Anda di halaman 1dari 21

BAB III

DASAR TEORI

3.1

KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA


Klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara berdasarkan BSN, 1999 :
Sumberdaya batubara hipotetik (hypothetical coal resource): jumlah
batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang
dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan
untuk tahap survey tinjau.
Sumber daya batubara tereka (inferred coal resource): jumlah batubara di
daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang dihitung
berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk
tahap prospeksi.
Sumberdaya batubara terindiksi (indicated coal resource): jumlah batubara
di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang dihitung
berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk
tahap eksplorasi pendahuluan.
Sumberdaya batubara terukur (measured coal resource): jumlah batubara
di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang dihitung
berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk
tahap eksplorasi rinci.
Cadangan batubara terkira (probable coal reserve): Sumberdaya batubara
terindikasi dan sebagian sumberdaya terukur, tetapi berdasarkan kajian
kelayakan

semua

faktor

yang

terkait

telah

terpenuhi

sehingga

penambangan dapat dilakukan secara layak.


Cadangan batubara terbukti (proved coal reserve): Sumberdaya batubara
terukur yang berdasarkan kajian kelayakan semua faktor yang terkait telah
terpenuhi sehingga penambangan dapat dilakukan secara layak.

III-1

Klasifikasi sumberdaya batubara merupakan upaya pengelompokan


sumberdaya batubara berdasarkan keyakinan geologi dan kelayakan ekonomi.
Persyaratan jarak titik informasi untuk setiap kondisi geologi dan kelas
sumberdaya diperlihatkan pada Tabel III.1.
Tabel III.1.
Jarak titik informasi menurut kondisi geologi (BSN, 1999)
Sumberdaya

Kondisi
Geologi

Kriteria

Sederhana

jarak titik
informasi
(m)

Terukur

Terunjuk

Tereka

x500m

500<x1000m 1000<x1500m

Moderat

x250m

250<x500m

500<x1000m

Kompleks

x100m

100<x200m

200<x400m

Hipotetik
Tidak
terbatas
Tidak
terbatas
Tidak
terbatas

Uraian tentang batasan umum untuk masing-masing kondisi geologi diatas adalah
sebagai berikut:
1. Kondisi geologi sederhana
Dengan ciri sebagai berikut:
a. Endapan batubara umumnya tidak dipengaruhi oleh aktivitas tektonik
seperti sesar, lipatan, dan intrusi.
b. Lapisan batubara umumnya landai, menerus secara lateral sampai ribuan
meter, dan hampir tidak memiliki percabangan.
c. Ketebalan lapisan batubara secara lateral dan kualitasnya tidak
menunjukkan variasi yang berarti.
d. Contoh batubara di Bangko Selatan dan Muara Tiga Besar (Sumsel),
Senakin Barat (Kalsel), dan cerenti (Riau).

III-2

2. Kondisi geologi moderat


a. Endapan batubara sampai tingkat tertentu telah mengalami pengaruh
deformasi tektonik.
b. Pada beberapa tempat, intrusi batuan beku mempengaruhi struktur lapisan
dan kualitas batubaranya.
c. Dicirikan oleh kemiringan lapisan dan variasi ketebalan lateral yang
sedang.
d. Sebaran percabangan batubara masih dapat diikuti sampai ratusan meter.
e. Contoh batubara di Senakin, Formasi Tanjung (Kalsel), Loa Janan-Loa
Kulu, Petanggis (Kaltim), Suban dan Air Laya (Sumsel), serta Gunung
Batu Besar ( Kalsel).
3. Kondisi geologi kompleks
a. Umumnya telah menglami deformasi tektonik yang intensif.
b. Pergeseran dan perlipatan akibat aktivitas tektonik menjadikan lapisan
batubara sulit dikorelasikan.
c. Perlipatan yang kuat juga mengakibatkan kemiringan lapisan yang terjal.
d. Sebaran lapisan batubara secara lateral terbatas dan hanya dapat diikuti
sampai puluhan meter.
e. Contoh batubara di Ambakiang, Formasi Warukin, Ninian, Belahiang dan
Upau

(Kalsel),

Sawahluhung

(Sumbar),

Air

Kotok

(Bengkulu),

Bojongmanik (Jabar), serta daerah batubara yang mengalami ubahan


intrusi batuan beku di Bunian Utara (Sumsel).

