Akademik
Teknik Perancangan Perundang - Undangan
(Materi Semester V, Fakultas Hukum)
Universitas Muslim Indonesia
Makassar.-
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG
PENGHAPUSAN DISKRIMINASI ANTAR SUKU
BAB. I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Manusia di dunia ini diciptakan oleh Tuhan dengan harkat dan martabat yang sama.
Setiap manusia dilahirkan dengan gambaran yang sama walaupun memiliki perbedaanperbedaan yang bersifat fisik. Namun perbedaan itu lantas tidak membuat adanya orang yang
dianggap lebih rendah dibandingkan orang lain hanya karena masalah fisik semata. Manusia
tercipta dengan kesempurnaannya masing-masing dan tidak ada manusia yang dianggap lebih
menonjol di hadapan Tuhan.
Telah kita ketahui bersama, Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari
beribu-ribu pulau. Wilayah territorial Indonesia yang luas juga berakibat pada penduduk yang
banyak. Indonesia sendiri merupakan salah satu negara yang penduduknya terbesar di dunia.
Wilayah-wilayah di Indonesia dihuni oleh banyak kelompok suku. Kebudayaan-kebudayaan
yang dimiliki oleh suku-suku ini dipengaruhi letak geografis maupun adat istiadat yang telah
diturunkan dari nenek moyang terdahulu. Dengan kata lain, penduduk Indonesia terdiri dari
berbagai macam suku yang memiliki beragam kebudayaan. Ini sesuai dengan falsafah negara
kita, yaitu Bhinekka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Dengan adanya perbedaan tersebut, tentunya upaya untuk menciptakan suasana negeri
yang aman, tentram, dan sejahtera tidaklah mudah. Perbedaan - perbedaan yang muncul
terkadang menyebabkan gesekan-gesekan antar kelompok yang menyebabkan perselisihan
dengan membawa-bawa identitas kesukuan. Hal-hal yang tadinya hanya merupakan percikan
api kecil berubah menjadi ledakan hebat akibat membawa-bawa identitas kelompok. Hal ini
menyebabkan adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok suku tertentu. Ujung
daripada semua itu adalah terjadinya kerusuhan yang menyebabkan perpecahan bangsa.
Indonesia sendiri telah mengalami hal tersebut secara nyata. Tidak hanya terdapat pada
kerusuhan yang benar-benar memperlihatkan perselisihan antar kelompok suku, diskriminasi
juga dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari di berbagai bidang, khususnya bidang
ekonomi dan social. Banyak dijumpai kasus yang memperlihatlan pemberian perlakuan yang
tidak adil kepada seseorang hanya karena memandang suku. Hal itu tentunya akan
menimbulkan perasaan dendam dan kebencian sehingga jurang pemisah akan semakin lebar.
Oleh sebab itu, dirasa perlu untuk membuat suatu peraturan yang mengatur mengenai
penghapusan diskriminasi antar suku di Indonesia. Dengan adanya peraturan yang berlaku
dan mengatur mengenai hal tersebut, diharapkan diskriminasi antar suku dapat dihapuskan
dan menciptakan kehidupan yang sejahtera, aman, dan tentram. Selain itu persatuan dan
kesatuan pun dapat terjalin lebih kokoh.
B. Identifikasi Masalah
1.
2.
3.
4.
Yang terjadi adalah adanya diskriminasi antar kelompok suku yang dapat memecah
persatuan dan kesatuan bangsa.oleh karena itu yang harus diselidiki adalah:
Apa yang menjadi akar penyebab timbulnya perselisihan antar suku?
Bagaimana cara mencegah timbulnya perselisihan antar suku?
Bagaimana cara mengatasi perselisihan antar suku yang telah terjadi?
Siapakah yang memiliki wewenang untuk memutus seuatu perselisihan antar suku?
D. Metode Penelitian
1.
2.
3.
4.
5.
Metode yang digunakan di sini adalah Metode Yuridis normatif yang dilakukan
melalui studi pustaka yang menelaah data-data sekunder. Data-data sekunder yang digunakan
antara lain :
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan International Convention on The
Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1965 (Konvensi Internasional tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, 1965) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3852)
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3886)
Undang-Undang Nomor 26 Tahun tentang 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 208)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170).
BAB. II
Asas - asas yang digunakan dalam penyusunan norma
1. Asas Pengayoman
Negara senantiasa memberikan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pelayanan dan pengayoman yang dilakukan oleh Aparatur Negara kepada masyarakat dalam
hubungannya dengan sistem Pemerintahan Indonesia, dilihat dan karakteristik pelayanan
dapat dilakukan pembagian dalam tiga pelayanan, yakni :
a. Pola pelayanan efektif
Merupakan pelayanan yang diberikan oleh negara dengan penekanan lebih menitikberatkan
pada pencapaian tujuan, dengan tanpa memperhitungkan perbandingan antara besarnya input
yang harus diberikan dan output yang akan diterima. Oleh karena itu negara yang
melaksanakan pelayanan ini mempunyai kualifikasi khusus, yakni menjamin bahwa tujuan
tercapai. Pola pelayanan efektif ini adalah pelayanan yang diberikan oleh negara unsur
Pertahanan dan Keamanan. Pola pelayanan ini dilakukan oleh unsur keamanan, yang harus
siap siaga pada setiap saat untuk melindungi dan mengayomi serta menjaga serta ketertiban
dalam kehidupan masyarakat.
