Anda di halaman 1dari 15

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Pengertian Amdal
AMDAL adalah salah satu studi yang mengidentifikasi, memprediksi,
menginterpretasi dan mengkomunikasikan pengaruh dari suatu kegiatan manusia
terhadap lingkungan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 dikenal
istilah Analisis mengenai Dampak Lingkungan yang disingkat dengan AMDAL yang
berarti hasil studi mengenai dampak penting suatu kegiatan yang direncanakan
terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan. Di
samping pengertian tersebut, dewasa ini dikenal pengertian :
a. AMDAL Kegiatan Terpadu/Multi Sektor yaitu hasil studi mengenai dampak
penting kegiatan yang terpadu yang direncanakan terhadap lingkungan hidup
dalam satu kesatuan hamparan ekosistem dan melibatkan kewenangan lebih dari
satu instansi yang bertanggung jawab.
b. AMDAL Kawasan yaitu hasil studi dampak penting suatu kegiatan yang
direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu kesatuan hamparan ekosistem
dan menyangkut kewenangan satu instansi yang bertanggung jawab.
c. AMDAL Regional yaitu hasil studi dampak penting suatu kegiatan yang
direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu kesatuan hamparan ekosistem
zona rencana pengembangan wilayah sesuai rencana umum tata ruang daerah dan
melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi yang bertanggung jawab. Bagi
kegiatan yang diragukan dampak pentingnya, dilakukan proses penapisan untuk
memastikan apakah kegiatan tersebut berdampak penting atau tidak. Bagi rencana
kegiatan yang tidak ada dampak pentingnya, dalam rangka menunjang
pembangunan yang berwawasan lingkungan diharuskan melakukan upaya
pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL).
AMDAL merupakan keseluruhan proses yang meliputi penyusunan berturut-turut :

6
1) Kerangka Acuan bagi penyusunan Analisis Dampak Lingkungan (KAANDAL).
2) Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL).
3) Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL).
4) Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
Jadi pengertian AMDAL di sini dapat berarti proses studi dan dapat pula berarti
hasil studi. Dengan ditetapkannya PP 51 tahun 1993 tentang AMDAL, tidak terdapat
lagi ketentuan tentang AMDAL bagi kegiatan yang sudah berjalan yang dikenal
dengan SEMDAL. Namun demikian bagi kegiatan bidang kesehatan yang semula
ditetapkan wajib SEMDAL tapi hingga saat ini belum membuat SEMDAL,
Departemen Kesehatan akan mengeluarkan ketentuan khusus yang mewajibkan
pembuatan standard operating procedure pengelolaan dan pemantauan lingkungan
yang dituangkan dalam rencana teknis pengelolaan lingkungan dan rencana teknis
pemantauan lingkungan, sebagai pengganti kewajiban pembuatan SEMDAL. Dampak
lingkungan adalah perubahan lingkungan yang diakibatkan oleh suatu kegiatan. Pada
mulanya dampak lingkungan digambarkan sebagai adanya benturan antara dua
kepentingan yaitu kepentingan antara perlunya pelaksanaan kegiatan dan kepentingan
usaha melestarikan kualitas lingkungan yang baik. Benturan kepentingan tersebut
hanyalah mencerminkan adanya dampak yang merugikan (negatif) saja. Dalam
perkembangannya kemudian, yang dianalisis bukan hanya dampak negatifnya saja tapi
juga dampak positif suatu kegiatan dengan bobot analisis yang sama. Sedangkan
dampak penting adalah perubahan lingkungan yang sangat mendasar yang diakibatkan
oleh suatu kegiatan. Berkenaan dengan dampak lingkungan suatu kegiatan ada dua hal
pokok yang perlu dipahami yaitu :
a. Dampak setiap kegiatan bersifat khas dan unik (site specific), artinya dampak
lingkungan suatu kegiatan hanya berlaku untuk ekosistem tertentu dan kelompok
sosial tertentu yang menghuni ruang dan waktu tertentu. Asumsi ini berangkat dari
suatu pengertian bahwa AMDAL hanya terfokus pada ruang tertentu dan kurun
waktu tertentu yang dihipotesakan terkena dampak suatu kegiatan. Implikasi dari
asumsi ini adalah walaupun jenis kegiatannya sama, dampak yang ditimbulkan
akan berbeda bila berada di ruang yang berbeda.

