campuran adalah daerah yang ditumbuhi vegetasi
tahunan satu jenis maupun campuran baik dengan pola acak, maupun teratur sebagai
bangunan, perkarangan, dan bangunan itu sendiri. Sawah merupakan daerah pertanian
yang ditanami padi sebagai tanaman utama dengan rotasi tertentu yang biasanya diairi
sejak saat penanaman hingga beberapa hari sebelum panen. Sedangkan tegalan
merupakan daerah yang umumnya ditanami tanaman semusim, namun pada sebagian
lahan tidak ditanami, dengan vegetasi yang umum dijumpai seperti padi gogo,
singkong, jagung, kentang, kedelai, dan kacang tanah. Lahan terbuka merupakan
daerah yang tidak ditemukan vegetasi berkayu, umumnya hanya jenis rerumputan
maupun penggunaan lain akibat aktivitas manusia. Kebun teh merupakan daerah yang
digunakan sebagai perkebunan teh baik yang diusahakan pemerintah maupun pihak
swasta.
1999), diantaranya adalah masalah kompetisi antara lahan perkotaan dan lahan
juga menjadi masalah utama bagi wilayah Asia seperti diungkap oleh Kobayashi
dalam Rustiadi (1999) masalah utama bagi penggunaan lahan adalah: (1) masalah
7
global dalam penggunaan lahan, deforestrasi dan desertification, dan (2) isu umum
pertanian yang berkualitas tinggi sebagai objek spekulasi yang mengabaikan tingkat
terhadap suatu lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnya, baik untuk tujuan
dapat diamati dengan menggunakan data-data spasial dari peta penggunaan lahan dari
titik tahun yang berbeda. Data-data penginderaan jauh (remote sensing data) seperti
citra satelit, radar, dan foto udara sangat berguna dalam pengamatan perubahan
penggunaan lahan.
atmosfir (McCuen, 1998). Dalam hidrologi air melalui suatu siklus perpindahan dari
lautan ke atmosfer, daratan, dan akhirnya kembali lagi ke laut dalam suatu proses
yang berkelanjutan yang dikenal sebagai siklus hidrologi (Viessman et al., 1972)
Konsep DAS merupakan dasar dari seluruh disain hidrologi. DAS terdiri dari
didefinisikan sebagai semua titik yang dibatasi oleh area dimana air hujan yang jatuh
di titik-titik tersebut akan berkontribusi terhadap air yang akan keluar dari suatu
outlet (McCuen, 1998). Luas DAS bervariasi dalam berbagai skala, mulai dari basin
sungai besar hingga aliran sungai di daerah hulu. Menurut NCSRI (2003) batas alami
dari DAS ditentukan berdasarkan pada pembatas drainase yang biasanya berupa
punggungan gunung atau perbukitan yang membatasi sebuah sungai utama beserta
anak-anak sungainya. Batas alami DAS merupakan hasil dari proses geomorfologi
struktur dasar geologi, morfologi, tanah, dan vegetasi (USDA dalam NCSRI, 2003).
Aliran permukaan atau run-off didefinisikan sebagai bagian dari hujan atau
presipitasi yang alirannya menuju ke saluran-saluran sungai , danau, atau laut. Aliran
tersebut dapat mengalir pada permukaan tanah (overland flow) maupun melalui
bawah permukaan tanah (sub-surface atau interflow) (Haridjaja et al., 1990). Istilah
run-off sering diartikan sebagai aliran air pada permukaan tanah (Schwaab et al.
Laju aliran permukaan dikenal juga dengan istilah debit. Menurut NCSRI
(2003) debit adalah jumlah atau volume air yang mengalir pada suatu titik atau
Q=AxV
dimana:
Selama hujan berlangsung, debit air sungai akan terus meningkat seiring dengan
meningkatnya volume air hujan yang masuk ke dalam sungai. Pada penelitian ini
debit maksimum dan debit minimum yang digunakan adalah data debit terukur pada
dan (4) channel presipitation. Direct run-off merupakan air hujan yang jatuh ke
interflow/delayed run-off merupakan air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang
kontribusi groundwater kepada aliran sungai yang terus menerus mengalir selama
Menurut Schwaab et al. dalam Sudadi et al. (1991) secara umum faktor-faktor
yang mempengaruhi aliran sungai dapat dibagi menjadi dua, yaitu karakteristik hujan
dan karakteristik DAS. Karakteristik hujan meliputi jumlah, intensitas, dan lama
ditentukan oleh ukuran, bentuk, orientasi, topografi, geologi, dan penggunaan lahan.
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang
suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu
alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji
(Lillesand dan Kiefer, 1997). Karakteristik dari objek dapat ditentukan berdasarkan
radiasi elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan oleh obyek tersebut dan
terekam oleh sensor. Hal ini berarti, masing-masing obyek mempunyai karakteristik
pantulan atau pancaran elektromagnetik yang unik dan berbeda pada lingkungan yang
Data penginderaan jauh dapat berupa: (1) data analog, misalnya foto udara
cetak atau data video, dan (2) data digital, misalnya citra satelit (Jensen, 1996).
Teknologi Penginderaan jauh berkembang pesat dewasa ini seiring peranannya yang
obyek yang diamati. Murai (1996) mengklasifikasikan tipe-tipe informasi yang bisa
udara dengan beberapa titik waktu (timeseries) pada daerah yang sama. Informasi
penutupan lahan dapat diekstrak langsung melalui proses interpretasi citra atau foto
lahannya tidak dapat diketahui secara langsung, oleh karena itu diperlukan
Murai (1996) pengecekan lapang atau disebut juga ground “truth” didefinisikan
lapangan dalam rangka menentukan hubungan antara data penginderaan jauh dan
obyek yang diobservasi. Dengan demikian, apabila ditemukan perbedaan pola atau
kecenderungan yang tidak dimengerti pada data penginderaan jauh, bisa dilakukan
Foto udara merupakan salah satu produk penginderaan jauh yang sangat
Skala foto udara merupakan perbandingan suatu jarak pada foto dengan jarak
sebenarnya di lapangan (Wolf, 1983). Keakuratan skala foto udara dipengaruhi oleh
kondisi topografi daerah yang dipotret. Topografi yang bergelombang atau berombak
akan menghasilkan skala foto udara yang bervariasi antar obyek pada foto udara.
Skala yang mendekati benar adalah skala pada titik tengah foto udara (principal
point).
Menurut Wolf (1983) mosaik foto udara merupakan gabungan dua atau lebih
keseluruhan area yang diliput masing-masing foto udara. Mosaik foto udara dibagi
menjadi tiga kelas, yaitu: (1) mosaik terkontrol, (2) mosaik semi terkontrol, dan (3)
mosaik yang paling akurat di antara ketiganya, karena disusun dari foto udara yang
13
Sebagai contoh pada foto udara yang diekuivalen ke foto udara tegak dengan skala
yang sama di seluruh bagian foto udara. Oleh sebab itu mosaik terkontrol
Mosaik tidak terkontrol disusun dari foto udara yang belum direktifikasi dan
tanpa bantuan dari data lapangan. Mosaik tidak terkontrol secara kuantitatif seringkali
cukup menguntungkan karena relatif murah dan mampu memberikan gambaran awal
tentang area yang diobservasi. Penelitian ini menggunakan teknik mosaik tidak
terkontrol.
Mosaik semi terkontrol berada pada posisi tengah di antara kedua jenis
mosaik di atas. Seringkali disusun dari foto udara yang sudah direktifikasi namun
tanpa didukung data hasil pengecekan lapang, atau sebaliknya menggunakan data
foto udara. Pada tahun 1972 Landsat 1 diluncurkan, seiring dengan mulai dikenalnya
sebagai pembawa sensor. Satelit Landsat beredar pada ketinggian 705 kilometer di
atas permukaan bumi dan membutuhkan waktu 16 hari untuk mengitari seluruh bumi.
Menurut Asriningrum (2002) Landsat 4 dan 5 memuat sensor Multi Spectral Scanner
(MSS) dan sensor Thematic Mapper (TM). Sensor MSS memiliki 4 kanal dengan
14
spasial 30 meter dan 120 meter (khusus untuk kanal 6). Landsat 7 diluncurkan pada
15 April 1999 dengan membawa sensor ETM+ dan memiliki 8 kanal (Tabel 2).
kanal pankromatik (kanal 8) dengan resolusi 15 meter dan pada kanal 6 terdapat
perekaman dengan sistem low gain dan high gain untuk analisis laut dan darat.
Adapun keterbatasan citra ini adalah adanya liputan awan (sebagai akibat sistem
perekaman optik), dan resolusi spasial 15 meter masih termasuk kasar untuk tujuan
sinonim dari interpretasi citra. Proses interpretasi citra (atau foto udara) didefinisikan
sebagai proses ekstraksi informasi kualitatif maupun kuantitatif dalam bentuk sebuah
peta, baik mengenai bentuk, lokasi, struktur, fungsi, kualitas, kondisi, hubungan antar
obyek, dan lain-lain (Murai, 1996). Lebih lanjut Murai (1996) menguraikan langkah
interpretasi citra.
3. Proses analisis citra, memahami relasi antara informasi hasil interpretasi dan
pada foto udara sebagai kunci dalam proses interpretasi foto udara, yaitu:
Pola, menyatakan hubungan spasial obyek. Pengulangan bentuk umum tertentu atau
hubungan obyek alami atau buatan, akan memberikan suatu pola yang dapat
membantu penafsiran.
Bayangan, dapat membantu memberikan gambaran profil suatu obyek, atau bahkan
Rona, menunjukkan adanya tingkataan keabuan atau kecerahan relatif obyek pada
foto udara.
Tekstur, adalah frekuensi perubahan rona pada foto udara. Merupakan gabungan dari
Situs, menunjukkan hubungan antara posisi suatu terhadap obyek lainnya, sehingga
ditemukan.
Menurut Davis (1996) Sistem Informasi Geografi (SIG) terdiri dari tiga
a. Geografi; dunia nyata, atau realita spasial, atau ilmu bumi (geografi).
Dengan kata lain SIG merupakan kumpulan dari tiga aspek dalam kehidupan dunia
modern kita, dan menawarkan metode baru untuk memahaminya. Selanjutnya Barus
dan Wiradisastra (2000) menyatakan bahwa SIG adalah suatu sistem informasi yang
dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat
geografi.
memanggil kembali, mentransformasi dan menyajikan data spasial dari dunia nyata
untuk tujuan tertentu. Dalam konteks basisdata (database based), Aronoff (1989)
menyatakan bahwa SIG merupakan suatu sistem berbasis komputer yang mempunyai
kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi, yaitu pemasukan data,
fungsi-fungsi otomatis yang professional dengan kemampuan lebih baik dalam hal
geografis.
dan penggunaan lahan. Analisis terpadu terhadap penggunaan lahan, debit air, data
menggunakan SIG maka keterkaitan antara faktor yang mempengaruhi sistem dapat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2002 hingga September 2003,
di laksanakan di Sub DAS Ciliwung Hulu yang berada di Kecamatan Bogor Timur
(Kabupaten Bogor).
