PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah besar di Indonesia. Prevalensi
PGK di Indonesia dilaporkan sebanyak 12,5% dari populasi dewasa. Diperkirakan
saat ini terdapat sekitar 80.000 pasien yang memerlukan pengobatan pengganti
ginjal di Indonesia. Sedangkan tindakan hemodialisis di Indonesia baru mendekati
angka 15.000 orang pada tahun 2010. Sehingga jumlah pasien yang belum terlayani
sangatlah besar.
Pada usia anak, belum ada data nasional mengenai angka kejadian PGK maupun
jumlah pasien yang memperoleh pengobatan pengganti ginjal. Data lokal di .
Jakarta (tahun 1991-1995) menyebutkan angka kejadian PGK pada anak sebesar
4,9% dari 668 penderita penyakit ginjal yang dirawat inap, dan 2,6% dari 865
penderita penyakit ginjal yang berobat jalan. Belum semua anak yang terindikasi
memperoleh pengobatan pengganti ginjal, dapat menjalani dialisis atau transplantasi
ginjal akibat keterbatasan fasilitas dan sumber dana. Sementara studi epidemiologi
di Jepang melaporkan angka kesintasan yang cukup besar yaitu 77%, jika dialisis
atau transplantasi ginjal dapat dilakukan pada anak yang mengalami gagal ginjal
terminal (GGT). Terapi definitif pada kasus GGT adalah transplantasi ginjal, namun
pelaksanaan transplantasi tersebut memerlukan kesiapan orangtua baik secara
psikologis maupun finansial. Oleh sebab itu upaya pengadaan pelayanan
hemodialisis pada anak mutlak diperlukan, untuk memberikan angka kesintasan
yang baik bagi anak dengan GGT, sementara menanti kesiapan tindakan
transplantasi ginjal.
Melihat besarnya jumlah tindakan dan kecenderungan peningkatan jumlah pasien
yang memerlukan dialisis, maka sangatlah penting bagi dokter untuk memperhatikan
kualitas pelayanan dengan cara menerapkan manajemen dan penatalaksanaan
terpadu yang dibantu oleh tenaga medik dan paramedik lainnya.
B. Tujuan
Buku panduan ini bertujuan untuk memberikan suatu pedoman dalam pelaksanaan
pelayanan hemodialisis sehingga didapatkan suatu pelayanan yang baku,
berkualitas dan komprehensif.
C. Ruang Lingkup
Unit kerja hemodialisis baik untuk pasien dewasa maupun anak yang sedang
menjalani hemodialisis rutin maupun akut.
D. Dasar Hukum
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 812/Menkes/Per/VII/2010
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Dialisis pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
BAB II
1
KETENTUAN UMUM
SUPPORTING
PROCESS
Instalasi
Sanitasi
Penanganan
limbah
Water
treatment
system
CSSD
2
Provider
Teknisi
Mesin
Instalasi
Gizi
Dialyzer reuse
Laboratoriu
m
Instalasi
Farmasi
D. Ketenagaan
Ketenagaan pelayanan hemodialisis terdiri dari:
1. Tenaga medis: Kepala Unit Hemodialisis, Dokter SpPD Konsultan Ginjal
Hipertensi, Dokter SpPD yang bersertifikat HD, Dokter Spesialis Anak
Konsultan Nefrologi, Peserta Pendidikan Dokter Spesialis
2. Perawat mahir HD
3. Teknisi mesin
4. Tenaga administrasi
5. Dan tenaga pendukung lainnya
E. Kompetensi
1. Kepala Unit Hemodialisis adalah Dokter SpPD-KGH.
2. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) hemodialisis adalah
Dokter SpPD-KGH dan/atau Dokter SpPD yang telah mempunyai
sertifikat pelatihan HD di pusat pendidikan yang terakreditasi dan
disahkan oleh PB PERNEFRI, serta Dokter SpA(K).
BAB III
MATERI DAN ISI PANDUAN
Satuan
Ampul
5
Kekuatan
1 mg
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Dexamethason
Dopamine
Dobutamin
KCl 1 Meq/ml
Heparin 5.000 IU
Protamin Sulfat
Bikarbonat Natrikus 8,4%
Anti Histamin
Clonidin
Dextrose 40%
Diazepam
Lidocain HCl 2%
NaCl 0,9%
Dextrose 5% dan 10%
Nicardipin
Nitrogliserin
Nifedipin
Captopril
Isosorbid Dinitrate
Paracetamol
H2O2
Iodine Povidone
Antiseptic
(Salvon,
Hibiscrub, dll)
Alkohol 70%
Flacon
Ampul
Ampul
Flacon
Vial
Ampul
Flacon
Ampul
Ampul
Flacon
Ampul
Ampul
Kolf
Kolf
Ampul
Ampul
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Larutan
Larutan
Larutan
10 mg
50 mg dan 200 mg
250 mg
25 ml
5.000 IU/ml
50 mg/ml
25 ml dan 100 ml
0,15 mg
25 ml
10 mg
20 mg/ml
500 ml
500 ml
10 mg, 20 mg
5 ml, 10 ml
5 mg
12,5 mg
5 mg
500 mg
3%
10%
Larutan
2.
3.
4.
5.
6.
Ruangan
hemodialisis
sekurang-kurangnya
mempunyai
kapasitas untuk 4 mesin hemodialisis.