7
b. Dampak suatu kegiatan bersifat kompleks. Asumsi ini berangkat dari pengertian
bahwa, setiap komponen lingkungan satu sama lain saling terkait. Perubahan atau
tekanan yang dialami oleh satu komponen lingkungan akan mempengaruhi
komponen lainnya. Hubungan sebab akibat ini semakin sulit ditelusuri apabila
dampak yang ditimbulkan pada suatu komponen bersifat kumulatif dan baru
tampak setelah kurun waktu yang cukup lama. Implikasi hal ini adalah bahwa
studi AMDAL harus dilakukan secara lintas disiplin sesuai dengan karakteristik
dampak yang ditimbulkan. Jadi diperlukan spesialis yang mengkaji masingmasing disiplin dari aspek yang terkait dan ahli analisis sistim yang
mengintegrasikan hasil kajian para spesialis dalam kesatuan analisis.
2. Manfaat AMDAL
Telah disebutkan terdahulu bahwa AMDAL diperlukan

bagi proses

pengambilan keputusan suatu kegiatan. Ini berarti bahwa dokumen AMDAL


merupakan salah satu bahan pertimbangan, untuk menetapkan apakah suatu kegiatan
itu memungkinkan untuk dilaksanakan ditinjau dari sudut kepentingan kelestarian
lingkungan hidup. Dengan demikian maka AMDAL bermanfaat untuk :
a. Mengetahui adanya dampak suatu rencana kegiatan terhadap kualitas lingkungan
hidup yang melampaui ambang batas yang telah ditetapkan ataupun yang tidak
dapat ditolerir serta membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia.
b. Mengetahui adanya dampak suatu rencana kegiatan terhadap kegiatan lainnya yang
dapat menimbulkan pertentangan.
c. Memberikan masukan bagi studi kelayakan teknis dan kelayakan ekonomi sehingga
dapat dilakukan optimasi, terutama dalam rangka mengendalikan dampak negatif
dan mengembangkan dampak positifnya.
d. Memberikan informasi sejauh mana keadaan lingkungan dapat menunjang
perwujudan suatu rencana kegiatan, terutama informasi tentang sumber daya
yang diperlukan bagi kegiatan tersebut, seperti energi, tenaga manusia, sarana dan
prasarana angkutan dan sebagainya.
e. Pelaksanaan upaya pengelolaan lingkungan berdasarkan hasil pendugaan dan
evaluasi dampak lingkungan yang dilakukan dalam proses penyusunan AMDAL.

8
f. Pelaksanaan pemantauan lingkungan yang diperlukan bagi penilaian ataupun
pengawasan pelaksana pengelolaan lingkungan.
3. Penyusun Kegiatan
Dokumen AMDAL harus disusun oleh pemrakarsa suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan. Dalam penyusunan studi AMDAL, pemrakarsa dapat meminta jasa
konsultan untuk menyusunkan dokumen AMDAL. Penyusun dokumen AMDAL harus
telah memiliki sertifikat Penyusun AMDAL dan ahli di bidangnya. Ketentuan standar
minimal cakupan materi penyusunan AMDAL diatur dalam Keputusan Kepala
Bapedal Nomor 09/2000.
4. Pelaku Kegiatan
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai
AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan. Komisi Penilai AMDAL
adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat
berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di
Bapedalda/lnstansi

pengelola

lingkungan

hidup

Propinsi,

dan

di

tingkat

Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup


Kabupaten/Kota. Unsur pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga
masyarakat yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini.
Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi
Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan
Bupati/Walikota. Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab
atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Masyarakat yang
berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan
dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai berikut:
kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh
ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau
faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya. Masyarakat berkepentingan
dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan
masyarakat pemerhati.
Langkah-Langkah Dalam Studi AMDAL :

9
Sesuai dengan definisi lingkungan yang berlaku di Indonesia (Undangundang No. 4 Tahun 1982) komponen lingkungan yang ditelaah dalam studi AMDAL
bagi suatu kegiatan meliputi komponen lingkungan fisik kimia, komponen lingkungan
hayati dan komponen sosial ekonomi dan sosial budaya. Secara umum langkahlangkah pelaksanaan studi AMDAL secara berurutan dapat digambarkan pada diagram
alir sebagai berikut :

