Anda di halaman 1dari 5

VISUS, ANOMALI, REFRAKSI, KOREKSI ANOMALI REFRAKSI, DAN TES BUTA WARNA

I.

PENDAHULUAN
A. TUJUAN
B. DASAR TEORI
Mata manusia memiliki sistem kerja yang kompleks. Saat mata
melihat di ruangan bercahaya, proses dimulai dari kumpulan cahaya
(foton) yang bergerak menuju mata dan diteruskan oleh kornea
hingga menembus lensa setelah melewati pupil. Saat melewati
pupil mata, ia akan menyesuaikan ukuran hingga intensitas cahaya
dapat masuk ke mata dalam jumlah cukup. Lensa kemudian
membiaskan cahaya hingga tercipta fokus tepat di fovea sentralis di
retina. Cahaya merubah bentuk olekul bernama 11-cis retinal.
Perubahan ini mendorong perubahan rhodopsin yang berikatan kuat
dengannya. Perubahan rhodopsin pada sel batang
memungkinkannya bergabung dengan protein lain bernama
transdusin. Ikatan rhodopsin dan transdusin memungkinkan untuk
bergabung dengan GTP. Di sisi lain, GDP yang telah berubah bentuk
mengikat phosphodiesterase. Bentukan molekul-molekul ini akan
memicu mekanisme rangkaian reaksi kimia (ion) dalam sel. Reaksi
ini menghasilkan rangsang sinyal listrik yang ditangkap oleh sel-sel
saraf(NERVUS OPTIC) pada fovea sentralis. Impuls pertama akan
ditangkap oleh photoreseptor yang terdiri dari sel-sel konus dan selsel batang. Sebagai reseptor gelap-terang, Sel batang menangkap
rangsang cahaya dari semua panjang gelombang kecuali
gelombang warna. Warna ditangkap oleh tiga jenis sel konus, yaitu
merah, hijau, dan biru. Rangsang kemudian diteruskan menuju
neuron bipolar yang melanjutkan impuls dari sel batang dan sel
konus ke sel ganglion besar retina. Impuls ditruskanmenuju lateral
geniculate nuclei pada thalamus. Impuls diproses dan diproyeksikan
sbg radiasi optik pada area visual primer pada lobus occipital di
cerebral cortex. Mulai dari sinilah persepsi visual muncul.
Visus adalah ukuran ketajaman penglihatan, yaitu kemampuan
seseorang untuk melihat dan membedakan dua titik terpisah
sebagai dua titik yang terpisah. Ukuran ketajaman penglihatan
seseorang didasarkan pada besar-kecilnya sudut penglihatan orang
tersebut. Semakin kecil sudut antara dua titik terpisah yang dapat
dilihat seseorang, semakin tajamlah penglihatan orang tersebut.
Seorang bermata normal akan dapat melihat dua titik terpisah
dalam sudut 1 (baca : 1 menit) atau 1/60 derajat pada jarak 60
meter. Jarak ini adalah batas penglihatan jauh normal manusia.
Pada pengukkuran, jarak yg dipakai adalah jarak minimal
penglihatan jauh, yaitu 6 m. Sudut 1 disebut minimum separable.
Nilai ini didapat dari perhitungan sbb:
Gambar
Keterangan : = minimum separable
AB= jarak hitung jari = 60 m=60000 mm

