Anda di halaman 1dari 105

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN

DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEBIT


MAKSIMUM-MINIMUM DI SUB DAS CILIWUNG HULU

JANUDIANTO
A04497021

PROGRAM STUDI ILMU TANAH S1


DEPARTEMEN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004
… Allah akan meninggikan orang-
orang-orang yang
beriman diantara kamu dan orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat …
(QS. 58:11)

… sebagai tanda kasih sayangku untuk: Abah, Mama, adik-


adik-adikku dan orang-
orang-orang yang kucintai
SUMMARY

JANUDIANTO. Analysis of Land Use/Land Cover Changes and Its Effects on


Maximum-Minimum Discharge in Sub DAS Ciliwung Hulu. KHURSATUL
MUNIBAH and ERNAN RUSTIADI as Advisors.

The changes of land use/land cover types in Sub DAS Ciliwung Hulu is very

dynamic, which settlement increased rapidly. It has resulted increasing in term of

maximum-minimum discharge difference. In fact, the increasing of maximum-

minimum discharge difference has contribution on annually flood in Jakarta.

Therefore, the land use/land cover changes in Sub DAS Ciliwung Hulu should be

worried.

The objectives of this research are: (1) Mapping the land use/land cover in

Sub DAS Ciliwung Hulu at 1981, 1985, 1990, 1994, and 2001, (2) Analyzing the

land use/land cover changes on periods of 1981 until 2001, and (3) Analyzing the

effects of land use/land cover changes on the maximum-minimum discharge

difference in Sub DAS Ciliwung Hulu.

The land use/land cover map of 1994 and 2001 were derivated from aerial

photographs and ETM+ Landsat images, respectively. The land use/land cover map of

1981, 1985, and 1990 were secondary data. The spatial analysis was used

Geographical Information System (GIS), and the other analysis based on attribute

data were The Growth-Decay Function, The Multiple Correlation Analysis, The

Multiple Regression Analysis, and The Shift-Share Analysis.

The spatial analysis showed that the land use/land cover changes in Sub DAS

Ciliwung Hulu on periods of 1981 until 2001 were dominated by tendency of changes
iii

from paddy field to settlement that has the highest increasing rate. It was supported

by the growth-decay function, showed that the settlement had the highest increasing

rate, (9,05 % /year), the other side, the highest decreasing rate were the open land

(-8,79 % /year), the shrub forest (-5,59 % /year), and the paddy field (-5,04 % /year).

Based on the multiple correlation analysis, the correlation between maximum-

minimum discharge difference and the mixed garden, the settlement, the paddy field,

the average of settlement polygon, respectively are high enough. Furthermore, based

on the correlation results, the Multiple Regression Analysis was conducted and the

result showed the types of land use/land cover having significant effects on the

maximum-minimum discharge difference were shrub forest and settlement. The shrub

forest had a negative effect, meaning it was able to decrease the maximum-minimum

discharge differences, whereas the settlement had a positive effect.

The shift-share analysis indicated that the growth and development of the

settlement, the upland agriculture, the paddy field, and the tea plantation were found

in Megamendung, Tugu Selatan, Tugu Utara, and Bojong Murni, repectively. The

important change patterns on periods of 1981 until 2001 were paddy field to

settlement, dense forest to tea plantation, paddy field to upland agriculture, paddy

field to mixture garden, and mixture garden to settlement.

Keywords: Sub Watershed of Upstream Ciliwung, Land Use/Land Cover Change,


Maximum-Minimum Discharge, Land Conversion.
RINGKASAN

JANUDIANTO. Analisis Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan dan


Pengaruhnya terhadap Debit Maksimum-Minimum di Sub DAS Ciliwung Hulu.
Dibimbing oleh KHURSATUL MUNIBAH dan ERNAN RUSTIADI.

Perubahan penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu sangat

dinamis, dimana lahan permukiman meningkat dengan cepat. Hal ini berakibat pada

peningkatan selisih debit maksimum-minimum. Kenyataan menunjukkan bahwa

peningkatan selisih debit maksimum-minimum ini memiliki kontribusi terhadap

banjir di Jakarta setiap tahunnya. Oleh karena itu perubahan penggunaan/penutupan

lahan di kawasan ini perlu diwaspadai.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Memetakan penggunaan/penutupan

lahan di kawasan Sub DAS Ciliwung Hulu pada tahun 1981, 1985, 1990, 1994, dan

2001, (2) Menganalisis perubahan penggunaan/penutupan lahan pada periode tahun

1981-2001, dan (3) Menganalisis pengaruh perubahan penggunaan/penutupan lahan

terhadap perubahan debit maksimum-minimum di Sub DAS Ciliwung Hulu.

Peta penggunaan/penutupan lahan tahun 1994 dan 2001 diperoleh masing-

masing dari foto udara dan citra satelit Landsat ETM+, sedangkan tahun 1981, 1985,

dan 1990 didapatkan dari data sekunder. Analisis spasial menggunakan Sistem

Informasi Geografi (SIG), sedangkan analisis yang mendasarkan pada data atribut

menggunakan Teknik Pendugaan Pertumbuhan (growth-decay function), Analisis

Korelasi Berganda (Multiple Correlation Analysis), Analisis Regresi Berganda

(Multiple Regression Analysis), dan Shif-Share Analysis.


v

Hasil analisis spasial menunjukkan perubahan penggunaan/penutupan lahan di

Sub DAS Ciliwung Hulu pada periode tahun 1981-2001 didominasi oleh

kecenderungan perubahan lahan sawah menjadi permukiman dengan rata-rata laju

penambahan permukiman per tahun yang tinggi. Hal tersebut didukung oleh hasil

teknik pendugaan pertumbuhan yang menunjukkan bahwa permukiman memiliki

rata-rata laju penambahan tertinggi, yaitu 9,05% /tahun, sedangkan laju pengurangan

tertinggi pada lahan terbuka, hutan semak/belukar, dan sawah, masing-masing -8,79%

/tahun, -5,59% /tahun, dan -5,04% /tahun.

Analisis korelasi berganda menunjukkan adanya korelasi yang cukup tinggi

antara luas kebun campuran, permukiman, sawah, rata-rata luas poligon permukiman

dan selisih debit maksimum-minimum. Berdasarkan hasil korelasi kemudian

dilakukan analisis regresi berganda. Berdasarkan analisis regresi berganda,

penggunaan/penutupan lahan yang berpengaruh nyata terhadap selisih debit

maksimum-minimum adalah hutan semak/belukar dan permukiman. Hutan

semak/belukar berpengaruh negatif, dalam arti mampu menurunkan selisih debit

maksimum-minimum, sebaliknya permukiman berpengaruh positif/berbanding lurus.

Analisis shift-share menunjukkan bahwa sebaran dan pertumbuhan terbesar

permukiman, tegalan, sawah, dan kebun teh ditemukan di desa berturut-turut

Megamendung, Tugu Selatan, Tugu Utara, dan Bojong Murni. Pola perubahan yang

dominan terjadi pada periode tahun 1981-2001 adalah perubahan sawah-permukiman,

hutan lebat-kebun teh, sawah-tegalan, sawah-kebun campuran, dan kebun campuran-

permukiman.

Kata kunci: Sub DAS Ciliwung Hulu, Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan,


Debit Maksimum-Minimum, Konversi Lahan.
ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN
DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEBIT
MAKSIMUM-MINIMUM DI SUB DAS CILIWUNG HULU

JANUDIANTO
A04497021

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU TANAH S1


DEPARTEMEN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004
Judul Skripsi : Analisis Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan dan
Pengaruhnya terhadap Debit Maksimum-Minimum di
Sub DAS Ciliwung Hulu

Nama Mahasiswa : JANUDIANTO

Nomor Pokok : A04497021

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dra. Khursatul Munibah, M.Sc. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.


NIP. 131918502 NIP. 131879339

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Tanah Ketua Departemen Tanah

Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc. Dr. Ir. Iskandar


NIP. 130933587 NIP. 131664406

Tanggal Lulus : 3 Januari 2004


RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 3 Mei 1979 di Palangkaraya,


Kalimantan Tengah sebagai anak sulung dari lima bersaudara,
keluarga M. Mardjudi dan Hamsie S. Sidik. Penulis memulai
pendidikan formal di TK Perwanida II yang kemudian dilanjutkan
ke Sekolah Dasar (SD) Negeri Langkai 4 Palangkaraya pada tahun
1985-1991.
Selepas sekolah dasar, penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah tingkat
Pertama (SMP) Negeri 1 Palangkaraya hingga lulus tahun 1994. Pada tahun 1994-
1997 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1
Palangkaraya. Di tahun 1997, setelah lulus dari SMU, penulis diterima sebagai
mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Jurusan Tanah melalui
Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di beberapa kegiatan
kemahasiswaan, salah satu diantaranya ‘Azimuth’, sebuah Biro Lingkungan Hidup
Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) yang bergerak di bidang lingkungan dan
pelestarian alam. Semasa kuliah, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Mata
Kuliah Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Pengantar Penginderaan Jauh, Kartografi,
Geomorfologi dan Analisis Lanskap, Pengantar Sistem Informasi Geografi, dan
Dasar-Dasar Pengembangan Wilayah.
Pada tahun 2001-2002 penulis mengikuti Magang Kerja sebagai Petani pada
industri pertanian di Ibaraki, Jepang atas bantuan Program Internasional IPB. Magang
kerja tersebut dilaksanakan selama setahun penuh yang diikuti oleh IPB dan
Universitas Winayamukti, Bandung.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrobbil‘alamin, atas segala rahmat dan nikmat-Nya hingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Analisis Perubahan


Penggunaan/Penutupan Lahan dan Pengaruhnya terhadap Debit Maksimum-

Minimum di Sub Das Ciliwung Hulu. Shalawat dan salam semoga tetap

dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya penulis ingin


mempersembahkan karya ini sebagai tanda bakti dan kasih sayang kepada Abah dan

Mama yang tidak mengenal lelah senantiasa mencurahkan kasih sayang, perhatian,

nasehat, dan doa restu kepada penulis selama ini, serta adik-adikku tercinta: Siti
Aminah, Siti Alimah, Yogi Baskara, Siti Rodiyah, dan Siti Ma’rifah yang telah

banyak berkorban dan memberikan dorongan untuk kelancaran belajar penulis.

Teriring doa kepada Kakek dan Nenek yang selama ini terus memberikan semangat,
dan kasih sayang kepada penulis.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebagai penghargaan

tertinggi kepada Bapak Ir. Sahat Matondang, M.Sc atas segala diskusinya selaku
Pembimbing Akademik, Ibu Dra. Khursatul Munibah, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Ernan

Rustiadi, M.Agr. selaku Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan,

arahan, dorongan dan nasehat dengan penuh kesabaran dari awal hingga selesainya
penulisan skripsi ini, Ibu Ir. Dyah Retno Panuju yang telah bersedia menjadi Dosen

Penguji, Bapak Ir. Heru B. Pulunggono, M.Sc., dan Bapak Dr. Ir. Syaiful Anwar,

M.Sc. yang telah mendukung saya untuk seminar, serta seluruh Staf Pengajar IPB
yang selama ini telah memberikan ilmunya kepada penulis.

Terima kasih yang tulus kepada Ibu Tini, Ibu Ratna, dan seluruh staf

administrasi Jurusan Tanah atas bantuannya selama ini, Mba Dian, Mba Mia, Mba
Lien, Iied, Heikal, Mail&Mailo, Ade, Reni, Tia, Tanto ‘Kakek’, Rudi, serta teman-
x

teman di Laboratorium Pengembangan Wilayah dan Laboratorium Inderaja atas

kebersamaannya selama ini.


Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga Bapak Ir.

Abdurrahman atas segala kasih sayang dan kesabarannya selama ini, semoga Allah

SWT memberikan balasan yang terbaik di dunia dan akhirat. Atas persaudaraan yang
tulus dan indah dari Saudaraku Anis, terima kasih, kebersamaan kita telah

memberikan semangat untuk berjuang tanpa kenal menyerah. Terima kasih sebagai

ungkapan kasih sayang kepada teman, sahabat tersayang: Kiyomi Chan yang telah
banyak membantu, memberikan dorongan, mendampingi di saat susah dan senang

selama penulis melakukan penelitian, you are my best friend and unforgettable in my

life.
Terima kasih kepada Gun Gun, Iskandar ‘Zoel’, Dhani, dan Hadi atas ilmu

dan nasehatnya, serta ‘member of Susuh Manuk’ dan ‘Pondok Pisang’. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman ‘member of Tanahika’, atas


keceriaannya selama ini. Opik, Ope’, Hilman, Hendra, Dadan&Dadang, terima kasih

atas persahabatan yang kita bangun semasa di Ibaraki, I miss that country!.

Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
banyak membantu penulis sejak mulai belajar di Tanah IPB sampai selesainya

penulisan skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih dan semoga Allah SWT

membalas kebaikan dengan balasan yang lebih baik di dunia dan akhirat.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak terdapat kekurangan,

namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan

ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2004. Janudianto


DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii

I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Tujuan Penelitian ............................................................................. 3
1.3. Hipotesis........................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4


2.1. Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan........................................ 4
2.2. Jenis Penggunaan Lahan .................................................................. 5
2.3. Perubahan Penggunaan Lahan ......................................................... 6
2.4. Siklus Hidrologi ............................................................................... 7
2.4.1. Daerah Aliran Sungai ............................................................. 7
2.4.2. Aliran Permukaan (run-off) ................................................... 9
2.4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Sungai ................ 9
2.5. Penginderaan Jauh ............................................................................ 10
2.5.1. Foto Udara ............................................................................. 12
2.5.2. Mosaik Foto Udara................................................................. 12
2.5.3. Landsat Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) .............. 13
2.5.4. Interpretasi Foto Udara dan Citra Landsat ETM+ ................. 15
2.6. Sistem Informasi Geografi (SIG) ...................................................... 16

III. BAHAN DAN METODE ....................................................................... 18


3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 18
3.2. Bahan dan Alat .................................................................................. 18
3.3. Metode Penelitian.............................................................................. 19
3.3.1. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data .............................. 22
3.3.1.1. Studi Literatur dan Pengumpulan Data ................... 22
3.3.1.2. Koreksi Geometrik .................................................. 22
3.3.1.3. Interpretasi Foto Udara ........................................... 23
3.3.1.4. Interpretasi Citra Landsat ETM+ ............................. 24
3.3.2. Tahap Analisis dan Sintesis Data ......................................... 25
3.3.2.1. Operasi Tumpang Tindih (Overlay) ........................ 25
3.3.2.2. Teknik Pendugaan Pertumbuhan (Growth-Decay
Function) ................................................................. 26
xii

3.3.2.3. Analisis Korelasi Berganda (Multiple Correlation


Analysis) ................................................................... 26
3.3.2.4. Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression) ... 28
3.3.2.5. Shift Share Analysis ................................................ 29

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ........................................ 32


4.1. Lokasi Penelitian ............................................................................... 32
4.2. Iklim .................................................................................................. 33
4.3. Geologi dan Geomorfologi ............................................................... 34
4.4. Tanah ................................................................................................. 35
4.5. Penduduk ........................................................................................... 36

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 38


5.1. Interpretasi Penggunaan/Penutupan Lahan dari Foto Udara 1994
dan CitraLandsat ETM+ 2001 ......................................................... 38
5.2. Pola Penggunaan/Penutupan Lahan ................................................. 40
5.3. Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan ........................................ 45
5.4. Laju Penambahan dan Pengurangan Penggunaan/Penutupan Lahan 48
5.5. Perubahan Tipe Penggunaan/Penutupan Lahan yang Dominan ....... 51
5.6. Faktor-Faktor Penggunaan/Penutupan Lahan yang Mempengaruhi
Debit Maksimum dan Minimum Sungai Ciliwung .......................... 53
5.7. Struktur Pertumbuhan Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan ... 56

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 59


6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 59
6.2. Saran ................................................................................................. 60

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 61

LAMPIRAN .................................................................................................. 64
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Tipe-tipe informasi ekstraksi dari data penginderaan jauh ..................... 11

2. Karakteristik dari Landsat-ETM+ ........................................................... 14

3. Jenis peubah yang diuji dalam analisis korelasi terhadap selisih debit
maksimum-minimum (dQ dalam m3/detik) .......................................... 27

4. Curah hujan rata-rata bulanan (dalam mm) di daerah penelitian tahun


1990-1997 ............................................................................................. 34

5. Jumlah penduduk desa di Sub DAS Ciliwung Hulu .............................. 37

6. Luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun


1981, 1985, 1990, 1994, dan 2001 ......................................................... 41

7. Perubahan tipe penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung


Hulu pada kurun waktu 1981-1985, 1985-1990, 1990-1994, dan 1994-
2001 ........................................................................................................ 47

8. Luas, proporsi dan rata-rata laju penambahan dan pengurangan


penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu (1981-2001) ... 49

9. Pengeseran ranking perubahan penggunaan/penutupan lahan dominan


pada periode1981-2001 berdasarkan luas .............................................. 50

10. Ranking perubahan tipe dan luas penggunaan/penutupan lahan yang


dominan di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981-2001 ........................ 51

11. Hasil analisis regresi berganda dari komponen-komponen


penggunaan/penutupan lahan ................................................................ 52

12. Peubah-peubah yang mempengaruhi selisih debit maksimum dan


minimum, dQ (m3/detik) ........................................................................ 53

13. Nilai differential shift dan proportional shift ........................................ 57


xiv

Lampiran

1. Perubahan tipe dan luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS


Ciliwung Hulu tahun 1981-1985............................................................ 65

2. Perubahan tipe dan luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS


Ciliwung Hulu tahun 1985-1990............................................................ 66

3. Perubahan tipe dan luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS


Ciliwung Hulu tahun 1990-1994............................................................ 67

4. Perubahan tipe dan luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS


Ciliwung Hulu tahun 1994-2001............................................................ 68

5. Perubahan luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung


Hulu pada periode tahun 1981-1985, 1985-1990, 1990-1994, dan
1994-2001 ............................................................................................. 69

6. Perubahan dominan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS


Ciliwung Hulu tahun 1981-1985 ........................................................... 70

7. Perubahan dominan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS


Ciliwung Hulu tahun 1985-1990 ........................................................... 71

8. Perubahan dominan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS


Ciliwung Hulu tahun 1990-1994 ........................................................... 72

9. Perubahan dominan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS


Ciliwung Hulu tahun 1994-2001............................................................ 73

10. Peubah-peubah penggunaan lahan utama tahun 1981-2001 .................. 74

11. Data debit minimum dan maksimum Sungai Ciliwung ......................... 75

12. Data debit dan luas, luas rata-rata poligon, dan jumlah poligon
penggunaan/penutupan lahan yang digunakan dalam analisis korelasi
dan regresi berganda ............................................................................. 76

13. Hasil analisis korelasi antara debit, luas, luas rata-rata poligon, dan
jumlah poligon penggunaan/penutupan lahan ....................................... 77

14. Hasil analisis regresi berganda antara selisih debit maksimum-


minimum, luas, luas rata-rata poligon, dan jumlah poligon
penggunaan/penutupan lahan ................................................................ 78
xv

15. Desa-desa yang dianalisis di Sub DAS Ciliwung Hulu ......................... 84

16. Luas tipe penggunaan/penutupan lahan di tiap desa di Sub DAS


Ciliwung Hulu tahun 1981 .................................................................... 85

17. Luas tipe penggunaan/penutupan lahan di tiap desa di Sub DAS


Ciliwung Hulu tahun 2001 .................................................................... 86
DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1 Siklus hidrologi ...................................................................................... 8

2a. Diagram alir penelitian ........................................................................... 20

2b. Diagram alir penelitian (lanjutan)........................................................... 21

3. Peta lokasi penelitian .............................................................................. 32

4. Peta administrasi daerah penelitian ........................................................ 33

5. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981 42

6. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1985 43

7. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1990 43

8. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1994 44

9. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2001 44

10. Perubahan persentase luas penggunaan/penutupan lahan tahun 1981-


2001 ....................................................................................................... 45

11. Perubahan luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung


Hulu pada periode tahun 1981-1985, 1985-1990, 1990-1994, dan
1994-2001 .............................................................................................. 46

12. Perubahan luas penggunaan/penutupan lahan tahun 1981-2001 ............ 49

13. Debit minimum (Qmin) dan penggunaan/penutupan lahan hutan lebat,


hutan semak/belukar, sawah, dan permukiman...................................... 54

14. Debit maksimum (Qmax) dan penggunaan lahan hutan lebat, hutan
semak/belukar, sawah, dan permukiman .............................................. 55

15. Selisih debit maksimum-minimum (dQ) dan penggunaan/penutupan


lahan hutan lebat, hutan semak/belukar, sawah, dan permukiman ........ 55
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data perubahan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung
Hulu tahun 1981-2001 ......................................................................... 65

2. Data debit minimum dan maksimum bendung Katulampa ................... 75

3. Data dan hasil analisis korelasi berganda dan regresi berganda ............ 76

4. Daftar desa yang dianalisis di Sub DAS Ciliwung Hulu ....................... 84

5. Data luas tipe penggunaan/penutupan lahan di tiap desa di Sub DAS


Ciliwung Hulu ....................................................................................... 85

6. Daftar isi CD lampiran ........................................................................... 87


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Banjir adalah suatu keadaan aliran sungai dengan permukaan airnya lebih

tinggi dari pada lahan bagian atas dari tebing sungai (bantaran sungai), atau dalam

pengertian umum dapat dikatakan bahwa debit yang terjadi lebih besar daripada debit

normal (Departemen Pekerjaan Umum, 1996). Jakarta sebagai ibukota negara tidak

lepas dari ancaman bahaya banjir, mengingat fisiografinya yang merupakan dataran

aluvial dari sungai-sungai yang berasal dari pegunungan di daerah hinterland Jakarta.

Jakarta dilalui oleh 13 sistem sungai yang sebagian besar berasal dari daerah Bogor

yang mempunyai curah hujan yang tinggi. Namun kondisi sungai-sungai tersebut

sangat memprihatinkan, warna airnya hitam kecoklatan dan menebarkan bau tidak

sedap akibat aktivitas sebagian warga yang membuang sampah ke sungai. Di samping

itu sebagian besar bantaran sungai di Jakarta digunakan sebagai permukiman,

terutama permukiman kumuh. Akibatnya fungsi sungai dan saluran drainase di

Jakarta menjadi tidak optimal, sehingga bila musim hujan tiba, Jakarta hampir

dipastikan selalu dilanda banjir.

Salah satu sungai yang bermuara di Jakarta adalah Sungai Ciliwung yang

berhulu di kawasan Puncak serta melewati wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor

dan Kota Depok. Oleh karena itu fungsi kawasan Puncak sebagai daerah resapan air

harus tetap dipertahankan, namun ironisnya kenyataan menunjukkan sebaliknya.

Kanan-kiri ruas jalan raya yang menuju kawasan Puncak dipenuhi dengan
2

permukiman, seperti rumah makan, gedung pertemuan, tempat peristirahatan, dan

tempat rekreasi.