Langkah-langkah yang digambarkan dalam diagram tersebut tidak


menggambarkan bentuk dokumen yang akan dihasilkan seperti yang dimaksud dalam
pengertian AMDAL menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1993. Langkahlangkah yang selanjutnya akan diuraikan di bawah ini lebih menjelaskan urutan
pekerjaan studi AMDAL sejak persiapan studi sampai langkah dari studi AMDAL
yaitu evaluasi dampak lingkungan dan alternatif pengelolaannya.
a. Langkah pertama : Persiapan meliputi :
1) Pembentukan Tim Penyusun.
2) Pemahaman mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
AMDAL, pedoman-pedoman, baku mutu lingkungan, rencana kegiatan yang
akan dikaji.

10
3) Pengenalan keadaan umum lokasi kegiatan (pra survai).
4) Penentuan ruang lingkup studi (scoping).
5) Penyusunan rencana kerja/usulan teknis.
b. Langkah kedua : Pengumpulan dan penyusunan informasi mengenai kegiatan yang
akan dikaji (pemerian kegiatan), sekurang-kurangnya memuat :
1) Nama dan alamat pemrakarsa kegiatan.
2) Status, jenis, tujuan, dan kegunaan kegiatan.
3) Lokasi kegiatan.
4) Hasil (output) dan umur kegiatan.
5) Uraian kegiatan mulai dari fase persiapan sampai operasi.
6) Perkiraan biaya.
7) Rencana operasional atau alur proses kegiatan.
8) Rincian mengenai limbah kegiatan.
9) Uraian tentang sistim pengelolaan limbah.
c. Langkah ketiga : Penentuan rona lingkungan awal dimaksudkan untuk memberikan
gambaran tentang kondisi lingkungan fisik, biologis, dan sosial di wilayah yang
diperkirakan terkena dampak kegiatan, meliputi kegiatan :
1) Menetapkan komponen lingkungan yang akan dikaji.
2) Menetapkan

metodologi

pengukuran

setiap

komponen

lingkungan

termasuk sampling system dan sampling site-nya.


3) Menyusun daftar isian dan panduan-panduannya.
4) Menetapkan cara pengolahan dan analisa data.
5) Persiapan peralatan dan bahan-bahan.
6) Pelaksanaan pengukuran/penelitian di lapangan dan analisis di laboratorium.
7) Pengolahan, analisis dan penyusunan hasil.
d. Langkah keempat :
1) Identifikasi dampak yaitu mengidentifikasi komponen lingkungan yang mungkin
terkena dampak rencana kegiatan/komponen kegiatan.
2) Pendugaan dampak lingkungan yaitu memproyeksikan perubahan komponen
lingkungan yang mungkin terjadi akibat dilaksanakannya rencana kegiatan.

11
e. Langkah kelima : Evaluasi dampak lingkungan dan alternative pengelolaannya,
meliputi :
1) Penentuan hubungan sebab akibat antara komponen rencana kegiatan dan
komponen lingkungan dengan dampak yang mungkin ditimbulkan.
2) Uraian alternatif pengelolaan dampak lingkungan.
Dari langkah-langkah tersebut kemudian disusun laporan hasil studi yang
berbentuk beberapa dokumen yang meliputi : KA ANDAL, ANDAL, serta RKL/RPL.
Diagram alir penyampaian dokumen AMDAL terlampir
Diagram 2.
Alur Pemrosesan Dokumen AMDAL Rumah Sakit

12

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1993, laporan hasil studi AMDAL
harus disusun dalam bentuk dokumen sebagai berikut :
2.4.1
2.4.2

Kerangka Acuan ANDAL (KA-ANDAL)


Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
Contoh Analisis Dampak Lingkungan Rumah Sakit :
ANALISIS ANDAL PADA RUMAH SAKIT
1. Lingkungan

13
a.

Lingkungan Rumah Sakit harus mempunyai batas yang jelas dilengkapi dengan
pagar yang kuat dan tida memungkinkan orang atau binatang peliharaan keluar

b.

masuk dengan bebas


Lingkungan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan intensitas cahaya

c.

yang cukup
Tidak becek, tidak berdebu dan tidak terdapat genangan air serta dibuat landai
menuju kesaluran terbuka/tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan

d.

disesuaikan terhadap luas halaman.