BC= tebal jari = 17,45 mm


Sin = AB/BC
=17,45/60000
=
Arc sin == 0,016663 = 1/60 = 1
Oleh karena itu, sudut normal ketajaman penglihatan manusia
adalah 1. Apabila lebih besar dari 1, artinya penglihatan orang
tersebut mengalami gangguan.
Sudut 1 menjadi patokan dalam pembuatan model huruf bersudut
tretentu yang digunakan untuk mengukur ketajaman penglihatan
seseorang. Alat tersebut adalah optotip Snellen.
Pengukuran menggunakan optotip Snellen dilakukan dengan jarak
6 m. Visus seorang bermata normal akan menunjukan angka 6/6
jika diukur dengan optotip Snellen.
Gangguan pada penglihatan dapat disebabkan brbagai hal, mulai
dari gangguan pada daerah sekitar lensa, retina, saraf, hingga pada
pusat penglihatan yang terdapat pada otak. Namun, dalam
percobaan ini hanya akan dikhusukan untuk gangguanpada
kelainan refraksi (anomali refraksi).
Refraksi adalah kemampuan susunan lensa untuk membelokkan
jalannya berkas sinar sejajar yang masuk ke dalam mata. Berkasberkas sinar tersebut dibiaskan agar terkumpul menjadi satu titik
dan membentuk bayangan yang dapat jatuh tepat pada retina. Pada
mata emetrop (normal), berkas sinar dari obyek berjarak minilal 6
m dari mata istirahat (tanpa akomodasi) dapat difokuskan tepat di
retina. Pada mata ametrop, sinar dapat difokuskan di belakang
retina (hioermetrop), di depan retina (miop), atau malah difokuskan
berupa garis (astigmatism). Hipermetropi yang dapat diatasi
dengan akomodasi disebut hipermetrop fakulatif/relatif. Apabila
dengan akomodasi mata tetap hipermetrop, artinya hipermetrop
yang dialami adalah hipermetrop manifes/absolut, dan baru dapat
dikoreksi dengan lensa sferis +. Miop dikoreksi dengan lena sferis -,
dan astigmaism dikoreksi dg lensa silindris.
Setelah dikoreksi dengan lensa berkekuatan sesuai, bs=esar
kemungkinan visus telah mencapai harga normal.
Kelainan pada mata bukan hanya terletak pada ketajaman
penglihatan saja, tetepi juga banyak hal lain, misalnya penglihatan
warna.
Seseorang dapat melihat dan membedakan warna berkat adanya
sel-sel konus pada fovea sentralis. Sel konus adalah sel penglihatan
yang sensitif terhadap rangsang cahaya dengan gelombang
tertentu. Manusia memiliki 3 jenis sel konus yang masing-masing
sensitif terhadap satu dari 3 warna dasar cahaya, yaitu merah,
hijau, dan biru. Sel konus merah dapt mengabsorbsi warna dg
panjang gelombang 570 nm. Sel hijau 535 nm, dan sel biru 435 nm.
Apabila semua sel mendapat rangsang yang sama, warna yang
ditangkap adalah putih. Jika semua sel tak mendapat rangsang,
warna yang ditangkap adalah hitam.

II.
III.

IV.
V.

Apabila seseorang tidak memiliki 1 atau lebih sel konus baik merah,
hijau ataupun biru, maka ia akan mengalami kelainan persepsi
penglihatan warna yang disebut buta warna. Seorang buta warna
tidak atau kurang mampu membedakan warna.
Buta warna dapat diuji dengan 2 metode, salah satunya adalah uji
Ishihara. Uji Ishihara dilakukan menggunakan gambar-gambar
warna yang tellah drancang sedemikian rupa sehingga proyeksi
yang ditangkap oleh orang buta warna akan berbeda dg orang
normal.
ALAT DAN BAHAN
CARA KERJA
a. Visus
1. Menyiapkan alat
2. Menanyakan ketajaman penglihatan probandus.
3. Mencatat jawaban pada lembar pengamatan.
4. Memosisikan probandus pada jarak 6 m dari optotip Snellen.
5. Menutup mata kiri pro kemudian menyuruh pro membaca
huruf2 yang ditunjuk penguji pada optotip Snellen dari
ukuran terbesar hngga terkecil.
6. Mencatat jarak deretan huruf optotip Snellen yang masih
dapat fdibaca pro tanpa salah.
7. Mengulangi langkah 5-6 untuk mata kiri pro.
8. Memasang lensa sferis +0,5 D di depan mata kanan pro
9. Mengulang langkah 5-6
10.Memasang lensa sferis +0,5 D di depan mata kiri pro
11.Mengulang langkah 5-6 utk mata kiri pro
12.Memasang lensa sferis -0,5 D pada mata kanan pro
13.Menguji ketajaman mata kanan pro yang telah dikoreksi
dengan lensa sferis -0,5 D.
14.Mencatat jarak deretan huruf optotip Snellen yang masih
dapat fdibaca pro tanpa salah.
b. Buta warna
1. Menyiapkan alat
2. Meletakkan alat uji Ishihara pada jarak 75 cm dari pro dan
pembanding dengan penyinaran matahari yang cukup.
3. Memosisikan alat uji tegak lurus dengan sudut penglihatan
pro dan pemb
4. Menunjukkan gambar no. 1 pada pro dan pemb
5. Menyuruh pro dan pemb untuk menyebutkan gambar yang
terlihat dlam waktu kurang dari 3 detik.
6. Mencatat hasil pada lembar pengamatan.
7. Mengulang langkah 4-6 untuk gambar no. 2 hingga 14
8. Membandingkan hasil dengan daftar jawaban untuk setiap
gambar pada Ishiharas test for colour-blindness.
HASIL
PEMBAHASAN
a. Visus
Pengukuran visus mata pro sebelum dikoreksi menunjukkan nilai 6/9
untuk mata kanan dan 6/6 untuk mata kiri. Nilai ini belum mutlak,
karena ada kemungkinan mata pro melakukan akomodasi saat
pemeriksaan sehingga menguatkan nilai visusnya. Oleh karena itu,