3.2

PERHITUNGAN SUMBER DAYA DAN CADANGAN BATUBARA


Secara umum, pemodelan dan perhitungan cadangan batubara memerlukan

data-data dasar sebagai berikut (Syafrizal, 2006) :

Peta topografi
III-3

Data penyebaran singkapan batubara (telah disesuaikan dengan format/datum


peta)

Data dan sebaran titik bor

Peta geologi lokal (meliputi litologi, stratigrafi, dan struktur geologi)

Peta situasi dan data-data yang memuat batasan-batasan alamiah seperti aliran
sungai, jalan, perkampungan, dan lain-lain.
Data penyebaran singkapan batubara berguna untuk mengetahui cropline

batubara, yang merupakan posisi dimana penambangan dimulai. Dari pemboran


diperoleh hasil berupa data elevasi atap/roof dan lantai/floor batubara. Peta situasi
dan data-data yang memuat batasan-batasan alamiah(aliran sungai, jalan,
perkampungan, dan sebagainya) berguna untuk menentukan batas/boundary
perhitungan cadangan. Endapan batubara yang tidak dapat ditambang karena
batasan-batasan alamiah tersebut tidak diperhitungkan dalam perhitungan
cadangan.
Dari data-data dasar tersebut akan dihasilkan data olahan, yaitu data dasar
yang diolah untuk mendapatkan model endapan batubara secara 3 (tiga) demensi
untuk selanjutnya akan dilakukan penghitungan cadangan endapan batubara. Data
olahan ini terdiri atas:

Peta isopach; merupakan peta yang menunjukkan kontur penyebaran


ketebalan batubara. Data ketebalan pada peta ini merupakan tebal sebenarnya
yang dapat diperoleh dari data bor, uji paritan, uji sumur, atau dari singkapan.
Peta ini juga dapat disusun dari kombinasi peta iso struktur. Selain itu tujuan
penyususnan peta ini adalah untuk menggambarkan variasi ketebalan
batubara di bawah permukaan.

Peta kontur struktur; menunjukkan kontur elevasi yang sama dari top atau
bottom batubara. Untuk elevasi top atau bottom batubara dapat diperoleh dari
data bor. Peta kontur struktur berguna untuk mengetahui arah umum/jurus
masing-masing seam batubara, sekaligus sebagai dasar untuk menyusun peta
isooverburden.

Peta Iso kualitas; menunjukkan kontur hasil analisis parameter kualitas

III-4

batubara. Peta ini berguna untuk menentukan daerah-daerah yang memenuhi


syarat kualitas untuk ditambang.

Peta Iso overburden; menunjukkan kontur ketebalan overburden (lapisan


penutup) yang sama. Ketebalan tersebut dapat diperoleh dari data bor atau
dari peta iso struktur dimana ketebalan overburden dapat dihitung dari
perpotongan kontur iso struktur dengan kontur topografi. Peta Iso overburden
cukup penting sebagai dasar evaluasi cadangan selanjutnya, dimana ketebalan
tanah penutup ini dapat digunakan sebagai batasan awal dari penentuan pit
potensial.

Penampang geologi; Disusun dari kombinasi antara peta cropline batubara


dengan data pemboran (log bor). Perlapisan batubara disusun dengan
melakukan interpolasi antar data seam pada setiap titk bor yang berdekatan.
Garis penampang sebaiknya selalu diusahakan tegak lurus jurus cropline
batubara. Selanjutnya penampang seam batubara berguna untuk memudahkan
perhitungan sumberdaya sekaligus cadangan batubara dengan metode mean
area. Selain itu dapat juga digunakan untuk menghitung cadangan tertambang
(mineable reserve) dengan memasukkan asumsi sudut lereng dengan SR.