Saluran air limbah harus tertutup dan dihubungkan langsung dengan sistem

e.

pengolahan air limbah


Ditempat parkir, halaman, ruang tunggu dan tempat-tempat tertentu harus tersedia

tempat pengumpul sampah pada setiap radius 20 meter.


2. Ruang dan Bangunan
Ruang dan bangunan harus dalam keadaan bersih dan mudah dibersihkan,
tersedia tempat sampah sesuai dengan jenis sampahnya serta tersedia fasilitas sanitasi
sesuai dengan kebutuhan. Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai untuk
ruang perawatan dan ruang isolasi sebagai berikut:
a.

Ruang bayi:
1) Ruang perawatan minimal 2 m2/tempat tidur
2) Ruang isolasi minimal 3,5 m2/tempat tidur
b. Ruang Dewasa
1) Ruang perawatan minimal 4,5 m2/tempat tidur
2) Ruang isolasi minimal 6 m2/tempat tidur
Ruang dan bangunan harus bebas dari gangguan serangga, binatang pengerat dan
binatang penganggu lainnya. Lantai harus selalu bersih, tingkat kebersihan lantai untuk
ruang operasi 0-5 kuman/cm2 dan untuk ruang perawata 5-10 kuman/cm2. Mutu
udara memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.
b.
c.

d.

Tidak berbau (terutama H2S dan Amoniak)


Kadar debu tidak melampaui 150 ug/m3 udara dalam pengukuran rata-rata 24 jam
Angka kuman
1) Ruang operasi kurang dari 350 koloni/m3 udara dan bebas kuman pathogen
alpha streptococus haemolitius) dan spora gasn gangren
2) Ruang perawatan isolasi kurang dari 700 koloni/m3 udara dan bebas kuman
pathogen alpha streptococus haemolitius)
Kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara tidak melebihi konsentrasi,
maksimum

14
e.

Suhu dan kelembaban, kebisingan dan pencahayaan harus sesuai dengan


peraturan
3. Fasilitas Sanitasi
a.

Fasilitas penyediaan air


1)

Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan

2)

Tersedia air bersih minimal 500 lt/tempat tidur/hari

3)

Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang
membutuhkan secara berkesinambungan

4)

Distribusi air minum dan air bersih di setiap ruangan/kamar harus


menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan tekanan positif

b.

Fasilitas toilet dan kamar mandi


1)

Harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih

2)

Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna terang
dan mudah dibersihkan

3)

Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet (jamban, peturasan dan tempat
cuci tangan) tersendiri. Khususnya untuk unit rawat inap da kamar karyawan
harus tersedia kamar mandi.

4)

Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi dengan
penahan bau (water seal)

5)

Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan dapur,
kamar operasi, dan ruang khusus lainnya

6)

Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan udara luar

7)

Toilet dan kamar mandi pria dan wanita harus terpisah

8)

Toilet dan kamar mandi unit rawat inap dan karyawan harus terpisah

9)

Toilet dan kamar mandi karyawan harus terpisah dengan toilet pengunjung

10)

Toilet pengunjung harus terletak ditempat yag mudah terjangkau dan ada
petunjuk arah.

11)

Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara


kebersihan

12)

Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang dapat menjadi
tempat perindukan nyamuk

15
13)

Tersedia toilet pengunjung dengan perbandingan 1 toilet untuk 1-40


pengunjung wanita, 1 toilet untuk 1-60 pengunjung pria.

c.