b. Pola pelayanan efektif dan efisien
Merupakan pelayanan yang dilakukan oleh negara dengan pola pelayanan yang
menitikberatkan di samping untuk pelayanan yang semata-mata untuk mencapai tujuan
(efeknya), juga melaksanakan pola pelayanan yang senantiasa memperhatikan perbandingan
terbatk antara input dan output. Pola pelayanan efektif sekaligus efisien dilakukan oleh unsur
birokrasi baik urusan pemerintahan umum maupun urusan umum pemerintahan dari tingkat
pusat sampai tingkat daerah dan desa.
c. Pola pelayanan efisien
Merupakan pola pelayananan yang dilakukan oleh negara yang senantiasa menitikberatkan
pelayanan pada prinsip efisien pengertian bisnis, yakni berusaha untuk memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya untuk semua kegiatan yang dilakukan. Pola pelayanan
yang melaksanakan prinsip efisien secara bisnis, seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
di tingkat pusat, dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di daerah.
Sesuai dengan pola pelayanan yang dilakukan oleh Aparatur Negara sebagaimana
yang dikemukakan di atas, upaya untuk meningkatkan kualitas dan disiplin agar mampu
melayani dan mengayomi masyarakat, harus sesuai pula dengan karakteristik pelayanan yang
diberikan.
Untuk pola pelayanan yang efektif, maka personil Aparatur Negara diisi oleh personil
yang mempunyai kualifikasi khusus, seperti mempunyai jiwa pengabdian yang tinggi, rela
berkorban serta semangat juang tinggi. Untuk memenuhi kualifikasi ini maka setiap diadakan
rekruitment personil, perlu dilakukan seleksi yang ketat disertai dengan psikotest mengenai
jiwa dan semangat pengabdiannya terhadap tugas pekerjan yang akan diembannya. Dalam
pelaksanaan pelayanan ini dibutuhkan penegakan disiplin yang ketat/ kaku.
Untuk pola pelayanan yang efektif dan efisien, dibutuhkan personil yang profesional
dan mempunyai kemampuan untuk menentukan bilamana dan dimana pelayanan yang
diberikan itu harus efisien atau efektif, dengan menggunakan peraturan/ketentuan yang
berlaku disesuaikan dengan situasi dan kondisi sosial masyarakat di sekitarnya. Oleh karena
itu dalam merekrut personil untuk pola pelayanan ini, dibutuhkan personil untuk pola
pelayanan ini, dibutuhkan personil yang mempunyai tingkat loyalitas yang tinggi kepada
tugas pekerjaan dan sekaligus mernpunyai kemampuan untuk menentukan kebijaksanaan
yang sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat yang dihadapi.
Adapun untuk pola pelayanan efisien, diperlukan personil yang mempunyai jiwa
kewirausahaan yang tinggi di samping loyalitas yang baik kepada tugas pekerjaan. Hal ini
dilakukan agar setiap personil mempunyai kemampuan untuk mengembangkan kreativitasnya
sesuai dengan pelayanan harus diberikan kepada masyarakat.
Upaya untuk senantiasa membina agar masing-masing pola pelayanan tetap mempunyai
kualifikasi sesuai dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat, maka perlu diciptakan
suatu model kompetitif antara masing-masing pola pelayanan yang ada. Hal ini dilakukan di
samping untuk menjaga agar masing-masing pola pelayanan yang ada tetap eksis dan
handal, sehingga masyarakat dapat diharapkan untuk tetap percaya pada setiap pola
pelayanan yang dilakukan oleh aparatur negara sesuai dengan karakteristik pelayanan yang
diberikan.
Dengan adanya para kompetisi antara masing-masing unit pelayanan, maka setiap
unsur pelayanan akan berusaha untuk berbuat yang terbaik untuk pola pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat, dan masyarakat akan percaya kepada kemampuan yang
dimiliki oleh setiap pola pelayanan. Dengan demikian dapat diharapkan masyarakat akan
merasa dilayani dan diayomi oleh, sehingga akan tumbuh inisiatif dan peran aktif masyarakat
dalam kehidupan masyarakat.
Jadi, setiap peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam
rangka menciptakan ketentraman masyarakat. Tujuan daripada pembuatan suatu peraturan
perundang-undangan sendiri adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam rangka
mencapai kesejahteraan.
2. Asas Keadilan
Keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius sejak awal munculnya filsafat
Yunani. Kata keadilan dalam Bahasa Inggris adalah justice yang berasal dari Bahasa Latin
yaitu iustitia. Makna juctice adalah :
a.
Secara atributif
Suatu kualitas yang adil atau fair (justness).
b. Sebagai tindakan
Tindakan menjalankan hukuman atau tindakan yang menentukan hak dan ganjaran atau
hukuman (judicature).
c. Orang
Pejabat public yang berhak menentukan persyaratan sebelum suatu perkara dibawa ke
Pengadilan (judge, jurist, magistrate).