3.3.

METODE PERHITUNGAN CADANGAN


Pemilihan metode perhitungan cadangan didasari oleh faktor geologi

endapan, metode eksplorasi, data yang dimiliki, tujuan perhitungan, dan tingkat
kepercayaan yang diinginkan.
Berdasarkan metode (teknik/asumsi/pendekatan), maka penaksiran dan
perhitungan sumberdaya atau cadangan terdiri dari metode konvensional yang
terbagi menjadi dua, yaitu metode penampang vertikal dan metode penampang
horizontal.

3.3.1

Metode Penampang Vertikal


Metode penampang vertikal menggambarkan kondisi endapan, bijih, dan

III-5

tanah penutup (overburden) pada penampang-penampang vertikal. Perhitungan


luas masing-masing elemen tersebut dilakukan pada masing-masing penampang.
Metode penampang vertikal dilakukan dengan cara sebagai berikut (Hustrulid, &
kutcha 1995):
a.

Penentuan lintasan penampang.

b.

Konstruksi penampang (permukaan, geometri endapan, geometri pit, serta


faktor pembatas lainnya).

c.

Perhitungan luas masing-masing elemen.

d.

Pemilihan rumus perhitungan.

e.

Perhitungan volume dan tonase.

a.

Perhitungan volume dengan 1 (satu) penampang


Perhitungan volume dengan menggunakan satu penampang digunakan jika

diasumsikan bahwa 1 penampang mempunyai daerah pengaruh hanya terhadap


penampang yang dihitung saja. Volume yang dihitung merupakan volume pada areal
pengaruh penampang tersebut.
Luas Overburden Pada
Penampang - 1

1
gan
p
m
na
Pe

Jarak pengaruh
Penampang - 1
(d1)

Jarak pengaruh
Penampang - 1
(d2)

Gambar 3.1. Perhitungan volume menggunakan satu penampang

III-6

Rumus perhitungan volume dengan menggunakan satu penampang


adalah:
Volume = (A x d1) + (A x d2)

dimana : A

b.

= luas overburden

d1

= jarak pengaruh penampang ke arah 1

d2

= jarak pengaruh penampang ke arah 2

Perhitungan volume dengan 2 (dua) penampang


Perhitungan volume dengan menggunakan dua penampang digunakan

jika diasumsikan bahwa volume dihitung pada areal di antara 2 penampang


tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah variasi (perbedaan) dimensi antara kedua
penampang tersebut. Jika tidak terlalu berbeda, maka dapat digunakan rumus
mean area dan rumus kerucut terpancung, tetapi jika perbedaannya terlalu besar
maka dapat digunakan rumus obelisk.

Luas Overburden Pada


Penampang - 1

Pe

na

a
mp

ng

Luas Overburden Pada


Penampang - 2

-1
Pe

na

a
mp

ng

-2

Jarak antara
Penampang-1 & Penampang-2

Gambar 3.2. Perhitungan volume menggunakan dua penampang

III-7

Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut:

Rumus Mean Area

V =L

S2

( S1 + S2 )
2

S1,S2 = luas penampang endapan


S1

L = jarak antar penampang


L

V = volume cadangan

Rumus Kerucut Terpancung

S1

V =

( S1 +

S2 +

S1 S 2

S1 = luas penampang atas


L

S2 = luas penampang alas

S2

= jarak antar S1 dan S2

= volume cadangan

III-8

Rumus Obelisk
a2

L
6

V =

S2

b2

( S 1 + 4M
( a1

+ S2

+ a2
2

) ( b1

+ b2
2

S1 = luas penampang atas


S1

S2 = luas penampang alas

b1

a1

c.