1. Citra Landsat ETM+ tanggal 17 September 2001, terdiri atas dua liputan (scene)
yaitu Path/Row 122/064 dan 122/065 dipotong hanya pada wilayah tertentu, yang
diperoleh atas kebaikan dari Tim Riset Unggulan Terpadu-9 (RUT-9) Jabotabek
tahun 2001.
2. Foto udara Jawa Barat skala 1:50.000 tahun 1994, dengan jalur terbang dan
nomor foto: W.10/NY.36 : 39, 40, 41, 42, dan W.11/NY.36 : 38, 39.
19
3. Peta Rupa Bumi skala 1:25.000, lembar: Cisarua 1209-142 edisi-I tahun 1998,
dan Ciawi 1209-141 edisi-I tahun 1999, diterbitkan oleh Bakosurtanal, Cibinong.
4. Peta Penggunaan Lahan Sub DAS ciliwung Hulu tahun 1981, 1985, dan 1990,
5. Peta Tanah Semidetil Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu, Provinsi Jawa Barat
skala 1:50.000, diterbitkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat tahun
1992.
6. Data Debit Minimum dan Maksimum Sungai Ciliwung, Bendung Katulampa dari
citra, software MapInfo Professional 6.0 dan Arcview 3.2 untuk digitasi dan
pengolahan peta, Microsoft Excel 2002 dan Statistica 5.0 untuk pengolahan data
2. Stereoskop cermin, plastik transparan, kertas kalkir, alat tulis dan gambar untuk
Penelitian ini secara umum terbagi menjadi dua tahap, yaitu: (1) tahap
persiapan dan pengumpulan data, dan (2) tahap analisis dan sintesis data. Diagram
Interpretasi
Pengecekan
Lapang
Peta Digital
Tidak Administrasi
Sesuai Sub DAS
Ya
Peta
Penggunaan
Lahan 1990
Digitasi
Peta Digital
Penggunaan
Lahan 81, 85,
90, 94, dan 01
Data Potensi
Data Data
Desa tahun
Spasial Atribut
2000
Analisis Korelasi
Tumpang Tindih
(Overlay)
Analisis Deskriptif
Perubahan Analisis Regresi
Data Penggunaan Lahan Berganda
Atribut
Shift Share
Analysis
Faktor-faktor yang
mempengaruhi debit
Analisis Korelasi maksimum-minimum
Susunan perubahan
penggunaan lahan
Perubahan
Keterkaitan antara perubahan penggunaan lahan
penggunaan lahan dengan yang dominan
%permukiman dan kepadatan Laju perubahan
penduduk
KESIMPULAN
KESIMPULAN
berupa Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981, 1985, dan
1990, Peta Rupa Bumi (Ciawi dan Cisarua), citra Landsat ETM+, foto udara, data
debit, dan data penunjang lainnya. Langkah berikutnya adalah menyeragamkan atau
Peta Penggunaan Lahan tahun 1981, 1985, dan 1990 dilakukan penyiaman
menggunakan scanner Epson GT-12000 pada resolusi 300 dpi dengan tujuan untuk
mengubah format data analog menjadi data digital, dalam bentuk data raster. Data
raster ini dikoreksi geometrik dengan tujuan registrasi koordinat menggunakan Peta
Rupa Bumi sebagai peta acuan. Selanjutnya peta-peta tersebut siap didigitasi untuk
komposit yang akan digunakan dengan membuat citra warna komposit. Citra
resolusi spektral berbeda dan resolusi spasial sama, dalam hal ini adalah saluran-
Citra komposit dilakukan dengan memasukkan ke dalam saluran merah, hijau, dan
23
biru (RGB). Tujuannya untuk mendapatkan tampilan visual yang optimal untuk
Pada penelitian ini kombinasi yang digunakan adalah citra komposit RGB-
komposit RGB-543 menampakkan hasil terbaik pada model daerah volkan di Bogor,
karena menampilkan warna natural dengan kontras warna paling tegas dan paling
RGB-543 terhadap Peta Topografi atau Peta Rupa Bumi. Koreksi geometrik
dilakukan dengan mengidentifikasi Ground Control Points (GCP) pada citra asli dan
pada peta topografi. Perhitungan Root Mean Square (RMS) menunjukkan keakuratan
dari GCP. Nilai RMS kurang dari satu dengan distribusi titik GCP yang merata.
dengan didasarkan pada unsur-unsur interpretasi dan bantuan Peta Rupa Bumi.
Mosaik yang digunakan adalah mosaik tak terkontrol yang bertujuan untuk
interpretasi, yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan, rona, warna, tekstur, situs, dan
24
asosiasi. Hasil interpretasi dipindahkan ke peta topografi sebagai peta dasar, menjadi
dilakukan untuk mengecek kebenaran hasil interpretasi dan menambah data-data dan
halnya pada foto udara, interpretasi citra menggunakan unsur-unsur interpretasi dan
bantuan Peta Rupa Bumi. Unsur rona, warna, tekstur, pola, situs, dan asosiasi
dalam citra satelit, mengingat resolusi spasial Landsat ETM + yang masih kasar.
memiliki karakteristik unsur interpretasi yang berbeda, hal ini menunjukkan adanya
dilakukan secara langsung melalui proses digitasi layar (onscreen digitizing), proses
proses ini dilakukan dengan bantuan software Arcview 3.2 beserta ekstensi Arcview
sebaran luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu pada tahun
mengubah peta penggunaan/penutupan lahan tahun 1981, 1985, 1990, dan 1994 yang
dilakukan antara peta penggunaan/penutupan lahan tahun 1981 dan 1985, tahun 1985
dan 1990, tahun 1990 dan 1994, tahun 1994 dan 2001, serta antara tahun 1981 dan
2001 yang bertujuan untuk melihat arah dan pola perubahan penggunaan/penutupan
lahan.
penggunaan/penutupan lahan tahun 1981, 1985, 1990, 1994, 2001 dan peta batas
penggunaan/penutupan lahan di tiap-tiap desa. Ekstraksi data atribut hasil dari operasi
tumpang tindih ini digunakan sebagai data dalam teknik analisis selanjutnya.
26
untuk menduga perubahan seiring dengan waktu, ukuran, atau jarak dari posisi
referensi. Penelitian ini menggunakan Discrete Time Model untuk menduga laju rata-
dengan laju pertumbuhan yang relatif konstan, dengan persamaan sebagai berikut:
Pt = Po (1+a)t
dimana;
Pt = data persentase luas penggunaan/penutupan lahan pada tahun akhir
(2001)
Po = data persentase luas penggunaan/penutupan lahan pada tahun awal
(1981)
a = rata-rata penambahan/pengurangan luas penggunaan/penutupan
lahan (%/tahun)
Peubah yang diukur dengan menggunakan model ini adalah laju konversi lahan dari
mengetahui keeratan hubungan antara dua atau lebih peubah sebagai salah satu
pertimbangan dalam melihat ada atau tidaknya hubungan sebab-akibat antar peubah
tersebut. Di dalam analisis korelasi sederhana, keeratan sifat antara dua peubah akan
ditunjukkan dari koefisien korelasi apakah berkorelasi positif, negatif atau tidak
27
berlawanan arah maka dinyatakan sebagai berkorelasi negatif. Dua peubah disebut
tidak berkorelasi atau tidak memiliki hubungan sama sekali jika nilai koefisien
korelasi mendekati nol atau perubahan nilai pada salah satu peubah tidak diikuti oleh
dimana;
n = ukuran populasi
xi = nilai peubah x untuk anggota populasi ke-i
yi = nilai peubah y untuk anggota populasi ke-i
Tabel 3. Peubah-peubah yang diuji dalam analisis korelasi terhadap selisih debit
maksimum-minimum (dQ dalam m3/detik)
Peubah Penggunaan/Penutupan Lahan
Jenis Penggunaan Lahan Proporsi Luas (%) Jumlah Rata-rata Luas
Poligon (unit) Poligon (ha)
Hutan Lebat L1 J1 R1
Hutan Semak/belukar L2 J2 R2
Kebun Campuran L3 J3 R3
Kebun Karet L4 J4 R4
Kebun Teh L5 J5 R5
Lahan Terbuka L6 J6 R6
Permukiman L7 J7 R7
Sawah L8 J8 R8
Tegalan/Ladang L9 J9 R9
Total Jumlah Peubah 9 9 9
28
penjelas) yang diamati. Model yang dihasilkan, dapat digunakan sebagai penduga
b. Kov (ei, ej) = 0, i ≠ j, artinya kovarian (Ei,Ej) = 0, dengan kata lain tidak ada
d. Kov ( ei,x1i ) = kov ( ei,x2i ) = 0, artinya kovarian setiap galat memiliki varian yang
e. Tidak ada multikolinearitas, artinya tidak ada hubungan linier yang eksak antara
f. ei ≈ N (0;σ), galat menyebar normal dengan rata-rata nol dan varian σ2.
tidak muncul bersamaan dalam satu persamaan (model). Sehingga syarat bahwa tidak
cara mengeliminasi peubah-peubah yang mempunyai nilai korelasi yang tinggi (≥0,5
29
hingga berkorelasi nyata). Selanjutnya dalam satu fungsi regresi, hanya dimasukkan
peubah-peubah penduga yang berkorelasi rendah antar peubah penduga itu sendiri.
Setiap fungsi regresi yang dihasilkan akan memiliki jumlah peubah penduga ≤(N-2),
Y = A0 + A1X1 + A2 X2 + A3 X3 + . . . + An Xn
dimana;
Y = Dependent Peubah (peubah yang diduga, selisih debit maksimum-
minimum dQ)
X = Independent Peubah (peubah penduga, peubah penggunaan/penutupan
lahan )
A = Koefisien Regresi
Analisis korelasi dan regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk
minimum (Qmin) Sungai Ciliwung di Bendung Katulampa, yang dalam hal ini
pergeseran struktur aktivitas yang dalam hal ini adalah penggunaan/penutupan lahan
X ..( t1) Xi.( t1) X ..( t1) Xij ( t1) Xij ( t1)
SSA = + − + −
X ..( t0) Xi.( t0) X ..( t0) Xij ( t0) Xi.( t0)
a b c
dimana,
a = komponen share
b = komponen proportional shift
c = komponen differential shift
X.. = luas total penggunaan/penutupan lahan di seluruh desa (ha)
X.i = luas penggunaan/penutupan lahan i di seluruh desa (ha)
Xij = luas penggunaan/penutupan lahan i dalam unit desa j (ha)
t1 = titik tahun akhir (2001)
t0 = titik tahun awal (1981).
suatu wilayah dalam hasil analisis shift-share dapat dijelaskan dari 3 komponen hasil,
yaitu:
menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan
relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang
pada tahun 1981 dan 2001 (Tabel Lampiran 16 dan 17). Desa-desa yang dimasukkan
ke dalam unit analisis adalah desa-desa dengan kriteria >50 % luas desa berada di
dalam daerah Sub DAS Ciliwung Hulu. Sedangkan desa-desa yang luasnya <50 %
dieliminasi dalam proses analisis untuk menghindari terjadinya bias yang lebih besar.