Banjir besar kembali terulang pada akhir Januari hingga awal Februari 2002

yang lalu, Sungai Ciliwung yang bermuara di Jakarta tidak mampu menampung

aliran airnya sehingga meluap di sepanjang bantaran sungai membanjiri Jakarta.

Selain karena hujan yang mengguyur Jakarta selama beberapa hari berturut-turut dan

adanya pasang laut yang menggenangi wilayah utara, peranan DAS Ciliwung juga

tidak bisa diabaikan.

DAS merupakan bagian dari kawasan lindung (Utomo, 1989). Salah satu

masalah terpenting dalam pengelolaan DAS adalah penggunaan lahan, khususnya

pada DAS bagian hulu. Perubahan penggunaan lahan pada DAS bagian hulu akan

memberi dampak nyata terhadap DAS bagian hilir. Manusia di dalam usaha untuk

memenuhi kebutuhan hidup, khususnya makanan, dan tempat tinggal, dapat

mendorong terjadinya konversi lahan hutan menjadi permukiman dan lahan

pertanian. Hal ini sesuai dengan data yang ditunjukkan di wilayah DAS Ciliwung,

pada tahun 1981-1999, perubahan penggunaan lahan hutan atau pertanian menjadi

lahan permukiman mencapai 1.320 hektar (Kompas, 2003). Dampak negatifnya akan

meningkatkan aliran permukaan (run-off) dan debit maksimum aliran sungai yang

pada batas tertentu dapat menyebabkan terjadinya bencana banjir.

Berkaitan dengan kenyataan yang telah dipaparkan sebelumnya, perlu

dilakukan suatu kajian yang mendalam mengenai perubahan penggunaan lahan di

daerah Sub DAS Ciliwung Hulu dan dinamikanya. Khususnya mengenai pengaruh

konversi lahan terhadap turun naiknya debit maksimum dan minimum.


3

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan:

1. Memetakan penggunaan/penutupan lahan di kawasan Sub DAS Ciliwung Hulu

pada tahun 1981, 1985, 1990, 1994, dan 2001.

2. Menganalisis perubahan penggunaan/penutupan lahan pada periode tahun 1981-

2001.

3. Menganalisis pengaruh perubahan penggunaan/penutupan lahan terhadap

perubahan debit maksimum-minimum di Sub DAS Ciliwung Hulu.

1.3. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah perubahan penggunaan lahan di Sub DAS

Ciliwung Hulu pada periode tahun 1981 hingga tahun 2001 telah mempengaruhi

perubahan debit maksimum dan minimum.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan

Pengertian tentang penggunaan lahan dan penutupan lahan penting untuk

berbagai kegiatan perencanaan dan pengelolaan yang berhubungan dengan

permukaan bumi. Penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di

permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia

pada bidang lahan tertentu (Lillesand dan Kiefer, 1997). Penggunaan lahan (land use)

juga diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap

lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual

(Arsyad, 2000).

Secara umum penggunaan lahan digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu:

1. Penggunaan lahan perdesaan, secara umum dititikberatkan pada produksi

pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dan kehutanan.

2. Penggunaan lahan perkotaan, secara umum dititikberatkan untuk tempat tinggal,

pemusatan ekonomi, layanan jasa, dan pemerintahan.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 1992 tentang

Penataan Ruang tertulis: pemanfaatan ruang meliputi kawasan perdesaan, kawasan

perkotaan, kawasan lindung serta kawasan budidaya. Kawasan lindung adalah

kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan

hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Sedangkan kawasan

budidaya merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk


5

dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya

manusia, dan sumberdaya buatan.

Pemanfaatan kawasan budidaya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia

diusahakan tanpa mengganggu dan merusak ekosistem kawasan lindung. Namun

sebaliknya, seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan pangan dan

perumahan seringkali terjadi konversi lahan. Banyak kawasan lindung beralih fungsi

menjadi kawasan budidaya, akibatnya fungsi kawasan lindung menjadi terganggu.

Sebagaimana yang terjadi pada tragedi “Banjir bandang di Bukit Lawang Bohorok”,

Sumatera Utara, yang dipicu oleh kerusakan ekosistem hutan lindung. Diperkirakan

tingkat kerusakan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) saat ini adalah 170.000

Ha (22 %) dari total luas TNGL yang 788.000 Ha akibat penebangan liar dan

perambahan hutan (Walhi, 2003).

2.2. Jenis Penggunaan Lahan

Penelitian ini membagi/mengelompokkan penggunaan lahan menjadi

sembilan kategori, masing-masing adalah hutan lebat, hutan semak/belukar, kebun

campuran, permukiman, sawah, dan tegalan. Pengertian masing-masing penggunaan

lahan mengikuti pengertian yang umum dikenal dan biasa digunakan dalam

klasifikasi penggunaan lahan.

Harimurti (1999) memberikan definisi dan batasan yang jelas mengenai tipe-

tipe penggunaan lahan di atas. Definisi hutan lebat dinyatakan sebagai wilayah yang

ditutupi oleh vegetasi pepohonan, baik alami maupun yang dikelola, dengan tajuk

yang rimbun dan besar/lebat. Sedangkan hutan semak/belukar merupakan hutan yang
6

telah dirambah/dibuka, merupakan area transisi dari hutan lebat menjadi kebun atau

lahan pertanian, bisa berupa hutan dengan semak atau belukar dengan tajuk yang

relatif kurang rimbun. Kebun campuran adalah daerah yang ditumbuhi vegetasi

tahunan satu jenis maupun campuran baik dengan pola acak, maupun teratur sebagai

pembatas tegalan. Permukiman lebih identik dengan kombinasi antara jalan,

bangunan, perkarangan, dan bangunan itu sendiri. Sawah merupakan daerah pertanian

yang ditanami padi sebagai tanaman utama dengan rotasi tertentu yang biasanya diairi

sejak saat penanaman hingga beberapa hari sebelum panen. Sedangkan tegalan

merupakan daerah yang umumnya ditanami tanaman semusim, namun pada sebagian

lahan tidak ditanami, dengan vegetasi yang umum dijumpai seperti padi gogo,

singkong, jagung, kentang, kedelai, dan kacang tanah. Lahan terbuka merupakan

daerah yang tidak ditemukan vegetasi berkayu, umumnya hanya jenis rerumputan

maupun penggunaan lain akibat aktivitas manusia. Kebun teh merupakan daerah yang

digunakan sebagai perkebunan teh baik yang diusahakan pemerintah maupun pihak

swasta.

2.3. Perubahan Penggunaan Lahan

Banyak masalah utama dalam penggunaan lahan (Davis dalam Rustiadi,

1999), diantaranya adalah masalah kompetisi antara lahan perkotaan dan lahan

pertanian di daerah pinggiran kota. Kompetisi ini berakibat lahan-lahan dengan

produktivitas tinggi terkonversi menjadi lahan perkotaan (permukiman). Hal tersebut

juga menjadi masalah utama bagi wilayah Asia seperti diungkap oleh Kobayashi

dalam Rustiadi (1999) masalah utama bagi penggunaan lahan adalah: (1) masalah
7

global dalam penggunaan lahan, deforestrasi dan desertification, dan (2) isu umum

dalam proses pembangunan, perluasan lahan perkotaan, hilangnya lahan-lahan

pertanian yang berkualitas tinggi sebagai objek spekulasi yang mengabaikan tingkat

formasi penggunaan lahan.

Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan penggunaan atau aktivitas

terhadap suatu lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnya, baik untuk tujuan

komersial maupun industri (Kazaz, 2001). Perubahan penggunaan lahan umumnya

dapat diamati dengan menggunakan data-data spasial dari peta penggunaan lahan dari

titik tahun yang berbeda. Data-data penginderaan jauh (remote sensing data) seperti

citra satelit, radar, dan foto udara sangat berguna dalam pengamatan perubahan

penggunaan lahan.

2.4. Siklus Hidrologi

Hidrologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang air dan

sifat-sifatnya, distribusinya, serta pengaruhnya terhadap permukaan bumi, tanah, dan

atmosfir (McCuen, 1998). Dalam hidrologi air melalui suatu siklus perpindahan dari

lautan ke atmosfer, daratan, dan akhirnya kembali lagi ke laut dalam suatu proses

yang berkelanjutan yang dikenal sebagai siklus hidrologi (Viessman et al., 1972)

(Gambar 1). Siklus hidrologi memungkinkan tersedianya air di bagian permukaan

bumi yang jauh dari lautan secara terus-menerus.

2.4.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Konsep DAS merupakan dasar dari seluruh disain hidrologi. DAS terdiri dari

seluruh lahan yang menyumbangkan air ke pengeluaran (outlet), sehingga DAS


8

didefinisikan sebagai semua titik yang dibatasi oleh area dimana air hujan yang jatuh

di titik-titik tersebut akan berkontribusi terhadap air yang akan keluar dari suatu

outlet (McCuen, 1998). Luas DAS bervariasi dalam berbagai skala, mulai dari basin

sungai besar hingga aliran sungai di daerah hulu. Menurut NCSRI (2003) batas alami

dari DAS ditentukan berdasarkan pada pembatas drainase yang biasanya berupa

punggungan gunung atau perbukitan yang membatasi sebuah sungai utama beserta

anak-anak sungainya. Batas alami DAS merupakan hasil dari proses geomorfologi

dan hidrologi. Faktor-faktor yang menentukan DAS meliputi iklim, topografi,

struktur dasar geologi, morfologi, tanah, dan vegetasi (USDA dalam NCSRI, 2003).

Sumber: NCSRI, 2003


Gambar 1. Siklus hidrologi
9

2.4.2. Aliran Permukaan (run-off)

Aliran permukaan atau run-off didefinisikan sebagai bagian dari hujan atau

presipitasi yang alirannya menuju ke saluran-saluran sungai , danau, atau laut. Aliran

tersebut dapat mengalir pada permukaan tanah (overland flow) maupun melalui

bawah permukaan tanah (sub-surface atau interflow) (Haridjaja et al., 1990). Istilah

run-off sering diartikan sebagai aliran air pada permukaan tanah (Schwaab et al.

dalam Haridjaja et al., 1990).

Laju aliran permukaan dikenal juga dengan istilah debit. Menurut NCSRI

(2003) debit adalah jumlah atau volume air yang mengalir pada suatu titik atau

melalui suatu saluran per satuan waktu, diformulasikan sebagai:

Q=AxV

dimana:

Q = debit air (m3/detik)


A = luas penampang aliran (m2)
V = kecepatan aliran (m/detik)

Selama hujan berlangsung, debit air sungai akan terus meningkat seiring dengan

meningkatnya volume air hujan yang masuk ke dalam sungai. Pada penelitian ini

debit maksimum dan debit minimum yang digunakan adalah data debit terukur pada

Katulampa, titik outlet Sub DAS Ciliwung Hulu.

2.4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Sungai

Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran sungai (Viesman et al., 1972)

meliputi: (1) direct run-off, (2) interflow/delayed run-off, (3) groundwater/baseflow,


10

dan (4) channel presipitation. Direct run-off merupakan air hujan yang jatuh ke

permukaan bumi yang langsung mengalir ke sungai sebagai run-off, sedangkan

interflow/delayed run-off merupakan air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang

kemudian berinfiltrasi ke dalam tanah dan bergerak ke dalam air tanah

(groundwater). Air yang langsung jatuh ke sungai disebut sebagai channel

presipitation, sedangkan groundwater/baseflow merupakan air yang berasal dari

kontribusi groundwater kepada aliran sungai yang terus menerus mengalir selama

periode curah hujan rendah (NCSRI, 2003).

Menurut Schwaab et al. dalam Sudadi et al. (1991) secara umum faktor-faktor

yang mempengaruhi aliran sungai dapat dibagi menjadi dua, yaitu karakteristik hujan

dan karakteristik DAS. Karakteristik hujan meliputi jumlah, intensitas, dan lama

hujan serta distribusinya di area DAS, sedangkan pengaruh karakteristik DAS

ditentukan oleh ukuran, bentuk, orientasi, topografi, geologi, dan penggunaan lahan.

2.5. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang

suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji

(Lillesand dan Kiefer, 1997). Karakteristik dari objek dapat ditentukan berdasarkan

radiasi elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan oleh obyek tersebut dan

terekam oleh sensor. Hal ini berarti, masing-masing obyek mempunyai karakteristik

pantulan atau pancaran elektromagnetik yang unik dan berbeda pada lingkungan yang

berbeda (Murai, 1996).


11

Data penginderaan jauh dapat berupa: (1) data analog, misalnya foto udara

cetak atau data video, dan (2) data digital, misalnya citra satelit (Jensen, 1996).

Teknologi Penginderaan jauh berkembang pesat dewasa ini seiring peranannya yang

semakin diperlukan dalam proses pengambilan dan pengumpulan informasi mengenai

obyek yang diamati. Murai (1996) mengklasifikasikan tipe-tipe informasi yang bisa

diekstrak melalui data penginderaan jauh menjadi 5 tipe (Tabel 1).

Perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan menggunakan citra atau foto

udara dengan beberapa titik waktu (timeseries) pada daerah yang sama. Informasi

penutupan lahan dapat diekstrak langsung melalui proses interpretasi citra atau foto

udara yang kualitasnya baik. Namun demikian, informasi tentang penggunaan

lahannya tidak dapat diketahui secara langsung, oleh karena itu diperlukan

pengecekan lapang untuk mengetahui penggunaan lahan di suatu daerah. Menurut

Murai (1996) pengecekan lapang atau disebut juga ground “truth” didefinisikan

sebagai observasi, pengukuran, dan pengumpulan informasi tentang kondisi aktual di

lapangan dalam rangka menentukan hubungan antara data penginderaan jauh dan

obyek yang diobservasi. Dengan demikian, apabila ditemukan perbedaan pola atau

kecenderungan yang tidak dimengerti pada data penginderaan jauh, bisa dilakukan

verifikasi dengan kondisi sebenarnya di lapangan.

Tabel 1. Tipe-tipe informasi hasil ekstraksi dari data penginderaan jauh


Tipe Contoh
Klasifikasi Land Cover, Vegetasi
Deteksi Perubahan Perubahan Land Cover
Ekstraksi Kualitas Fisik Temperatur, Komponen Atmosper, Elevasi
Ekstraksi Index Index Vegetasi, Index Kekeruhan
Identifikasi Feature Spesifik Identifikasi Bencana Alam seperti Kebakaran Hutan, atau
Banjir, Ekstraksi of Linearment, Deteksi Feature Arkaeologi.
Sumber: Murai, 1996
12

2.5.1. Foto Udara

Foto udara merupakan salah satu produk penginderaan jauh yang sangat

populer dalam identifikasi penggunaan/penutupan lahan. Menurut Lillesand dan

Kiefer (1997) foto udara memiliki keunggulan daripada pengamatan di lapangan,

beberapa diantaranya: (1) kemampuan untuk menghentikan kegiatan, (2) bersifat

permanen, dan (3) meningkatkan resolusi spasial dan ketelitian geometrik.

Kemampuan menghentikan kegiatan sangat penting dalam usaha mengidentifikasi

berbagai perubahan pada permukaan bumi.

Skala foto udara merupakan perbandingan suatu jarak pada foto dengan jarak

sebenarnya di lapangan (Wolf, 1983). Keakuratan skala foto udara dipengaruhi oleh

kondisi topografi daerah yang dipotret. Topografi yang bergelombang atau berombak

akan menghasilkan skala foto udara yang bervariasi antar obyek pada foto udara.

Skala yang mendekati benar adalah skala pada titik tengah foto udara (principal

point).

2.5.2. Mosaik Foto Udara

Menurut Wolf (1983) mosaik foto udara merupakan gabungan dua atau lebih

foto udara yang bertampalan membentuk pandangan komposit/gabungan dari

keseluruhan area yang diliput masing-masing foto udara. Mosaik foto udara dibagi

menjadi tiga kelas, yaitu: (1) mosaik terkontrol, (2) mosaik semi terkontrol, dan (3)

mosaik tidak terkontrol (Wolf, 1983).

Selanjutnya, dijelaskan oleh Wolf (1983) bahwa mosaik terkontrol merupakan

mosaik yang paling akurat di antara ketiganya, karena disusun dari foto udara yang
13

sudah direktifikasi dan dirasiokan menggunakan data hasil pengecekan lapangan.

Sebagai contoh pada foto udara yang diekuivalen ke foto udara tegak dengan skala

yang sama di seluruh bagian foto udara. Oleh sebab itu mosaik terkontrol

memerlukan biaya yang sangat mahal, mengingat diperlukannya ketersediaan data

lapangan yang akurat untuk melakukan rektifikasi foto udara.

Mosaik tidak terkontrol disusun dari foto udara yang belum direktifikasi dan

tanpa bantuan dari data lapangan. Mosaik tidak terkontrol secara kuantitatif seringkali

cukup menguntungkan karena relatif murah dan mampu memberikan gambaran awal

tentang area yang diobservasi. Penelitian ini menggunakan teknik mosaik tidak

terkontrol.

Mosaik semi terkontrol berada pada posisi tengah di antara kedua jenis

mosaik di atas. Seringkali disusun dari foto udara yang sudah direktifikasi namun

tanpa didukung data hasil pengecekan lapang, atau sebaliknya menggunakan data

lapangan dipadukan dengan foto udara yang belum direktifikasi.

2.5.3. Landsat Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+)

Penginderaan jauh mulai populer sejak tahun 1960-an dengan menggunakan

foto udara. Pada tahun 1972 Landsat 1 diluncurkan, seiring dengan mulai dikenalnya

penginderaan jauh menggunakan citra satelit yang menggunakan pesawat antariksa

sebagai pembawa sensor. Satelit Landsat beredar pada ketinggian 705 kilometer di

atas permukaan bumi dan membutuhkan waktu 16 hari untuk mengitari seluruh bumi.

Menurut Asriningrum (2002) Landsat 4 dan 5 memuat sensor Multi Spectral Scanner

(MSS) dan sensor Thematic Mapper (TM). Sensor MSS memiliki 4 kanal dengan
14

resolusi spasial 79 meter, sedangkan sensor TM memiliki 7 kanal dengan resolusi

spasial 30 meter dan 120 meter (khusus untuk kanal 6). Landsat 7 diluncurkan pada

15 April 1999 dengan membawa sensor ETM+ dan memiliki 8 kanal (Tabel 2).

Keunggulan citra Landsat ETM+ dibanding Landsat TM adalah ditambahnya

kanal pankromatik (kanal 8) dengan resolusi 15 meter dan pada kanal 6 terdapat

perekaman dengan sistem low gain dan high gain untuk analisis laut dan darat.

Adapun keterbatasan citra ini adalah adanya liputan awan (sebagai akibat sistem

perekaman optik), dan resolusi spasial 15 meter masih termasuk kasar untuk tujuan

pemetaan dengan skala besar (Asriningrum, 2002).

Tabel 2. Karakteristik dari Landsat ETM+


Tipe Spesifikasi
Karakteristik orbit:
Ketinggian 705 Km
Inklinasi 98,2
Orbit Sinkron matahari hampir polar
Melintas ekuator 9.30 waktu setempat
Periode 99 menit
Periode ulang 16 hari
Karakteristik teknik sensor:
Tipe penyiam Opto-mechanical
Resolusi Spasial 15/30/60 m
Resolusi radiometrik 8 bit (256 level)
Panjang Gelombang 0,45 - 12,5 µm
Jumlah Kanal 8
Liputan 183 x 170 Km
Lebar Liputan 183 Km
Stereo tidak
Dapat diprogram (Programmable) ya
Sumber: EROS Data Center dalam Asriningrum (2002)
15

2.5.4. Interpretasi Foto Udara dan Citra Landsat ETM+

Dalam definisi sempit, interpretasi foto udara seringkali digunakan sebagai

sinonim dari interpretasi citra. Proses interpretasi citra (atau foto udara) didefinisikan

sebagai proses ekstraksi informasi kualitatif maupun kuantitatif dalam bentuk sebuah

peta, baik mengenai bentuk, lokasi, struktur, fungsi, kualitas, kondisi, hubungan antar

obyek, dan lain-lain (Murai, 1996). Lebih lanjut Murai (1996) menguraikan langkah

interpretasi citra.

1. Proses pembacaan citra, merupakan bentuk dasar dari interpretasi citra,

berhubungan dengan identifikasi elemen-elemen seperti bentuk, ukuran, pola,

bayangan, rona/warna, tekstur, dan situs/asosiasi. Proses ini diimplementasikan

bersama kunci interpretasi untuk masing-masing obyek.

2. Proses pengukuran citra, proses ekstraksi kuantitas fisik seperti panjang,

ketinggian, densitas, temperatur, dan lain-lain dengan menggunakan data

referensi atau data kalibrasi baik secara deduktif maupun induktif.

3. Proses analisis citra, memahami relasi antara informasi hasil interpretasi dan

keadaan aktual di lapangan, untuk mengevaluasi situasi. Dalam proses analisis

citra, pengecekan lapang diperlukan karena umumnya keakurasian hasil

interpretasi tidak memadai tanpa adanya data hasil pengecekan lapangan.

Lillesand dan Kiefer (1997) memberikan karakteristik dasar kenampakkan

pada foto udara sebagai kunci dalam proses interpretasi foto udara, yaitu:

Bentuk, merupakan konfigurasi atau kerangka suatu obyek.

Ukuran, merupakan besar kecilnya obyek pada foto udara dengan

mempertimbangkan skala foto udara.


16

Pola, menyatakan hubungan spasial obyek. Pengulangan bentuk umum tertentu atau

hubungan obyek alami atau buatan, akan memberikan suatu pola yang dapat

membantu penafsiran.

Bayangan, dapat membantu memberikan gambaran profil suatu obyek, atau bahkan

menghalangi proses interpretasi akibat kurangnya cahaya sehingga sukar diamati

pada foto udara.

Rona, menunjukkan adanya tingkataan keabuan atau kecerahan relatif obyek pada

foto udara.

Warna, dapat dipresentasikan dengan hue, value, dan chroma.

Tekstur, adalah frekuensi perubahan rona pada foto udara. Merupakan gabungan dari

bentuk, ukuran, pola, bayangan, dan ronanya.

Situs, menunjukkan hubungan antara posisi suatu terhadap obyek lainnya, sehingga

suatu obyek dapat dikenali dari hubungan tersebut.

Kemudian Avery (1992) memberikan penambahan karakteristik Asosiasi yang

menunjukkan keterkaitan suatu obyek tehadap lokasi dimana obyek tersebut

ditemukan.

2.6. Sistem Informasi Geografi (SIG)

Menurut Davis (1996) Sistem Informasi Geografi (SIG) terdiri dari tiga

bagian yang terintegrasi, yaitu :

a. Geografi; dunia nyata, atau realita spasial, atau ilmu bumi (geografi).

b. Informasi; data dan informasi, meliputi arti dan kegunaanya, dan

c. Sistem; teknologi komputer dan fasilitas pendukung.