= jarak antar S1 dan S2

Perhitungan volume dengan 3 (tiga) penampang


Metoda 3 (tiga) penampang ini digunakan jika diketahui adanya variasi

(kontras) pada areal di antara 2 (dua) penampang, maka perlu ditambahkan


penampang antara untuk mereduksi kesalahan. Perhitungan menggunakan rumus
prismoida.
Luas Overburden Pada
Penampang - 1

a
en

a
mp

-1
ng

Jarak antara
Penampang-1 & Penampang-2

Luas Overburden Pada


Penampang - 2

-2
ng
pa
m
na
Pe

Luas Overburden Pada


Penampang - 3

Pe

-3
ng
pa
m
na

Jarak antara
Penampang-2 & Penampang-3

Gambar 3.3. Perhitungan volume menggunakan tiga penampang


Rumus prismoida sebagai berikut:

III-9

S2

V = ( S1 + 4M + S2 )

L
6

S1, S2 = luas penampang ujung


M = luas penampang tengah

L = jarak antara S1 dan S2

V = volume cadangan
S1

1/2 L

3.3.2 Metode penampang Horizontal


Metode penampang horizontal yang bisa digunakan adalah metode
poligon, isoline, triangulasi, dan metode circular USGS 1983.
Metode poligon sebenarnya merupakan contoh penerapan nearest point.
Metode poligon adalah suatu perhitungan dengan konsep dasar yang menyatakan
bahwa seluruh karakteristik endapan suatu daerah diwakili oleh satu titik tertentu.
Jarak titik bor di dalam poligon dengan batas poligon sama dengan jarak batas
poligon ke titik bor terdekat. Di dalam poligon nilai kadar diasumsikan konstan
sama dengan kadar pada titik bor di dalam poligon (Hustrulid & Kutcha, 1995).

3
2

5
1

Titik bor/sumur uji


daerah pengaruh

10

Gambar 3.4. Contoh konstruksi metode poligon


Perhitungan volume dengan rumus sebagai berikut:
V = A.t

dimana V = volume
A = luas poligon
t = tebal lapisan batubara di titk conto

III-10

Metode isoline adalah suatu metode yang menggunakan prinsip dasar


isoline. Isoline adalah kurva yang menghubungkan titik-titik yang memiliki nilai
kuantitatif sama. Metode ini digunakan dengan asumsi nilai yang berada diantara
2 buah titik kontinu dan mengalami perubahan secara gradual. Volume dapat
dihitung dengan cara menghitung luas daerah yang terdapat di dalam batas kontur.

Gambar 3.5. Metode Isoline

Metode triangulasi dilakukan dengan konsep dasar menjadikan titik yang


diketahui menjadi titik sudut suatu prisma segitiga. Prisma segitiga diperoleh
dengan cara menghubungkan titik-titik yang diketahui tanpa berpotongan.
3

1
8

1
8

Layout dari segitiga-segitiga

Prisma-prisma trianguler

III-11

3
2

Volume =

1
t2

t3

1
3

(t1 + t2 + t3) S

S = luas segitiga 123


t1

t1 , t2 , t3 = ketebalan endapan pada


masing-masing titik

Gambar 3.6. Metode triangulasi (triangular grouping)

3.4

PEMODELAN ENDAPAN BATUBARA DENGAN SOFTWARE


MINESCAPE 4.115c
Tahapan dan kegiatan pemodelan endapan batubara dapat dilaksanakan

dengan menggunakan Software Minescape 4.115c. Pemodelan dengan software


ini dilakukan dengan aplikasi modul STRATMODEL.
Stratmodel didasarkan pada prinsip umum stratigrafi terutama tentang
urutan lapisan yang diendapkan pada suatu periode tertentu yang menerus atau
selaras. Urutan lapisan selaras dalam Stratmodel dikenal dengan istilah
conformable sequence. Secara stratigrafi conformable sequence adalah merupakan
suatu paket endapan yang mempunyai karakteristik stratigrafi dan struktural yang
sama. Stratmodel dapat membuat suatu model geologi yang terdiri dari beberapa
conformable sequence yang selaras maupun tidak satu sama lainnya.
Dalam Software Minescape 4.115c untuk tahapan pekerjaan model geologi
terdiri atas beberapa tahapan sebagai berikut:

Validasi Data

Topo Model

Schema

Load Drill hole

Pemeriksaan Drill hole

Patahan (Jika ada)