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
bagian Selatan DAS Ciliwung. Daerah ini dalam koordinat geografis terletak antara
6° 37’ 48’’-6° 46’ 12’’LS dan 106° 49’ 48”-107° 0’ 0’’BT atau 9.267.222,78m–
Daerah penelitian memiliki luas 14.920 Ha yang meliputi Kabupaten dan Kota Bogor.
ke Jakarta
ke Katulampa 1 0 1 2
Bogor
Kilometer
Skala 1:300.000
Ciawi # #
'0 Gadog 6°
40
°46 '
#
Cisarua
Keterangan
ke Sukabumi
Batas Sub DAS
Sungai utama
Anak sungai ke Cianjur
Jalan utama
Laut Jawa
Serang
Jakarta
#
#
#
6 # Bandun g
Sumber : Sudadi et al., 1991;
# Tasikmalaya
# Peta Rupa Bumi lembar: Cisarua 1209-142
Laut
Indo
n e si a edisi-I tahun 1998, dan Ciawi 1209-141
Inset edisi-I tahun 1999 (Bakosurtanal).
107
106°50' 106°55' 107°00'
ke Jakarta
ke
Bogor Sindangrasa
1 0 1 2
# Cipayung # Kilometer
Sindang Sari girang Megamendung
Cipayung datar Skala 1:300.000
Pandansari #
# #
# #Cilember
#
Jogjogan 6°
' Gadog
0
4 Kopo Leuwi # 40
°
6 #
Malang '
# Batu
Sukamahi # # Layang
# Cisarua #
Sukakarya #
Sukamaju Tugu Utara
#
Sukamanah #
# #
# # Kuta #
#
#
Sukaresmi Citeko
ke Sukabumi
Sukagalih
Keterangan Tugu Selatan
# Pusat desa ke Cianjur
Batas Sub DAS
Sungai utama Cibeureum
Bojong murni
Anak sungai
Jalan utama
'5 6°
4
°4
6 Sumber : Sudadi et al., 1991;
5'
Peta Rupa Bumi lembar: Cisarua 1209-142
edisi-I tahun 1998, dan Ciawi 1209-141
edisi-I tahun 1999 (Bakosurtanal).
107
106°50' 106°55' 107°00'
4.2 Iklim
berkisar antara 23-24 °C dengan kelembaban nisbi antara 73-82 %. Radiasi surya
minimum terjadi pada bulan Januari (27,36 %) dan maksimum pada bulan September
(81,85 %). Rata-rata penguapan minimum sebesar 2,08 mm terjadi pada bulan Januari
Menurut Model Klasifikasi Iklim Oldeman dalam Handoko (1994), iklim Sub
DAS Ciliwung Hulu adalah termasuk ke dalam Zona Agroklimat A1. Klasifikasi ini
ditentukan berdasar dari jumlah Bulan Basah (hujan bulanan jangka panjang ≥200
34
mm) dan Bulan Kering (hujan bulanan jangka panjang <100 mm), A1 jika >9 bulan
basah berturut-turut dan <2 bulan kering berturut-turut. Iklim ini sesuai untuk
umumnya hasil produk gunungapi muda dari Gunung Salak dan Gunung Gede-
Pangrango terdiri dari breksi, lahar, lava dan tufa, produk gunungapi tua dari Gunung
Limo, Gunung Kencana, berupa batuan yang sulit untuk dipisahkan seperti breksi dan
lava. Selanjutnya Jurusan Tanah IPB (1990) menyatakan bahwa kondisi geologi
Formasi Qvu : Terletak pada bagian atas dari Sub DAS yang mempunyai lereng
rata-rata di atas 40%. Formasi ini merupakan endapan lahar,
aliran lava, breksi gunung api, batu pasir tufa.
Formasi Qvba : Terletak pada bagian atas Sub DAS, formasi ini merupakan
aliran basal dari Geger Bentang.
Formasi Qvb : Terdiri dari breksi gunung api, lahar.
Formasi Qv : Formasi ini terletak pada outlet dengan luasan yang kecil,
merupakan lempeng tufa, pasir tufa, konglomerat, dan endapan
lahar.
Tabel 4. Curah hujan rata-rata bulanan (dalam mm) di daerah penelitian tahun 1990-
1997
Elevasi Bulan
No Stasiun Jlh
(m dpl) J F M A M J J A S O N D
1 Katulampa 347 414 442 404 377 260 208 125 272 249 437 419 400 4008
2 Gunung Mas 1150 561 547 272 360 164 142 122 183 239 283 297 485 3654
3 Selawangi 250 476 534 403 337 233 145 145 124 158 219 413 544 3731
oleh dataran volkanik tua dengan bentuk wilayah bergunung, hanya sebagian kecil
gunungapi muda dari Gunung Salak (2.211 m) dan Gunung Gede-Pangrango (3.019
m); rangkaian pegunungan api tua dari Gunung Malang (1.262 m), Gunung Limo,
4.4. Tanah
Tanah-tanah yang terbentuk umumnya berasal dari bahan induk abu volkan
dan batuan piroklastik. Berdasarkan Peta Tanah Semi Detil Tahun 1992 skala
1:50.000 yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, jenis tanah
yang terdapat di daerah penelitian meliputi order Andisol, Ultisol, Inceptisol, dan
Inceptisol adalah tanah yang mulai berkembang tetapi belum matang yang
ditandai oleh perkembangan profil yang lemah dan masih banyak menyerupai sifat
bahan amorf. Bahan amorf terdiri dari alofan, ferrihidrit, dan senyawa kompleks
humus-aluminium. Tanah ini berwarna hitam kelam, berbobot isi rendah (<0,85
g/cm3), dan dikenal terasa berminyak (smeary) - bila diremas - karena mengandung
36
bahan organik antara 8 hingga 30%. Andisol banyak ditemukan di daerah berelevasi
tinggi seperti lereng atas dan sekitar puncak Gunung Mandalawangi, Gunung Joglog,
Gunung Sumbul, dan Gunung Mas. Umumnya Andisol berada dalam bentuk
Tropopsamments.
basa kurang dari 35%. Ultisol terbentuk di daerah dengan bahan induk yang berumur
lebih tua, akibatkan oleh proses liksiviasi lebih lanjut yang akan membentuk horison
4.5. Penduduk
Jumlah Penduduk di daerah Sub DAS Ciliwung Hulu pada tahun 2000
sebanyak 182.638 jiwa (BPS, 2000), jumlah ini lebih banyak bila dibandingkan pada
tahun sebelumnya (Tabel 5). Mata pencaharian sebagian besar penduduknya adalah
petani, buruh tani, dan pedagang, sedangkan sisanya berprofesi sebagai pegawai
negeri sipil PNS dan ABRI, buruh industri kecil, sopir angkutan, peternak, dan lain-
lain.
37
5.1. Interpretasi Penggunaan/Penutupan Lahan dari Foto Udara 1994 dan Citra
Landsat ETM+ 2001
Interpretasi foto udara 1994 dan citra Landsat ETM+ 2001 dilakukan dengan
lahan pada foto udara dan citra yang dibantu dengan unsur-unsur interpretasi (Avery,
Hutan lebat di dalam foto udara menunjukkan bentuk dan pola yang tidak
teratur dengan ukuran yang cukup luas, menyebar, terkadang bergerombol di tengah-
tengah kebun teh atau hutan semak/belukar. Berwarna gelap, tekstur relatif kasar, ada
bayangan igir-igir puncak gunung yang menunjukkan sebaran hingga daerah yang
curam, identik dengan letak di sekitar puncak gunung. Sedangkan di dalam citra
Landsat, ditemukan dengan bentuk, ukuran, dan pola yang tidak jauh berbeda dengan
di foto udara, berwarna hijau tua sampai gelap, dengan tekstur relatif kasar.
hampir serupa dengan hutan lebat. Berwarna agak gelap, tekstur relatif lebih halus
daripada hutan lebat, umumnya dijumpai di perbatasan antara hutan lebat dan lahan
menunjukkan tekstur yang relatif lebih halus daripada hutan lebat, berwarna hijau
citra Landsat, memiliki tekstur relatif kasar, berwarna hijau bercampur dengan sedikit
magenta, bentuk dan pola memanjang dijumpai pada lembah dan sepanjang tanggul
Kebun teh memiliki kenampakkan bentuk dan pola yang lebih teratur,
berwarna agak kelabu dengan tekstur relatif halus dan seragam pada lereng-lereng
yang relatif landai hingga curam. Pada citra Landsat, kebun teh memiliki tekstur
permukiman, sawah dan tegalan, berwarna abu-abu terang dengan tekstur halus. Di
dalam citra Landsat menunjukkan warna putih hingga merah jambu dengan tekstur
halus. Keberadaannya cukup sulit untuk dideteksi dari citra, mengingat luas
memanjang di kiri-kanan jalan dengan ukuran yang relatif kecil. Di dalam foto udara
dijumpai berwarna abu-abu, dengan tekstur relatif kasar. Di dalam citra Landsat,
permukiman memiliki tekstur halus sampai kasar, warna magenta, ungu kemerahan,
berteras, terlihat pola sebaran di daerah dataran dengan lereng yang landai dan dekat
40
dengan tubuh air. Di dalam citra Landsat menunjukkan tekstur kasar, warna hijau
Tegalan memiliki pola yang hampir serupa dengan sawah, berwarna abu agak
terang, tekstur relatif sedang sampai kasar, bentuk berteras-teras. Di citra Landsat
ditunjukkan dengan tekstur, hijau tua agak terang, bercampur dengan sedikit magenta
dan kuning.
Tubuh air (sungai utama) di dalam foto udara berbentuk garis memanjang,
pola berkelok-kelok (meander) yang berwarna abu-abu gelap. Jalan ditemui berwana
gelap, dengan bentuk garis yang relatif lurus. Di dalam citra Landsat, tubuh air
berwarna ungu dengan bentuk garis yang relatif lurus dengan pola teratur.
tahun 1981, 1985, 1990, 1994, dan 2001 masing-masing digambarkan pada peta-peta
lahan, yaitu hutan lebat, hutan semak/belukar, kebun campuran, kebun karet, kebun
teh, lahan terbuka, permukiman, sawah, dan tegalan/ladang. Luas masing-masing tipe
lahan di daerah penelitian didominasi oleh hutan lebat, sawah, dan kebun teh dengan
luas masing-masing 29,96 %, 25,69 %, dan 19,62 % dari total luas daerah penelitian.
41
lebat, sawah, dan kebun teh, masing-masing luasnya 25,94 %, 22,91 %, dan 21,22 %
dari total luas daerah penelitian. Namun terjadi penurunan luas hutan lebat dan sawah
Pada tahun 1990, luas kebun teh meningkat menjadi 25,73 %, diikuti oleh
hutan lebat, sawah, dan permukiman masing-masing 21,07 %, 18,12 %, dan 16,64 %
dari total luas daerah penelitian. Sisanya merupakan hutan semak/belukar, kebun
campuran, lahan terbuka, dan tegalan/ladang. Kebun karet mengalami penurunan luas
yang drastis, sehingga pada tahun 1990 ini keberadaannya sudah tidak ditemukan lagi
Tabel 6. Luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981,
1985, 1990, 1994, dan 2001.