17

Dengan kata lain SIG merupakan kumpulan dari tiga aspek dalam kehidupan dunia

modern kita, dan menawarkan metode baru untuk memahaminya. Selanjutnya Barus

dan Wiradisastra (2000) menyatakan bahwa SIG adalah suatu sistem informasi yang

dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat

geografi.

Burrough (1986) memberikan definisi SIG, dalam konteks alat (toolbox

based), sebagai seperangkat alat yang digunakan untuk mengoreksi, menyimpan,

memanggil kembali, mentransformasi dan menyajikan data spasial dari dunia nyata

untuk tujuan tertentu. Dalam konteks basisdata (database based), Aronoff (1989)

menyatakan bahwa SIG merupakan suatu sistem berbasis komputer yang mempunyai

kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi, yaitu pemasukan data,

manajemen data (penyimpanan dan pemnggilan kembali), manipulasi dan analisis

serta keluaran (output). Sedangkan dalam konteks organisasi (organization based),

Ozemoy et al. dalam Burrough (1986) mendefinisikan SIG sebagai seperangkat

fungsi-fungsi otomatis yang professional dengan kemampuan lebih baik dalam hal

penyimpanan, pemanggilan kembali, manipulasi, dan tampilan lokasi data secara

geografis.

Aplikasi SIG telah banyak digunakan untuk perencanaan pertanian, industri,

dan penggunaan lahan. Analisis terpadu terhadap penggunaan lahan, debit air, data

kependudukan dan pengaruh dari masing-masing data dapat dilakukan. Dengan

menggunakan SIG maka keterkaitan antara faktor yang mempengaruhi sistem dapat

dianalisis (Aronoff, 1989).


III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2002 hingga September 2003,

bertempat di laboratorium dan di lapangan. Penelitian lapangan (pengecekan lapang)

di laksanakan di Sub DAS Ciliwung Hulu yang berada di Kecamatan Bogor Timur

(Kota Bogor), Kecamatan Ciawi, Kecamatan Cisarua, dan Kecamatan Megamendung

(Kabupaten Bogor).

Interpretasi foto udara dilakukan di Laboratorium Foto Udara Badan

Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, Cibinong. Pengolahan citra digital

dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah.

Analisis statistik dilakukan di Laboratorium Perencanaan Pengembangan

Sumberdaya Lahan, Jurusan Tanah.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Citra Landsat ETM+ tanggal 17 September 2001, terdiri atas dua liputan (scene)

yaitu Path/Row 122/064 dan 122/065 dipotong hanya pada wilayah tertentu, yang

diperoleh atas kebaikan dari Tim Riset Unggulan Terpadu-9 (RUT-9) Jabotabek

tahun 2001.

2. Foto udara Jawa Barat skala 1:50.000 tahun 1994, dengan jalur terbang dan

nomor foto: W.10/NY.36 : 39, 40, 41, 42, dan W.11/NY.36 : 38, 39.
19

3. Peta Rupa Bumi skala 1:25.000, lembar: Cisarua 1209-142 edisi-I tahun 1998,

dan Ciawi 1209-141 edisi-I tahun 1999, diterbitkan oleh Bakosurtanal, Cibinong.

4. Peta Penggunaan Lahan Sub DAS ciliwung Hulu tahun 1981, 1985, dan 1990,

hasil penelitian Sudadi et al., 1991.

5. Peta Tanah Semidetil Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu, Provinsi Jawa Barat

skala 1:50.000, diterbitkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat tahun

1992.

6. Data Debit Minimum dan Maksimum Sungai Ciliwung, Bendung Katulampa dari

Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Ciliwung-Cisadane, Bogor.

7. Data lapangan berupa penggunaan lahan eksisting.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Seperangkat komputer jenis PC dengan software ER Mapper 6.0 untuk analisis

citra, software MapInfo Professional 6.0 dan Arcview 3.2 untuk digitasi dan

pengolahan peta, Microsoft Excel 2002 dan Statistica 5.0 untuk pengolahan data

statistik, serta scanner Epson GT-12000, dan printer.

2. Stereoskop cermin, plastik transparan, kertas kalkir, alat tulis dan gambar untuk

interpretasi foto udara.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini secara umum terbagi menjadi dua tahap, yaitu: (1) tahap

persiapan dan pengumpulan data, dan (2) tahap analisis dan sintesis data. Diagram

alir penelitian disajikan pada Gambar 2a dan 2b.


20

Foto Udara Citra Landsat


Tahun 1994 ETM+ 2001
Pemotongan
(cropping) sesuai
dengan batas Koreksi Citra Warna
daerah penelitian geometrik Komposit

Interpretasi

Peta Penggunaan Lahan


Peta
Reinterpretasi Sementara
RupaBumi
tahun 1994 dan 2001

Pengecekan
Lapang
Peta Digital
Tidak Administrasi
Sesuai Sub DAS
Ya

Peta Peta Peta Peta


Penggunaan Penggunaan Penggunaan Penggunaan
Lahan 1981 Lahan 1985 Lahan 1994 Lahan 2001

Peta
Penggunaan
Lahan 1990

Koreksi Peta dan Penyeragaman


Data

Digitasi

Peta Digital
Penggunaan
Lahan 81, 85,
90, 94, dan 01

Gambar 2a. Diagram alir penelitian


21

Peta Digital Peta Digital Data Debit


Administrasi Penggunaan Maksimum dan
Sub DAS Lahan 81, 85, Debit Minimum
90, 94, dan 01

Data Potensi
Data Data
Desa tahun
Spasial Atribut
2000
Analisis Korelasi

Tumpang Tindih
(Overlay)
Analisis Deskriptif
Perubahan Analisis Regresi
Data Penggunaan Lahan Berganda
Atribut
Shift Share
Analysis
Faktor-faktor yang
mempengaruhi debit
Analisis Korelasi maksimum-minimum
Susunan perubahan
penggunaan lahan

 Perubahan
Keterkaitan antara perubahan penggunaan lahan
penggunaan lahan dengan yang dominan
%permukiman dan kepadatan  Laju perubahan
penduduk

KESIMPULAN
KESIMPULAN

Gambar 2b. Diagram alir penelitian (lanjutan)


22

3.3.1. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data

3.3.1.1. Studi Literatur dan Pengumpulan Data

Tahap persiapan diawali dengan studi literatur dan pengumpulan data-data

berupa Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981, 1985, dan

1990, Peta Rupa Bumi (Ciawi dan Cisarua), citra Landsat ETM+, foto udara, data

debit, dan data penunjang lainnya. Langkah berikutnya adalah menyeragamkan atau

kalibrasi data, khususnya untuk data penggunaan lahan sehingga memungkinkan

proses analisis spasial.

Peta Penggunaan Lahan tahun 1981, 1985, dan 1990 dilakukan penyiaman

menggunakan scanner Epson GT-12000 pada resolusi 300 dpi dengan tujuan untuk

mengubah format data analog menjadi data digital, dalam bentuk data raster. Data

raster ini dikoreksi geometrik dengan tujuan registrasi koordinat menggunakan Peta

Rupa Bumi sebagai peta acuan. Selanjutnya peta-peta tersebut siap didigitasi untuk

diintegrasikan ke dalam SIG.

3.3.1.2. Koreksi Geometrik

Citra Landsat ETM+ dengan Peta Topografi

Sebelum dilakukan koreksi geometrik, ditentukan terlebih dahulu jenis citra

komposit yang akan digunakan dengan membuat citra warna komposit. Citra

komposit adalah penggabungan kombinasi antar saluran (band) yang memiliki

resolusi spektral berbeda dan resolusi spasial sama, dalam hal ini adalah saluran-

saluran 1, 2, 3, 4, 5, dan 7 yang masing-masing memiliki resolusi spasial 30 meter.

Citra komposit dilakukan dengan memasukkan ke dalam saluran merah, hijau, dan
23

biru (RGB). Tujuannya untuk mendapatkan tampilan visual yang optimal untuk

identifikasi penggunaan lahan. Pengolahan ini dilakukan dengan menggunakan

software ER Mapper 6.0.

Pada penelitian ini kombinasi yang digunakan adalah citra komposit RGB-

543. Penelitian Asriningrum (2002) di daerah Bogor menunjukkan bahwa citra

komposit RGB-543 menampakkan hasil terbaik pada model daerah volkan di Bogor,

karena menampilkan warna natural dengan kontras warna paling tegas dan paling

jelas dalam menampilkan bentuk permukaan bumi.

Langkah selanjutnya adalah melakukan koreksi geometrik citra komposit

RGB-543 terhadap Peta Topografi atau Peta Rupa Bumi. Koreksi geometrik

dilakukan dengan mengidentifikasi Ground Control Points (GCP) pada citra asli dan

pada peta topografi. Perhitungan Root Mean Square (RMS) menunjukkan keakuratan

dari GCP. Nilai RMS kurang dari satu dengan distribusi titik GCP yang merata.

3.3.1.3. Interpretasi Foto Udara

Interpretasi foto udara dilakukan dengan menggunakan stereoskop cermin

dengan didasarkan pada unsur-unsur interpretasi dan bantuan Peta Rupa Bumi.

Mosaik yang digunakan adalah mosaik tak terkontrol yang bertujuan untuk

memudahkan mengamati keseluruhan wilayah penelitian. Mosaik disusun dari enam

lembar foto udara yang saling bertampalan.

Interpretasi foto udara untuk penggunaan/penutupan lahan dilakukan secara

manual dengan bantuan streoskop cermin dan mendasari pada unsur-unsur

interpretasi, yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan, rona, warna, tekstur, situs, dan
24

asosiasi. Hasil interpretasi dipindahkan ke peta topografi sebagai peta dasar, menjadi

peta penggunaan/penutupan lahan sementara tahun 1994. Pengecekan lapang

dilakukan untuk mengecek kebenaran hasil interpretasi dan menambah data-data dan

informasi yang diperlukan. Hasilnya, peta penggunaan/penutupan lahan tahun 1994

yang memberikan informasi pola dan sebaran luas penggunaan/penutupan lahan di

Sub DAS Ciliwung Hulu pada tahun tersebut.

3.3.1.4. Interpretasi Citra Landsat ETM+

Sebelum dilakukan proses interpretasi, terlebih dahulu dilakukan proses

pemotongan citra (cropping) berdasarkan batas wilayah penelitian yang dilakukan

dengan bantuan ER Mapper 6.0. Langkah selanjutnya interpretasi citra, dilakukan

secara visual langsung pada monitor komputer (onscreen interpretation). Sama

halnya pada foto udara, interpretasi citra menggunakan unsur-unsur interpretasi dan

bantuan Peta Rupa Bumi. Unsur rona, warna, tekstur, pola, situs, dan asosiasi

merupakan unsur interpretasi yang sangat membantu dalam mengenali obyek-obyek

dalam citra satelit, mengingat resolusi spasial Landsat ETM + yang masih kasar.

Proses interpretasi ini dilakukan dengan membatasi daerah-daerah yang

memiliki karakteristik unsur interpretasi yang berbeda, hal ini menunjukkan adanya

tipe penggunaan/penutupan lahan. Penarikan batas penggunaan/penutupan lahan

dilakukan secara langsung melalui proses digitasi layar (onscreen digitizing), proses

ini menghasilkan peta penggunaan/penutupan lahan sementara tahun 2001. Kedua

proses ini dilakukan dengan bantuan software Arcview 3.2 beserta ekstensi Arcview

Image Analysis 1.1.


25

Pengecekan lapang dilakukan untuk mengecek kebenaran hasil interpretasi,

terutama ditujukan pada obyek/daerah yang diduga berbeda atau mengalami

perubahan dan terdeteksi pada saat menginterpretasikan data. Hasilnya, peta

penggunaan/penutupan lahan tahun 2001 yang memberikan informasi pola dan

sebaran luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu pada tahun

tersebut. Langkah selanjutnya, dilakukan proses penyiaman (scanning) untuk

mengubah peta penggunaan/penutupan lahan tahun 1981, 1985, 1990, dan 1994 yang

masih berbentuk hardcopy (analog) menjadi data digital.

3.3.2. Tahap Analisis dan Sintesis Data

3.3.2.1. Operasi Tumpang Tindih (Overlay)

Operasi tumpang tindih dilakukan menggunakan data digital peta

penggunaan/penutupan lahan dengan bantuan ArcView 3.2. Operasi tumpang tindih

dilakukan antara peta penggunaan/penutupan lahan tahun 1981 dan 1985, tahun 1985

dan 1990, tahun 1990 dan 1994, tahun 1994 dan 2001, serta antara tahun 1981 dan

2001 yang bertujuan untuk melihat arah dan pola perubahan penggunaan/penutupan

lahan.

Selain itu, operasi tumpang tindih juga dilakukan antara peta

penggunaan/penutupan lahan tahun 1981, 1985, 1990, 1994, 2001 dan peta batas

administrasi Sub DAS Ciliwung Hulu untuk mendapatkan luas sebaran

penggunaan/penutupan lahan di tiap-tiap desa. Ekstraksi data atribut hasil dari operasi

tumpang tindih ini digunakan sebagai data dalam teknik analisis selanjutnya.
26

3.3.2.2. Teknik Pendugaan Pertumbuhan (Growth/Decay Function)

Perubahan secara matematis dapat diduga dengan fungsi pertumbuhan atau

peluruhan (growth/decay function). Model pertumbuhan/peluruhan dapat digunakan

untuk menduga perubahan seiring dengan waktu, ukuran, atau jarak dari posisi

referensi. Penelitian ini menggunakan Discrete Time Model untuk menduga laju rata-

rata penambahan/pengurangan luas penggunaan/penutupan lahan. Model ini

berasumsi bahwa pertumbuhan penggunaan/penutupan lahan terjadi secara agregat

dengan laju pertumbuhan yang relatif konstan, dengan persamaan sebagai berikut:

Pt = Po (1+a)t
dimana;
Pt = data persentase luas penggunaan/penutupan lahan pada tahun akhir
(2001)
Po = data persentase luas penggunaan/penutupan lahan pada tahun awal
(1981)
a = rata-rata penambahan/pengurangan luas penggunaan/penutupan
lahan (%/tahun)

Peubah yang diukur dengan menggunakan model ini adalah laju konversi lahan dari

tahun 1981 hingga 2001.

3.3.2.3. Analisis Korelasi Berganda (Multiple Correlation Analysis)

Analisis korelasi berganda merupakan analisis yang digunakan untuk

mengetahui keeratan hubungan antara dua atau lebih peubah sebagai salah satu

pertimbangan dalam melihat ada atau tidaknya hubungan sebab-akibat antar peubah

tersebut. Di dalam analisis korelasi sederhana, keeratan sifat antara dua peubah akan

ditunjukkan dari koefisien korelasi apakah berkorelasi positif, negatif atau tidak
27

berkorelasi. Apabila dua peubah memiliki kecenderungan yang searah maka

dinyatakan sebagai berkorelasi positif, sebaliknya bila memiliki kecenderungan yang

berlawanan arah maka dinyatakan sebagai berkorelasi negatif. Dua peubah disebut

tidak berkorelasi atau tidak memiliki hubungan sama sekali jika nilai koefisien

korelasi mendekati nol atau perubahan nilai pada salah satu peubah tidak diikuti oleh

perubahan pada peubah lainnya.

Koefisien korelasi yang menyatakan besarnya hubungan antara dua peubah

dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:


n∑ xi yi − [(∑ x )(∑ y )]
i i
rxy =
[n∑ xi
2
− (∑ x ) ].[n∑ y
i
2
i
2
− (∑ y ) ]
i
2

dimana;
n = ukuran populasi
xi = nilai peubah x untuk anggota populasi ke-i
yi = nilai peubah y untuk anggota populasi ke-i

Dalam analisis korelasi berganda, peubah-peubah yang digunakan berasal dari

data penggunaan/penutupan lahan (Tabel 3).

Tabel 3. Peubah-peubah yang diuji dalam analisis korelasi terhadap selisih debit
maksimum-minimum (dQ dalam m3/detik)
Peubah Penggunaan/Penutupan Lahan
Jenis Penggunaan Lahan Proporsi Luas (%) Jumlah Rata-rata Luas
Poligon (unit) Poligon (ha)
Hutan Lebat L1 J1 R1
Hutan Semak/belukar L2 J2 R2
Kebun Campuran L3 J3 R3
Kebun Karet L4 J4 R4
Kebun Teh L5 J5 R5
Lahan Terbuka L6 J6 R6
Permukiman L7 J7 R7
Sawah L8 J8 R8
Tegalan/Ladang L9 J9 R9
Total Jumlah Peubah 9 9 9
28

3.3.2.4. Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis)

Menurut Suryani (2000) analisis regresi berganda digunakan untuk membuat

model pendugaan terhadap nilai suatu parameter, dari parameter-parameter (peubah

penjelas) yang diamati. Model yang dihasilkan, dapat digunakan sebagai penduga

yang baik jika asumsi-asumsi berikut dapat dipenuhi:

a. E (ei) = 0, untuk setiap i, dimana i = 1, 2, … , n, artinya rata-rata galat adalah nol;

b. Kov (ei, ej) = 0, i ≠ j, artinya kovarian (Ei,Ej) = 0, dengan kata lain tidak ada

autokorelasi antara galat yang satu dengan yang lain;

c. Var (ei2) = σ2 , untuk setiap i, dimana i = 1, 2, … , n, artinya setiap galat memiliki

varian yang sama;

d. Kov ( ei,x1i ) = kov ( ei,x2i ) = 0, artinya kovarian setiap galat memiliki varian yang

sama. Setiap peubah bebas tercakup dalam persamaan linier berganda;

e. Tidak ada multikolinearitas, artinya tidak ada hubungan linier yang eksak antara

peubah-peubah penjelas, atau peubah penjelas harus saling bebas;

f. ei ≈ N (0;σ), galat menyebar normal dengan rata-rata nol dan varian σ2.

Sebelum dilakukan analisis regresi berganda, terlebih dahulu dilakukan

korelasi berganda terhadap peubah-peubah penduga (peubah-peubah bebas). Hasil

analisis korelasi berganda digunakan untuk menentukan kombinasi peubah–peubah

penduga, sedemikian rupa sehingga peubah-peubah penduga yang berkorelasi tinggi

tidak muncul bersamaan dalam satu persamaan (model). Sehingga syarat bahwa tidak

ada multikolinearitas antar peubah penduga dapat dipenuhi.

Kombinasi peubah-peubah penduga dalam fungsi regresi didapatkan dengan

cara mengeliminasi peubah-peubah yang mempunyai nilai korelasi yang tinggi (≥0,5
29

hingga berkorelasi nyata). Selanjutnya dalam satu fungsi regresi, hanya dimasukkan

peubah-peubah penduga yang berkorelasi rendah antar peubah penduga itu sendiri.

Setiap fungsi regresi yang dihasilkan akan memiliki jumlah peubah penduga ≤(N-2),

sehingga dengan jumlah N = 5, maka akan didapatkan fungsi regresi dengan

maksimal 3 peubah penduga.

Persamaan (model) yang akan dihasilkan adalah:

Y = A0 + A1X1 + A2 X2 + A3 X3 + . . . + An Xn
dimana;
Y = Dependent Peubah (peubah yang diduga, selisih debit maksimum-
minimum dQ)
X = Independent Peubah (peubah penduga, peubah penggunaan/penutupan
lahan )
A = Koefisien Regresi

Analisis korelasi dan regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk

menduga peubah-peubah yang mempengaruhi debit maksimum (Qmaks) dan debit

minimum (Qmin) Sungai Ciliwung di Bendung Katulampa, yang dalam hal ini

diwakili oleh nilai selisih debit maksimum-minimum (dQ).

3.3.2.5. Analisis Shift-Share (Shif- Share Analysis)

Analisis shift-share merupakan salah satu teknik analisis untuk memahami

pergeseran struktur aktivitas yang dalam hal ini adalah penggunaan/penutupan lahan

di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan

wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Pemahaman struktur

penggunaan/penutupan lahan dari hasil analisis shift-share juga menjelaskan


30

kemampuan berkompetisi (competitiveness) penggunaan/penutupan lahan tertentu di

suatu wilayah secara dinamis atau perubahan penggunaan/penutupan lahan dalam

cakupan wilayah lebih luas.

Persamaan analisis shift-share digambarkan seperti berikut.

 X ..( t1)   Xi.( t1)   X ..( t1)   Xij ( t1)   Xij ( t1) 
SSA =   +   −   +   −  
 X ..( t0)   Xi.( t0)   X ..( t0)   Xij ( t0)   Xi.( t0) 
a b c

dimana,
a = komponen share
b = komponen proportional shift
c = komponen differential shift
X.. = luas total penggunaan/penutupan lahan di seluruh desa (ha)
X.i = luas penggunaan/penutupan lahan i di seluruh desa (ha)
Xij = luas penggunaan/penutupan lahan i dalam unit desa j (ha)
t1 = titik tahun akhir (2001)
t0 = titik tahun awal (1981).

Gambaran penggunaan/penutupan lahan (penggunaan/penutupan lahan) di

suatu wilayah dalam hasil analisis shift-share dapat dijelaskan dari 3 komponen hasil,

yaitu:

1. Komponen Laju Pertumbuhan Total (Komponen Share). Komponen ini

menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan

dinamika total wilayah.

2. Komponen Pergeseran Proporsional (Komponen Proportional Shift). Komponen

ini menyatakan pertumbuhan total penggunaan/penutupan lahan tertentu secara


31

relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang

menunjukkan dinamika penggunaan/penutupan lahan total dalam wilayah.

3. Komponen Pergeseran Diferensial (Komponen Differential Shift). Ukuran ini

menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitivenes) suatu

penggunaan/penutupan lahan tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total

penggunaan/penutupan lahan tersebut dalam wilayah.

Dalam penelitian ini, analisis shift-share bertujuan untuk mengetahui tingkat

pertumbuhan total dari masing-masing penggunaan/penutupan lahan, serta lokasi

spesifik dari pertumbuhan penggunaan/penutupan lahan tersebut. Peubah-peubah

yang dipergunakan dalam analisis ini adalah luas masing-masing jenis

penggunaan/penutupan lahan di tiap-tiap desa di daerah Sub DAS Ciliwung Hulu

pada tahun 1981 dan 2001 (Tabel Lampiran 16 dan 17). Desa-desa yang dimasukkan

ke dalam unit analisis adalah desa-desa dengan kriteria >50 % luas desa berada di

dalam daerah Sub DAS Ciliwung Hulu. Sedangkan desa-desa yang luasnya <50 %

dieliminasi dalam proses analisis untuk menghindari terjadinya bias yang lebih besar.
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di kawasan sub DAS Ciliwung Hulu yang terletak di

bagian Selatan DAS Ciliwung. Daerah ini dalam koordinat geografis terletak antara

6° 37’ 48’’-6° 46’ 12’’LS dan 106° 49’ 48”-107° 0’ 0’’BT atau 9.267.222,78m–

9.251.591,84 m N dan 702.041,10 m–721.474,77 m E, termasuk dalam zona 48 UTM.

Daerah penelitian memiliki luas 14.920 Ha yang meliputi Kabupaten dan Kota Bogor.

