PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia
secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan
melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan
masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang
tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses
dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.
Dalam pembahasan kali ini yaitu mengenai Hak Asasi Manusia dalam perspektif
Filsafat Hukum, bagaimana kita dapat berfikir secara logis tentang kehidupan HAM yang ada
dimuka bumi ini, dalam hal ini tentu saja kita membicarakan mengenai sisi keadilannya,
bagaimana komposisi keadilan itu sendiri dalam kehidupan berfalsafah. Sesungguhnya pada
dasarnya sebuah keadilan didapatkan oleh manusia secara bebas dan itu merupakan haknya
ketika mereka sudah terbentuk seperti janin ketika berada dalam kandungan ibu. Pada zaman
sekarang ini semua orang mengenal sebutan keadilan , tetapi sayangnya mereke
mencederai nama keadilan itu sendiri dengan sikap mereka yang tidak memikirkan orang
lain, tetapi hanya memikirkan dirinya saja dan kelompoknya saja. Betapa ironisnya ketika
keadilan itu keluar dari jalan yang benar karena pikiran manusianya dalam berfalsafah yang
telah menyimpang dari aturan-aturan atau kaidah-kadiah yang ada.
Keadilan merupakan posisi yang teratas dalam moralitas bereaksi, kita harus
menggunakan sikap keadilan tanpa pandang bulu, tidak bertindak berdasarkan kasta atau
staus sosial yang ada, sebab pada dasarnya Indonesia mengandung azas equality before the
law. Filsafat hukum harus dapat menekan segala problematika hukum yang ada di dalam
negara ini maupun di dunia ini, tidak boleh adanya proses presure of mind atau presure of
react dalam menjalankan sikap hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 HAK ASASI MANUSIA (HAM)
A. PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang
Maha Pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati). Pada hakikatnya HAM terdiri dari atas dua
hak dasar yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak
dasar inilah lahir HAM yang lainnya atau tanpa kedua hak dasar ini hak asasi manusia
lainnya sulit ditegakkan.
Hak asasi manusia dimaksud di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Dasar 1945,
baik dalam pembukaan maupun dalam batang tubuhnya. Batang tubuh dimaksud, dapat
diungkapkan beberapa pasal diantaranya: Pasal 5 ayat (1), 20 ayat (1), 26, 27, 28, 29, 30, 31,
32, 33 ayat (1) dan ayat (3), dan 34. Namun, hak asasi manusia secara khusus diatur dalam
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999.
Hak asasi manusia yang bertujuan untuk: (1) mengembangkan kondisi yang kondusif
bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuia dengan pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
dan piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia; (2)
meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi
manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang
kehidupan.[1]
B. LATAR BELAKANG HAK ASASI MANUSIA
Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir
sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa. Hak asasi ini menjadi dasar hak dan kewajiban yang
lain. Yang dimaksud dengan hak-hak asasi manusia ini mencakup sekumpulan hak,seperti hak
hidup dengan selamat serta hak kebebasan dan kesamaan, yang sifatnya tidak boleh dilanggar
oleh siapapun.
Hak-hak asasi manusia dapat pula dibagi sebagai berikut:
1. Hak-hak asasi pribadi.
2. Hak-hak asasi ekonomi.
3. Hak-hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
4. Hak-hak sosial dan budaya
5. Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata peradilan dan perlindungan.
Menjadi kewajiban pemerintah atau negara hukum untuk mengatur pelaksanaan hakhak asasi ini, yang berarti menjamin pelaksanaannya, mengatur pembatasan-pembatasannya
demi kepentingan umum, kepentingan bangsa dan negara. Dengan adanya kemakmuran
masing-masing individu, kemakmuran masyarakat keseluruhan akan tercapai. Pandangan
demikian adalah pandangan liberal yang sangat mengedepankan individu.
hlm.168-172[3] Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia : Dari UUD 1945
Sampai Dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, (Jakarta : Kencana, 2007), hlm. 94-95
dengan suasana politik dan sosial pada tahun 1945. Yang dipengaruhi oleh peperangan antara
negara fasisme melawan demokrasi.
Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
UUD 1945 tidak ditemukan sebuah pengaturan yang tegas, akibatnya muncul berbagai
intrepretasi terhadap muatan kualitas muatan dan jaminan UUD 1945 atas HAM. Akan
tetapi, satu hal yang patut mendapat apresiasi positif adalah, bahwa para pendiri Bangsa
34
Indonesia telah berhasil memfomulasikan sebuah tatanan kehidupan nasional berikut
jaminan atas HAM.
2. 2 Filsafat Hukum
A. Pengertian Filsafat Hukum
Para ahli hukum memberikan pengertian sebagai filsafat hukum dengan rumusan yang
berbeda, sebagai berikut :
Menurut Soetikno
Filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum, dia ingin mengetahui apa yang ada di
belakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di dalam hukum, dia menyelidiki kaidahkaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, dia memberi penjelasan mengenai nilai, mengkaji
sampai pada dasar-dasarnya dan berusaha untuk mencapai akar-akar dari hukum.
Menurut Satjipto Raharjo dan Soerjono Soekanto
Filsafat hukum mempelajari pertanyaan-pertanyaan dasar dari hukum, tentang dasar bagi
kekuatan yang mengikat dari hukum, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat
mendasar itu. Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa menggarap bahan hukum,
tetapi masing-masing mengambil sudut pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum
positif hanya berurusan dengan suatu tata hukum tertentu dan mempertayakan konsistensi
logis, peraturan, bidang serta sistem hukum itu sendiri.[4]
Bisa disimpulkan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat, yakni tingkah laku atau
etika yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain, filsafat hukum adalah ilmu
yang mempelajari hukum secara filosofis. Jadi yang dikaji secara mendalam sampai pada inti
atau dasarnya yang disebut hakikat.[5] Filsafat hukum dituntut untuk menyertakan argumenargumen yang dapat dipahami dari perspektif rasional.[6] Jadi filsafat hukum adalah
perenungan dan perumusan nilai-nilai selain itu fisafat hukum juga mencakup penyerasian
nilai-nilai.[7]
B. Manfaat Filsafat Hukum
Adapun untuk mempermudah memahami apa manfaat dari filsafat hukum, disini kami
akan membahasnya berdasarkan sifat-sifat filsafat hukum. Sifat-sifat filsafat hukum terbagi
dalam tiga sifat, yaitu:
3[4] Prof.Dr.H.Zainuddin Ali,MA,Filsafat Hukum,Jakarta:Sinar Grafika,hlm.16[5] Prof.Darji
Darmodiharjo,SH,dan,DR.Shidarta,SH.,MHum,Pokok-Pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana Filsafat
Hukum
Indonesia,Jakarta:Gramedia Pustaka Utama,2008,hlm.11
[6] Herman Bakir,SH.,MH.,Filsafat Hukum Desain dan Arsitektur Kesejarahan,Bandung:Refika Aditama,2007,hlm.217
[7] Prof.Darji Darmodiharjo,SH,dan,DR.Shidarta,SH.,MHum,hlm.18
susunan atau sebagai alat untuk membuka jendela pengetahuan dengan mencari tahu rahasia
alam yang ada, sehingga dapat terus mengurangi keraguan dalam diri manusia.[9]
Berikut beberapa teori tentang keadilan yang dikemukakan tokoh. Didalam filsafat
hukum terdapat beberapa ahli yang mengemukakan teori keadilan, para ahli itu ialah Plato,
Aristoteles, Cicero dan John Rawls.
C. Aliran Keadilan dalam Filsafat Hukum6
Teori Keadilan Pada Masa Klasik
Keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius sejk awal munculnya filsafat
Yunani. Pembicaraan keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai dari yang bersifat etik,
filosofis, hukum sampai pada keadilan sosial. Banyak orang yang berpikir bahwa bertindak
adil tergantung pada kekuatan dan kekuatan yang dimiliki, untuk menjadi adil cukup terlihat
mudah, namun tentu saja tidak begitu halnya penerapannya dalam kehidupan manusia.
Berikut beberapa teori tentang keadilan yang dikemukakan tokoh. Didalam filsafat hukum
terdapat beberapa ahli yang mengemukakan teori keadilan, para ahli itu ialah Plato,
Aristoteles dan John Rawls.