1981 1985 1990 1994 2001
Penggunaan
Lahan Hektar Persen Hektar Persen Hektar Persen Hektar Persen Hektar Persen
Hutan lebat 4469,47 29,96 3869,93 25,94 3143,39 21,07 3143,02 21,07 2993,53 20,06
Hutan Semak/belukar 881,30 5,91 479,39 3,21 873,46 5,85 512,06 3,43 278,69 1,87
Kebun Campuran 1076,96 7,22 1317,45 8,83 1151,73 7,72 1586,41 10,63 1582,01 10,60
Kebun Karet 57,51 0,39 188,53 1,26 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Kebun Teh 2928,05 19,62 3166,06 21,22 3838,64 25,73 3759,16 25,20 3094,77 20,74
Lahan Terbuka 73,65 0,49 540,70 3,62 107,15 0,72 44,44 0,30 11,70 0,08
Permukiman 699,84 4,69 1765,58 11,83 2482,24 16,64 3016,01 20,21 3954,88 26,51
Sawah 3833,40 25,69 3417,76 22,91 2703,87 18,12 2490,25 16,69 1363,73 9,14
Tegalan/Ladang 899,95 6,03 174,72 1,17 619,63 4,15 368,77 2,47 1640,83 11,00
Total 14920,13 100,00 14920,13 100,00 14920,11 100,00 14920,13 100,00 14920,14 100,00
42
Luas kebun teh masih mendominasi pada tahun 1994 diikuti oleh hutan lebat,
16,69% dari total luas daerah penelitian. Terjadi peningkatan pada luas kebun
Pada tahun 2001 luas permukiman meningkat drastis menjadi 26,51%, diikuti
oleh kebun teh, hutan lebat, dan tegalan masing 20,74%, 20,06%, dan 11,00% dari
total luas daerah penelitian. Luas penggunaan/penutupan lahan lainnya, seperti hutan
semak/belukar, kebun campuran, lahan terbuka, dan sawah relatif tidak berubah.
705000 710000 715000 720000
Katulampa
9
000 2
6
5
56 0
0
29 0
9
000 2
6
0
602 0
0
9 Keterangan 0
Jalan utama
Sungai utama
Anak sungai
Batas Sub Das
Hutan lebat 1 0 1 2
Hutan semak/belukar Kilometer 9
00
05 Kebun campuran 2
5
5
Skala 1:393.478 0
52
9 Kebun karet 0
0
Kebun teh
Lahan terbuka
Permukiman
Sawah
Tegalan Sumber : Sudadi et al, 1991.
Gambar 5. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981
43
705000 710000 715000 720000
Katulampa
9
000 2
6
5
652 0
0
0
9
00 9
2
00 6
0
62 0
0
9 Keterangan 0
Jalan utama
Sungai utama
Anak sungai
Batas Sub Das
Hutan lebat 1 0 1 2
Hutan semak/belukar Kilometer 9
00
05 Kebun campuran 2
5
5
Skala 1:393.478 0
52
9 Kebun karet 0
0
Kebun teh
Lahan terbuka
Permukiman
Sawah
Tegalan Sumber : Sudadi et al, 1991.
Gambar 6. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1985
Katulampa
00 9
2
05 6
5
62 0
0
9 0
00 9
2
00 6
0
62 0
0
9 0
Keterangan
Jalan utama
Sungai utama
Anak sungai
Batas Sub Das
1 0 1 2
Hutan lebat
Kilometer
00 Hutan semak/belukar 9
2
5
505 Kebun campuran Skala 1:393.478 5
0
0
29 0
Kebun teh
Lahan terbuka
Permukiman
Sawah
Tegalan Sumber : Sudadi et al, 1991.
Gambar 7. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1990
44
705000 710000 715000 720000
Katulampa
9
000 2
6
5
56 0
0
29 0
9
000 2
6
0
602 0
0
0
9
Keterangan
Jalan utama
Sungai utama
Anak sungai
Batas Sub Das
1 0 1 2
Hutan lebat
Kilometer
00 Hutan semak/belukar 9
2
5
05 5
52 Kebun campuran Skala 1:393.478 0
0
0
9
Kebun teh
Sumber :
Lahan terbuka Foto Udara Skala 1:50.000 Jawa Barat 1993/1994
Permukiman W.10/NY.36 : 39, 40, 41, 42, dan
W.11/NY.36 : 38, 39;
Sawah Peta Rupa Bumi lembar: Cisarua 1209-142 edisi-I tahun 1998,
dan Ciawi 1209-141 edisi-I tahun 1999 (Bakosurtanal);
Tegalan Sudadi et al, 1991.
Gambar 8. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1994
Katulampa
9
000 2
6
5
56 0
0
29 0
9
000 2
6
0
06 0
0
29 0
Keterangan
Jalan utama
Sungai utama
Anak sungai
Batas Sub Das
1 0 1 2
Hutan lebat
Kilometer
000
Hutan semak/belukar 9
2
5
5
552 Kebun campuran Skala 1:393.478 0
0
0
9
Kebun teh
Lahan terbuka
Permukiman Sumber :
Citra Landsat ETM+ 2001;
Sawah Peta Rupa Bumi lembar: Cisarua 1209-142 edisi-I tahun 1998,
dan Ciawi 1209-141 edisi-I tahun 1999 (Bakosurtanal);
Tegalan Sudadi et al, 1991.
Gambar 9. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2001
45
2001 dapat diamati melalui proses tumpang tindih (overlay) peta pada ArcView. Data
lengkap perubahan tipe dan luas penggunaan/penutupan lahan dapat dilihat pada
Lampiran 1, 2, 3, 4, dan 5 yang disarikan dalam Gambar 10, Gambar 11, dan Tabel 7.
Berdasarkan data-data tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada periode tahun 1981-
1985 telah terjadi perubahan penggunaan/penutupan lahan yang cukup cepat, yaitu
meningkatnya areal permukiman dan lahan terbuka, serta berkurangnya luas tegalan,
hutan lebat, sawah, dan hutan semak/belukar. Areal permukiman meningkat seluas
1065,75 ha atau 7,14 % dari total luas keseluruhan yang merupakan hasil konversi
lahan dari hutan semak/belukar, kebun campuran, kebun karet, kebun teh, lahan
terbuka, sawah, dan tegalan. Lahan terbuka juga mengalami perluasan yaitu sebesar
Luas (%)
100%
80%
60%
40%
20%
0%
1981 1985 1990 1994 2001
Tahun
Gambar 10. Perubahan persentase luas penggunaan/penutupan lahan tahun 1981,
1985, 1990, 1994, dan 2001.
46
4,00
2,00
0,00
-2,00
-4,00
-6,00
-8,00
Periode tahun
1981-1985 1985-1990 1990-1994 1994-2001
- luas perubahan adalah %luas poligon-poligon perubahan penggunaan/penutupan lahan terhadap luas
Sub DAS
- tanda negatif (-) menyatakan luas areal berkurang, tanda positif (+)menyatakan luas areal bertambah
Gambar 11. Perubahan luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu
pada periode tahun 1981-1985, 1985-1990, 1990-1994, dan 1994-2001.
Di sisi lain, luas tegalan berkurang sebesar 725,23 ha atau 4,86 % yang
terkonversi menjadi kebun campuran, kebun karet, kebun teh, lahan terbuka,
permukiman, dan sawah. Demikian juga halnya dengan hutan lebat, terkonversi
Pada periode tahun 1985-1990 terjadi pengurangan luas hutan lebat dan sawah
713,89 ha (4,78 %). Hutan lebat terkonversi menjadi hutan semak/belukar, kebun
campuran, kebun teh, lahan terbuka, dan sawah, di sisi lain sawah terkonversi
menjadi hutan semak/belukar, kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka, sawah,
permukiman, dan tegalan. Selain itu juga terjadi penambahan luas permukiman,
47
kebun teh, dan hutan semak/belukar masing-masing 716,66 ha (4,80 %), 672,58 ha
(3,58 %), dan 436,68 ha (2,91 %). Sedangkan luas hutan semak/belukar,
938,86 ha (6,29 %). Penurunan luas terjadi pada sawah, kebun teh, dan hutan
semak/belukar masing-masing sebesar 1126,52 ha (7,55 %), 664,39 ha (4,45 %), dan
pengurangan tertinggi pada lahan terbuka, semak belukar, dan sawah, masing-masing
-8,79 %, -5,59 %, dan -5,04 %. Di sisi lain penggunaan/penutupan lahan kebun karet
kecenderungan konversi lahan untuk permukiman di Sub DAS Ciliwung hulu relatif
tinggi pula. Bila kecenderungan ini terus berlanjut, dikhawatirkan ekosistem kawasan
lindung di dalam area Sub DAS menjadi terganggu, termasuk fungsi kawasan ini
4000
3000
2000
1000
0
1980 1985 1990 1995 2000
Tahun
Gambar 12. Perubahan luas penggunaan/penutupan lahan tahun 1981-2001.
Tabel 9. Pergeseran ranking perubahan penggunaan/penutupan lahan dominan pada periode1981-2001 berdasarkan luas
Periode
1981-1985 1985-1990 1990-1994 1994-2001
Penggunaan/Penutupan Luas Penggunaan/Penutupan Luas Penggunaan/Penutupan Luas Penggunaan/Penutupan Luas
Lahan (%) Lahan (%) Lahan (%) Lahan (%)
Sawah Hutan lebat Sawah Sawah
1 16,67 18,82 19,80 17,52
→Permukiman →Kebun teh →Permukiman →Tegalan
Tegalan Sawah Tegalan Sawah
2 9,28 15,30 16,75 13,17
→Sawah →Permukiman →Kebun campuran →Permukiman
Sawah Lahan terbuka Kebun campuran Kebun teh
3 8,89 9,80 10,19 12,40
→Kebun campuran →Hutan semak/belukar →Sawah →Tegalan
Hutan lebat Kebun campuran Sawah Sawah
4 6,67 6,23 8,56 7,73
Tipe Perubahan
→Kebun teh →Tegalan →Kebun campuran →Kebun campuran
Kebun campuran Sawah Hutan semak/belukar Kebun teh
5 6,34 5,11 6,67 7,23
→Sawah →Tegalan →Kebun campuran →Permukiman
Total
perubahan 4278,82 3392,06 1811,50 3813,36
(ha)
Laju
perubahan
1069.705 848.015 452.875 953.34
per tahun
(ha/th)
51
periode tahun 1985-1990, perubahan hutan lebat menjadi kebun teh menempati
ranking tertinggi pada tahun 1990-1994, dan pada tahun 1994-2001 perubahan paling
tipe-tipe perubahan dominan dapat diidentifikasi dengan melihat jenis perubahan dan
menempati luas terbesar, diikuti oleh hutan lebat menjadi kebun teh dengan luas
masing-masing 1902,29 ha dan 1060,96 ha. Hal ini menunjukkan kebutuhan akan
tersebut.