Fasilitas pembuangan sampah/limbah padat


1) Tempat pengumpul sampah
a) Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air dan
mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya
b) Mempunyai tutup yag mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori tangan
c)

Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau setiap radius 10
meter dan setiap radius 20 meter pada ruang tunggu terbuka

d) Setiap tempat pengumpul sampah harus dilapisi kantong plastik sebagai


pembungkus sampah dengan lambang dan warna sebagai berikut:
(1) Warna merah, untuk kategori radioaktif
(2) Warna kuning, untuk kategori infeksius
(3) Warga ungu, untuk citotoksis
(4) Warna hitam, untuk umum
e)

Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang dari sehari apabila 2/3
bagian telah terisi sampah

f)

Khusus untuk tempat pengumpul sampah kategori infeksius (plastik


kuning) dan sampak citotoksis (plastik ungu) segera dibersihkan dan
didesinfeksi setelah dikosongkan, apabila akan dipergunakan kembali

2) Tempat penampungan sampah sementara


a)
Tersedia tempat penampungan sampah yang tidak permanen
b)
Terletak pada lokasi yang mudah dijangkau kendaraan pengangkut
sampah
c)
Dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya satu kali 24 jam
3) Tempat pembuangan sampah akhir
a)

Sampah radio aktif dibuang sesuai dengan persyaratan teknis dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku

b) Sampah infeksius dan citotoksis dimusnahkan melalui incinerator pada


suhu di atas 1000 o C
c)

Sampah umum (domestik) dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir


yang dikelola oleh PEMDA, atau badan lain sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku

16
d) Sampah

farmasi

dikembalikan

kepada

distributor,

bila

tidak

memungkinkan supaya dimusnahkan melalui incinerator pada suhu di atas


1000 o C
e)

Sampah bahan kimia berbahaya, bila mungkin dan ekonomis supaya di


daur ulang, bila tidak supaya pembuangannya dikonsultasikan terlebih
dahulu ke instansi yang berwenang

d.

Fasilitas Pembuangan Limbah


1) Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup,
kedap air dan limbah harus mengalir dengan lancar
2) Rumah Sakit harus memiliki unit pengelolaan limbah sendiri atau bersamasama secara kolektif dengan bangunan di sekitarnya yang memenuhi
persyaratan teknis, apabila belum ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan
air limbah perkotaan
3) Kualitas limnbah (effluent) rumah sakit yang akan dibuang ke lingkungan
harus memenuhi persyaratan Baku Mutu effluent sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku

e.

Fasilitas pembuangan gas buagan (emisi)


1) Rumah sakit harus memiliki sarana pengendalian gas buangan (emisi)
2) Gas buangan yang dibuang ke dalam lingkungan harus memenuhi Baku Mutu
Emisi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku

f.

Fasilitas pengendalian serangga dan tikus


1) Setiap lubang pada bangunan harus dipasang alat yang dapat mencegah
masuknya serangga atau tikus.
2) Setiap persilangan pipa dan dinding harus rapat.
3) Setiap sarana penampungan air harus bersih dan tertutup.

g.

Fasilitas Sanitasi lainnya


1) Harus tersedia tempat penampungan tinja, air seni, muntahan dan lain-lain,
(Spoelhok) yang terbuat dari logam tahan karat pada setiap unit perawatan.
2) Tersedia ruang khusus untuk penyimpanan perlengkapan kebersihan pada
setiap unit perawatan.

Penatalaksanaan AMDAL Rumah Sakit

17
1.

Organisasi
Sesuai dengan PP 51 tahun 1993, satuan kerja yang bertanggung jawab dalam
penatalaksanaan AMDAL adalah Komisi AMDAL Bidang Kesehatan yang berstatus
pusat (perijinan atau pemilikannya) adalah Komisi AMDAL Pusat Departemen
Kesehatan yang pembentukannya ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.
041/MENKES/SK/I/1989 , dan telah diperbaharui dengan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan No.280/MENKES/SK/I/1993 . Dalam rangka pelaksanaan PP 51 tahun
1993 keanggotaan Komisi AMDAL Departemen Kesehatan akan ditambah dengan
wakil-wakil dari Badan Pertanahan Nasional dan Badan Koordinasi Penanaman
Modal. Dalam melaksanakan tugasnya Komisi AMDAL Departemen Kesehatan
melakukan hubungan kerja dengan instansi yang bertanggung jawab dalam Rumah
Sakit dalam hal ini Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Hubungan kerja tersebut
lebih lanjut akan diuraikan dalam tata cara penyampaian dokumen AMDAL Rumah
Sakit.
Komisi AMDAL Departemen Kesehatan diketuai oleh Direktur Jenderal PPM
PLP dengan pertimbangan bahwa urusan pengelolaan lingkungan secara fungsional
menjadi tanggung jawab Direktur Jenderal PPM PLP. Adapun anggota Komisi
AMDAL Departemen Kesehatan terdiri dari pejabat di lingkungan unit utama
Departemen Kesehatan yang tugas pokoknya berkaitan dengan pengelolaan
lingkungan maupun berkaitan dengan kegiatan bidang kesehatan yang wajib AMDAL.
Para pejabat tersebut terdiri dari :
a.