PLATO
Plato berpendapat bahwa keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa. Sumber
ketidakadilan adalah adanya perubahan dalam masyarakat. Masyarakat memiliki elemenelemen prinsipal yang harus dipertahankan, yaitu:
1. Pemilahan kelas-kelas yang tegas, misalnya kelas penguasa yang diisi oleh
penggembala dan anjing penjaga harus dipisahkan secara tegas dengan domba
manusia.
2. Identifikasi takdir Negara dengan takdir kelas penguasa; perhatian khusus terhadap
kelas ini dan persatuannya; dan kepatuhan pada persatuannya, aturan-aturan yang
rigid bagi pemeliharaan dan pendidikan kelas ini, dan pengawasan yang ketat serta
kolektivisasi kepentinga-kepentingan anggotanya.
Untuk mewujudkan keadilan masyrakat harus dikembalikan pada struktur aslinya, domba
menjadi domba, penggembala menjadi penggembala. Tugas ini adalah tugas Negara untuk
menghentikan perubahan. Dengan demikian keadilan bukan mengenai hubungan antara
individu melainkan hubungan individu dengan Negara. Bagaimana individu melayani
Negara.
Keadilan juga dipahami secara metafisis keberadaanya sebagai kualitas atau fungsi
makhluk super manusia, yang sifatnya tidak dapat diamati oleh manusia. Konsekuensinya
ialah, bahwa realisasi keadilan di geser ke dunia lain, diluar pengalaman manusia; dan akal
manusia yang esensial bagi keadilan tunduk pada cara-cara Tuhan yang tidak dapat diubah
atau keputusan-keputusan Tuhan yang tidak dapat diduga. Oleh karena inilaj Plato
mengungkapkan bahwa yang memimpin Negara seharusnya manusia super, yaitu the King of
Philosopher.
ARISTOTELES
Keadilan diuraikan secara mendasar oleh Aristoteles dalam Buku ke-5 buku
Nicomachean Ethics. Untuk mengetahui tentang keadilan dan ketidakadilan harus dibahas
tiga hal utama yaitu (1) tindakan apa yang terkait dengan istilah tersebut, (2) apa arti keadilan
dan (3) diantar dua titik ekstrim apakah keadilan itu terletak.[10]
6[10] Aristoteles,Nicomachean Ethics,Translated by: W.D.Ross,http://bocc.ubi.pt/pag/Aristotelesnicomachean.
JOHN RAWLS
John Rawls dikenal sebagai seorang fisuf yang secara keras mengkritik ekonomi
pasar bebas. Baginya pasar bebas memberikan kebebsan bagi setiap orang, namun dengan
adanya pasar bebas maka keailan sulit ditegakan. Oleh karena hal ini, ia mengembangkan
sebuah teori yang disebut teori keadilan. Menurut Rawls, prinsip paling mendasar dari
keadilan adalah bahwa setiap orang memiliki hak yang sama dari posisi-posisi mereka yang
wajar. Menurutnya kebaikan bagi seluruh masyarakat tidak dapat 7mengesampingkan atau
mengganggu rasa keadilan dari setiap orang yang telah memperoleh rasa keadilan, khususnya
masyarakat lemah. [11]
Teori keadilan Rawls dapat disimpulakan memiliki inti sebagai berikut:
1. Memaksimalkan kemerdekaan. Pembatasan terhadap kemerdekaan ini hanya
untuk kepentingan kemerdekaan itu sendiri.
2. Kesetaraan bagi semua orang, baik kesetaraan dalam kehidupan sosial maupun
kesetaran dalam bentuk pemanfaatan kekayaan alam. Pembatasan dalam hal
ini hanya dapat diizinkan bila ada kemungkinan keuntungan yang lebih besar.
3. Kesetaraan kesempatan untuk kejujuran dan penghapusan terhadap
ketidaksetaraan berdasarkan kelahiran dan kekayaan.