Tabel 10. Ranking perubahan tipe dan luas penggunaan/penutupan lahan yang
dominan di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981-2001
Penggunaan/Penutupan Penggunaan/Penutupan
Ranking Lahan 1981 Lahan 2001 Luas (ha) Persentase
1 Sawah Permukiman 1902,29 21,02
2 Hutan lebat Kebun teh 1060,96 11,72
3 Sawah Tegalan 621,86 6,87
4 Sawah Kebun campuran 445,87 4,93
5 Kebun campuran Permukiman 411,49 4,55
6 ..... ..... ..... ....
Total 9049,97 100
Tabel 11. Hasil analisis regresi berganda dari komponen-komponen penggunaan/penutupan lahan
No Intercpt L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 J1 J2 J3 J4 J5 J6 J7 J8 J9 R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R-sqr
1 885,54 -15,94 -63,50 -44,07 0,96
2 -670,80 98,27 -89,74 0,96 0,99
3 229,51 0,23 22,42 -49,00 0,98
4 1229,12 0,27 -29,85 -61,15 0,97
5 930,65 -23,58 -47,36 4,83 0,87
6 709,41 -27,00 -10,36 60,34 0,76
7 375,23 124,39 -24,97 -28,76 0,96
8 42,47 -149,77 -11,44 35,94 0,44
9 431,45 -71,31 -18,29 24,54 0,69
10 448,78 -77,76 -181,18 15,71 0,98
11 261,03 -88,42 15,68 -49,59 0,99
12 -45,83 -9,54 2,35 2,20 0,80
13 -142,04 -88,18 16,32 2,06 0,95
14 501,76 -73,23 -50,13 6,64 0,89
15 480,13 -6,30 -0,21 1,86 0,99
16 505,87 23,22 -58,78 -4,56 0,75
17 355,98 -168,38 8,80 -3,67 0,82
18 1168,98 -198,15 -66,46 -4,75 0,99
19 613,51 15,33 -49,19 -4,79 0,74
20 784,77 -59,26 -32,80 -3,96 0,97
21 460,17 -135,29 80,56 -0,97 0,77
22 786,32 -80,29 -21,04 -2,37 0,91
23 183,36 -107,03 59,97 -0,19 0,71
24 865,68 -173,96 -20,93 -0,29 0,71
25 -14,95 -42,20 2,60 16,30 1,00
26 -901,44 33,22 155,75 -0,03 0,71
27 94,92 -116,79 92,33 -0,51 0,76
Keterangan:
Nilai yang bercetak tebal berbeda cukup nyata hingga nyata
Jenis Penggunaan/ Penutupan Luas Penggunaan/ Jumlah Poligon Rata-rata Luas
Lahan Penutupan Lahan Poligon
Hutan Lebat L1 J1 R1
Hutan Semak/belukar L2 J2 R2
Kebun Campuran L3 J3 R3
Kebun Karet L4 J4 R4
Kebun Teh L5 J5 R5
Lahan Terbuka L6 J6 R6
Permukiman L7 J7 R7
Sawah L8 J8 R8
Tegalan/Ladang L9 J9 R9
53
analisis korelasi berganda dan analisis regresi berganda. Peubah debit maksimum dan
minimum, yang dalam hal ini diwakili oleh selisih debit maksimum-minimum (dQ)
dikorelasikan dengan peubah luas penggunaan/penutupan lahan (L1, L2, ..., L9),
jumlah poligon penggunaan/penutupan lahan (J1, J2, ..., J9), dan rata-rata luas
poligon penggunaan/penutupan lahan (R1, R2, ..., R9) yang merupakan data dari lima
titik tahun (1981, 1985, 1990, 1994, dan 2001) penggunaan/penutupan lahan.
peubah yang akan dijadikan model dalam regresi berganda. Hasil Analisis Regresi
Berganda pada taraf nyata α = 0,05 (Tabel 11) menunjukkan peubah-peubah yang
Y = – 42,20128(L2) + 16,29618(R7)
dan rata-rata luas poligon permukiman. Dapat disimpulkan bahwa luas hutan
Semakin besar rata-rata luas poligon permukiman, maka selisih debit (dQ)
akan semakin meningkat pula. Hal ini menunjukkan pola permukiman yang sesuai
untuk kawasan puncak adalah pola yang menyebar dengan luas yang tidak terlalu
besar dan dihindari kelompok permukiman yang mengumpul di titik tertentu dengan
luas yang besar. Dengan demikian diharapkan akan mengurangi peningkatan selisih
4000
600
3000
400
2000
200
1000
0 0
1980 1985 1990 1995 2000
Tahun
Gambar 13. Debit minimum (Qmin) dan penggunaan/penutupan lahan hutan
lebat, hutan semak/belukar, sawah, dan permukiman
55
4000
600
3000
400
2000
200
1000
0 0
1980 1985 1990 1995 2000
Tahun
Gambar 14. Debit maksimum (Qmaks) dan penggunaan/penutupan lahan hutan
lebat, hutan semak/belukar, sawah, dan permukiman
3000 400
2000 200
1000 0
0 -200
1980 1985 1990 1995 2000
Tahun
Gambar 15. Selisih debit maksimum-minimum (dQ) dan penggunaan/penutupan
lahan hutan lebat, hutan semak/belukar, sawah, dan permukiman
56
(Gambar 15). Peningkatan selisih ini dibarengi dengan penurunan luas hutan lebat,
hutan semak/belukar, dan sawah. Hal ini memberikan gambaran mengenai hubungan
wilayah/lokasi (desa) pada periode 1981-2001. Data yang digunakan berupa data
penggunaan/penutupan lahan, dimana jumlah total luas lahan yang dibatasi secara
administratif relatif tetap dari tahun ke tahun. Dengan demikian untuk analisis dengan
permukiman memiliki laju pertumbuhan tertinggi, 4,5 kali lebih besar dibandingkan
laju rata-rata, berturut-turut dari yang tertinggi, adalah permukiman, tegalan, kebun
yang lebih rendah daripada laju rata-rata, yaitu hutan lebat, hutan semak/belukar,
paling pesat berada di desa Megamendung, hal ini diduga disebabkan oleh faktor
kedekatan jarak antara Megamendung terhadap jalan besar dan pusat kota (ibukota
kabupaten) dibandingkan dengan desa-desa lainnya. Selain faktor jarak, juga karena
jarang terjadi bencana alam seperti gempa bumi, tanah longsor, dan banjir (BPS,
Tugu Utara, sedangkan tegalan berkembang pesat di desa Tugu Selatan. Bila dilihat
dari bentuk lahan, maka desa Tugu Utara lebih didominasi oleh dataran dengan
bentuk wilayah datar sampai bergelombang. Hal ini menyebabkan pertumbuhan lahan
sawah lebih cepat daripada desa Tugu Selatan yang lebih banyak didominasi oleh
lereng volkan atas (BRLKT). Oleh sebab itu tegalan lebih tinggi pertumbuhannya di
6.1. Kesimpulan
sedangkan sawah dan tegalan tertinggi pertumbuhannya di desa Tugu Utara dan
6.2. Saran
DAS Ciliwung Hulu (Puncak) oleh pihak Pemerintah Daerah dan instansi terkait,
peraturan mengenai penataan ruang dan tata guna lahan di kawasan Puncak, serta
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Cetakan Ketiga. Bogor: IPB Press.
Avery, T.E. 1992. Fundamental of Remote Sensing and Air–Photo Interpretation, 5th
Ed. New Jersey: Prentice-Hall, Upper Sadle River.
[Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 1998. Peta Rupa
Bumi Cisarua [Peta Topografi] (Ed. I) 1209-142. Skala 1:25000. Bogor.
[Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 1999. Peta Rupa
Bumi Ciawi [Peta Topografi] (Ed. I) 1209-141. Skala 1:25000. Bogor.
Barus, B., dan Wiradisastra U.S. 2000. Sistem Informasi Geografi Sarana Manajemen
Sumberdaya. Bogor: Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi,
Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
[BRLKT] Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. Rencana Teknik Lapang
RLKT Sub DAS Ciliwung Hulu; Buku Utama. Bogor.
[BPS] Biro Pusat Statistik. 2000. Data Potensi Desa Jawa Barat. Jakarta.
Burrough, P.A. and R.A. McDonnel. 1986. Principles of GIS for Land Resources
Assesment. London: Clarendon Press.
Davis, B.E. 1996. GIS: A Visual Approach. Africa, Australia, Denmark, Japan,
Mexico, New Zealand, Philipines, Puerto Rico, Singapore, United Kingdom,
United States: OnWord Press.
Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Edisi ke-2. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
Harimurti. 1999. Interpretasi Visual Foto Udara Digital pada Layar Monitor. Skripsi
S1. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Jurusan Tanah IPB. 1990. Pengkajian Perubahan Penggunaan Lahan Daerah Sekitar
Puncak dan Akibat yang Ditimbulkan. Laporan Penelitian. Bogor: Jurusan
Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Kompas. Sabtu, 13 September 2003. Musim Hujan di Bogor Bulan Oktober, Jakarta
Terancam Banjir http://www.kompas.com/kompas-
cetak/0309/13/metro/560823.htm [29 Desember 2003].
Lillesand, T.M., dan R.W. Kiefer. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Cetakan ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
McCuen, R. H. 1998. Hidrologic Analysis and Design. Second Edition. New Jersey:
Prentice Hall Upper Saddle River.
Murai, S. 1996. Remote Sensing Note. Japan: Japan Association on Remote Sensing.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1992. Peta Tanah Semidetil Daerah Aliran
Sungai Ciliwung Hulu Skala 1:50.000. Bogor.
Rachim, J.A. dan Suwardi. 1999. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Bogor: Jurusan
Tanah, Faperta, Institut Pertanian Bogor.
Sudadi, U., D.P.T. Baskoro, K. Munibah, B. Barus dan Darmawan. 1991. Kajian
Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Aliran Sungai dan
Penurunan Kualitas Lahan di Sub-DAS Ciliwung Hulu dengan Pendekatan
Model Simulasi Hidrologi. [Laporan Penelitian]. Bogor: Jurusan Tanah.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Suryani, L. 2000. Analisis Usahatani Padi (Oryza sativa L.) dengan Empat Pola
Tanam yang Berbeda di Tiga Lokasi Usahatani (Studi Kasus Kabupaten
Majalengka, Klaten, dan Kediri. Skripsi S1. Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Utomo, W.H. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia. Suatu Rekaman dan Analisa.
Malang: Universitas Brawijaya.
Viessman, W. Jr., J.W. Knapp, G.L. Lewis, and T.E. Harbaugh. 1972. Introduction to
Hydrology, Second Edition. IEP-Dun-Donnelley. New York, Hagerstown,
San Fransisco, London: Harper and Row Publishers.
Wolf, P.R. 1983. Elements of Photogrammetry with Air Photo Interpretation and
Remote sensing. 2nd Ed. New York: McGraw-Hill, Inc.