visus mata kiri pro perlu dipastikan kembali dengan lensa sferis
positif. Apabila visus tetap 6/6 saat pro diperiksa memakai lensa
artinya saat pemeriksaan awal mata pro berakomodasi, sehingga
didapat nilai visus normal padahal sesungguhnya mata pro
menglami hipermetrop. Dari pemeriksaan, didapat nilai visus mata
kiri menjadi 6/7,5. Artinya, mata kiri pro merupakan emetrop
(normal). Saat dipakaikan lensa sferis + yang berbentuk cembung
(konveks), cahaya akan dibiaskan lebih memusat (konvergen)
sehingga saat dibiaskan kembali oleh lensa mata, fokus akan terjadi
pada jarak yang lebih pendek ketimbang saat mata tak
dipergunakan lensa.
Mata kanan pro yang nilai visusnya 6/9 kemudian dikoreksi dengan
lensa sferis negatif 0,5 D, dan visusnya menjadi normal. Artinya
mata pro mengalami miop, di mana berkas cahaya yang melewati
lensa mata pro tidak dapat difokuskan tepat ke retina, melainkan
hanya sampai di depan retina. Hal ini mungkin disebabkan bola
mata yang terlalu panjang sehingga jarak lensa dan retina menjadi
terlalu jauh, atau kekuatan refraktif (bias) lensa yang terlalu kuat,
sehingga berkas sinar terfokuskan sebelum sampai di retina. Lensa
sferis positif yang berbentuk cekung (konkaf) akan membiaskan
cahaya secara divergen (menyebar), sehingga saat dibiaskan oleh
lensa mata miop, cahaya dapat difokuskan tepat pada retina.
b. Buta warna
Pembanding dalam percobaan ini merupakan variabel kontrol yang
menjadi patokan jawaban seharusnya seorang yg tak buta warna
pada uji Ishihara. Apabila pro mengalami buta warna, pasti jawban
yg diberikan pada uji Ishihara akan berbeda dg jawaban pemb yg
tak buta warna. Karenanya, pemb haruslah seorang yg tak buta
warna.
Hasil uji Ishihara pada pro dan pemb sama-sama sesuai dengan
daftar jawaban penglihatan orang normal pada uji Ishihara. Artinya,
baik pro tidak mengalami buta warna baik parsial maupun total.
Keduanya sama memiliki 3 kelompok sel konus yaitu merah, biru,
dan hijau yang berfungsi dengan baik pada fovea sentralisnya.
VI.

VII.

KESIMPULAN
1. Mata pro mengalami miop
2. Pro tidak buta warna
3. Uji visus dilakukan dengan optotip D=Snellen
4. Uji buta warna dilakukan dengan uji Ishihara
DAFTAR PUSTAKA
Chuseri, Abdulcholiq dkk.2012. Petunjuk Praktikum Fisiologi Manusia.
Yogyakarta: Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada.
Guyton, Arthur C. 2006. Textbook of Medical Physiology, 11th
Edition.Philadelphia : Elsevier Saunders Co.

Kahle.2003. Anatomy Color Atlas and Textbook of Human Anatomy.


Thieme
Marieb, Elaine N. & Katja Hoehn. 2010. Human Anatomy and
Physiology 9th Edition.
New York : Pearson Education Inc.
Tortora, Gerard J. & Bryan Derrickson. 2009. Principles of Anatomy and
Physiology 12th Edition. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons Inc.
http://en.wikipedia.org/wiki/Color_blindness

Anda mungkin juga menyukai