Kabupaten Bogor mencakup beberapa kecamatan, yakni: Kecamatan Ciawi,

Kecamatan Cisarua, Kecamatan Megamendung, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan

Babakan Madang, dan Kecamatan Sukamakmur, sedangkan Kota Bogor hanya

mencakup Kecamatan Kota Bogor Timur.


106°50' 106°55' 107°00'
107

ke Jakarta

ke Katulampa 1 0 1 2
Bogor
Kilometer
Skala 1:300.000
Ciawi # #

'0 Gadog 6°
40
°46 '
#
Cisarua

Keterangan
ke Sukabumi
Batas Sub DAS
Sungai utama
Anak sungai ke Cianjur
Jalan utama

Laut Jawa
Serang
Jakarta
#
#
#

' Lokasi Penelitian Bog or


# #
6
°4
45°
Cianjur
#
5
Majalen gka
Sukabumi #
#
'
Pelabu han Ratu

6 # Bandun g
Sumber : Sudadi et al., 1991;
# Tasikmalaya
# Peta Rupa Bumi lembar: Cisarua 1209-142
Laut
Indo
n e si a edisi-I tahun 1998, dan Ciawi 1209-141
Inset edisi-I tahun 1999 (Bakosurtanal).
107
106°50' 106°55' 107°00'

Gambar 3. Peta lokasi penelitian


33

106°50' 106°55' 107°00'


107

ke Jakarta
ke
Bogor Sindangrasa
1 0 1 2
# Cipayung # Kilometer
Sindang Sari girang Megamendung
Cipayung datar Skala 1:300.000
Pandansari #
# #
# #Cilember
#
Jogjogan 6°
' Gadog
0
4 Kopo Leuwi # 40
°
6 #
Malang '
# Batu
Sukamahi # # Layang
# Cisarua #
Sukakarya #
Sukamaju Tugu Utara
#
Sukamanah #
# #
# # Kuta #
#
#
Sukaresmi Citeko
ke Sukabumi
Sukagalih
Keterangan Tugu Selatan
# Pusat desa ke Cianjur
Batas Sub DAS
Sungai utama Cibeureum
Bojong murni
Anak sungai
Jalan utama
'5 6°
4
°4
6 Sumber : Sudadi et al., 1991;
5'
Peta Rupa Bumi lembar: Cisarua 1209-142
edisi-I tahun 1998, dan Ciawi 1209-141
edisi-I tahun 1999 (Bakosurtanal).
107
106°50' 106°55' 107°00'

Gambar 4. Peta administrasi daerah penelitian

4.2 Iklim

Iklim di daerah penelitian tergolong ke dalam iklim tropika. Suhu merata

berkisar antara 23-24 °C dengan kelembaban nisbi antara 73-82 %. Radiasi surya

minimum terjadi pada bulan Januari (27,36 %) dan maksimum pada bulan September

(81,85 %). Rata-rata penguapan minimum sebesar 2,08 mm terjadi pada bulan Januari

sedangkan rata-rata penguapan maksimum sebesar 3,56 mm pada bulan Oktober

(Jurusan Tanah IPB, 1990).

Menurut Model Klasifikasi Iklim Oldeman dalam Handoko (1994), iklim Sub

DAS Ciliwung Hulu adalah termasuk ke dalam Zona Agroklimat A1. Klasifikasi ini

ditentukan berdasar dari jumlah Bulan Basah (hujan bulanan jangka panjang ≥200
34

mm) dan Bulan Kering (hujan bulanan jangka panjang <100 mm), A1 jika >9 bulan

basah berturut-turut dan <2 bulan kering berturut-turut. Iklim ini sesuai untuk

tanaman padi terus-menerus, tetapi produksinya kurang karena intensitas radiasi

surya yang rendah sepanjang tahun.

4.3. Geologi dan Geomorfologi

Menurut Riyadi (2003) geologi yang menyusun daerah penelitian ini

umumnya hasil produk gunungapi muda dari Gunung Salak dan Gunung Gede-

Pangrango terdiri dari breksi, lahar, lava dan tufa, produk gunungapi tua dari Gunung

Limo, Gunung Kencana, berupa batuan yang sulit untuk dipisahkan seperti breksi dan

lava. Selanjutnya Jurusan Tanah IPB (1990) menyatakan bahwa kondisi geologi

daerah penelitian dapat dibagi atas 4 formasi geologi:

Formasi Qvu : Terletak pada bagian atas dari Sub DAS yang mempunyai lereng
rata-rata di atas 40%. Formasi ini merupakan endapan lahar,
aliran lava, breksi gunung api, batu pasir tufa.
Formasi Qvba : Terletak pada bagian atas Sub DAS, formasi ini merupakan
aliran basal dari Geger Bentang.
Formasi Qvb : Terdiri dari breksi gunung api, lahar.

Formasi Qv : Formasi ini terletak pada outlet dengan luasan yang kecil,
merupakan lempeng tufa, pasir tufa, konglomerat, dan endapan
lahar.

Tabel 4. Curah hujan rata-rata bulanan (dalam mm) di daerah penelitian tahun 1990-
1997
Elevasi Bulan
No Stasiun Jlh
(m dpl) J F M A M J J A S O N D

1 Katulampa 347 414 442 404 377 260 208 125 272 249 437 419 400 4008

2 Gunung Mas 1150 561 547 272 360 164 142 122 183 239 283 297 485 3654

3 Selawangi 250 476 534 403 337 233 145 145 124 158 219 413 544 3731

Sumber: Data curah hujan PU Pengairan Kabupaten Bogor, 1997.


35

Ditinjau dari kondisi geomorfologinya, Sub DAS Ciliwung Hulu didominasi

oleh dataran volkanik tua dengan bentuk wilayah bergunung, hanya sebagian kecil

merupakan dataran aluvial. Geomorfologi daerah penelitian ini dibentuk oleh

gunungapi muda dari Gunung Salak (2.211 m) dan Gunung Gede-Pangrango (3.019

m); rangkaian pegunungan api tua dari Gunung Malang (1.262 m), Gunung Limo,

Gunung Kencana dan Gunung Gedongan (Riyadi, 2003).

4.4. Tanah

Tanah-tanah yang terbentuk umumnya berasal dari bahan induk abu volkan

dan batuan piroklastik. Berdasarkan Peta Tanah Semi Detil Tahun 1992 skala

1:50.000 yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, jenis tanah

yang terdapat di daerah penelitian meliputi order Andisol, Ultisol, Inceptisol, dan

Entisol yang masing-masing sebesar 38.9 %, 11 %, 48 %, dan 2,1 %.

Inceptisol adalah tanah yang mulai berkembang tetapi belum matang yang

ditandai oleh perkembangan profil yang lemah dan masih banyak menyerupai sifat

bahan induknya (Rachim dan Suwardi, 1999). Inceptisol di daerah penelitian

dijumpai dalam bentuk Asosiasi Andic Humitropepts-Typic Dystropepts, Konsosiasi

Typic Dystropepts, dan Konsosiasi Typic Eutropepts. Umumnya ditemukan di daerah

lereng tengah hingga lereng bawah dari area penelitian.

Andisol terbentuk dari pelapukan bahan induk volkan yang menghasilkan

bahan amorf. Bahan amorf terdiri dari alofan, ferrihidrit, dan senyawa kompleks

humus-aluminium. Tanah ini berwarna hitam kelam, berbobot isi rendah (<0,85

g/cm3), dan dikenal terasa berminyak (smeary) - bila diremas - karena mengandung
36

bahan organik antara 8 hingga 30%. Andisol banyak ditemukan di daerah berelevasi

tinggi seperti lereng atas dan sekitar puncak Gunung Mandalawangi, Gunung Joglog,

Gunung Sumbul, dan Gunung Mas. Umumnya Andisol berada dalam bentuk

Konsosiasi Typic Hapludands, dan Asosiasi Typic Hapludands dan Typic

Tropopsamments.

Ultisol merupakan tanah yang memiliki horison argilik dengan kejenuhan

basa kurang dari 35%. Ultisol terbentuk di daerah dengan bahan induk yang berumur

lebih tua, akibatkan oleh proses liksiviasi lebih lanjut yang akan membentuk horison

argilik. Di daerah penelitian, Ultisol berada dalam bentuk Konsosiasi Typic

Hapludults, ditemukan di bagian utara daerah penelitian.

Entisol merupakan tanah-tanah yang tingkat perkembangannya relatif baru. Di

daerah penelitian, Entisol menyebar di sepanjang bantaran sungai Ciliwung dalam

bentuk kompleks Typic Troporthents-Typic Fluvaquents.

4.5. Penduduk

Jumlah Penduduk di daerah Sub DAS Ciliwung Hulu pada tahun 2000

sebanyak 182.638 jiwa (BPS, 2000), jumlah ini lebih banyak bila dibandingkan pada

tahun sebelumnya (Tabel 5). Mata pencaharian sebagian besar penduduknya adalah

petani, buruh tani, dan pedagang, sedangkan sisanya berprofesi sebagai pegawai

negeri sipil PNS dan ABRI, buruh industri kecil, sopir angkutan, peternak, dan lain-

lain.
37

Tabel 5. Jumlah penduduk desa di Sub DAS Ciliwung Hulu


Jumlah Penduduk (Jiwa)
No Nama Desa
Tahun 1993 Tahun 1996 Tahun 2000
1 Batu Layang 5.677 5.052 5.672
2 Bojong Murni 2.704 3.505 3.579
3 Cibeureum 9.156 9.255 10.804
4 Cilember 5.499 5.545 5.683
5 Cipayung Datar 16.659 16.922 19.702
6 Cipayung Girang 6.329 6.316 7.320
7 Cisarua 6.297 6.869 6.744
8 Citeko 7.425 8.672 8.503
9 Gadog 5.049 5.244 5.101
10 Jogjogan 4.534 4.982 5.182
11 Kopo 12.127 12.444 16.863
12 Kuta 3.723 3.835 4.543
13 Leuwimalang 5.271 5.484 5.511
14 Megamendung 4.543 4.686 4.575
15 Pandansari 4.709 6.286 6.595
16 Sindang Rasa 5.576 7.589 7.969
17 Sindang Sari 5.950 6.107 5.822
18 Sukagalih 4.818 4.959 6.252
19 Sukakarya 4.296 4.415 5.266
20 Sukamahi 5.318 4.580 6.448
21 Sukamaju 5.048 5.068 5.287
22 Sukamanah 5.059 5.205 6.408
23 Sukaresmi 3.175 3.070 3.456
24 Tugu Selatan 10.933 10.921 12.218
25 Tugu Utara 6.671 6.794 7.135
Total Penduduk 156.546 163.805 182.638
Sumber: BPS, 2000
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Interpretasi Penggunaan/Penutupan Lahan dari Foto Udara 1994 dan Citra
Landsat ETM+ 2001

Interpretasi foto udara 1994 dan citra Landsat ETM+ 2001 dilakukan dengan

melihat karakteristik dasar kenampakkan masing-masing penggunaan/penutupan

lahan pada foto udara dan citra yang dibantu dengan unsur-unsur interpretasi (Avery,

1992; Lillesand dan Kiefer, 1997). Masing-masing penggunaan/penutupan lahan

memiliki karakteristik unsur interpretasi yang unik.

Hutan lebat di dalam foto udara menunjukkan bentuk dan pola yang tidak

teratur dengan ukuran yang cukup luas, menyebar, terkadang bergerombol di tengah-

tengah kebun teh atau hutan semak/belukar. Berwarna gelap, tekstur relatif kasar, ada

bayangan igir-igir puncak gunung yang menunjukkan sebaran hingga daerah yang

curam, identik dengan letak di sekitar puncak gunung. Sedangkan di dalam citra

Landsat, ditemukan dengan bentuk, ukuran, dan pola yang tidak jauh berbeda dengan

di foto udara, berwarna hijau tua sampai gelap, dengan tekstur relatif kasar.

Hutan semak/belukar mempunyai kenampakkan bentuk dan pola yang

hampir serupa dengan hutan lebat. Berwarna agak gelap, tekstur relatif lebih halus

daripada hutan lebat, umumnya dijumpai di perbatasan antara hutan lebat dan lahan

budidaya (kebun campuran atau tegalan). Kenampakkan di citra Landsat

menunjukkan tekstur yang relatif lebih halus daripada hutan lebat, berwarna hijau

agak terang dibandingkan hutan lebat.


39

Kebun campuran memiliki ciri-ciri bentuk dan pola yang menyebar,

Umumnya dijumpai di sepanjang aliran sungai, terkadang bercampur dengan

kawasan permukiman. Berwarna gelap dengan tekstur relatif kasar. Kenampakkan di

citra Landsat, memiliki tekstur relatif kasar, berwarna hijau bercampur dengan sedikit

magenta, bentuk dan pola memanjang dijumpai pada lembah dan sepanjang tanggul

sungai, seringkali bercampur dengan permukiman.

Kebun teh memiliki kenampakkan bentuk dan pola yang lebih teratur,

berwarna agak kelabu dengan tekstur relatif halus dan seragam pada lereng-lereng

yang relatif landai hingga curam. Pada citra Landsat, kebun teh memiliki tekstur

halus, dan berwarna hijau muda.

Lahan terbuka mempunyai bentuk dan pola yang menyebar di antara

permukiman, sawah dan tegalan, berwarna abu-abu terang dengan tekstur halus. Di

dalam citra Landsat menunjukkan warna putih hingga merah jambu dengan tekstur

halus. Keberadaannya cukup sulit untuk dideteksi dari citra, mengingat luas

sebarannya pada tahun 2001 relatif kecil.

Permukiman mempunyai bentuk persegi/spot kecil, pola menyebar,

memanjang di kiri-kanan jalan dengan ukuran yang relatif kecil. Di dalam foto udara

dijumpai berwarna abu-abu, dengan tekstur relatif kasar. Di dalam citra Landsat,

permukiman memiliki tekstur halus sampai kasar, warna magenta, ungu kemerahan,

pola di sekitar jalan utama (bergerombol).

Sawah mempunyai warna abu-abu agak gelap, bentuk berpetak-petak dan

berteras, terlihat pola sebaran di daerah dataran dengan lereng yang landai dan dekat
40

dengan tubuh air. Di dalam citra Landsat menunjukkan tekstur kasar, warna hijau

agak gelap bercampur dengan magenta dan biru.

Tegalan memiliki pola yang hampir serupa dengan sawah, berwarna abu agak

terang, tekstur relatif sedang sampai kasar, bentuk berteras-teras. Di citra Landsat

ditunjukkan dengan tekstur, hijau tua agak terang, bercampur dengan sedikit magenta

dan kuning.

Tubuh air (sungai utama) di dalam foto udara berbentuk garis memanjang,

pola berkelok-kelok (meander) yang berwarna abu-abu gelap. Jalan ditemui berwana

gelap, dengan bentuk garis yang relatif lurus. Di dalam citra Landsat, tubuh air

berwarna biru dengan bentuk yang berkelok-kelok (meander), sedangkan jalan

berwarna ungu dengan bentuk garis yang relatif lurus dengan pola teratur.

5.2. Pola Penggunaan/Penutupan Lahan

Pola penggunaan/penutupan lahan di daerah penelitian hasil pengamatan

tahun 1981, 1985, 1990, 1994, dan 2001 masing-masing digambarkan pada peta-peta

yang disajikan pada Gambar 5, 6, 7, 8, dan 9. Berdasarkan peta-peta tersebut, daerah

penelitian memiliki luas total 14.920 hektar dengan 9 tipe penggunaan/penutupan

lahan, yaitu hutan lebat, hutan semak/belukar, kebun campuran, kebun karet, kebun

teh, lahan terbuka, permukiman, sawah, dan tegalan/ladang. Luas masing-masing tipe

penggunaan/penutupan lahan tersebut disajikan pada Tabel 6.

Data tersebut menggambarkan bahwa pada tahun 1981 penggunaan/penutupan

lahan di daerah penelitian didominasi oleh hutan lebat, sawah, dan kebun teh dengan

luas masing-masing 29,96 %, 25,69 %, dan 19,62 % dari total luas daerah penelitian.
41

Sisanya merupakan hutan semak/belukar, kebun campuran, kebun karet, lahan

terbuka, permukiman, dan tegalan/ladang. Luas permukiman hanya menempati 4,69

% dari total luas keseluruhan.

Penggunaan/penutupan lahan pada tahun 1985 masih didominasi oleh hutan

lebat, sawah, dan kebun teh, masing-masing luasnya 25,94 %, 22,91 %, dan 21,22 %

dari total luas daerah penelitian. Namun terjadi penurunan luas hutan lebat dan sawah

bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dan adanya peningkatan luas

permukiman menjadi 11,83 %. Sisanya merupakan hutan semak/belukar, kebun

campuran, kebun karet, lahan terbuka, dan tegalan/ladang.

Pada tahun 1990, luas kebun teh meningkat menjadi 25,73 %, diikuti oleh

hutan lebat, sawah, dan permukiman masing-masing 21,07 %, 18,12 %, dan 16,64 %

dari total luas daerah penelitian. Sisanya merupakan hutan semak/belukar, kebun

campuran, lahan terbuka, dan tegalan/ladang. Kebun karet mengalami penurunan luas

yang drastis, sehingga pada tahun 1990 ini keberadaannya sudah tidak ditemukan lagi

atau kalaupun ada luasannya sangat kecil.

Tabel 6. Luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981,
1985, 1990, 1994, dan 2001.
1981 1985 1990 1994 2001
Penggunaan
Lahan Hektar Persen Hektar Persen Hektar Persen Hektar Persen Hektar Persen

Hutan lebat 4469,47 29,96 3869,93 25,94 3143,39 21,07 3143,02 21,07 2993,53 20,06

Hutan Semak/belukar 881,30 5,91 479,39 3,21 873,46 5,85 512,06 3,43 278,69 1,87

Kebun Campuran 1076,96 7,22 1317,45 8,83 1151,73 7,72 1586,41 10,63 1582,01 10,60
Kebun Karet 57,51 0,39 188,53 1,26 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Kebun Teh 2928,05 19,62 3166,06 21,22 3838,64 25,73 3759,16 25,20 3094,77 20,74

Lahan Terbuka 73,65 0,49 540,70 3,62 107,15 0,72 44,44 0,30 11,70 0,08

Permukiman 699,84 4,69 1765,58 11,83 2482,24 16,64 3016,01 20,21 3954,88 26,51

Sawah 3833,40 25,69 3417,76 22,91 2703,87 18,12 2490,25 16,69 1363,73 9,14

Tegalan/Ladang 899,95 6,03 174,72 1,17 619,63 4,15 368,77 2,47 1640,83 11,00

Total 14920,13 100,00 14920,13 100,00 14920,11 100,00 14920,13 100,00 14920,14 100,00
42

Luas kebun teh masih mendominasi pada tahun 1994 diikuti oleh hutan lebat,

permukiman, dan sawah masing-masing sebesar 25,20%, 21,07%, 20,21%, dan

16,69% dari total luas daerah penelitian. Terjadi peningkatan pada luas kebun

campuran dari tahun sebelumnya hingga menjadi 10,63%. Sedangkan hutan

semak/belukar, lahan terbuka, dan tegalan/ladang luasannya tidak begitu berubah.

Pada tahun 2001 luas permukiman meningkat drastis menjadi 26,51%, diikuti

oleh kebun teh, hutan lebat, dan tegalan masing 20,74%, 20,06%, dan 11,00% dari

total luas daerah penelitian. Luas penggunaan/penutupan lahan lainnya, seperti hutan

semak/belukar, kebun campuran, lahan terbuka, dan sawah relatif tidak berubah.
705000 710000 715000 720000

Katulampa

9
000 2
6
5
56 0
0
29 0

9
000 2
6
0
602 0
0
9 Keterangan 0

Jalan utama
Sungai utama
Anak sungai
Batas Sub Das
Hutan lebat 1 0 1 2
Hutan semak/belukar Kilometer 9
00
05 Kebun campuran 2
5
5
Skala 1:393.478 0
52
9 Kebun karet 0
0
Kebun teh
Lahan terbuka
Permukiman
Sawah
Tegalan Sumber : Sudadi et al, 1991.

705000 710000 715000 720000

Gambar 5. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981
43
705000 710000 715000 720000

Katulampa

9
000 2
6
5
652 0
0
0
9

00 9
2
00 6
0
62 0
0
9 Keterangan 0

Jalan utama
Sungai utama
Anak sungai
Batas Sub Das
Hutan lebat 1 0 1 2
Hutan semak/belukar Kilometer 9
00
05 Kebun campuran 2
5
5
Skala 1:393.478 0
52
9 Kebun karet 0
0
Kebun teh
Lahan terbuka
Permukiman
Sawah
Tegalan Sumber : Sudadi et al, 1991.

705000 710000 715000 720000

Gambar 6. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1985

705000 710000 715000 720000

Katulampa

00 9
2
05 6
5
62 0
0
9 0

00 9
2
00 6
0
62 0
0
9 0
Keterangan
Jalan utama
Sungai utama
Anak sungai
Batas Sub Das
1 0 1 2
Hutan lebat
Kilometer
00 Hutan semak/belukar 9
2
5
505 Kebun campuran Skala 1:393.478 5
0
0
29 0
Kebun teh
Lahan terbuka
Permukiman
Sawah
Tegalan Sumber : Sudadi et al, 1991.

705000 710000 715000 720000

Gambar 7. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1990
44
705000 710000 715000 720000

Katulampa

9
000 2
6
5
56 0
0
29 0

9
000 2
6
0
602 0
0
0
9
Keterangan
Jalan utama
Sungai utama
Anak sungai
Batas Sub Das
1 0 1 2
Hutan lebat
Kilometer
00 Hutan semak/belukar 9
2
5
05 5
52 Kebun campuran Skala 1:393.478 0
0
0
9
Kebun teh
Sumber :
Lahan terbuka Foto Udara Skala 1:50.000 Jawa Barat 1993/1994
Permukiman W.10/NY.36 : 39, 40, 41, 42, dan
W.11/NY.36 : 38, 39;
Sawah Peta Rupa Bumi lembar: Cisarua 1209-142 edisi-I tahun 1998,
dan Ciawi 1209-141 edisi-I tahun 1999 (Bakosurtanal);
Tegalan Sudadi et al, 1991.

705000 710000 715000 720000

Gambar 8. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1994

705000 710000 715000 720000

Katulampa

9
000 2
6
5
56 0
0
29 0

9
000 2
6
0
06 0
0
29 0
Keterangan
Jalan utama
Sungai utama
Anak sungai
Batas Sub Das
1 0 1 2
Hutan lebat
Kilometer
000
Hutan semak/belukar 9
2
5
5
552 Kebun campuran Skala 1:393.478 0
0
0
9
Kebun teh
Lahan terbuka
Permukiman Sumber :
Citra Landsat ETM+ 2001;
Sawah Peta Rupa Bumi lembar: Cisarua 1209-142 edisi-I tahun 1998,
dan Ciawi 1209-141 edisi-I tahun 1999 (Bakosurtanal);
Tegalan Sudadi et al, 1991.