LAMPIRAN
65
Tabel Lampiran 1. Perubahan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung
Hulu tahun 1981-1985
Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%)
1981 1985
Hutan Hutan 3869,93 86,59
Semak/belukar 4,92 0,11
Kebun campuran 9,20 0,21
Kebun teh 285,26 6,38
Lahan terbuka 253,37 5,67
Sawah 36,62 0,82
Tegalan 10,16 0,23
4469,47 100,00
Semak/belukar Hutan 0,00 0,00
Semak/belukar 362,61 41,14
Kebun campuran 144,37 16,38
Kebun karet 112,30 12,74
Kebun teh 44,91 5,10
Lahan terbuka 95,25 10,81
Permukiman 23,20 2,63
Sawah 98,68 11,20
881,30 100,00
Kebun campuran Hutan 0,00 0,00
Kebun campuran 542,25 50,35
Kebun karet 9,92 0,92
Kebun teh 41,26 3,83
Lahan terbuka 40,93 3,80
Permukiman 163,36 15,17
Sawah 271,39 25,20
Tegalan 7,86 0,73
1076,96 100,00
Kebun karet Kebun campuran 3,80 6,60
Kebun karet 48,25 83,90
Permukiman 5,46 9,50
57,51 100,00
Kebun teh Semak/belukar 56,65 1,93
Kebun campuran 126,19 4,31
Kebun teh 2535,12 86,58
Lahan terbuka 42,59 1,45
Permukiman 32,48 1,11
Sawah 135,02 4,61
2928,05 100,00
Lahan terbuka Kebun campuran 0,41 0,56
Kebun teh 44,93 61,00
Lahan terbuka 7,30 9,91
Permukiman 12,46 16,92
Sawah 8,55 11,61
73,65 100,00
Permukiman Permukiman 699,84 100,00
Tabel Lampiran 2. Perubahan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung
Hulu tahun 1985-1990
Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%)
1985 1990
Hutan Hutan 3143,39 81,23
Semak/belukar 35,73 0,92
Kebun campuran 14,57 0,38
Kebun teh 638,24 16,49
Lahan terbuka 37,17 0,96
Sawah 0,83 0,02
3869,94 100,00
Semak/belukar Semak/belukar 286,03 59,67
Kebun campuran 83,57 17,43
Kebun teh 18,14 3,78
Lahan terbuka 0,09 0,02
Permukiman 9,50 1,98
Sawah 71,16 14,84
Tegalan 10,91 2,28
479,39 100,00
Kebun campuran Semak/belukar 95,42 7,24
Kebun campuran 695,37 52,78
Kebun teh 76,45 5,80
Lahan terbuka 31,44 2,39
Permukiman 104,90 7,96
Sawah 102,43 7,77
Tegalan 211,44 16,05
1317,45 100,00
Kebun karet Semak/belukar 59,16 31,38
Kebun campuran 74,03 39,27
Lahan terbuka 4,45 2,36
Permukiman 20,33 10,78
Tegalan 30,55 16,21
188,53 100,00
Kebun teh Hutan 0,00 0,00
Semak/belukar 54,61 1,72
Kebun campuran 62,88 1,99
Kebun teh 2970,12 93,81
Lahan terbuka 0,06 0,00
Permukiman 47,96 1,51
Sawah 24,85 0,79
Tegalan 5,59 0,18
3166,06 100,00
Lahan terbuka Semak/belukar 332,49 61,49
Kebun campuran 67,67 12,52
Kebun teh 47,96 8,87
Lahan terbuka 31,13 5,76
Permukiman 10,89 2,01
Sawah 28,08 5,19
Tegalan 22,50 4,16
540,71 100,00
Permukiman Kebun campuran 0,00 0,00
Kebun teh 0,00 0,00
Permukiman 1765,57 100,00
Sawah 0,00 0,00
Tegalan 0,00 0,00
1765,57 100,00
Sawah Semak/belukar 10,02 0,29
Kebun campuran 153,63 4,50
Kebun teh 87,74 2,57
Lahan terbuka 2,81 0,08
Permukiman 518,95 15,18
Sawah 2471,20 72,31
Tegalan 173,39 5,07
3417,74 100,00
Tegalan Semak/belukar 0,00 0,00
Permukiman 4,15 2,38
Sawah 5,32 3,04
Tegalan 165,25 94,58
174,72 100,00
67
Tabel Lampiran 3. Perubahan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung
Hulu tahun 1990-1994
Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%)
1990 1994
Hutan Hutan 3143,0 100,0
Kebun campuran 0,0 0,0
Kebun teh 0,4 0,0
Lahan terbuka 0,0 0,0
3143,4 100,0
Semak/belukar Hutan 0,0 0,0
Semak/belukar 507,7 58,1
Kebun campuran 120,8 13,8
Kebun teh 66,0 7,6
Permukiman 4,3 0,5
Sawah 69,1 7,9
Tegalan 105,6 12,1
873,5 100,0
Kebun campuran Semak/belukar 1,4 0,1
Kebun campuran 888,0 77,1
Kebun teh 0,0 0,0
Lahan terbuka 4,4 0,4
Permukiman 62,6 5,4
Sawah 184,6 16,0
Tegalan 10,7 0,9
1151,7 100,0
Kebun teh Hutan 0,0 0,0
Kebun campuran 90,9 2,4
Kebun teh 3691,5 96,2
Permukiman 56,3 1,5
Sawah 0,0 0,0
Tegalan 0,0 0,0
3838,6 100,0
Lahan terbuka Semak/belukar 2,9 2,7
Kebun campuran 28,3 26,4
Kebun teh 0,0 0,0
Lahan terbuka 40,1 37,4
Permukiman 9,3 8,7
Sawah 22,3 20,8
Tegalan 4,3 4,0
107,1 100,0
Permukiman Semak/belukar 0,0 0,0
Kebun campuran 0,0 0,0
Kebun teh 0,0 0,0
Permukiman 2482,2 100,0
Sawah 0,0 0,0
Tegalan 0,0 0,0
2482,2 100,0
Sawah Semak/belukar 0,0 0,0
Kebun campuran 155,0 5,7
Kebun teh 1,3 0,0
Permukiman 358,7 13,3
Sawah 2148,4 79,5
Tegalan 40,4 1,5
2703,9 100,0
Tegalan Semak/belukar 0,0 0,0
Kebun campuran 303,5 49,0
Permukiman 42,5 6,9
Sawah 65,9 10,6
Tegalan 207,7 33,5
619,6 100,0
68
Tabel Lampiran 4. Perubahan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung
Hulu tahun 1994-2001
Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%)
1994 2001
Hutan Hutan 2993,53 95,24
Semak/belukar 8,74 0,28
Kebun campuran 0,00 0,00
Kebun teh 135,50 4,31
Permukiman 5,26 0,17
3143,02 100,00
Semak/belukar Semak/belukar 248,88 48,60
Kebun campuran 46,99 9,18
Kebun teh 58,08 11,34
Permukiman 6,39 1,25
Sawah 7,94 1,55
Tegalan 143,79 28,08
512,06 100,00
Kebun campuran Kebun campuran 972,57 61,31
Kebun teh 40,74 2,57
Lahan terbuka 1,90 0,12
Permukiman 120,76 7,61
Sawah 247,54 15,60
Tegalan 202,89 12,79
1586,41 100,00
Kebun teh Hutan 0,00 0,00
Semak/belukar 21,08 0,56
Kebun campuran 170,17 4,53
Kebun teh 2765,87 73,58
Lahan terbuka 9,80 0,26
Permukiman 275,76 7,34
Sawah 43,46 1,16
Tegalan 473,03 12,58
3759,16 100,00
Lahan terbuka Kebun campuran 43,69 98,31
Permukiman 0,42 0,95
Tegalan 0,33 0,75
44,44 100,00
Permukiman Kebun campuran 0,01 0,00
Permukiman 3016,01 100,00
3016,01 100,00
Sawah Kebun campuran 294,88 11,84
Kebun teh 68,20 2,74
Permukiman 502,08 20,16
Sawah 957,13 38,44
Tegalan 667,97 26,82
2490,25 100,00
Tegalan Kebun campuran 53,70 14,56
Kebun teh 26,39 7,16
Permukiman 28,20 7,65
Sawah 107,67 29,20
Tegalan 152,82 41,44
368,77 100,00
69
Hutan lebat -599,53 -4,02 -726,54 -4,87 -0,37 0,00 -149,49 -1,00
Hutan
-401,92 -2,69 394,07 2,64 -361,40 -2,42 -233,37 -1,56
semak/belukar
Kebun Campuran 240,49 1,61 -165,72 -1,11 434,68 2,91 -4,41 -0,03
Kebun Karet 131,02 0,88 -188,53 -1,26 0,00 0,00 0,00 0,00
Kebun Teh 238,02 1,60 672,58 4,51 -79,48 -0,53 -664,39 -4,45
Lahan Terbuka 467,05 3,13 -433,56 -2,91 -62,70 -0,42 -32,74 -0,22
Permukiman 1065,75 7,14 716,66 4,80 533,77 3,58 938,86 6,29
Sawah -415,64 -2,79 -713,89 -4,78 -213,62 -1,43 -1126,52 -7,55
Tegalan/Ladang -725,23 -4,86 444,91 2,98 -250,86 -1,68 1272,06 8,53
Total 2142,32 14,36 2228,23 14,93 968,44 6,49 2210,92 14,82
Perubahan
Keterangan :
- persen (%) menyatakan nilai persentase perubahan dibandingkan dengan total luas area
- nilai negatif (-) menyatakan penurunan luas areal
- nilai positif (+) menyatakan penambahan luas areal.