III-12

Model

Pemeriksaan Model
Dalam Software Minescape 4.115c data yang diperlukan antara lain:

Data topografi (dalam bentuk ASCII atau DXF)

Data pemboran (survei & litologi)

Data quality (jika ada)

Data fault / patahan (jika ada)

Data outcrop / singkapan (jika ada)

3.4.1

Topo Model
Topo model merupakan surface topografi yang akan digunakan sebagai

batas paling atas dalam pemodelan. Surface topo yang digunakan dapat berupa
surface dari grid, triangle, expression dan lain-lain.
Tahapan pembuatan topo model adalah sebagai berikut:

Memasukkan data topo kedalam design.

Membuat sheet spesification.

Membuat grid spesification.

Membuat grid file.

Interpolasi data ke dalam grid.

3.4.2

Schema
Schema adalah salah satu fasilitas dalam Stratmodel yang berfungsi untuk

mendefinisikan stratigrafi dan parameter-parameter model yang akan digunakan


sebagai dasar pembuatan model stratigrafi serta pemeriksaan model.
Suatu Schema terdiri dari 9 (sembilan) bagian definisi yang berbeda, yaitu:

Model Parameters

Modeling Default

Lithology Codes

III-13

Elemental Units

Compound Units

Survey

Conformable Sequences

Limits

Faults

Interpolator dalam Minescape

Inverse : Inverse Distance

Planar : Triangulasi dengan extrapolasi

Height : Mincom interpolator, inverse distance dan trend

FEM : Finite Element Method


Tabel III.2.
Interpolar Minescape

3.4.3

Drill Hole
Drill Hole dapat diimport melalui modul Stratmodel dan dilakukan

pemeriksaan drill hole yang berfungsi untuk memeriksa data drill hole dengan
tujuan untuk menemukan kesalahan-kesalahan dari data tersebut, sebelum dibuat
model.
Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
III-14

Informasi : statistik dan laporan

Grafis : kontur, post dan section


Pada saat melakukan pemeriksaan database dibutuhkan dua hal sebagai acuan,

yaitu:

Nama design file dan layer dimana data drill hole disimpan.

Nama schema yang digunakan.

3.4.4

Patahan (Faults)
Faults merupakan sebuah elemen garis dalam design file yang dapat terdiri

dari beberapa vertex hingga maksimum 500 buah. Berbeda dengan elemen garis
biasa, patahan pada setiap vertex-nya selain menyimpan data koordinat juga
menyimpan data nilai Throw dan Dip (nilai ini didapat pada saat pengukuran
patahan di lapangan). Ketentuan untuk membuat sebuah garis patahan adalah
bahwa bagian bidang patahan yang naik (Upthrow) berada di sebelah kanan dari
garis patahan, kalau dilihat dari arah posisi titik awal ke titik akhir garis tersebut.

Gambar 3.7. Konvensi Patahan Stratmodel

III-15

3.4.5

Model
Pembuatan model dapat dilakukan pada modul Stratmodel. Pemeriksaan

model dapat dilakukan baik terhadap table file maupun grid file. Model dari table
file biasanya digunakan bila jumlah data drill holes tidak terlalu banyak, hal ini
disebabkan karena mengolah random data prosesnya sangat lambat terutama jika
menyangkut jumlah data yang besar. Oleh karena itu untuk jumlah data yang
banyak, akan lebih efisien jika kita memeriksa model grid. Contoh model endapan
batubara dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Gambar3.8.
Contoh Model Endapan Batubara

3.4.6

Contour
Contour merupakan tampilan garis kontur dari setiap interval yang

didefenisikan dalam schema. Dapat dibuat dari modul Stratmodel dan dibuat
untuk setiap interval maupun surface.

III-16

3.4.7

Quality
Quality adalah definisi untuk menentukan semua parameter yang

berhubungan dengan suatu nilai kualitas batubara tertentu dan akan diakses oleh
semua modul Minescape yang berhubungan dengan quality.