Untuk memberikan jawaban atas hal tersebut, Rawls melahirkan prinsip keadilan,
yang sering dijadikan rujukan oleh beberapa ahli yakni:
1. Prinsip Kebebasan (liberty of principle)
2. Prinsip Persamaan (equal of principle)
Rawls mencoba menggiring masyarakat untuk memperoleh prinsip kesamaan dan
kebebesan yang adil itulah sebabnya mengapa Rawls menyebut teorinya tersebut sebagai
justice as fairness.[12]
Secara spesifik, Rawls mengembangkan gagasan mengenai prinsip-prinsip keadilan
dengan menggunakan sepenuhnya konsep ciptaannya yang dikenal dengan:
1. Posisi Asali (Original Postion)
Konsep ini menjelaskan dimana seseorang memosisikan adanya situasi yang sama dan
setara antara tiap-tiap orang yang ada di dalam masyarakat serta tidak ada pihak yang
memiliki posisi yang lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya, seperti misalnya
kedudukan, status sosial, tingkat kecerdasan, kemampuan, kekuatan dan lain sebagainya.
Sehingga orang-orang tersebut dapat melakukan kesepakatan dengan pihak lain.
Kondisi demikianlah yang dimaksud oleh Rawls sebagai posisi asal yang bertumpu
pada pengertian ekulibrium reflektif dengan didasari oleh ciri rasionalitas (rationality),
kebebasan (freedom), dan persamaan (equality) guna mengatur struktur dasar masyarakat
(basic structure of society). Hipotesa Rawls yang tanpa rekam historis tersebut sebenarnya
hampir serupa dengan apa yang dikemukakan oleh Thomas Nagel sebagai pandangan tidak
darimanapun (the view from nowhere), hanya saja dirinya lebih menekankan pada versi
sangat abstrak dari the State of Nature.
2.
yang tengah berkembang. Dan setiap orang atau kelompok yang terlibat dalam situasi yang
sama tidak mengetahui konsepsi-konsepsi mereka tentang kebaikan.
Prinsip-prinsip Keadilan
Rawls menjelaskan bahwa para pihak di dalam posisi asali masing-masing akan
mengadopsi dua prinsip keadilan utama, yaitu:
1.
2.
(obyektif) diterima adanya perbedaan pertukaan asalkan memenuhi syarat good faith and
fairness (redelijkhid n billijkheid. Dengan demikian, prinsip pertama dan prinsip kedua
idak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Sesuai dengan azaz proposionalitas, keadilan
Rawls ini akan terwujud apabila kedua syarat tersebut diterapkan secara komprehensif.
Dengan penekanannya ang begitu kuat pada pentingya member peluang yang sama bai
smua pihak, Rawls berusaha agar keadlilan tidak terjebak dalam ekstrem kapitalisme di
satu pihak dan sosialisme di lain pihak. Rawls mengatakan bahwa prinsip Different
Principle, harus lebih diprioritaskan dari prinsip yang kedua apabial keduanya
8
berkonflik. Sedang prinsip kedua, bagian b, yaitu Equal Opportunity Principle harus
lebi diprioritaskan dari bagian a yaitu Different Principle[16].
BAB III
SIMPULAN
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang
Maha Pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati). Pada hakikatnya HAM terdiri dari atas dua
hak dasar yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak
dasar inilah lahir HAM yang lainnya atau tanpa kedua hak dasar ini hak asasi manusia
lainnya sulit ditegakkan.
Sedangkan filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum, dia ingin mengetahui
apa yang ada di belakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di dalam hukum, dia
menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, dia memberi penjelasan
mengenai nilai, mengkaji sampai pada dasar-dasarnya dan berusaha untuk mencapai akarakar dari hukum. Dan di dalam filsafat hukum terdapat teori yang bernama teori keadilan.
Jika kita sangkut pautkan HAM itu sendiri dengan prinsip keadilan yang di dalamnya
disebutkan bahwa keadilan itu memberi perlakuan yang sama terhadap semua orang sesuai
dengan hukum yang berlaku dalam filsafat hukum jelasberkaitan. Karena Ini merupakan hal
yang paling mendasar (hak asasi) yang harusnya dimiliki semua orang. Dengan kata lain,
hanya dengan adanya jaminan kebebasan yang sama bagi semua orang maka keadilan akan
terwujud (Prinsip Kesamaan Hak). Prinsip ini tidak lain adalah prinsip kesamaan hak
merupakan prinsip yang memberikan kesetaraan hak dan tentunya berbanding terbalik
dengan beban kewajiban yang dimiliki setiap orang. Prinsip ini merupakan ruh dari asas
kebebasan berkontrak.
Dan itu berarti semua orang harus dilindungi dan tunduk pada hukum yang ada secara
tanpa pandang bulu.