70
Tabel Lampiran 6. Perubahan dominan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS
Ciliwung Hulu tahun 1981-1985
Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%)
1981 1985
Sawah Permukiman 713,21 16,67
Tegalan Sawah 397,21 9,28
Sawah Kebun campuran 380,35 8,89
Hutan lebat Kebun teh 285,26 6,67
Kebun campuran Sawah 271,39 6,34
Hutan lebat Lahan terbuka 253,37 5,92
Kebun campuran Permukiman 163,36 3,82
Sawah Kebun teh 155,50 3,63
Hutan semak/belukar Kebun campuran 144,37 3,37
Kebun teh Sawah 135,02 3,16
Kebun teh Kebun campuran 126,19 2,95
Tegalan Permukiman 115,58 2,70
Hutan semak/belukar Kebun karet 112,30 2,62
Tegalan Kebun campuran 110,88 2,59
Tegalan Lahan terbuka 101,27 2,37
Hutan semak/belukar Sawah 98,68 2,31
Hutan semak/belukar Lahan terbuka 95,25 2,23
Tegalan Kebun teh 59,08 1,38
Kebun teh Hutan semak/belukar 56,65 1,32
Sawah Hutan semak/belukar 55,21 1,29
Sawah Tegalan 50,96 1,19
Lahan terbuka Kebun teh 44,93 1,05
Hutan semak/belukar Kebun teh 44,91 1,05
Kebun teh Lahan terbuka 42,59 1,00
Kebun campuran Kebun teh 41,26 0,96
Kebun campuran Lahan terbuka 40,93 0,96
Hutan lebat Sawah 36,62 0,86
Kebun teh Permukiman 32,48 0,76
Hutan semak/belukar Permukiman 23,20 0,54
Lahan terbuka Permukiman 12,46 0,29
Tegalan Kebun karet 10,19 0,24
Hutan lebat Tegalan 10,16 0,24
Kebun campuran Kebun karet 9,92 0,23
Hutan lebat Kebun campuran 9,20 0,22
Lahan terbuka Sawah 8,55 0,20
Sawah Kebun karet 7,88 0,18
Kebun campuran Tegalan 7,86 0,18
Kebun karet Permukiman 5,46 0,13
Hutan lebat Hutan semak/belukar 4,92 0,11
Kebun karet Kebun campuran 3,80 0,09
Lahan terbuka Kebun campuran 0,41 0,01
Hutan semak/belukar Hutan lebat 0,00 0,00
Kebun campuran Hutan lebat 0,00 0,00
Total 4278,82 100,00
71
Tabel Lampiran 7. Perubahan dominan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS
Ciliwung Hulu tahun 1985-1990
Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%)
1985 1990
Hutan lebat Kebun teh 638,24 18,82
Sawah Permukiman 518,95 15,30
Lahan terbuka Hutan semak/belukar 332,49 9,80
Kebun campuran Tegalan 211,44 6,23
Sawah Tegalan 173,39 5,11
Sawah Kebun campuran 153,63 4,53
Kebun campuran Permukiman 104,90 3,09
Kebun campuran Sawah 102,43 3,02
Kebun campuran Hutan semak/belukar 95,42 2,81
Sawah Kebun teh 87,74 2,59
Hutan semak/belukar Kebun campuran 83,57 2,46
Kebun campuran Kebun teh 76,45 2,25
Kebun karet Kebun campuran 74,03 2,18
Hutan semak/belukar Sawah 71,16 2,10
Lahan terbuka Kebun campuran 67,67 1,99
Kebun teh Kebun campuran 62,88 1,85
Kebun karet Hutan semak/belukar 59,16 1,74
Kebun teh Hutan semak/belukar 54,61 1,61
Kebun teh Permukiman 47,96 1,41
Lahan terbuka Kebun teh 47,96 1,41
Hutan lebat Lahan terbuka 37,17 1,10
Hutan lebat Hutan semak/belukar 35,73 1,05
Kebun campuran Lahan terbuka 31,44 0,93
Kebun karet Tegalan 30,55 0,90
Lahan terbuka Sawah 28,08 0,83
Kebun teh Sawah 24,85 0,73
Lahan terbuka Tegalan 22,50 0,66
Kebun karet Permukiman 20,33 0,60
Hutan semak/belukar Kebun teh 18,14 0,53
Hutan lebat Kebun campuran 14,57 0,43
Hutan semak/belukar Tegalan 10,91 0,32
Lahan terbuka Permukiman 10,89 0,32
Sawah Hutan semak/belukar 10,02 0,30
Hutan semak/belukar Permukiman 9,50 0,28
Kebun teh Tegalan 5,59 0,16
Tegalan Sawah 5,32 0,16
Kebun karet Lahan terbuka 4,45 0,13
Tegalan Permukiman 4,15 0,12
Sawah Lahan terbuka 2,81 0,08
Hutan lebat Sawah 0,83 0,02
Hutan semak/belukar Lahan terbuka 0,09 0,00
Kebun teh Lahan terbuka 0,06 0,00
Kebun teh Hutan lebat 0,00 0,00
Permukiman Kebun campuran 0,00 0,00
Permukiman Kebun teh 0,00 0,00
Permukiman Sawah 0,00 0,00
Permukiman Tegalan 0,00 0,00
Tegalan Hutan semak/belukar 0,00 0,00
Total 3392,06 100,00
72
Tabel Lampiran 8. Perubahan dominan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS
Ciliwung Hulu tahun 1990-1994
Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%)
1990 1994
Sawah Permukiman 358,7 19,80
Tegalan Kebun campuran 303,5 16,75
Kebun campuran Sawah 184,6 10,19
Sawah Kebun campuran 155,0 8,56
Hutan semak/belukar Kebun campuran 120,8 6,67
Hutan semak/belukar Tegalan 105,6 5,83
Kebun teh Kebun campuran 90,9 5,02
Hutan semak/belukar Sawah 69,1 3,81
Hutan semak/belukar Kebun teh 66,0 3,64
Tegalan Sawah 65,9 3,64
Kebun campuran Permukiman 62,6 3,46
Kebun teh Permukiman 56,3 3,11
Tegalan Permukiman 42,5 2,35
Sawah Tegalan 40,4 2,23
Lahan terbuka Kebun campuran 28,3 1,56
Lahan terbuka Sawah 22,3 1,23
Kebun campuran Tegalan 10,7 0,59
Lahan terbuka Permukiman 9,3 0,51
Kebun campuran Lahan terbuka 4,4 0,24
Hutan semak/belukar Permukiman 4,3 0,24
Lahan terbuka Tegalan 4,3 0,24
Lahan terbuka Hutan semak/belukar 2,9 0,16
Kebun campuran Hutan semak/belukar 1,4 0,08
Sawah Kebun teh 1,3 0,07
Hutan lebat Kebun teh 0,4 0,02
Hutan lebat Kebun campuran 0,0 0,00
Hutan lebat Lahan terbuka 0,0 0,00
Hutan semak/belukar Hutan lebat 0,0 0,00
Kebun campuran Kebun teh 0,0 0,00
Kebun teh Hutan lebat 0,0 0,00
Kebun teh Sawah 0,0 0,00
Kebun teh Tegalan 0,0 0,00
Lahan terbuka Kebun teh 0,0 0,00
Permukiman Hutan semak/belukar 0,0 0,00
Permukiman Kebun campuran 0,0 0,00
Permukiman Kebun teh 0,0 0,00
Permukiman Sawah 0,0 0,00
Permukiman Tegalan 0,0 0,00
Sawah Hutan semak/belukar 0,0 0,00
Tegalan Hutan semak/belukar 0,0 0,00
Total 1811,5 100,00
73
Tabel Lampiran 9. Perubahan dominan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS
Ciliwung Hulu tahun 1994-2001
Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%)
1994 2001
Sawah Tegalan 667,97 17,52
Sawah Permukiman 502,08 13,17
Kebun teh Tegalan 473,03 12,40
Sawah Kebun campuran 294,88 7,73
Kebun teh Permukiman 275,76 7,23
Kebun campuran Sawah 247,54 6,49
Kebun campuran Tegalan 202,89 5,32
Kebun teh Kebun campuran 170,17 4,46
Hutan semak/belukar Tegalan 143,79 3,77
Hutan lebat Kebun teh 135,50 3,55
Kebun campuran Permukiman 120,76 3,17
Tegalan Sawah 107,67 2,82
Sawah Kebun teh 68,20 1,79
Hutan semak/belukar Kebun teh 58,08 1,52
Tegalan Kebun campuran 53,70 1,41
Hutan semak/belukar Kebun campuran 46,99 1,23
Lahan terbuka Kebun campuran 43,69 1,15
Kebun teh Sawah 43,46 1,14
Kebun campuran Kebun teh 40,74 1,07
Tegalan Permukiman 28,20 0,74
Tegalan Kebun teh 26,39 0,69
Kebun teh Hutan semak/belukar 21,08 0,55
Kebun teh Lahan terbuka 9,80 0,26
Hutan lebat Hutan semak/belukar 8,74 0,23
Hutan semak/belukar Sawah 7,94 0,21
Hutan semak/belukar Permukiman 6,39 0,17
Hutan lebat Permukiman 5,26 0,14
Kebun campuran Lahan terbuka 1,90 0,05
Lahan terbuka Permukiman 0,42 0,01
Lahan terbuka Tegalan 0,33 0,01
Permukiman Kebun campuran 0,01 0,00
Hutan lebat Kebun campuran 0,00 0,00
Kebun teh Hutan lebat 0,00 0,00
Total 3813,36 100,00
74
Penggunaan Lahan
No. Luas (ha) Luas (%)
1981 2001
1 Sawah Permukiman 1902,29 21,02
2 Hutan lebat Kebun teh 1060,96 11,72
3 Sawah Tegalan 621,86 6,87
4 Sawah Kebun campuran 445,87 4,93
5 Kebun campuran Permukiman 411,49 4,55
6 Tegalan Permukiman 392,26 4,33
7 Kebun teh Tegalan 373,56 4,13
8 Kebun teh Permukiman 352,05 3,89
9 Hutan semak/belukar Kebun campuran 325,10 3,59
10 Kebun teh Kebun campuran 241,10 2,66
11 Kebun campuran Tegalan 223,15 2,47
12 Tegalan Sawah 216,96 2,40
13 Hutan semak/belukar Sawah 182,19 2,01
14 Hutan semak/belukar Tegalan 176,79 1,95
15 Hutan lebat Hutan semak/belukar 176,51 1,95
16 Hutan lebat Kebun campuran 153,55 1,70
17 Tegalan Kebun campuran 123,15 1,36
18 Kebun campuran Sawah 113,63 1,26
19 Hutan semak/belukar Permukiman 106,68 1,18
20 Kebun teh Hutan semak/belukar 70,00 0,77
21 Hutan lebat Tegalan 69,56 0,77
22 Hutan semak/belukar Kebun teh 56,46 0,62
23 Lahan terbuka Permukiman 49,41 0,55
24 Kebun campuran Kebun teh 41,60 0,46
25 Sawah Kebun teh 41,24 0,46
26 Tegalan Kebun teh 31,86 0,35
27 Kebun karet Permukiman 26,06 0,29
28 Kebun karet Tegalan 25,30 0,28
29 Kebun teh Sawah 24,07 0,27
30 Lahan terbuka Tegalan 14,89 0,16
31 Hutan lebat Permukiman 14,81 0,16
32 Kebun teh Lahan terbuka 9,75 0,11
33 Kebun karet Kebun campuran 6,15 0,07
34 Lahan terbuka Kebun teh 5,13 0,06
35 Lahan terbuka Sawah 4,23 0,05
36 Hutan semak/belukar Lahan terbuka 1,90 0,02
37 Hutan lebat Sawah 0,55 0,01
38 Sawah Lahan terbuka 0,06 0,00
Total 9049,97 100
75
Tabel Lampiran 11. Data debit minimum dan maksimum Sungai Ciliwung
DEBIT MINIMAL DAN MAKSIMAL SUNGAI CILIWUNG
BENDUNG KATULAMPA L = 82 M
CABANG DINAS PENGAIRAN CIAWl
Terjadi
TAHUN Q MNIMUM Q MAXIMUM H (cm) Tanggal
(M3/DET) ( M3/det)
1981 7,160 14,320 34 24/01/1981
1982 4,000 14,000 33 26/04/1982
1983 4,702 62,070 68 16/01/1983
1984 4,080 107,964 92 26/02/1984
1985 6,334 115,019 95 28/04/1985
1986 6,720 137,361 105 16/07/1986
1987 2,240 47,257 65 10/12/1987
1988 3,167 91,744 85 16/12/1988
1989 2,743 144,375 98 07/04/1989
1990 4,757 132,474 97 10/12/1990
1991 2,240 211,248 110 12/01/1991
1992 2,183 378,675 160 19/10/1992
1993 5,710 343,200 150 14/02/1993
1994 1,855 378,675 160 29/01/1994
1995 1,712 244,200 120 08/12/1995
1996 3,460 740,025 250 06/01/1996
1997 1,224 244,200 120 12/05/1997