Sedangkan kata adil dalam Bahasa Indonesia berarti sesuatu yang baik, sikap yang tidak
memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan.
Plato berpendapat bahwa keadilan adalah di luar kemampuan manusia. Sumber
ketidakadilan adalah perubahan dalam masyarakat. John Rawls, filsuf dari Amerika Serikat,
menyatakan bahwa keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial,
sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran.
Dalam proses penegakan suatu peraturan perundang-undangan, yang berlaku adalah
merupakan legal justice (keadilan hukum) yaitu adil berdasarkan hukum yang harus ditaati
oleh setiap orang. melalui hukum, pemerintah harus mengimbangi kepentingan umum dengan
kepentingan-kepentingan lainnya. Cita-cita akan keadilan yang hidup dalam jiwa rakyat tidak
lain daripada timbul suatu harmonisasi kepentingan-kepentingan tersebut. Dengan kata lain
bahwa tugas utama pemerintah suatu negara ialah mewujudkan keadilan social.
3. Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum
Disamping keadilan hokum dan keadilan masyarakat, Undang-Undang juga menjamin
adanya kepastian hukum. Dalam suatu negara bahwa Undang-Undang yang telah ditetapkan,
sungguh-sungguh berlaku sebagai hukum. Kepastian hukum berkaitan dengan efektivitas
hukum. Sebab itu kepastian hukum hanya terjamin, bila pemerintah negara mempunyai
sarana-sarana yang secukupnya untuk memastikan peraturan-peraturan yang ada. Polisi,
Jaksa dan Hakim memainkan peranan penting dalam mewujudkan kepastian hukum,
misalnya suatu perkara yang ditangani tidak secara tuntas, akan memberikan ketidakpastian
hukum.
Hukum ditegakkan oleh instansi penegak hukum yang diserahi tugas untuk itu, harus
menjamin kepastian hukum demi tegaknya ketertiban dan keadilan dalam kehidupan
masyarakat. Ketidakpastian hukum, pasti akan mengakibatkan kekacauan dalam kehidupan
masyarakat, dan saling akan berbuat sesuka hatinya serta bertindak main hakim sendiri.
Keadaan seperti ini menjadikan kehidupan itu dalam suatu keadaan suasana social
diorganization atau kekacauan social.
KUHAP sebagai hukum acara pidana yang berlaku telah memadai sebagai hukum positif
yang memberi peluang bagi aparat penegak hukum untuk lebih efektif mencapai sasaran
tujuan penegakan ketertiban dan kepastian hukum.
4. Asas Keseimbangan, Keserasian dan Keselarasan
Rousseau mengatakan bahwa tujuan negara adalah menegakkan hukumdan menjamin
kebebasan dari para warga negaranya, dalam pengertian bahwa kebebasan dalam batas-batas
perundang-undangan. Undang-undang sendiri merupakan penjelmaan dari kehendak rakyat.
Rakyat harus mengambil bagian dalam pembentukan aturan masyarakat tanpa perwakilan.
Di dalam pelaksanaan kenegaraan Indonesia, presiden adalah pemegang kekuasaan
pembentukan undang-undang dan DPR adalah pemberi persetujuan terhadap setiap
rancangan undang-undang. Dalam pembuatan suatu peraturan perundang-undangan, negara
harus selalu memperhatikan kemauan dan kebutuhan rakyat. Sebab alasan dibuatnya undangundang tersebut adalah untuk mensejahterakan rakyat. Negara harus senantiasa
mementingkan kepentingan umum diatas segalanya.
Suatu peraturan perundang-undangan haruslah sesuai dengan kondisi masyarakat
yang ada. Jangan sampai suatu peraturan perundang-undangan malah tidak sesuai bahkan
bertentangan dengan kepentingan rakyat. Harus ada keseimbangan, keserasian dan
keselarasan di dalam peraturan perundang-undangan sehingga kepentingan rakyat dapat
terakomodasi. Dengan kata lain, suatu peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat
dengan kepentingan bangsa dan negara.
Berbagai asas tersebut harus dapat diterapkan dengan tetap memperhatikan nilai-nilai
agama, sosial, budaya, dan hukum yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Semua itu demi mewujudkan mewujudkan kekeluargaan, persaudaraan,
BAB. III
Materi muatan perundang undangan dan keterkaitannya dengan hukum
positif
1. Keterkaitan Materi dengan Hukum Positif
Materi-materi yang disuguhkan di dalam Naskah Akademik ini sesuai dan berhubungan erat
dengan peraturan perundang-undangan yang membahasa mengenai suku, ras, dan etnis.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, berbagai peraturan perundang-undangan yang
dijadikan bahan acuan antara lain adalah: Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan
International Convention on The Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1965
(Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, 1965)
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3852), Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886), Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 208), dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi
Ras dan Etnis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170). Sehingga
dapat dipastikan rancangan undang-undang yang akan dibentuk nantinya tidak menyalahi
atau bertentangan dengan undang-undang yang telah ada.
e.