705000 710000 715000 720000

Gambar 9. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2001
45

5.3. Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan

Perubahan penggunaan/penutupan lahan dalam periode tahun 1981 hingga

2001 dapat diamati melalui proses tumpang tindih (overlay) peta pada ArcView. Data

lengkap perubahan tipe dan luas penggunaan/penutupan lahan dapat dilihat pada

Lampiran 1, 2, 3, 4, dan 5 yang disarikan dalam Gambar 10, Gambar 11, dan Tabel 7.

Berdasarkan data-data tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada periode tahun 1981-

1985 telah terjadi perubahan penggunaan/penutupan lahan yang cukup cepat, yaitu

meningkatnya areal permukiman dan lahan terbuka, serta berkurangnya luas tegalan,

hutan lebat, sawah, dan hutan semak/belukar. Areal permukiman meningkat seluas

1065,75 ha atau 7,14 % dari total luas keseluruhan yang merupakan hasil konversi

lahan dari hutan semak/belukar, kebun campuran, kebun karet, kebun teh, lahan

terbuka, sawah, dan tegalan. Lahan terbuka juga mengalami perluasan yaitu sebesar

467,05 ha atau 3,13 % dari total area penelitian.

Hutan lebat Hutan semak/belukar Kebun campuran


Kebun karet Kebun teh Lahan terbuka
Permukiman Sawah Tegalan

Luas (%)
100%
80%
60%
40%

20%
0%
1981 1985 1990 1994 2001
Tahun
Gambar 10. Perubahan persentase luas penggunaan/penutupan lahan tahun 1981,
1985, 1990, 1994, dan 2001.
46

Hutan lebat Hutan Semak/belukar


% Perubahan
Kebun campuran Kebun karet
10,00
Kebun teh Lahan terbuka
Permukiman Sawah
8,00 Tegalan/ladang
6,00

4,00

2,00

0,00

-2,00

-4,00

-6,00

-8,00
Periode tahun
1981-1985 1985-1990 1990-1994 1994-2001

- luas perubahan adalah %luas poligon-poligon perubahan penggunaan/penutupan lahan terhadap luas
Sub DAS
- tanda negatif (-) menyatakan luas areal berkurang, tanda positif (+)menyatakan luas areal bertambah

Gambar 11. Perubahan luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu
pada periode tahun 1981-1985, 1985-1990, 1990-1994, dan 1994-2001.

Di sisi lain, luas tegalan berkurang sebesar 725,23 ha atau 4,86 % yang

terkonversi menjadi kebun campuran, kebun karet, kebun teh, lahan terbuka,

permukiman, dan sawah. Demikian juga halnya dengan hutan lebat, terkonversi

menjadi penggunaan/penutupan lahan lainnya sebesar 599,53 ha atau 4,02 %.

Pada periode tahun 1985-1990 terjadi pengurangan luas hutan lebat dan sawah

713,89 ha (4,78 %). Hutan lebat terkonversi menjadi hutan semak/belukar, kebun

campuran, kebun teh, lahan terbuka, dan sawah, di sisi lain sawah terkonversi

menjadi hutan semak/belukar, kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka, sawah,

permukiman, dan tegalan. Selain itu juga terjadi penambahan luas permukiman,
47

kebun teh, dan hutan semak/belukar masing-masing 716,66 ha (4,80 %), 672,58 ha

(4,51 %), dan 394,07 ha (2,64 %).

Pada periode tahun 1990-1994, luas permukiman dan kebun campuran

mengalami perubahan terbesar dengan luas penambahan masing-masing 533,7 ha

(3,58 %), dan 436,68 ha (2,91 %). Sedangkan luas hutan semak/belukar,

tegalan/ladang, dan sawah mengalami penurunan masing-masing sebesar 361,40 ha

(2,42 %), 250,86 ha (1,68 %), dan 213,62 ha (1.43 %).

Tabel 7. Perubahan tipe penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu


pada periode tahun 1981-1985, 1985-1990, 1990-1994, dan 1994-2001.
Tipe Penggunaan
Lahan Tahun Tahun Tahun Tahun
1981-1985 1985-1990 1990-1994 1994-2001
Hutan lebat (Hl) (-) Hsb,Kc, Kt, Lt, (-) Hsb, Kc, Kt, Lt, (-) Kt (-) Hsb, Kt, Pk
Sw,Tg Sw
Hutan semak/belukar (-) Kc, Kr, Kt, Lt, (-) Kc, Kt, Lt, Pk, (-) Kc, Kt, Pk, Sw, (-) Kc, Kt, Pk, Sw, Tg
(Hsb) Pk, Sw, Sw, Tg Tg
(+) Hl, Kt, Sw (+) Hl, Kc, Kr, Kt, (+) Kc, Lt, Sw (+) Hl, Kt
Lt, Sw, Tg
Kebun campuran (Kc) (-) Kr, Kt, Lt, Pk, (-) Hsb, Kt, Lt, Pk, (-) Hsb, Lt, Pk, Sw, (-) Kt, Lt, Pk, Sw, Tg
Sw, Tg Sw, Tg Tg
(+) Hl, Hsb, Kr, Kt, (+) Hl, Hsb, Kr, Kt, (+) Hsb, Kt, Lt, Sw, (+) Hsb, Kt, Lt, Sw, Tg
Lt, Sw, Tg Lt, Sw Tg
Kebun karet (Kr) (-) Kc, Pk (-) Hsb, Kc, Lt, Pk, (-) - (-) -
Tg
(+) Hsb, Kc, Sw, Tg (+) - (+) - (+) -
Kebun teh (Kt) (-) Hsb, Kc, Lt, Pk, (-) Hsb, Kc, Kt, Lt, (-) Kc, Pk, Sw (-) Hsb, Kc, Lt, Pk, Sw,
Sw Pk,Sw, Tg Tg
(+) Hl, Hsb, Kc,Lt, (+) Hl, Hsb, Kc, Lt, (+) Hl, Hsb, Sw (+) Hl, Hsb, Kc, Sw, Tg
Sw, tg Sw,
Lahan terbuka (Lt) (-) Kc, Kt,Pk, Sw (-) Hsb, Kc, Kt, Pk, (-) Hsb, Kc, Lt, Pk, (-) Kc, Pk, Tg
Sw, Tg Sw, Tg
(+) Hl, Hsb, Kc, (+) Hl, Kc, Kr, Kt, (+) Kc (+) Kc, Kt
Kt,Tg Sw
Permukiman (Pk) (+) Hsb, Kc, Kr,Kt, (+) Hsb, Kc, Kr, Kt, (+) Hsb, Kc, Kt, Lt, (+) Hl, Hsb, Kc, Kt, Lt,
Lt, Sw, Tg Lt, Sw, Tg Sw, Tg Sw, Tg
SawaHl (Sw) (-) Hsb,Kc,Kr, Kt, (-) Hsb, Kc, Kt, Lt, (-) Hsb, Kc, Kt, Pk, (-) Kc, Lt, Pk, Tg
Pk, Tg Pk, Tg Tg
(+) Hl, Hsb, Kc, Kt, (+) Hl, Hsb, Kc, Kt, (+) Hsb, Kc, Kt, Lt, (+) Hsb, Kc, Kt, Tg
Lt,Tg Lt, Tg Tg
Tegalan (Tg) (-) Kc, Kr, Kt, Lt, (-) Hsb, Pk, Sw (-) Kc, Pk, Sw (-) Kc, Kt, Pk, Sw
Pk, Sw,
(+) Hl, Kc, Sw (+) Hsb, Kc, Kr, Kt, (+) Hsb, Kc, Lt, Sw (+) Hsb, Kc, Kt, Lt, Sw
Lt, Sw,
Keterangan :
- Hl : Hutan lebat - Lt : Lahan terbuka
- Hsb: Hutan semak belukar - Pk : Permukiman
- Kc : Kebun campuran - Sw : Sawah
- Kr : Kebun karet - Tg : Tegalan
- Kt : Kebun teh
- tanda negatif (-) menyatakan luas areal berkurang, terkonversi menjadi
- tanda positif (+)menyatakan luas areal bertambah, bertambah dari.
48

Pada tahun 1994-2001 perubahan terbesar terjadi pada tegalan yang

bertambah sebesar 1272,06 ha (8,53 %), kemudian menyusul permukiman sebesar

938,86 ha (6,29 %). Penurunan luas terjadi pada sawah, kebun teh, dan hutan

semak/belukar masing-masing sebesar 1126,52 ha (7,55 %), 664,39 ha (4,45 %), dan

233,37 ha (1,56 %).

5.4. Laju Penambahan dan Pengurangan Penggunaan/Penutupan Lahan

Dari hasil analisis pertumbuhan atau peluruhan (growth/decay function) dapat

digambarkan laju penambahan dan pengurangan penggunaan/penutupan lahan di Sub

DAS Ciliwung Hulu sebagaimana disajikan pada Tabel 8. Hasilnya, permukiman

mempunyai rata-rata laju penambahan tertinggi, yaitu 9,05 %. Sedangkan laju

pengurangan tertinggi pada lahan terbuka, semak belukar, dan sawah, masing-masing

-8,79 %, -5,59 %, dan -5,04 %. Di sisi lain penggunaan/penutupan lahan kebun karet

tidak ditemui lagi sejak tahun 1990 hingga sekarang.

Tingginya laju pertumbuhan permukiman ini memberikan gambaran bahwa

kecenderungan konversi lahan untuk permukiman di Sub DAS Ciliwung hulu relatif

tinggi pula. Bila kecenderungan ini terus berlanjut, dikhawatirkan ekosistem kawasan

lindung di dalam area Sub DAS menjadi terganggu, termasuk fungsi kawasan ini

sebagai daerah resapan air.


49

Tabel 8. Luas, proporsi, dan rata-rata laju penambahan dan pengurangan


penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu (1981-2001)
Rata-rata
Luas (ha) Luas (%)
Tipe Penggunaan penambahan/
Lahan pengurangan per
1981 2001 1981 2001
tahun (%/tahun)
Hutan lebat 4469,47 2993,53 29,96 20,06 -1,98
Hutan semak/belukar 881,30 278,69 5,91 1,87 -5,59
Kebun Campuran 1076,96 1582,01 7,22 10,60 1,94
Kebun Karet 57,51 0,00 0,39 0,00 -
Kebun Teh 2928,05 3094,77 19,62 20,74 0,28
Lahan Terbuka 73,65 11,70 0,49 0,08 -8,79
Permukiman 699,84 3954,88 4,69 26,51 9,05
Sawah 3833,40 1363,73 25,69 9,14 -5,04
Tegalan/Ladang 899,95 1640,83 6,03 11,00 3,05
Total 14920,13 14920,14 100,00 100,00
- tanda negatif (-) menyatakan laju pengurangan luas areal (%)
- tanda positif (+) menyatakan laju penambahan luas areal (%)

Hutan lebat Hutan semak/belukar Kebun campuran


Kebun karet Kebun teh Lahan terbuka
Permukiman Sawah Tegalan
Luas (ha)
5000

4000

3000

2000

1000

0
1980 1985 1990 1995 2000
Tahun
Gambar 12. Perubahan luas penggunaan/penutupan lahan tahun 1981-2001.
Tabel 9. Pergeseran ranking perubahan penggunaan/penutupan lahan dominan pada periode1981-2001 berdasarkan luas

Periode
1981-1985 1985-1990 1990-1994 1994-2001
Penggunaan/Penutupan Luas Penggunaan/Penutupan Luas Penggunaan/Penutupan Luas Penggunaan/Penutupan Luas
Lahan (%) Lahan (%) Lahan (%) Lahan (%)
Sawah Hutan lebat Sawah Sawah
1 16,67 18,82 19,80 17,52
→Permukiman →Kebun teh →Permukiman →Tegalan
Tegalan Sawah Tegalan Sawah
2 9,28 15,30 16,75 13,17
→Sawah →Permukiman →Kebun campuran →Permukiman
Sawah Lahan terbuka Kebun campuran Kebun teh
3 8,89 9,80 10,19 12,40
→Kebun campuran →Hutan semak/belukar →Sawah →Tegalan
Hutan lebat Kebun campuran Sawah Sawah
4 6,67 6,23 8,56 7,73

Tipe Perubahan
→Kebun teh →Tegalan →Kebun campuran →Kebun campuran
Kebun campuran Sawah Hutan semak/belukar Kebun teh
5 6,34 5,11 6,67 7,23
→Sawah →Tegalan →Kebun campuran →Permukiman
Total
perubahan 4278,82 3392,06 1811,50 3813,36
(ha)
Laju
perubahan
1069.705 848.015 452.875 953.34
per tahun
(ha/th)
51

5.5. Perubahan Tipe Penggunaan/Penutupan Lahan yang Dominan

Pada periode tahun 1981-1985, perubahan penggunaan/penutupan lahan yang

paling dominan adalah perubahan sawah menjadi permukiman. Sedangkan pada

periode tahun 1985-1990, perubahan hutan lebat menjadi kebun teh menempati

ranking tertinggi. Kembali, perubahan sawah menjadi permukiman menempati

ranking tertinggi pada tahun 1990-1994, dan pada tahun 1994-2001 perubahan paling

dominan pada sawah menjadi tegalan (Tabel 9).

Berdasarkan jenis perubahan di atas, maka pada periode tahun 1981-2001

tipe-tipe perubahan dominan dapat diidentifikasi dengan melihat jenis perubahan dan

luasannya secara kumulatif (Tabel 10). Perubahan sawah menjadi permukiman

menempati luas terbesar, diikuti oleh hutan lebat menjadi kebun teh dengan luas

masing-masing 1902,29 ha dan 1060,96 ha. Hal ini menunjukkan kebutuhan akan

permukiman merupakan faktor terbesar yang mendorong terjadinya konversi lahan

tersebut.

Tabel 10. Ranking perubahan tipe dan luas penggunaan/penutupan lahan yang
dominan di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981-2001
Penggunaan/Penutupan Penggunaan/Penutupan
Ranking Lahan 1981 Lahan 2001 Luas (ha) Persentase
1 Sawah Permukiman 1902,29 21,02
2 Hutan lebat Kebun teh 1060,96 11,72
3 Sawah Tegalan 621,86 6,87
4 Sawah Kebun campuran 445,87 4,93
5 Kebun campuran Permukiman 411,49 4,55
6 ..... ..... ..... ....
Total 9049,97 100
Tabel 11. Hasil analisis regresi berganda dari komponen-komponen penggunaan/penutupan lahan

No Intercpt L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 J1 J2 J3 J4 J5 J6 J7 J8 J9 R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R-sqr
1 885,54 -15,94 -63,50 -44,07 0,96
2 -670,80 98,27 -89,74 0,96 0,99
3 229,51 0,23 22,42 -49,00 0,98
4 1229,12 0,27 -29,85 -61,15 0,97
5 930,65 -23,58 -47,36 4,83 0,87
6 709,41 -27,00 -10,36 60,34 0,76
7 375,23 124,39 -24,97 -28,76 0,96
8 42,47 -149,77 -11,44 35,94 0,44
9 431,45 -71,31 -18,29 24,54 0,69
10 448,78 -77,76 -181,18 15,71 0,98
11 261,03 -88,42 15,68 -49,59 0,99
12 -45,83 -9,54 2,35 2,20 0,80
13 -142,04 -88,18 16,32 2,06 0,95
14 501,76 -73,23 -50,13 6,64 0,89
15 480,13 -6,30 -0,21 1,86 0,99
16 505,87 23,22 -58,78 -4,56 0,75
17 355,98 -168,38 8,80 -3,67 0,82
18 1168,98 -198,15 -66,46 -4,75 0,99
19 613,51 15,33 -49,19 -4,79 0,74
20 784,77 -59,26 -32,80 -3,96 0,97
21 460,17 -135,29 80,56 -0,97 0,77
22 786,32 -80,29 -21,04 -2,37 0,91
23 183,36 -107,03 59,97 -0,19 0,71
24 865,68 -173,96 -20,93 -0,29 0,71
25 -14,95 -42,20 2,60 16,30 1,00
26 -901,44 33,22 155,75 -0,03 0,71
27 94,92 -116,79 92,33 -0,51 0,76
Keterangan:
Nilai yang bercetak tebal berbeda cukup nyata hingga nyata
Jenis Penggunaan/ Penutupan Luas Penggunaan/ Jumlah Poligon Rata-rata Luas
Lahan Penutupan Lahan Poligon
Hutan Lebat L1 J1 R1
Hutan Semak/belukar L2 J2 R2
Kebun Campuran L3 J3 R3
Kebun Karet L4 J4 R4
Kebun Teh L5 J5 R5
Lahan Terbuka L6 J6 R6
Permukiman L7 J7 R7
Sawah L8 J8 R8
Tegalan/Ladang L9 J9 R9
53

5.6. Faktor-Faktor Penggunaan/Penutupan Lahan yang Mempengaruhi Debit


Maksimum dan Minimum Sungai Ciliwung

Untuk mengetahui peubah-peubah mana dari penggunaan/penutupan lahan

yang paling berpengaruh nyata terhadap debit maksimum-minimum, maka digunakan

analisis korelasi berganda dan analisis regresi berganda. Peubah debit maksimum dan

minimum, yang dalam hal ini diwakili oleh selisih debit maksimum-minimum (dQ)

dikorelasikan dengan peubah luas penggunaan/penutupan lahan (L1, L2, ..., L9),

jumlah poligon penggunaan/penutupan lahan (J1, J2, ..., J9), dan rata-rata luas

poligon penggunaan/penutupan lahan (R1, R2, ..., R9) yang merupakan data dari lima

titik tahun (1981, 1985, 1990, 1994, dan 2001) penggunaan/penutupan lahan.

Tabel 12. Peubah-peubah yang mempengaruhi selisih debit maksimum-minimum dQ


(m3/detik)
Peubah Koefisien p-level
2 2
R = 0,99987249; α = 0,05; Adjusted R = 0,99948994
L2 = luas Penggunaan/Penutupan Lahan Hutan -42,20128 0,019777
semak/belukar
R7 = rata-rata luas poligon permukiman 16,29618 0,011813

Hasil analisis korelasi (Lampiran 13) digunakan untuk menentukan peubah-

peubah yang akan dijadikan model dalam regresi berganda. Hasil Analisis Regresi

Berganda pada taraf nyata α = 0,05 (Tabel 11) menunjukkan peubah-peubah yang

berpengaruh terhadap selisih debit maksimum-minimum (Y), dimodelkan dalam

persamaan sebagai berikut:

Y = – 42,20128(L2) + 16,29618(R7)

Persamaan tersebut merupakan model sederhana yang menggambarkan

hubungan antara selisih debit maksimum-minimum dengan luas hutan semak/belukar,


54

dan rata-rata luas poligon permukiman. Dapat disimpulkan bahwa luas hutan

semak/belukar memiliki hubungan berbanding terbalik terhadap selisih debit

maksimum-minimum, sebaliknya rata-rata luas poligon permukiman berbanding lurus

dengan selisih debit maksimum-minimum. Dengan demikian, penggunaan/penutupan

lahan hutan semak/belukar mampu mengkonservasi air tanah daripada permukiman.

Semakin besar rata-rata luas poligon permukiman, maka selisih debit (dQ)

akan semakin meningkat pula. Hal ini menunjukkan pola permukiman yang sesuai

untuk kawasan puncak adalah pola yang menyebar dengan luas yang tidak terlalu

besar dan dihindari kelompok permukiman yang mengumpul di titik tertentu dengan

luas yang besar. Dengan demikian diharapkan akan mengurangi peningkatan selisih

debit (dQ) Sungai Ciliwung.

Hutan lebat Permukiman Sawah Hutan semak/belukar Qmin

Luas (ha) Debit (m3/det)


5000 800

4000
600

3000
400
2000

200
1000

0 0
1980 1985 1990 1995 2000
Tahun
Gambar 13. Debit minimum (Qmin) dan penggunaan/penutupan lahan hutan
lebat, hutan semak/belukar, sawah, dan permukiman
55

Hutan lebat Permukiman Sawah Hutan semak/belukar Qmaks

Luas (ha) Debit (m3/det)


5000 800

4000
600

3000
400
2000

200
1000

0 0
1980 1985 1990 1995 2000
Tahun
Gambar 14. Debit maksimum (Qmaks) dan penggunaan/penutupan lahan hutan
lebat, hutan semak/belukar, sawah, dan permukiman

Hutan lebat Permukiman Sawah


Hutan semak/belukar dQ Linear (dQ)
Luas (ha) Debit (m3/det)
5000 800
y = 29,874x - 59216
2
R = 0,7102
4000 600

3000 400

2000 200

1000 0

0 -200
1980 1985 1990 1995 2000
Tahun
Gambar 15. Selisih debit maksimum-minimum (dQ) dan penggunaan/penutupan
lahan hutan lebat, hutan semak/belukar, sawah, dan permukiman
56

Selisih debit maksimum-minimum cenderung meningkat dengan

kecenderungan linier (R2 = 0,7102) seiring dengan meningkatnya luas permukiman

(Gambar 15). Peningkatan selisih ini dibarengi dengan penurunan luas hutan lebat,

hutan semak/belukar, dan sawah. Hal ini memberikan gambaran mengenai hubungan

antara pengaruh hutan terhadap peningkatan selisih debit maksimum-minimum di

Sungai Ciliwung (Sub DAS Ciliwung Hulu).

5.7. Struktur Pertumbuhan Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan

Shift-share Analysis (SSA) bertujuan untuk melihat struktur pertumbuhan

perubahan penggunaan/penutupan lahan menurut jenis penggunaan/penutupan lahan,

wilayah/lokasi (desa) pada periode 1981-2001. Data yang digunakan berupa data

penggunaan/penutupan lahan, dimana jumlah total luas lahan yang dibatasi secara

administratif relatif tetap dari tahun ke tahun. Dengan demikian untuk analisis dengan

data tersebut nilai total Share = 0.

Berdasarkan nilai Proportional Shift, penggunaan/penutupan lahan

permukiman memiliki laju pertumbuhan tertinggi, 4,5 kali lebih besar dibandingkan

dengan pertumbuhan penggunaan/penutupan lahan secara umum (Tabel 13).

Penggunaan/penutupan lahan sawah secara umum mengalami pertumbuhan 0,64 kali

lebih rendah dibandingkan dengan laju pertumbuhan penggunaan/penutupan lahan

umumnya di Sub DAS Ciliwung Hulu.

Laju pertumbuhan penggunaan/penutupan lahan yang lebih tinggi daripada

laju rata-rata, berturut-turut dari yang tertinggi, adalah permukiman, tegalan, kebun

campuran, dan kebun teh. Sedangkan laju pertumbuhan penggunaan/penutupan lahan


57

yang lebih rendah daripada laju rata-rata, yaitu hutan lebat, hutan semak/belukar,

sawah, dan lahan terbuka.