Import Quality Data


Data quality dapat dimasukkan ke dalam Minescape tabel dengan berbagai macam
format seperti Miner2 atau format yang dibuat pengguna.
Terdapat dua metoda dalam memasukkan data quality:
Memasukkan data ASCII quality dengan menyertakan koordinat X,Y ke dalam
tabel (disebut ASCII Load).

Memasukkan data ASCII quality yang berkaitan dengan data koordinat drill
hole dan interval ke dalam tabel atau mempergunakan data koordinat drill
hole (disebut DH - Load Predefined atau DH - User Defined).

Komposit Quality
Komposit dapat dilakukan terhadap semua interval dengan menggunakan
koordinat untuk menentukan letak surface atau dapat dilakukan menggunakan
lokasi drill hole dan data interval.
Komposit quality melaksanakan 3 (tiga) fungsi yang penting, yaitu:

Ply - per - ply data dikompositkan kedalam seam, dapat pula termasuk
dilution.

Format data yang asli diformat ulang kedalam format yang sesuai untuk
pemeriksaan langsung dari nilai quality interval, misalnya membuat kontur A
seam Ash.

Membuat tabel surface yang akan dibutuhkan pada saat penghitungan reserve
dilakukan.

III-17

Output grafis dari quality adalah berupa kontur quality atau table quality.
Kemudian kontur quality dan kontur interval (untuk setiap interval) di-overlay
untuk mendapatkan pit potensial berdasarkan batasan parameter kualitas batubara.

III.4

PERHITUNGAN SUMBER DAYA DAN CADANGAN DENGAN


SOFTWARE MINESCAPE 4.115c
Penghitungan cadangan dilakukan dengan aplikasi modul OPEN CUT,

dengan beberapa tahapan, yaitu:

Penentuan pit potensial.

Pembuatan blok tambang dengan spesifikasi ukuran tertentu.

Penghitungan cadangan per blok tambang.

Akumulasi cadangan seluruh blok.


Dalam menentukan jumlah cadangan per blok tambang, aplikasi modul

Open Cut akan menggunakan tahapan berikut:


Penghitungan luas area batubara per blok; luas areal yang dihitung merupakan
luas areal yang memiliki seam batubara, sedangkan daerah yang tidak
memiliki batubara tidak dihitung.
Penghitungan volume batubara per blok; luas areal tersebut akan dikalikan
dengan ketebalan sebenarnya (true thickness) dari seam batubara sehingga
didapat volume seam batubara per blok.
Penghitungan insitu mass per blok; volume batubara per blok akan dikalikan
dengan relatif density blok yang didapat dari quality model.

III-18

3.5

KONSEP

PENENTUAN

KONDISI

BATAS

UNTUK

PERHITUNGAN CADANGAN
Geometri lereng merupakan salah satu faktor penting dalam perhitungan
cadangan. Hal ini berkaitan dengan perhitungan ekonomi cadangan bahan galian
tersebut. Penentuan letak pit limit, desain pit, serta besar sudut lereng yang dibuat
merupakan faktor-faktor yang perlu diperhatikan. Untuk mentukan pit limit, dapat
digunakan perhitungan stripping ratio. Dengan melihat volume overburden yang
harus dikupas untuk mendapatkan tonase batubara, maka diketahui pada pit limit
mana dapat menghasilkan keuntungan.
Pit limit sebagai salah satu kondisi batas untuk perhitungan cadangan perlu
didefenisikan dengan menggunakan model. Gambar3.9. menunjukkan cara
menggunakan pit limit untuk mendapatkan final pit dengan memperhitungkan
faktor

ekonomi.

Perhitungan

dilakukan

secara

berulang-ulang

hingga

mendapatkan stripping ratio yang sesuai. Dengan mengekspresikannya dalam


suatu model, maka geometri pit limit dapat di ubah-ubah untuk menghasilkan
stripping ratio yang diinginkan.

Gambar 3.9.
Penentuan Final Pit Limit (Hustrulid, 1995)

III-19

III-20

III-21

Anda mungkin juga menyukai