Kepala Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan (sebagai Wakil Ketua Komisi)

b.

Kepala Pusat Data Kesehatan (sebagai Sekretaris Komisi)

c.

Kepala Direktorat Penyehatan Lingkungan Pemukiman

d.

Kepala Direktorat Penyehatan Air

e.

Kepala Direktorat Pemberantasan Bersumber Binatang

f.

Kepala Direktorat Pengawasan Obat dan Bahan Berbahaya

g.

Kepala Direktorat Pengawasan Obat

h.

Kepala Direktorat Pengawasan Obat Tradisional

i.

Kepala Direktorat Instalasi Medik

j.

Kepala Direktorat Rumah Sakit Umum dan Pendidikan

18
k.

Kepala Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta

l.

Kepala Direktorat Bina Peranserta Masyarakat

m. Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Dep.Kes.


n.

Kepala Pusat Laboratorium Kesehatan

o.

Wakil dari Departemen Dalam Negeri

p.

Wakil dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan/Kantor Menteri Negara


KLH

2.

q.

Wakil dari Badan Pertanahan Nasional

r.

Wakil dari Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Tugas Komisi AMDAL


Adapun tugas Komisi AMDAL Departemen Kesehatan adalah :
a.

Menyusun Pedoman Teknis Pembuatan AMDAL.

b.

Menetapkan Kerangka Acuan bagi pembuatan ANDAL.

c.

Menilai ANDAL.

d.

Menilai RKL dan RPL.

e.

Memberikan rekomendasi kepada Menteri Kesehatan berdasarkan hasil penilaian


AMDAL.

f.

Membantu menyelesaikan diterbitkannya surat keputusan tentang AMDAL.

g.

Memberikan bimbingan kepada Komisi Daerah.

h.

Menilai rencana teknis pengelolaan lingkungan dan rencana teknis pemantauan


lingkungan.
Untuk membantu pelaksanaan penilaian AMDAL, Komisi AMDAL dibantu

oleh Tim Teknis AMDAL yang anggotanya terdiri dari tenaga-tenaga yang
berkualifikasi AMDAL B yang berasal dari unit kerja di lingkungan Departemen
Kesehatan yang terkait dengan AMDAL.

B. Perundang-undangan

19
1.

Peraturan Menteri Kesehatan No.986/Menkes/PER/XI/1992 tentang persyaratan kese


hatan lingkungan rumah sakit .

2.

Peraturan Menteri Kesehatan No.512/Menkes/PER/IX/1990 tentang AMDAL rumah


sakit.

3.

Subdit Surveillance, Direktorat Epidemiologi & Imunisasi, Ditjen P2M & PLP, Depk
es RI 1990.PEDOMAN SURVEILLANCE DAN PENCEGAHAN INFEKSI NOSO
KOMIAL, Jakarta

4.

Ditjen P2M, PLP,Depkes RI 1991. PEDOMAN PENGELOLAAN LIMBAH KLINIS


, Jakarta

5.

P2M,PLP, Depkes RI 1990.PEDOMAN SANITASI RUMAH SAKIT DI INDONESI


A, Jakarta.

6.

World Bank 1989.INFORMASI DAN LATIHAN PENYEDIAAN AIR BERSIH DA


N SANITASI BIAYA RENDAH

7.

UU RI Nomor 4 Tahun 1982 tentang ketentuanketentuan pokok pengelolaan lingkun


gan hidup

8.

Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup RI Nomor: Kep


02/MENKLH/I/1988 tentang pedoman penetapan Baku Mutu Lingkungan, Jakarta.

9.

PERMENKES RI No.416/menkes/per/IX/1990 tentang syaratsyarat dan pengawasan


kualitas air .

10. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor : KEP 03/
MENKLH/II/1991 tentang Baku Mutu Lingkungan

Anda mungkin juga menyukai