Nilai Differential Shift menunjukkan pertumbuhan spesifik permukiman

paling pesat berada di desa Megamendung, hal ini diduga disebabkan oleh faktor

kedekatan jarak antara Megamendung terhadap jalan besar dan pusat kota (ibukota

kabupaten) dibandingkan dengan desa-desa lainnya. Selain faktor jarak, juga karena

jarang terjadi bencana alam seperti gempa bumi, tanah longsor, dan banjir (BPS,

2000). Bila dibandingkan dengan desa-desa lainnya, tingkat kenaikan jumlah

permukiman di Megamendung lebih tinggi dari desa lainnya, walaupun jumlah

permukiman di desa Megamendung pada tahun 1981 lebih sedikit.

Tabel 13. Nilai differential shift dan proportional shift


Penggunaan Lahan
Desa Hl Hsb Kc Kt Lt Pk Sw Tg
Proportional Shift -0,34 -0,6 0,47 0,05 -0,84 4,5 -0,64 0,78
Bojong murni -0,13 -1,3 29,63
Pandansari -2,24 0,18 -1,78
Batu Layang -0,66 -0,4 -0,84 4,05 -1,54
Cibeureum 0,12 -0,4 0,09 0,26 -0,16 -1,66 -0,36
Cilember -0,66 -0,4 0,26 -1,74
Cisarua -2,22 -0,05 -1,78
Citeko 0,9 -0,27 -0,16 6,51 -0,34
Jogjogan -0,66 0,67 -1,44
Kopo -1,24 -1,05 2,25 -0,15
Leuwi Malang 3,19 -0,11
Differential Shift

Tugu Selatan 0,09 -1,47 -0,05 -1,46 -0,36 27,39


Tugu Utara -0,17 0,33 -0,14 -1,2 65,8 -1,09
Cipayung girang -0,4 0,6 -0,18 -0,05 -1,78
Cipayung datar -0,4 -0,93 -0,55 0,08 -1,41
Gadog -0,89 5,8 0,15
Kuta 0,17 -0,25 1,73 -0,08
Megamendung -0,05 0,07 0,38 0,52 26,09 2,31 0,38
Sukagalih -0,49 -0,4 5,58 -0,54 -0,01 0,19
Sukakarya -0,4 2,57 6,62 -0,24
Sukamahi -0,4 -0,23 1,88 -0,05
Sukamaju -0,95 -0,34
Sukamanah -3,67 -0,36
Sukaresmi 0,01 -0,4 -0,24 0,64 0,43 -0,14
Sindang Sari 0,37 0,07
Sindangrasa -2,06 -0,21
58

Penggunaan/penutupan lahan sawah paling tinggi pertumbuhannya di desa

Tugu Utara, sedangkan tegalan berkembang pesat di desa Tugu Selatan. Bila dilihat

dari bentuk lahan, maka desa Tugu Utara lebih didominasi oleh dataran dengan

bentuk wilayah datar sampai bergelombang. Hal ini menyebabkan pertumbuhan lahan

sawah lebih cepat daripada desa Tugu Selatan yang lebih banyak didominasi oleh

lereng volkan atas (BRLKT). Oleh sebab itu tegalan lebih tinggi pertumbuhannya di

desa Tugu Selatan.


VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah :

1. Penggunaan/penutupan lahan permukiman memiliki rata-rata laju pertumbuhan

tertinggi dibandingkan dengan penggunaan/penutupan lahan lainnya pada Sub

DAS Ciliwung Hulu pada periode tahun 1981-2001.

2. Perubahan penggunaan/penutupan lahan sawah ke permukiman merupakan jenis

perubahan penggunaan/penutupan lahan yang dominan ditemukan di Sub DAS

Ciliwung hulu pada periode tahun 1981-2001. Artinya kecenderungan konversi

lahan pertanian menjadi lahan permukiman menempati tingkat kecenderungan

konversi lahan tertinggi.

3. Pertumbuhan lahan permukiman yang tertinggi terjadi di desa Megamendung,

sedangkan sawah dan tegalan tertinggi pertumbuhannya di desa Tugu Utara dan

Tugu Selatan. Pertumbuhan kebun teh tertinggi terjadi di desa Bojongmurni.

4. Keberadaan penggunaan/penutupan lahan hutan semak/belukar berpengaruh

dalam menurunkan selisih debit maksimum-minimum, sebaliknya permukiman

berpengaruh dalam meningkatkan selisih debit maksimum-minimum.


60

6.2. Saran

Perlu dilakukannya pembatasan pembangunan permukiman di daerah Sub

DAS Ciliwung Hulu (Puncak) oleh pihak Pemerintah Daerah dan instansi terkait,

mengingat adanya kecenderungan penurunan fungsi hidrologi Sub DAS Ciliwung

Hulu akibat meningkatnya jumlah permukiman di kawasan tersebut. Dikaji ulang

peraturan mengenai penataan ruang dan tata guna lahan di kawasan Puncak, serta

adanya sosialisasi kepada masyarakat dan semua stakeholder yang

bertanggungajawab terhadap keberlangsungan fungsi Sub DAS Ciliwung Hulu

sebagai daerah resapan air.


DAFTAR PUSTAKA

Aronoff, S. 1989. Geographic Information System: A Management Perspective.


Ottawa, Canada: WDL Publications.

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Cetakan Ketiga. Bogor: IPB Press.

Asriningrum, W. 2002. Studi Kemampuan Landsat ETM+ untuk Identifikasi


Bentuklahan (Landform) di Daerah Jakarta-Bogor. Tesis S2. Bogor: Program
Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Avery, T.E. 1992. Fundamental of Remote Sensing and Air–Photo Interpretation, 5th
Ed. New Jersey: Prentice-Hall, Upper Sadle River.

[Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 1998. Peta Rupa
Bumi Cisarua [Peta Topografi] (Ed. I) 1209-142. Skala 1:25000. Bogor.

[Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 1999. Peta Rupa
Bumi Ciawi [Peta Topografi] (Ed. I) 1209-141. Skala 1:25000. Bogor.

Barus, B., dan Wiradisastra U.S. 2000. Sistem Informasi Geografi Sarana Manajemen
Sumberdaya. Bogor: Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi,
Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

[BPSDA] Balai Pengawetan Sumberdaya Air Ciliwung-Cisadane. Data Debit


Minimum dan Maksimum Sungai Ciliwung, Bendung Katulampa. Bogor.

[BRLKT] Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. Rencana Teknik Lapang
RLKT Sub DAS Ciliwung Hulu; Buku Utama. Bogor.

[BPS] Biro Pusat Statistik. 2000. Data Potensi Desa Jawa Barat. Jakarta.

Burrough, P.A. and R.A. McDonnel. 1986. Principles of GIS for Land Resources
Assesment. London: Clarendon Press.

Davis, B.E. 1996. GIS: A Visual Approach. Africa, Australia, Denmark, Japan,
Mexico, New Zealand, Philipines, Puerto Rico, Singapore, United Kingdom,
United States: OnWord Press.

Departemen Pekerjaan Umum. 1996. Buletin Pengairan.


http://www.pu.go.id/publik/pengum~1/buletin/ban_ren.htm [29 Desember
2003]
62

Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Edisi ke-2. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.

Haridjaja, O., K. Murtilaksono, Sudarmo, dan L.M. Rachman. 1990. Hidrologi


Pertanian. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Harimurti. 1999. Interpretasi Visual Foto Udara Digital pada Layar Monitor. Skripsi
S1. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Jurusan Tanah IPB. 1990. Pengkajian Perubahan Penggunaan Lahan Daerah Sekitar
Puncak dan Akibat yang Ditimbulkan. Laporan Penelitian. Bogor: Jurusan
Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Kazaz, Charles. 2001. Contaminated Lands - Presentation of Bill 72 Establishing


New Rules for the Protection and Rehabilitation of Contaminated Lands.
http://www.fasken.com/WEB/FMDWEBSITE.NSF/0/7A37D65E2DB09BA1
85256B360077D436/$File/ENVIROBULLETIN_FLASH_ANG.PDF?OpenE
lement [29 Desember 2003].

Kompas. Sabtu, 13 September 2003. Musim Hujan di Bogor Bulan Oktober, Jakarta
Terancam Banjir http://www.kompas.com/kompas-
cetak/0309/13/metro/560823.htm [29 Desember 2003].

Lillesand, T.M., dan R.W. Kiefer. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Cetakan ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

McCuen, R. H. 1998. Hidrologic Analysis and Design. Second Edition. New Jersey:
Prentice Hall Upper Saddle River.

Murai, S. 1996. Remote Sensing Note. Japan: Japan Association on Remote Sensing.

North Carolina Stream Restoration Institute (NCSRI). Watershed Assessment.


http://www.bae.ncsu.edu/programs/extension/wqg/volunteer/man_ch1.htm
[29 Desember 2003].

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1992. Peta Tanah Semidetil Daerah Aliran
Sungai Ciliwung Hulu Skala 1:50.000. Bogor.

Rachim, J.A. dan Suwardi. 1999. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Bogor: Jurusan
Tanah, Faperta, Institut Pertanian Bogor.

Riyadi, D. 2003. Pemetaan Geologi Lingkungan Daerah Bogor Dan Sekitarnya.


Bandung: Direktorat Tata Lingkungan Geologi Dan Kawasan Pertambangan.
http://www.dgtl.esdm.go.id/geoling/pwl-Bogor%20LbrGTL.htm [5 Januari
2004].
63

Rustiadi, E. 1999. Spatial Analysis on Suburbanization Process. Disertation of


Regional Planning Laboratory. Division of Tropical Agriculture, Kyoto
University. Japan.

Sudadi, U., D.P.T. Baskoro, K. Munibah, B. Barus dan Darmawan. 1991. Kajian
Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Aliran Sungai dan
Penurunan Kualitas Lahan di Sub-DAS Ciliwung Hulu dengan Pendekatan
Model Simulasi Hidrologi. [Laporan Penelitian]. Bogor: Jurusan Tanah.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Suryani, L. 2000. Analisis Usahatani Padi (Oryza sativa L.) dengan Empat Pola
Tanam yang Berbeda di Tiga Lokasi Usahatani (Studi Kasus Kabupaten
Majalengka, Klaten, dan Kediri. Skripsi S1. Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan


Ruang. Jakarta: Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional.

Utomo, W.H. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia. Suatu Rekaman dan Analisa.
Malang: Universitas Brawijaya.

Viessman, W. Jr., J.W. Knapp, G.L. Lewis, and T.E. Harbaugh. 1972. Introduction to
Hydrology, Second Edition. IEP-Dun-Donnelley. New York, Hagerstown,
San Fransisco, London: Harper and Row Publishers.

[Walhi] Wahana Lingkungan Hidup Indonesia. Banjir Bandang Bohorok Akibat


Rusaknya Hutan.
http://www.walhi.or.id/Indonesia/siaran%20pers/siarpers_bjr-
bdg_akbt_rsk_HUTAN_04112003.htm [29 Desember 2003].

Wolf, P.R. 1983. Elements of Photogrammetry with Air Photo Interpretation and
Remote sensing. 2nd Ed. New York: McGraw-Hill, Inc.
LAMPIRAN
65

Tabel Lampiran 1. Perubahan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung
Hulu tahun 1981-1985
Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%)
1981 1985
Hutan Hutan 3869,93 86,59
Semak/belukar 4,92 0,11
Kebun campuran 9,20 0,21
Kebun teh 285,26 6,38
Lahan terbuka 253,37 5,67
Sawah 36,62 0,82
Tegalan 10,16 0,23
4469,47 100,00
Semak/belukar Hutan 0,00 0,00
Semak/belukar 362,61 41,14
Kebun campuran 144,37 16,38
Kebun karet 112,30 12,74
Kebun teh 44,91 5,10
Lahan terbuka 95,25 10,81
Permukiman 23,20 2,63
Sawah 98,68 11,20
881,30 100,00
Kebun campuran Hutan 0,00 0,00
Kebun campuran 542,25 50,35
Kebun karet 9,92 0,92
Kebun teh 41,26 3,83
Lahan terbuka 40,93 3,80
Permukiman 163,36 15,17
Sawah 271,39 25,20
Tegalan 7,86 0,73
1076,96 100,00
Kebun karet Kebun campuran 3,80 6,60
Kebun karet 48,25 83,90
Permukiman 5,46 9,50
57,51 100,00
Kebun teh Semak/belukar 56,65 1,93
Kebun campuran 126,19 4,31
Kebun teh 2535,12 86,58
Lahan terbuka 42,59 1,45
Permukiman 32,48 1,11
Sawah 135,02 4,61
2928,05 100,00
Lahan terbuka Kebun campuran 0,41 0,56
Kebun teh 44,93 61,00
Lahan terbuka 7,30 9,91
Permukiman 12,46 16,92
Sawah 8,55 11,61
73,65 100,00
Permukiman Permukiman 699,84 100,00

Sawah Semak/belukar 55,21 1,44


Kebun campuran 380,35 9,92
Kebun karet 7,88 0,21
Kebun teh 155,50 4,06
Permukiman 713,21 18,61
Sawah 2470,29 64,44
Tegalan 50,96 1,33
3833,39 100,00
Tegalan Kebun campuran 110,88 12,32
Kebun karet 10,19 1,13
Kebun teh 59,08 6,57
Lahan terbuka 101,27 11,25
Permukiman 115,58 12,84
Sawah 397,21 44,14
Tegalan 105,73 11,75
899,95 100,00
66

Tabel Lampiran 2. Perubahan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung
Hulu tahun 1985-1990
Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%)
1985 1990
Hutan Hutan 3143,39 81,23
Semak/belukar 35,73 0,92
Kebun campuran 14,57 0,38
Kebun teh 638,24 16,49
Lahan terbuka 37,17 0,96
Sawah 0,83 0,02
3869,94 100,00
Semak/belukar Semak/belukar 286,03 59,67
Kebun campuran 83,57 17,43
Kebun teh 18,14 3,78
Lahan terbuka 0,09 0,02
Permukiman 9,50 1,98
Sawah 71,16 14,84
Tegalan 10,91 2,28
479,39 100,00
Kebun campuran Semak/belukar 95,42 7,24
Kebun campuran 695,37 52,78
Kebun teh 76,45 5,80
Lahan terbuka 31,44 2,39
Permukiman 104,90 7,96
Sawah 102,43 7,77
Tegalan 211,44 16,05
1317,45 100,00
Kebun karet Semak/belukar 59,16 31,38
Kebun campuran 74,03 39,27
Lahan terbuka 4,45 2,36
Permukiman 20,33 10,78
Tegalan 30,55 16,21
188,53 100,00
Kebun teh Hutan 0,00 0,00
Semak/belukar 54,61 1,72
Kebun campuran 62,88 1,99
Kebun teh 2970,12 93,81
Lahan terbuka 0,06 0,00
Permukiman 47,96 1,51
Sawah 24,85 0,79
Tegalan 5,59 0,18
3166,06 100,00
Lahan terbuka Semak/belukar 332,49 61,49
Kebun campuran 67,67 12,52
Kebun teh 47,96 8,87
Lahan terbuka 31,13 5,76
Permukiman 10,89 2,01
Sawah 28,08 5,19
Tegalan 22,50 4,16
540,71 100,00
Permukiman Kebun campuran 0,00 0,00
Kebun teh 0,00 0,00
Permukiman 1765,57 100,00
Sawah 0,00 0,00
Tegalan 0,00 0,00
1765,57 100,00
Sawah Semak/belukar 10,02 0,29
Kebun campuran 153,63 4,50
Kebun teh 87,74 2,57
Lahan terbuka 2,81 0,08
Permukiman 518,95 15,18
Sawah 2471,20 72,31
Tegalan 173,39 5,07
3417,74 100,00
Tegalan Semak/belukar 0,00 0,00
Permukiman 4,15 2,38
Sawah 5,32 3,04
Tegalan 165,25 94,58
174,72 100,00
67

Tabel Lampiran 3. Perubahan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung
Hulu tahun 1990-1994

Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%)
1990 1994
Hutan Hutan 3143,0 100,0
Kebun campuran 0,0 0,0
Kebun teh 0,4 0,0
Lahan terbuka 0,0 0,0
3143,4 100,0
Semak/belukar Hutan 0,0 0,0
Semak/belukar 507,7 58,1
Kebun campuran 120,8 13,8
Kebun teh 66,0 7,6
Permukiman 4,3 0,5
Sawah 69,1 7,9
Tegalan 105,6 12,1
873,5 100,0
Kebun campuran Semak/belukar 1,4 0,1
Kebun campuran 888,0 77,1
Kebun teh 0,0 0,0
Lahan terbuka 4,4 0,4
Permukiman 62,6 5,4
Sawah 184,6 16,0
Tegalan 10,7 0,9
1151,7 100,0
Kebun teh Hutan 0,0 0,0
Kebun campuran 90,9 2,4
Kebun teh 3691,5 96,2
Permukiman 56,3 1,5
Sawah 0,0 0,0
Tegalan 0,0 0,0
3838,6 100,0
Lahan terbuka Semak/belukar 2,9 2,7
Kebun campuran 28,3 26,4
Kebun teh 0,0 0,0
Lahan terbuka 40,1 37,4
Permukiman 9,3 8,7
Sawah 22,3 20,8
Tegalan 4,3 4,0
107,1 100,0
Permukiman Semak/belukar 0,0 0,0
Kebun campuran 0,0 0,0
Kebun teh 0,0 0,0
Permukiman 2482,2 100,0
Sawah 0,0 0,0
Tegalan 0,0 0,0
2482,2 100,0
Sawah Semak/belukar 0,0 0,0
Kebun campuran 155,0 5,7
Kebun teh 1,3 0,0
Permukiman 358,7 13,3
Sawah 2148,4 79,5
Tegalan 40,4 1,5
2703,9 100,0
Tegalan Semak/belukar 0,0 0,0
Kebun campuran 303,5 49,0
Permukiman 42,5 6,9
Sawah 65,9 10,6
Tegalan 207,7 33,5
619,6 100,0
68

Tabel Lampiran 4. Perubahan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung
Hulu tahun 1994-2001

Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%)
1994 2001
Hutan Hutan 2993,53 95,24
Semak/belukar 8,74 0,28
Kebun campuran 0,00 0,00
Kebun teh 135,50 4,31
Permukiman 5,26 0,17
3143,02 100,00
Semak/belukar Semak/belukar 248,88 48,60
Kebun campuran 46,99 9,18
Kebun teh 58,08 11,34
Permukiman 6,39 1,25
Sawah 7,94 1,55
Tegalan 143,79 28,08
512,06 100,00
Kebun campuran Kebun campuran 972,57 61,31
Kebun teh 40,74 2,57
Lahan terbuka 1,90 0,12
Permukiman 120,76 7,61
Sawah 247,54 15,60
Tegalan 202,89 12,79
1586,41 100,00
Kebun teh Hutan 0,00 0,00
Semak/belukar 21,08 0,56
Kebun campuran 170,17 4,53
Kebun teh 2765,87 73,58
Lahan terbuka 9,80 0,26
Permukiman 275,76 7,34
Sawah 43,46 1,16
Tegalan 473,03 12,58
3759,16 100,00
Lahan terbuka Kebun campuran 43,69 98,31
Permukiman 0,42 0,95
Tegalan 0,33 0,75
44,44 100,00
Permukiman Kebun campuran 0,01 0,00
Permukiman 3016,01 100,00
3016,01 100,00
Sawah Kebun campuran 294,88 11,84
Kebun teh 68,20 2,74
Permukiman 502,08 20,16
Sawah 957,13 38,44
Tegalan 667,97 26,82
2490,25 100,00
Tegalan Kebun campuran 53,70 14,56
Kebun teh 26,39 7,16
Permukiman 28,20 7,65
Sawah 107,67 29,20
Tegalan 152,82 41,44
368,77 100,00
69

Tabel Lampiran 5. Perubahan luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS


Ciliwung Hulu pada periode tahun 1981-1985, 1985-1990,
1990-1994, dan 1994-2001.