1998 1,224 651,750 230 11/05/1998
1999 1,712 610,500 220 25/02/1999
2000 1,712 525,525 200 12/11/2000
2001 3,460 411,675 170 07/06/2001
2002 6,670 525,525 200 18/01/2002
76
Tabel Lampiran 12. Data debit dan luas, luas rata-rata poligon, dan jumlah poligon penggunaan/penutupan lahan yang digunakan
dalam analisis korelasi dan regresi berganda
Data-Data P enggunaan/Penutupan Lahan
Debit Air (m3/detik)
P roporsi Luas (%) Jumlah Poligon (unit) Rata-rata Luas Poligon (ha)
T ahun
Hl Hsb Kc Kr Kt Lt Pk Sw T g Hl Hsb Kc Kr Kt Lt Pk Sw Tg Hl Hsb Kc Kr Kt Lt Pk Sw Tg
Qmn Qmx dQ
L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 J1 J2 J3 J4 J5 J6 J7 J8 J9 R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9
1981 7,16 14,32 7,16 29,96 5,91 7,22 0,39 19,62 0,49 4,69 25,69 6,03 2 7 22 1 5 2 45 3 2 2234,73 125,90 48,95 57,51 585,61 36,83 15,55 1277,80 449,98
1985 6,33 115,02 108,69 25,94 3,21 8,83 1,26 21,22 3,62 11,83 22,91 1,17 2 8 13 4 9 5 112 10 4 1934,97 59,92 101,34 47,13 351,78 108,14 15,76 341,78 43,68
1990 4,76 132,47 127,72 21,07 5,85 7,72 0,00 25,73 0,72 16,64 18,12 4,15 2 9 16 0 10 5 106 11 11 1571,70 97,05 71,98 0,00 383,86 21,43 23,42 245,81 56,33
1994 1,86 378,68 376,82 21,07 3,43 10,63 0,00 25,20 0,30 20,21 16,69 2,47 2 6 8 0 10 2 93 7 8 1571,51 85,34 198,30 0,00 375,92 22,22 32,43 355,75 46,10
2001 3,46 411,68 408,22 20,06 1,87 10,60 0,00 20,74 0,08 26,51 9,14 11,00 4 9 14 0 8 4 136 17 15 748,38 30,97 113,00 0,00 386,85 2,93 29,08 80,22 109,39
Keterangan
Qmn : Debit Minimum
Qmx : Debit Maksimum
dQ : Selisih Debit Min-Maks
Hl : Hutan Lebat
Hsb : Hutan Semak/belukar
Kc : Kebun campuran
Kr :Kebun karet
Kt : Kebun teh
Lt : Lahan terbuka
Pk : Permukiman
Sw : Sawah
Tg : T egalan
76
77
Tabel Lampiran 13. Hasil analisis korelasi antara debit, luas, luas rata-rata poligon, dan jumlah poligon penggunaan/penutupan
lahan
Tabel Lampiran 14. Hasil analisis regresi berganda antara selisih debit maksimum-
minimum, luas, luas rata-rata poligon, dan jumlah poligon
penggunaan/penutupan lahan
No Hasil Analisis Regresi
1 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .97983969 R²= .96008581 Adjusted R²= .84034323
F(3,1)=8.0179 p<.25267 Std.Error of estimate: 70.693
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 885,5442968 209,1154588 4,234714649 0,147629112
L1 -0,380050969 0,25914144 -15,93728658 10,86699348 -1,466577357 0,380983323
L2 -0,635651904 0,244295695 -63,49820874 24,40382695 -2,601977504 0,233587995
L6 -0,364302931 0,227852635 -44,07367822 27,56580542 -1,598853273 0,355820537
Tabel Lampiran 15. Desa-desa yang dianalisis di Sub DAS Ciliwung Hulu
No Kode Kabupaten Kecamatan Desa
1 3203100004 KABUPATEN BOGOR CIAWI Bojong murni
2 3203100013 KABUPATEN BOGOR CIAWI Pandansari
3 3203110001 KABUPATEN BOGOR CISARUA Citeko
4 3203110002 KABUPATEN BOGOR CISARUA Cibeureum
5 3203110003 KABUPATEN BOGOR CISARUA Tugu Selatan
6 3203110004 KABUPATEN BOGOR CISARUA Tugu Utara
7 3203110005 KABUPATEN BOGOR CISARUA Batu Layang
8 3203110006 KABUPATEN BOGOR CISARUA Cisarua
9 3203110007 KABUPATEN BOGOR CISARUA Kopo
10 3203110008 KABUPATEN BOGOR CISARUA Leuwi Malang
11 3203110009 KABUPATEN BOGOR CISARUA Jogjogan
12 3203110010 KABUPATEN BOGOR CISARUA Cilember
13 3203120001 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukaresmi
14 3203120002 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukagalih
15 3203120003 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Kuta
16 3203120004 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukakarya
17 3203120005 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamanah
18 3203120006 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamaju
19 3203120007 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamahi
20 3203120008 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Gadog
21 3203120009 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Cipayung datar
22 3203120010 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Cipayung girang
23 3203120011 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Megamendung
24 3271020001 KOTA BOGOR BOGOR TIMUR Sindang Sari
25 3271020002 KOTA BOGOR BOGOR TIMUR Sindangrasa
85
Tabel Lampiran 16. Luas tipe penggunaan/penutupan lahan di tiap desa di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981
Penggunaan/Penutupan Lahan (ha)
KABUPATEN KECAMATAN DESA Hl Hsb Kc Kt Lt Pk Sw Tg Total Luas
KABUPATEN BOGOR CIAWI Bojong murni 609.32 14.46 9.85 633.63
KABUPATEN BOGOR CIAWI Pandansari 33.19 162.95 0.07 196.21
KABUPATEN BOGOR CISARUA Batu Layang 1.66 4.70 25.60 7.85 158.05 197.86
KABUPATEN BOGOR CISARUA Cibeureum 1274.10 10.46 61.97 317.45 21.18 50.40 161.78 1897.34
KABUPATEN BOGOR CISARUA Cilember 0.71 0.06 122.84 29.32 152.92
KABUPATEN BOGOR CISARUA Cisarua 70.17 186.85 30.85 287.87
KABUPATEN BOGOR CISARUA Citeko 2.29 214.24 39.21 18.61 225.04 499.37
KABUPATEN BOGOR CISARUA Jogjogan 12.06 123.19 100.70 235.95
KABUPATEN BOGOR CISARUA Kopo 126.80 159.46 36.64 471.50 794.40
KABUPATEN BOGOR CISARUA Leuwi Malang 13.37 137.16 150.52
KABUPATEN BOGOR CISARUA Tugu Selatan 557.04 1.76 604.47 68.37 240.65 5.44 1477.72
KABUPATEN BOGOR CISARUA Tugu Utara 382.81 93.82 870.80 59.69 1.30 140.73 1549.15
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Cipayng girang 10.44 28.45 22.19 42.41 86.51 190.00
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Cipayung datar 22.44 199.94 93.56 242.16 189.03 747.14
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Gadog 133.52 13.66 172.75 319.93
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Kuta 121.50 296.82 20.89 310.53 749.73
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Megamendung 1169.85 403.06 167.19 282.75 3.69 73.61 116.90 2217.05
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukagalih 11.36 90.61 22.12 153.70 18.03 86.77 382.59
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukakarya 3.16 32.66 5.86 204.11 245.79
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamahi 28.29 120.05 32.33 299.62 480.28
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamaju 16.19 107.71 123.90
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamanah 22.77 56.28 79.04
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukaresmi 2.79 24.60 51.48 18.46 8.69 124.75 230.76
KOD.BOGOR BOGOR TIMUR Sindang Sari 8.09 68.90 76.98
KOD.BOGOR BOGOR TIMUR Sindangrasa 24.29 77.77 102.06
Total 4143.20 691.63 962.70 2927.98 60.39 666.23 3708.46 857.59 14018.18
85
86
Tabel Lampiran 17. Luas tipe penggunaan/penutupan lahan di tiap desa di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2001
Penggunaan/Penutupan Lahan (ha)
KABUPATEN KECAMATAN DESA Hl Hsb Kc Kt Lt Pk Sw Tg Total Luas
KABUPATEN BOGOR CIAWI Bojong murni 320.36 8.67 2.44 302.17 633.63
KABUPATEN BOGOR CIAWI Pandansari 108.20 88.01 196.21
KABUPATEN BOGOR CISARUA Batu Layang 3.86 2.54 119.38 34.63 37.46 197.86
KABUPATEN BOGOR CISARUA Cibeureum 983.72 96.30 416.43 193.54 207.35 1897.34
KABUPATEN BOGOR CISARUA Cilember 76.35 75.58 0.99 152.92
KABUPATEN BOGOR CISARUA Cisarua 230.22 57.65 287.87
KABUPATEN BOGOR CISARUA Citeko 5.42 166.25 223.55 3.44 100.72 499.37
KABUPATEN BOGOR CISARUA Jogjogan 2.15 1.51 71.45 126.37 34.46 235.95
KABUPATEN BOGOR CISARUA Kopo 29.10 284.12 100.13 381.05 794.40
KABUPATEN BOGOR CISARUA Leuwi Malang 116.13 34.39 150.52
KABUPATEN BOGOR CISARUA Tugu Selatan 416.20 12.32 604.32 9.80 276.52 158.56 1477.72
KABUPATEN BOGOR CISARUA Tugu Utara 186.13 68.69 63.41 791.15 256.67 85.68 97.43 1549.15
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Cipayng girang 58.77 118.03 13.20 190.01
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Cipayung datar 106.81 463.75 106.73 69.85 747.14
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Gadog 77.55 154.41 87.97 319.93
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Kuta 99.92 104.35 236.73 151.12 85.93 71.68 749.73
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Megamendung 711.12 188.99 308.92 443.19 116.46 196.20 252.17 2217.05
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukagalih 1.88 0.02 155.97 78.06 99.00 47.54 0.14 382.59
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukakarya 131.97 71.02 23.75 19.05 245.79
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamahi 148.11 238.62 93.55 480.28
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamaju 44.64 73.63 1.79 3.84 123.90
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamanah 10.00 41.79 27.25 79.04
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukaresmi 1.85 63.05 31.10 51.56 26.76 56.46 230.76
KOD.BOGOR BOGOR TIMUR Sindang Sari 47.47 29.51 76.98
KOD.BOGOR BOGOR TIMUR Sindangrasa 83.64 11.65 6.77 102.06
Total 2721.17 278.69 1412.80 3073.45 9.80 3666.62 1330.46 1525.20 14018.19
86
DAFTAR ISI CD LAMPIRAN
2. Peta digital penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981,
1985, 1990, 1994, dan 2001 skala 1:50.000.