1981-1985 1985-1990 1990-1994 1994-2001


Tipe Penggunaan
Lahan Ha % Ha % Ha % Ha %

Hutan lebat -599,53 -4,02 -726,54 -4,87 -0,37 0,00 -149,49 -1,00
Hutan
-401,92 -2,69 394,07 2,64 -361,40 -2,42 -233,37 -1,56
semak/belukar
Kebun Campuran 240,49 1,61 -165,72 -1,11 434,68 2,91 -4,41 -0,03
Kebun Karet 131,02 0,88 -188,53 -1,26 0,00 0,00 0,00 0,00
Kebun Teh 238,02 1,60 672,58 4,51 -79,48 -0,53 -664,39 -4,45
Lahan Terbuka 467,05 3,13 -433,56 -2,91 -62,70 -0,42 -32,74 -0,22
Permukiman 1065,75 7,14 716,66 4,80 533,77 3,58 938,86 6,29
Sawah -415,64 -2,79 -713,89 -4,78 -213,62 -1,43 -1126,52 -7,55
Tegalan/Ladang -725,23 -4,86 444,91 2,98 -250,86 -1,68 1272,06 8,53
Total 2142,32 14,36 2228,23 14,93 968,44 6,49 2210,92 14,82
Perubahan
Keterangan :
- persen (%) menyatakan nilai persentase perubahan dibandingkan dengan total luas area
- nilai negatif (-) menyatakan penurunan luas areal
- nilai positif (+) menyatakan penambahan luas areal.
70

Tabel Lampiran 6. Perubahan dominan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS
Ciliwung Hulu tahun 1981-1985

Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%)
1981 1985
Sawah Permukiman 713,21 16,67
Tegalan Sawah 397,21 9,28
Sawah Kebun campuran 380,35 8,89
Hutan lebat Kebun teh 285,26 6,67
Kebun campuran Sawah 271,39 6,34
Hutan lebat Lahan terbuka 253,37 5,92
Kebun campuran Permukiman 163,36 3,82
Sawah Kebun teh 155,50 3,63
Hutan semak/belukar Kebun campuran 144,37 3,37
Kebun teh Sawah 135,02 3,16
Kebun teh Kebun campuran 126,19 2,95
Tegalan Permukiman 115,58 2,70
Hutan semak/belukar Kebun karet 112,30 2,62
Tegalan Kebun campuran 110,88 2,59
Tegalan Lahan terbuka 101,27 2,37
Hutan semak/belukar Sawah 98,68 2,31
Hutan semak/belukar Lahan terbuka 95,25 2,23
Tegalan Kebun teh 59,08 1,38
Kebun teh Hutan semak/belukar 56,65 1,32
Sawah Hutan semak/belukar 55,21 1,29
Sawah Tegalan 50,96 1,19
Lahan terbuka Kebun teh 44,93 1,05
Hutan semak/belukar Kebun teh 44,91 1,05
Kebun teh Lahan terbuka 42,59 1,00
Kebun campuran Kebun teh 41,26 0,96
Kebun campuran Lahan terbuka 40,93 0,96
Hutan lebat Sawah 36,62 0,86
Kebun teh Permukiman 32,48 0,76
Hutan semak/belukar Permukiman 23,20 0,54
Lahan terbuka Permukiman 12,46 0,29
Tegalan Kebun karet 10,19 0,24
Hutan lebat Tegalan 10,16 0,24
Kebun campuran Kebun karet 9,92 0,23
Hutan lebat Kebun campuran 9,20 0,22
Lahan terbuka Sawah 8,55 0,20
Sawah Kebun karet 7,88 0,18
Kebun campuran Tegalan 7,86 0,18
Kebun karet Permukiman 5,46 0,13
Hutan lebat Hutan semak/belukar 4,92 0,11
Kebun karet Kebun campuran 3,80 0,09
Lahan terbuka Kebun campuran 0,41 0,01
Hutan semak/belukar Hutan lebat 0,00 0,00
Kebun campuran Hutan lebat 0,00 0,00
Total 4278,82 100,00
71

Tabel Lampiran 7. Perubahan dominan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS
Ciliwung Hulu tahun 1985-1990

Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%)
1985 1990
Hutan lebat Kebun teh 638,24 18,82
Sawah Permukiman 518,95 15,30
Lahan terbuka Hutan semak/belukar 332,49 9,80
Kebun campuran Tegalan 211,44 6,23
Sawah Tegalan 173,39 5,11
Sawah Kebun campuran 153,63 4,53
Kebun campuran Permukiman 104,90 3,09
Kebun campuran Sawah 102,43 3,02
Kebun campuran Hutan semak/belukar 95,42 2,81
Sawah Kebun teh 87,74 2,59
Hutan semak/belukar Kebun campuran 83,57 2,46
Kebun campuran Kebun teh 76,45 2,25
Kebun karet Kebun campuran 74,03 2,18
Hutan semak/belukar Sawah 71,16 2,10
Lahan terbuka Kebun campuran 67,67 1,99
Kebun teh Kebun campuran 62,88 1,85
Kebun karet Hutan semak/belukar 59,16 1,74
Kebun teh Hutan semak/belukar 54,61 1,61
Kebun teh Permukiman 47,96 1,41
Lahan terbuka Kebun teh 47,96 1,41
Hutan lebat Lahan terbuka 37,17 1,10
Hutan lebat Hutan semak/belukar 35,73 1,05
Kebun campuran Lahan terbuka 31,44 0,93
Kebun karet Tegalan 30,55 0,90
Lahan terbuka Sawah 28,08 0,83
Kebun teh Sawah 24,85 0,73
Lahan terbuka Tegalan 22,50 0,66
Kebun karet Permukiman 20,33 0,60
Hutan semak/belukar Kebun teh 18,14 0,53
Hutan lebat Kebun campuran 14,57 0,43
Hutan semak/belukar Tegalan 10,91 0,32
Lahan terbuka Permukiman 10,89 0,32
Sawah Hutan semak/belukar 10,02 0,30
Hutan semak/belukar Permukiman 9,50 0,28
Kebun teh Tegalan 5,59 0,16
Tegalan Sawah 5,32 0,16
Kebun karet Lahan terbuka 4,45 0,13
Tegalan Permukiman 4,15 0,12
Sawah Lahan terbuka 2,81 0,08
Hutan lebat Sawah 0,83 0,02
Hutan semak/belukar Lahan terbuka 0,09 0,00
Kebun teh Lahan terbuka 0,06 0,00
Kebun teh Hutan lebat 0,00 0,00
Permukiman Kebun campuran 0,00 0,00
Permukiman Kebun teh 0,00 0,00
Permukiman Sawah 0,00 0,00
Permukiman Tegalan 0,00 0,00
Tegalan Hutan semak/belukar 0,00 0,00
Total 3392,06 100,00
72

Tabel Lampiran 8. Perubahan dominan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS
Ciliwung Hulu tahun 1990-1994

Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%)
1990 1994
Sawah Permukiman 358,7 19,80
Tegalan Kebun campuran 303,5 16,75
Kebun campuran Sawah 184,6 10,19
Sawah Kebun campuran 155,0 8,56
Hutan semak/belukar Kebun campuran 120,8 6,67
Hutan semak/belukar Tegalan 105,6 5,83
Kebun teh Kebun campuran 90,9 5,02
Hutan semak/belukar Sawah 69,1 3,81
Hutan semak/belukar Kebun teh 66,0 3,64
Tegalan Sawah 65,9 3,64
Kebun campuran Permukiman 62,6 3,46
Kebun teh Permukiman 56,3 3,11
Tegalan Permukiman 42,5 2,35
Sawah Tegalan 40,4 2,23
Lahan terbuka Kebun campuran 28,3 1,56
Lahan terbuka Sawah 22,3 1,23
Kebun campuran Tegalan 10,7 0,59
Lahan terbuka Permukiman 9,3 0,51
Kebun campuran Lahan terbuka 4,4 0,24
Hutan semak/belukar Permukiman 4,3 0,24
Lahan terbuka Tegalan 4,3 0,24
Lahan terbuka Hutan semak/belukar 2,9 0,16
Kebun campuran Hutan semak/belukar 1,4 0,08
Sawah Kebun teh 1,3 0,07
Hutan lebat Kebun teh 0,4 0,02
Hutan lebat Kebun campuran 0,0 0,00
Hutan lebat Lahan terbuka 0,0 0,00
Hutan semak/belukar Hutan lebat 0,0 0,00
Kebun campuran Kebun teh 0,0 0,00
Kebun teh Hutan lebat 0,0 0,00
Kebun teh Sawah 0,0 0,00
Kebun teh Tegalan 0,0 0,00
Lahan terbuka Kebun teh 0,0 0,00
Permukiman Hutan semak/belukar 0,0 0,00
Permukiman Kebun campuran 0,0 0,00
Permukiman Kebun teh 0,0 0,00
Permukiman Sawah 0,0 0,00
Permukiman Tegalan 0,0 0,00
Sawah Hutan semak/belukar 0,0 0,00
Tegalan Hutan semak/belukar 0,0 0,00
Total 1811,5 100,00
73

Tabel Lampiran 9. Perubahan dominan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS
Ciliwung Hulu tahun 1994-2001

Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%)
1994 2001
Sawah Tegalan 667,97 17,52
Sawah Permukiman 502,08 13,17
Kebun teh Tegalan 473,03 12,40
Sawah Kebun campuran 294,88 7,73
Kebun teh Permukiman 275,76 7,23
Kebun campuran Sawah 247,54 6,49
Kebun campuran Tegalan 202,89 5,32
Kebun teh Kebun campuran 170,17 4,46
Hutan semak/belukar Tegalan 143,79 3,77
Hutan lebat Kebun teh 135,50 3,55
Kebun campuran Permukiman 120,76 3,17
Tegalan Sawah 107,67 2,82
Sawah Kebun teh 68,20 1,79
Hutan semak/belukar Kebun teh 58,08 1,52
Tegalan Kebun campuran 53,70 1,41
Hutan semak/belukar Kebun campuran 46,99 1,23
Lahan terbuka Kebun campuran 43,69 1,15
Kebun teh Sawah 43,46 1,14
Kebun campuran Kebun teh 40,74 1,07
Tegalan Permukiman 28,20 0,74
Tegalan Kebun teh 26,39 0,69
Kebun teh Hutan semak/belukar 21,08 0,55
Kebun teh Lahan terbuka 9,80 0,26
Hutan lebat Hutan semak/belukar 8,74 0,23
Hutan semak/belukar Sawah 7,94 0,21
Hutan semak/belukar Permukiman 6,39 0,17
Hutan lebat Permukiman 5,26 0,14
Kebun campuran Lahan terbuka 1,90 0,05
Lahan terbuka Permukiman 0,42 0,01
Lahan terbuka Tegalan 0,33 0,01
Permukiman Kebun campuran 0,01 0,00
Hutan lebat Kebun campuran 0,00 0,00
Kebun teh Hutan lebat 0,00 0,00
Total 3813,36 100,00
74

Tabel Lampiran 10. Peubah-peubah penggunaan lahan utama tahun 1981-2001

Penggunaan Lahan
No. Luas (ha) Luas (%)
1981 2001
1 Sawah Permukiman 1902,29 21,02
2 Hutan lebat Kebun teh 1060,96 11,72
3 Sawah Tegalan 621,86 6,87
4 Sawah Kebun campuran 445,87 4,93
5 Kebun campuran Permukiman 411,49 4,55
6 Tegalan Permukiman 392,26 4,33
7 Kebun teh Tegalan 373,56 4,13
8 Kebun teh Permukiman 352,05 3,89
9 Hutan semak/belukar Kebun campuran 325,10 3,59
10 Kebun teh Kebun campuran 241,10 2,66
11 Kebun campuran Tegalan 223,15 2,47
12 Tegalan Sawah 216,96 2,40
13 Hutan semak/belukar Sawah 182,19 2,01
14 Hutan semak/belukar Tegalan 176,79 1,95
15 Hutan lebat Hutan semak/belukar 176,51 1,95
16 Hutan lebat Kebun campuran 153,55 1,70
17 Tegalan Kebun campuran 123,15 1,36
18 Kebun campuran Sawah 113,63 1,26
19 Hutan semak/belukar Permukiman 106,68 1,18
20 Kebun teh Hutan semak/belukar 70,00 0,77
21 Hutan lebat Tegalan 69,56 0,77
22 Hutan semak/belukar Kebun teh 56,46 0,62
23 Lahan terbuka Permukiman 49,41 0,55
24 Kebun campuran Kebun teh 41,60 0,46
25 Sawah Kebun teh 41,24 0,46
26 Tegalan Kebun teh 31,86 0,35
27 Kebun karet Permukiman 26,06 0,29
28 Kebun karet Tegalan 25,30 0,28
29 Kebun teh Sawah 24,07 0,27
30 Lahan terbuka Tegalan 14,89 0,16
31 Hutan lebat Permukiman 14,81 0,16
32 Kebun teh Lahan terbuka 9,75 0,11
33 Kebun karet Kebun campuran 6,15 0,07
34 Lahan terbuka Kebun teh 5,13 0,06
35 Lahan terbuka Sawah 4,23 0,05
36 Hutan semak/belukar Lahan terbuka 1,90 0,02
37 Hutan lebat Sawah 0,55 0,01
38 Sawah Lahan terbuka 0,06 0,00
Total 9049,97 100
75

Tabel Lampiran 11. Data debit minimum dan maksimum Sungai Ciliwung
DEBIT MINIMAL DAN MAKSIMAL SUNGAI CILIWUNG
BENDUNG KATULAMPA L = 82 M
CABANG DINAS PENGAIRAN CIAWl
Terjadi
TAHUN Q MNIMUM Q MAXIMUM H (cm) Tanggal
(M3/DET) ( M3/det)
1981 7,160 14,320 34 24/01/1981
1982 4,000 14,000 33 26/04/1982
1983 4,702 62,070 68 16/01/1983
1984 4,080 107,964 92 26/02/1984
1985 6,334 115,019 95 28/04/1985
1986 6,720 137,361 105 16/07/1986
1987 2,240 47,257 65 10/12/1987
1988 3,167 91,744 85 16/12/1988
1989 2,743 144,375 98 07/04/1989
1990 4,757 132,474 97 10/12/1990
1991 2,240 211,248 110 12/01/1991
1992 2,183 378,675 160 19/10/1992
1993 5,710 343,200 150 14/02/1993
1994 1,855 378,675 160 29/01/1994
1995 1,712 244,200 120 08/12/1995
1996 3,460 740,025 250 06/01/1996
1997 1,224 244,200 120 12/05/1997
1998 1,224 651,750 230 11/05/1998
1999 1,712 610,500 220 25/02/1999
2000 1,712 525,525 200 12/11/2000
2001 3,460 411,675 170 07/06/2001
2002 6,670 525,525 200 18/01/2002
76

Tabel Lampiran 12. Data debit dan luas, luas rata-rata poligon, dan jumlah poligon penggunaan/penutupan lahan yang digunakan
dalam analisis korelasi dan regresi berganda
Data-Data P enggunaan/Penutupan Lahan
Debit Air (m3/detik)
P roporsi Luas (%) Jumlah Poligon (unit) Rata-rata Luas Poligon (ha)
T ahun
Hl Hsb Kc Kr Kt Lt Pk Sw T g Hl Hsb Kc Kr Kt Lt Pk Sw Tg Hl Hsb Kc Kr Kt Lt Pk Sw Tg
Qmn Qmx dQ
L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 J1 J2 J3 J4 J5 J6 J7 J8 J9 R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9
1981 7,16 14,32 7,16 29,96 5,91 7,22 0,39 19,62 0,49 4,69 25,69 6,03 2 7 22 1 5 2 45 3 2 2234,73 125,90 48,95 57,51 585,61 36,83 15,55 1277,80 449,98
1985 6,33 115,02 108,69 25,94 3,21 8,83 1,26 21,22 3,62 11,83 22,91 1,17 2 8 13 4 9 5 112 10 4 1934,97 59,92 101,34 47,13 351,78 108,14 15,76 341,78 43,68
1990 4,76 132,47 127,72 21,07 5,85 7,72 0,00 25,73 0,72 16,64 18,12 4,15 2 9 16 0 10 5 106 11 11 1571,70 97,05 71,98 0,00 383,86 21,43 23,42 245,81 56,33
1994 1,86 378,68 376,82 21,07 3,43 10,63 0,00 25,20 0,30 20,21 16,69 2,47 2 6 8 0 10 2 93 7 8 1571,51 85,34 198,30 0,00 375,92 22,22 32,43 355,75 46,10
2001 3,46 411,68 408,22 20,06 1,87 10,60 0,00 20,74 0,08 26,51 9,14 11,00 4 9 14 0 8 4 136 17 15 748,38 30,97 113,00 0,00 386,85 2,93 29,08 80,22 109,39

Keterangan
Qmn : Debit Minimum
Qmx : Debit Maksimum
dQ : Selisih Debit Min-Maks
Hl : Hutan Lebat
Hsb : Hutan Semak/belukar
Kc : Kebun campuran
Kr :Kebun karet
Kt : Kebun teh
Lt : Lahan terbuka
Pk : Permukiman
Sw : Sawah
Tg : T egalan
76
77

Tabel Lampiran 13. Hasil analisis korelasi antara debit, luas, luas rata-rata poligon, dan jumlah poligon penggunaan/penutupan
lahan

Correlations (statistik ljr baru.sta)


Marked correlations are significant at p < ,05000
N=5 (Casewise deletion of missing data)
QMN QMX DQ L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 J1 J2 J3 J4 J5 J6 J7 J8 J9 R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9
QMN 1,00 -0,91 -0,92 0,85 0,51 -0,84 0,64 -0,61 0,49 -0,84 0,76 -0,12 -0,33 0,18 0,81 0,60 -0,64 0,19 -0,49 -0,39 -0,66 0,68 0,41 -0,86 0,88 0,56 0,57 -0,99 0,64 0,60
QMX -0,91 1,00 1,00 -0,82 -0,78 0,96 -0,51 0,28 -0,42 0,93 -0,90 0,38 0,64 -0,02 -0,74 -0,48 0,46 -0,11 0,65 0,61 0,74 -0,85 -0,69 0,78 -0,78 -0,56 -0,52 0,92 -0,69 -0,55
DQ -0,92 1,00 1,00 -0,82 -0,78 0,96 -0,51 0,28 -0,42 0,93 -0,89 0,37 0,64 -0,02 -0,74 -0,48 0,47 -0,11 0,65 0,60 0,74 -0,85 -0,68 0,78 -0,78 -0,56 -0,52 0,92 -0,69 -0,55
L1 0,85 -0,82 -0,82 1,00 0,49 -0,68 0,58 -0,64 0,35 -0,94 0,88 -0,23 -0,47 -0,33 0,68 0,53 -0,77 -0,30 -0,78 -0,73 -0,90 0,85 0,59 -0,57 0,97 0,75 0,53 -0,86 0,89 0,78
L2 0,51 -0,78 -0,78 0,49 1,00 -0,89 -0,09 0,19 -0,12 -0,71 0,68 -0,29 -0,69 -0,11 0,64 -0,12 -0,28 -0,14 -0,74 -0,67 -0,48 0,69 0,92 -0,58 0,33 0,59 -0,02 -0,48 0,64 0,51
L3 -0,84 0,96 0,96 -0,68 -0,89 1,00 -0,26 0,16 -0,19 0,83 -0,77 0,22 0,56 -0,14 -0,82 -0,22 0,45 -0,12 0,63 0,53 0,56 -0,72 -0,74 0,85 -0,60 -0,60 -0,27 0,81 -0,65 -0,57
L4 0,64 -0,51 -0,51 0,58 -0,09 -0,26 1,00 -0,45 0,95 -0,53 0,60 -0,52 -0,34 -0,02 0,07 1,00 -0,12 0,35 -0,05 -0,18 -0,64 0,53 -0,09 -0,23 0,75 -0,08 0,98 -0,74 0,16 -0,01
L5 -0,61 0,28 0,28 -0,64 0,19 0,16 -0,45 1,00 -0,19 0,36 -0,23 -0,43 -0,36 -0,07 -0,56 -0,42 0,84 0,14 0,21 0,05 0,34 -0,15 0,12 0,47 -0,71 -0,54 -0,27 0,55 -0,48 -0,64
L6 0,49 -0,42 -0,42 0,35 -0,12 -0,19 0,95 -0,19 1,00 -0,37 0,48 -0,63 -0,37 0,10 -0,11 0,97 0,17 0,55 0,15 -0,03 -0,48 0,42 -0,19 -0,14 0,53 -0,34 0,97 -0,62 -0,09 -0,29
L7 -0,84 0,93 0,93 -0,94 -0,71 0,83 -0,53 0,36 -0,37 1,00 -0,98 0,44 0,71 0,32 -0,66 -0,49 0,58 0,21 0,83 0,82 0,92 -0,96 -0,77 0,59 -0,88 -0,68 -0,54 0,86 -0,86 -0,67
L8 0,76 -0,90 -0,89 0,88 0,68 -0,77 0,60 -0,23 0,48 -0,98 1,00 -0,62 -0,82 -0,40 0,49 0,56 -0,41 -0,17 -0,78 -0,84 -0,95 0,99 0,74 -0,45 0,84 0,53 0,64 -0,82 0,77 0,52
L9 -0,12 0,38 0,37 -0,23 -0,29 0,22 -0,52 -0,43 -0,63 0,44 -0,62 1,00 0,88 0,46 0,33 -0,53 -0,43 -0,08 0,24 0,52 0,60 -0,66 -0,36 -0,23 -0,27 0,26 -0,68 0,28 -0,07 0,30
J1 -0,33 0,64 0,64 -0,47 -0,69 0,56 -0,34 -0,36 -0,37 0,71 -0,82 0,88 1,00 0,51 -0,07 -0,32 -0,11 0,15 0,62 0,80 0,75 -0,87 -0,76 0,06 -0,40 -0,18 -0,48 0,43 -0,45 -0,10
J2 0,18 -0,02 -0,02 -0,33 -0,11 -0,14 -0,02 -0,07 0,10 0,32 -0,40 0,46 0,51 1,00 0,25 0,00 0,13 0,83 0,62 0,76 0,59 -0,50 -0,47 -0,52 -0,24 -0,30 -0,09 -0,12 -0,49 -0,26
J3 0,81 -0,74 -0,74 0,68 0,64 -0,82 0,07 -0,56 -0,11 -0,66 0,49 0,33 -0,07 0,25 1,00 0,03 -0,81 -0,06 -0,57 -0,33 -0,36 0,43 0,53 -0,93 0,60 0,82 -0,02 -0,70 0,72 0,84
J4 0,60 -0,48 -0,48 0,53 -0,12 -0,22 1,00 -0,42 0,97 -0,49 0,56 -0,53 -0,32 0,00 0,03 1,00 -0,07 0,38 0,00 -0,14 -0,61 0,50 -0,13 -0,20 0,71 -0,14 0,98 -0,71 0,11 -0,07
J5 -0,64 0,46 0,47 -0,77 -0,28 0,45 -0,12 0,84 0,17 0,58 -0,41 -0,43 -0,11 0,13 -0,81 -0,07 1,00 0,46 0,64 0,41 0,46 -0,37 -0,38 0,60 -0,70 -0,91 0,02 0,54 -0,82 -0,95
J6 0,19 -0,11 -0,11 -0,30 -0,14 -0,12 0,35 0,14 0,55 0,21 -0,17 -0,08 0,15 0,83 -0,06 0,38 0,46 1,00 0,68 0,64 0,35 -0,26 -0,48 -0,31 -0,15 -0,61 0,36 -0,22 -0,62 -0,58
J7 -0,49 0,65 0,65 -0,78 -0,74 0,63 -0,05 0,21 0,15 0,83 -0,78 0,24 0,62 0,62 -0,57 0,00 0,64 0,68 1,00 0,95 0,78 -0,82 -0,92 0,32 -0,62 -0,86 -0,06 0,47 -0,96 -0,81
J8 -0,39 0,61 0,60 -0,73 -0,67 0,53 -0,18 0,05 -0,03 0,82 -0,84 0,52 0,80 0,76 -0,33 -0,14 0,41 0,64 0,95 1,00 0,87 -0,89 -0,89 0,12 -0,60 -0,66 -0,24 0,43 -0,85 -0,60
J9 -0,66 0,74 0,74 -0,90 -0,48 0,56 -0,64 0,34 -0,48 0,92 -0,95 0,60 0,75 0,59 -0,36 -0,61 0,46 0,35 0,78 0,87 1,00 -0,96 -0,64 0,26 -0,88 -0,53 -0,66 0,73 -0,78 -0,53
R1 0,68 -0,85 -0,85 0,85 0,69 -0,72 0,53 -0,15 0,42 -0,96 0,99 -0,66 -0,87 -0,50 0,43 0,50 -0,37 -0,26 -0,82 -0,89 -0,96 1,00 0,79 -0,36 0,79 0,53 0,59 -0,74 0,78 0,50
R2 0,41 -0,69 -0,68 0,59 0,92 -0,74 -0,09 0,12 -0,19 -0,77 0,74 -0,36 -0,76 -0,47 0,53 -0,13 -0,38 -0,48 -0,92 -0,89 -0,64 0,79 1,00 -0,36 0,41 0,71 -0,02 -0,40 0,80 0,62
R3 -0,86 0,78 0,78 -0,57 -0,58 0,85 -0,23 0,47 -0,14 0,59 -0,45 -0,23 0,06 -0,52 -0,93 -0,20 0,60 -0,31 0,32 0,12 0,26 -0,36 -0,36 1,00 -0,54 -0,56 -0,15 0,78 -0,48 -0,58
R4 0,88 -0,78 -0,78 0,97 0,33 -0,60 0,75 -0,71 0,53 -0,88 0,84 -0,27 -0,40 -0,24 0,60 0,71 -0,70 -0,15 -0,62 -0,60 -0,88 0,79 0,41 -0,54 1,00 0,60 0,68 -0,90 0,76 0,65
R5 0,56 -0,56 -0,56 0,75 0,59 -0,60 -0,08 -0,54 -0,34 -0,68 0,53 0,26 -0,18 -0,30 0,82 -0,14 -0,91 -0,61 -0,86 -0,66 -0,53 0,53 0,71 -0,56 0,60 1,00 -0,16 -0,47 0,94 0,99
R6 0,57 -0,52 -0,52 0,53 -0,02 -0,27 0,98 -0,27 0,97 -0,54 0,64 -0,68 -0,48 -0,09 -0,02 0,98 0,02 0,36 -0,06 -0,24 -0,66 0,59 -0,02 -0,15 0,68 -0,16 1,00 -0,70 0,12 -0,11
R7 -0,99 0,92 0,92 -0,86 -0,48 0,81 -0,74 0,55 -0,62 0,86 -0,82 0,28 0,43 -0,12 -0,70 -0,71 0,54 -0,22 0,47 0,43 0,73 -0,74 -0,40 0,78 -0,90 -0,47 -0,70 1,00 -0,60 -0,51
R8 0,64 -0,69 -0,69 0,89 0,64 -0,65 0,16 -0,48 -0,09 -0,86 0,77 -0,07 -0,45 -0,49 0,72 0,11 -0,82 -0,62 -0,96 -0,85 -0,78 0,78 0,80 -0,48 0,76 0,94 0,12 -0,60 1,00 0,93
R9 0,60 -0,55 -0,55 0,78 0,51 -0,57 -0,01 -0,64 -0,29 -0,67 0,52 0,30 -0,10 -0,26 0,84 -0,07 -0,95 -0,58 -0,81 -0,60 -0,53 0,50 0,62 -0,58 0,65 0,99 -0,11 -0,51 0,93 1,00
Nilai korelasi yang diarsir berbeda nyata pada p < 0,05
77
78

Tabel Lampiran 14. Hasil analisis regresi berganda antara selisih debit maksimum-
minimum, luas, luas rata-rata poligon, dan jumlah poligon
penggunaan/penutupan lahan
No Hasil Analisis Regresi
1 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .97983969 R²= .96008581 Adjusted R²= .84034323
F(3,1)=8.0179 p<.25267 Std.Error of estimate: 70.693
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 885,5442968 209,1154588 4,234714649 0,147629112
L1 -0,380050969 0,25914144 -15,93728658 10,86699348 -1,466577357 0,380983323
L2 -0,635651904 0,244295695 -63,49820874 24,40382695 -2,601977504 0,233587995
L6 -0,364302931 0,227852635 -44,07367822 27,56580542 -1,598853273 0,355820537

2 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .99498624 R²= .98999762 Adjusted R²= .95999049
F(3,1)=32.992 p<.12713 Std.Error of estimate: 35.389
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt -670,8020532 194,3576602 -3,451379546 0,17953749
L3 0,881676897 0,103679813 98,26513269 11,55537885 8,503843448 0,074520357
L4 -0,277986247 0,11459752 -89,74073982 36,99487405 -2,425761463 0,248927757
L5 0,015071984 0,112093725 0,962858865 7,16099733 0,134458766 0,914911211

3 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .99116296 R²= .98240400 Adjusted R²= .92961602
F(3,1)=18.610 p<.16840 Std.Error of estimate: 46.937
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 229,5137111 141,9929616 1,616373857 0,352708727
L6 0,001896164 0,147600528 0,229399477 17,8568373 0,012846591 0,991822064
L7 1,048479979 0,155287365 22,42006551 3,320571652 6,751869215 0,093607433
J2 -0,36113446 0,144820353 -49,00344848 19,65112024 -2,493672009 0,242794767

4 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .98563689 R²= .97148009 Adjusted R²= .88592034
F(3,1)=11.354 p<.21400 Std.Error of estimate: 59.757
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 1229,124067 404,011525 3,042299517 0,20217365
L5 0,004206595 0,176338735 0,268734191 11,2652266 0,023855196 0,984816194
L8 -1,074157956 0,191946568 -29,84561833 5,333260334 -5,596130034 0,112572536
J2 -0,450670004 0,187454542 -61,15280257 25,43628479 -2,404156231 0,250941008

5 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .93164928 R²= .86797038 Adjusted R²= .47188153
F(3,1)=2.1914 p<.45225 Std.Error of estimate: 128.57
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 930,653936 402,85832 2,310127134 0,26007399
L1 -0,562304421 0,418513305 -23,58001279 17,55018939 -1,343575973 0,407329589
L2 -0,474050308 0,425590043 -47,35507787 42,51415792 -1,113866067 0,46574077
L9 0,104743954 0,38215706 4,833450876 17,63478746 0,274086143 0,829693794
79

Tabel Lampiran 14. (Lanjutan)


6 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .87056401 R²= .75788169 Adjusted R²= .03152675
F(3,1)=1.0434 p<.60021 Std.Error of estimate: 174.11
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 709,4111109 720,6604457 0,984390242 0,505007684
L1 -0,643874335 0,571336838 -27,00061477 23,9587836 -1,126961002 0,462044358
L6 -0,085592097 0,542153881 -10,35500462 65,59023726 -0,157874175 0,900316894
J1 0,305033157 0,57546922 60,33707161 113,8306664 0,5300599 0,689708114

7 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .98140076 R²= .96314745 Adjusted R²= .85258980
F(3,1)=8.7117 p<.24291 Std.Error of estimate: 67.928
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 375,2298976 159,2688926 2,355952198 0,255545825
J1 0,628834826 0,194420497 124,386648 38,45733878 3,234406018 0,190892696
J3 -0,716780728 0,192624569 -24,9665561 6,709404878 -3,72112826 0,167133734
J6 -0,246508419 0,194328011 -28,75742602 22,67011174 -1,268517172 0,42499432

8 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .66070986 R²= .43653752 Adjusted R²= -----
F(3,1)=.25825 p<.85625 Std.Error of estimate: 265.61
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 42,47073142 927,4260854 0,045794195 0,970866859
L4 -0,463933708 0,756250171 -149,769115 244,1359978 -0,613465922 0,649692237
J2 -0,084309937 0,757016576 -11,4402753 102,7219135 -0,111371322 0,929389775
J5 0,421216079 0,762523025 35,93791566 65,05802976 0,552397848 0,678709269

9 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .83234334 R²= .69279544 Adjusted R²= -----
F(3,1)=.75172 p<.66769 Std.Error of estimate: 196.12
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 431,4451251 779,9050603 0,55320211 0,67831713
L2 -0,713880332 0,578191589 -71,31280822 57,75823212 -1,234677822 0,43338865
J2 -0,134798764 0,560563417 -18,29125995 76,06457856 -0,240470141 0,849764407
J5 0,287580408 0,579712231 24,53619647 49,46071705 0,496074419 0,706835151

10 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .99002711 R²= .98015367 Adjusted R²= .92061470
F(3,1)=16.462 p<.17878 Std.Error of estimate: 49.849
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 448,7766459 141,4971448 3,171630398 0,194442391
L2 -0,778409123 0,147784149 -77,75888761 14,76284223 -5,26720305 0,119443312
L4 -0,561226378 0,143133383 -181,1775616 46,20694651 -3,921002691 0,158972591
J5 0,184171633 0,148281815 15,7134187 12,65131993 1,242037889 0,431539208
80

Tabel Lampiran 14. (Lanjutan)


11 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .99508145 R²= .99018710 Adjusted R²= .96074839
F(3,1)=33.636 p<.12592 Std.Error of estimate: 35.052
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 261,0327622 163,3122526 1,598366062 0,355907798
L2 -0,88511223 0,101020963 -88,4179545 10,09145122 -8,761668917 0,072346583
L5 0,245420298 0,110307561 15,67843424 7,046889994 2,224872852 0,268913269
J4 -0,485529578 0,109134537 -49,5949249 11,14766107 -4,448908574 0,140756339

12 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .89631271 R²= .80337647 Adjusted R²= .21350587
F(3,1)=1.3620 p<.54549 Std.Error of estimate: 156.90
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt -45,82518918 679,675743 -0,067422134 0,957142591
L5 -0,149342862 0,503686515 -9,540621814 32,17751743 -0,296499624 0,816499233
J7 0,447367469 0,470033196 2,350079783 2,469145812 0,951778454 0,515725434
R3 0,709492704 0,520041234 2,201922415 1,613956626 1,364300862 0,402672529

13 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .97493574 R²= .95049971 Adjusted R²= .80199882
F(3,1)=6.4006 p<.28092 Std.Error of estimate: 78.726
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt -142,0401666 116,8668792 -1,215401383 0,43829599
L4 -0,273144373 0,231652478 -88,17766473 74,78306935 -1,179112672 0,447790265
J8 0,477650577 0,226879313 16,32394346 7,753712153 2,105306869 0,282302886
R3 0,664659101 0,229477493 2,062780581 0,712187218 2,896402139 0,2116393

14 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .94495923 R²= .89294795 Adjusted R²= .57179178
F(3,1)=2.7804 p<.40903 Std.Error of estimate: 115.77
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 501,7553378 303,5459405 1,652979898 0,346362203
L2 -0,73303243 0,41561603 -73,22599988 41,51780759 -1,763725113 0,328360528
L6 -0,414327285 0,417099322 -50,12566714 50,46103046 -0,993354014 0,502122521
J9 0,196854508 0,470855964 6,641423721 15,88561019 0,418077974 0,747902989

15 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .99490673 R²= .98983941 Adjusted R²= .95935762
F(3,1)=32.473 p<.12812 Std.Error of estimate: 35.667
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 480,1347797 164,3200644 2,921948585 0,209920704
L5 -0,098579912 0,114208611 -6,29768065 7,296104737 -0,863156558 0,546674073
R1 -0,646755481 0,107969932 -0,205414419 0,034292065 -5,990144403 0,105306767
R3 0,599273509 0,120920864 1,859855311 0,375279913 4,955914889 0,126754582
81

Tabel Lampiran 14. (Lanjutan)


16 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .86526473 R²= .74868305 Adjusted R²= -----
F(3,1)=.99301 p<.61045 Std.Error of estimate: 177.39
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 505,8742877 1025,450892 0,493318882 0,708244503
L5 0,363471649 0,505229287 23,22002863 32,27607589 0,719419198 0,60297817
J2 -0,433174921 0,568158772 -58,77884074 77,09521578 -0,762418785 0,585304677
R2 -0,932598842 0,571024041 -4,561549006 2,793005984 -1,633204165 0,349765092

17 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .90513895 R²= .81927651 Adjusted R²= .27710605
F(3,1)=1.5111 p<.52450 Std.Error of estimate: 150.42
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 355,9812045 719,5228872 0,494746186 0,707514107
L4 -0,521583073 0,476345201 -168,3797359 153,7758475 -1,094968675 0,47116062
L5 0,137775698 0,477901565 8,801664888 30,53027125 0,288293046 0,821312189
R2 -0,749769037 0,428773198 -3,667287641 2,097225372 -1,748637838 0,330712259

18 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .99504575 R²= .99011604 Adjusted R²= .96046417
F(3,1)=33.391 p<.12637 Std.Error of estimate: 35.179
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 1168,977281 148,0976225 7,893288636 0,080225907
L4 -0,61378996 0,100115783 -198,1463676 32,3198163 -6,13080117 0,102933109
J2 -0,489810287 0,112953686 -66,46386821 15,32703389 -4,336381629 0,144286588
R2 -0,971805327 0,113428297 -4,753316674 0,554803108 -8,567573986 0,073971026

19 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .86227414 R²= .74351669 Adjusted R²= -----
F(3,1)=.96630 p<.61609 Std.Error of estimate: 179.20
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 613,5137758 588,6094003 1,04231053 0,486813068
L9 0,332296582 0,578725732 15,33395617 26,70552597 0,574186638 0,668179274
J2 -0,362520723 0,575225257 -49,19155471 78,0540889 -0,630223931 0,641998768
R4 -0,782092557 0,530596519 -4,789313675 3,249223051 -1,47398735 0,379491329

20 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .98644382 R²= .97307140 Adjusted R²= .89228561
F(3,1)=12.045 p<.20800 Std.Error of estimate: 58.066
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 784,767009 199,5389455 3,932901455 0,158511281
L2 -0,593245343 0,173698882 -59,26202123 17,3515847 -3,415366508 0,181330368
J2 -0,241698348 0,169240875 -32,79679407 22,96481622 -1,428132225 0,388892204
R4 -0,64714458 0,178015945 -3,962930421 1,090119309 -3,63531807 0,170894042
82

Tabel Lampiran 14. (Lanjutan)


21 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .87581112 R²= .76704511 Adjusted R²= .06818044
F(3,1)=1.0976 p<.58976 Std.Error of estimate: 170.78
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 460,1737869 525,1311611 0,876302572 0,541909218
L4 -0,419096823 0,518546844 -135,294675 167,3995672 -0,808214007 0,567270815
J1 0,40726888 0,52496837 80,55980478 103,8413478 0,775796987 0,579953313
R5 -0,521391349 0,496031061 -0,967303584 0,920254286 -1,051126411 0,484134883

22 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .95644838 R²= .91479350 Adjusted R²= .65917401
F(3,1)=3.5787 p<.36631 Std.Error of estimate: 103.29
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 786,3156169 356,5531826 2,205324914 0,271020174
L2 -0,803759785 0,293699569 -80,29128257 29,33900844 -2,736673352 0,223029613
J2 -0,155083869 0,294790428 -21,04380837 40,00102215 -0,526081766 0,691688418
R6 -0,547791762 0,293114202 -2,372585909 1,269531004 -1,868868032 0,312783241

23 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .84082229 R²= .70698212 Adjusted R²= -----
F(3,1)=.80425 p<.65390 Std.Error of estimate: 191.54
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 183,3622731 389,1728245 0,471158985 0,719690144
L4 -0,331545795 0,574844145 -107,0310681 185,5737089 -0,576757714 0,666949689
J1 0,303189623 0,636073808 59,97241151 125,8185546 0,476657928 0,716831386
R8 -0,498004463 0,606866989 -0,187447388 0,228422916 -0,820615509 0,56252408

24 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .84122018 R²= .70765139 Adjusted R²= -----
F(3,1)=.80686 p<.65324 Std.Error of estimate: 191.32
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 865,6812057 1068,046252 0,810527825 0,566380799
L4 -0,538878524 0,606830584 -173,9631291 195,8997114 -0,888021365 0,537713766
L5 -0,327665206 0,683211074 -20,9325693 43,64626723 -0,479595865 0,715309083
R8 -0,759392794 0,618312318 -0,285833172 0,232730904 -1,22817025 0,43503499

25 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .99993624 R²= .99987249 Adjusted R²= .99948994
F(3,1)=2613.7 p<.01438 Std.Error of estimate: 3.9957
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt -14,94620776 10,97290821 -1,362100864 0,403162539
L2 -0,422457962 0,013128212 -42,20127979 1,311437821 -32,17939815 0,019777095
L9 0,056380145 0,011963176 2,60168391 0,552045459 4,712807378 0,133108675
R7 0,703887826 0,013062955 16,2961824 0,302429288 53,88427331 0,011813219
83

Tabel Lampiran 14. (Lanjutan)


26 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .84018611 R²= .70591270 Adjusted R²= -----
F(3,1)=.80012 p<.65496 Std.Error of estimate: 191.89
St. Err. St. Err.
BET A of BET A B of B t(1) p-level
Intercpt -901,4406 1779,6471 -0,5065277 0,7015169
L5 0,5200524 0,9083231 33,223037 58,027329 0,5725412 0,6689676
J1 0,7874124 0,8927099 155,75408 176,58244 0,8820474 0,5398464
R8 -0,0821774 0,9518639 -0,0309313 0,3582787 -0,0863331 0,9451746

27 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)


R= .87316488 R²= .76241691 Adjusted R²= .04966763
F(3,1)=1.0697 p<.59507 Std.Error of estimate: 172.47
St. Err. St. Err.
BET A of BET A B of B t(1) p-level
Intercpt 94,917294 297,5401 0,3190067 0,8034108
L4 -0,3617682 0,5181828 -116,78761 167,28205 -0,6981479 0,6119918
J1 0,466795 0,5208407 92,33437 103,02487 0,8962338 0,5348026
R9 -0,5059304 0,4905101 -0,5122993 0,4966848 -1,0314374 0,4901488
84

Tabel Lampiran 15. Desa-desa yang dianalisis di Sub DAS Ciliwung Hulu
No Kode Kabupaten Kecamatan Desa
1 3203100004 KABUPATEN BOGOR CIAWI Bojong murni
2 3203100013 KABUPATEN BOGOR CIAWI Pandansari
3 3203110001 KABUPATEN BOGOR CISARUA Citeko
4 3203110002 KABUPATEN BOGOR CISARUA Cibeureum
5 3203110003 KABUPATEN BOGOR CISARUA Tugu Selatan
6 3203110004 KABUPATEN BOGOR CISARUA Tugu Utara
7 3203110005 KABUPATEN BOGOR CISARUA Batu Layang
8 3203110006 KABUPATEN BOGOR CISARUA Cisarua
9 3203110007 KABUPATEN BOGOR CISARUA Kopo
10 3203110008 KABUPATEN BOGOR CISARUA Leuwi Malang
11 3203110009 KABUPATEN BOGOR CISARUA Jogjogan
12 3203110010 KABUPATEN BOGOR CISARUA Cilember
13 3203120001 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukaresmi
14 3203120002 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukagalih
15 3203120003 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Kuta
16 3203120004 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukakarya
17 3203120005 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamanah
18 3203120006 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamaju
19 3203120007 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamahi
20 3203120008 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Gadog
21 3203120009 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Cipayung datar
22 3203120010 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Cipayung girang
23 3203120011 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Megamendung
24 3271020001 KOTA BOGOR BOGOR TIMUR Sindang Sari
25 3271020002 KOTA BOGOR BOGOR TIMUR Sindangrasa
85

Tabel Lampiran 16. Luas tipe penggunaan/penutupan lahan di tiap desa di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981
Penggunaan/Penutupan Lahan (ha)
KABUPATEN KECAMATAN DESA Hl Hsb Kc Kt Lt Pk Sw Tg Total Luas
KABUPATEN BOGOR CIAWI Bojong murni 609.32 14.46 9.85 633.63
KABUPATEN BOGOR CIAWI Pandansari 33.19 162.95 0.07 196.21
KABUPATEN BOGOR CISARUA Batu Layang 1.66 4.70 25.60 7.85 158.05 197.86
KABUPATEN BOGOR CISARUA Cibeureum 1274.10 10.46 61.97 317.45 21.18 50.40 161.78 1897.34
KABUPATEN BOGOR CISARUA Cilember 0.71 0.06 122.84 29.32 152.92
KABUPATEN BOGOR CISARUA Cisarua 70.17 186.85 30.85 287.87
KABUPATEN BOGOR CISARUA Citeko 2.29 214.24 39.21 18.61 225.04 499.37
KABUPATEN BOGOR CISARUA Jogjogan 12.06 123.19 100.70 235.95
KABUPATEN BOGOR CISARUA Kopo 126.80 159.46 36.64 471.50 794.40
KABUPATEN BOGOR CISARUA Leuwi Malang 13.37 137.16 150.52
KABUPATEN BOGOR CISARUA Tugu Selatan 557.04 1.76 604.47 68.37 240.65 5.44 1477.72
KABUPATEN BOGOR CISARUA Tugu Utara 382.81 93.82 870.80 59.69 1.30 140.73 1549.15
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Cipayng girang 10.44 28.45 22.19 42.41 86.51 190.00
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Cipayung datar 22.44 199.94 93.56 242.16 189.03 747.14
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Gadog 133.52 13.66 172.75 319.93
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Kuta 121.50 296.82 20.89 310.53 749.73
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Megamendung 1169.85 403.06 167.19 282.75 3.69 73.61 116.90 2217.05
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukagalih 11.36 90.61 22.12 153.70 18.03 86.77 382.59
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukakarya 3.16 32.66 5.86 204.11 245.79
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamahi 28.29 120.05 32.33 299.62 480.28
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamaju 16.19 107.71 123.90
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamanah 22.77 56.28 79.04
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukaresmi 2.79 24.60 51.48 18.46 8.69 124.75 230.76
KOD.BOGOR BOGOR TIMUR Sindang Sari 8.09 68.90 76.98
KOD.BOGOR BOGOR TIMUR Sindangrasa 24.29 77.77 102.06
Total 4143.20 691.63 962.70 2927.98 60.39 666.23 3708.46 857.59 14018.18
85
86

Tabel Lampiran 17. Luas tipe penggunaan/penutupan lahan di tiap desa di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2001
Penggunaan/Penutupan Lahan (ha)
KABUPATEN KECAMATAN DESA Hl Hsb Kc Kt Lt Pk Sw Tg Total Luas
KABUPATEN BOGOR CIAWI Bojong murni 320.36 8.67 2.44 302.17 633.63
KABUPATEN BOGOR CIAWI Pandansari 108.20 88.01 196.21
KABUPATEN BOGOR CISARUA Batu Layang 3.86 2.54 119.38 34.63 37.46 197.86
KABUPATEN BOGOR CISARUA Cibeureum 983.72 96.30 416.43 193.54 207.35 1897.34
KABUPATEN BOGOR CISARUA Cilember 76.35 75.58 0.99 152.92
KABUPATEN BOGOR CISARUA Cisarua 230.22 57.65 287.87
KABUPATEN BOGOR CISARUA Citeko 5.42 166.25 223.55 3.44 100.72 499.37
KABUPATEN BOGOR CISARUA Jogjogan 2.15 1.51 71.45 126.37 34.46 235.95
KABUPATEN BOGOR CISARUA Kopo 29.10 284.12 100.13 381.05 794.40
KABUPATEN BOGOR CISARUA Leuwi Malang 116.13 34.39 150.52
KABUPATEN BOGOR CISARUA Tugu Selatan 416.20 12.32 604.32 9.80 276.52 158.56 1477.72
KABUPATEN BOGOR CISARUA Tugu Utara 186.13 68.69 63.41 791.15 256.67 85.68 97.43 1549.15
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Cipayng girang 58.77 118.03 13.20 190.01
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Cipayung datar 106.81 463.75 106.73 69.85 747.14
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Gadog 77.55 154.41 87.97 319.93
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Kuta 99.92 104.35 236.73 151.12 85.93 71.68 749.73
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Megamendung 711.12 188.99 308.92 443.19 116.46 196.20 252.17 2217.05
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukagalih 1.88 0.02 155.97 78.06 99.00 47.54 0.14 382.59
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukakarya 131.97 71.02 23.75 19.05 245.79
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamahi 148.11 238.62 93.55 480.28
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamaju 44.64 73.63 1.79 3.84 123.90
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamanah 10.00 41.79 27.25 79.04
KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukaresmi 1.85 63.05 31.10 51.56 26.76 56.46 230.76
KOD.BOGOR BOGOR TIMUR Sindang Sari 47.47 29.51 76.98
KOD.BOGOR BOGOR TIMUR Sindangrasa 83.64 11.65 6.77 102.06
Total 2721.17 278.69 1412.80 3073.45 9.80 3666.62 1330.46 1525.20 14018.19
86
DAFTAR ISI CD LAMPIRAN

1. Skripsi dalam bentuk pdf files.

2. Peta digital penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981,
1985, 1990, 1994, dan 2001 skala 1:50.000.

3. Foto-foto perubahan penggunaan/penutupan lahan dan kondisi eksisting di Sub


DAS Ciliwung Hulu.

Anda mungkin juga menyukai