- Rasio mesin hemodialisis dengan luas ruangan sekurangkurangnya sebesar 1:8 m2.
b. Ruangan isolasi untuk pasien Hepatitis B. Tidak diwajibkan untuk
menyediakan ruangan isolasi khusus untuk kasus infeksi lain seperti
TB, avian influenza, dan-lain-lain.
c. Ruangan pemeriksaan/konsultasi
d. Ruangan dokter
e. Ruangan perawat (nurse station)
f. Ruangan reuse
g. Ruangan pengolahan air (water treatment)
h. Ruangan sterilisasi alat
i. Ruangan penyimpanan obat
j. Ruangan pimpinan
k. Ruangan administrasi
l. Ruangan pendaftaran/penerimaan pasien dan rekam medik
m. Ruang penunjang non medik yang sekurang-kurangnya terdiri dari
pantry, gudang peralatan, tempat cuci.
n. Ruang tunggu keluarga pasien
o. Toilet yang masing-masing terdiri dari toilet untuk petugas, toilet untuk
pasien, dan toilet untuk penunggu pasien.
p. Spoelhok
Seluruh ruangan harus memenuhi persyaratan minimal untuk kebersihan,
ventilasi, penerangan, dan mempunyai sistem keselamatan kerja dan
kebakaran.
Mesin hemodialisis yang digunakan dalam pelayanan harus dikalibrasi
secara berkala sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Mempunyai fasilitas listrik dan penyediaan air bersih (water treatment)
yang memenuhi persyaratan kesehatan.
Mempunyai sarana untuk mengolah limbah dan pembuangan sampah
sesuai peraturan yang berlaku (septic tank besar/rujukan limbah padat
infeksius).
Dianjurkan memiliki fasilitas akses internet agar dapat mengirim laporan
berkala ke manajemen rumah sakit dan PERNEFRI Pusat (Indonesian
Renal Registry).
Sistem pemurnian air. Sistem pemurnian air terdiri dari 3 bagian dasar:
bagian pre-treatment (sediment filter, cartridge filter, softener, dan carbon
adsorption bed), proses pemurnian primer (reverse osmosis) dan
deionisasi dan ultrafiltrasi.
Lingkungan. Sistem pemurnian air dan penyimpanannya harus
dilokasikan di area yang aman yang mudah diakses untuk user. Lokasi
yang dipilih harus mempertimbangkan ruang untuk meminimalkan panjang
dan kompleksitas sistem distribusi. Akses ke sistem pemurnian air harus
dibatasi hanya untuk staf yang bertanggung jawab untuk monitoring dan
pemeliharaan sistem.
Penyimpanan air dan distribusinya. Sistem penyimpanan air dan
distribusinya harus dirancang khusus untuk memudahkan kontrol
bakterial, termasuk pengukuran untuk mencegah kolonisasi bakteri dan
memudahkan proses desinfeksi rutin.
Bagian dasar tangki penyimpanan air berbentuk kerucut atau mangkuk
dan harus mengalir dari titik terendah dari dasar.
Sistem distribusi air berbentuk loop kontinyu dan dirancang untuk
meminimalkan proliferasi bakteri dan pembentukan biofilm. Sistem
distribusi air dibuat dari bahan yang tidak menambah unsur kimia seperti
aluminium, tembaga, timah dan seng atau kontaminan bakteri pada air
yang telah dimurnikan.
3. Dialiser Pakai Ulang (reuse)
Persyaratan:
- Tidak dilakukan pada pasien VHB (+) dan HIV (+)
- Reuse hanya untuk dipakai pada pasien yang sama.
- Dialiser harus diberikan label.
- Kualifikasi personil: Personil yang melakukan reuse harus
mendapatkan pendidikan yang adekuat, pelatihan atau
pengalaman untuk dapat memahami dan melakukan prosedur.
- Dokter di fasilitas dialisis wajib memberikan kursus pelatihan
untuk melakukan proses dialiser pakai ulang.
- Semua pasien harus diberikan informed consent mengenai
pemakaian dialiser proses ulang.
- Peralatan yang dipakai untuk reuse harus dirancang, dibuat dan
diuji untuk melakukan proses yang dikehendaki.
- Personil yang melakukan reuse wajib mengenakan sarung
tangan dan apron saat menangani dialiser selama inisiasi dan
terminasi dialisis dan selama prosedur reprosesing.
- Alat yang di-reuse, menunggu untuk di-reuse, atau sudah direuse sebaiknya disimpan untuk meminimalkan kerusakan
maupun kontaminasi.
- Pengukuran performa dialiser menggunakan total cell volume
(TCV). Diharapkan dapat mencapai TCV minimal 80% dari TCV
awal.
10
4. Lingkungan Fisik
- Fasilitas dialisis dirancang, dibangun, dilengkapi dan dipelihara
untuk menyediakan lingkungan yang aman, fungsional dan
nyaman untuk pasien, staf dan masyarakat.
- Fasilitas dialisis harus menerapkan proses dan prosedur untuk
mengelola kedaruratan medis dan non medis yang mungkin
mengancam kesehatan atau keselamatan pasien, staf, atau
masyarakat. Kedaruratan yang dimaksud meliputi, namun tidak
terbatas pada, kebakaran, kegagalan peralatan atau daya,
terkait perawatan, gangguan pasokan air, dan bencana alam
yang sering terjadi di wilayah geografis setempat.
H. Sistem Pembiayaan
1. Sumber:
- Biaya sendiri (out of pocket)
- Jaminan: PT Askes, Jamkesmas, Jamkesda, Gakin, SKTM
- Perusahaan
- Lain-lain
2. Pola tarif terdiri dari:
- Konsultasi dokter
- Tindakan:
a. Jasa medik
b. Jasa rumah sakit
c. Bahan dan alat
I. Pengendalian Limbah
Mengikuti pengendalian limbah di rumah sakit.
J. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Pelaksanaan kewaspadaan universal (universal precaution) yang ketat
(pasien, staf, penggunaan alat medik/non medik) merupakan kunci
utama dalam pencegahan transmisi.
- Penataan ruang, aksesibilitas, penerangan dan pemilihan material
harus sesuai dengan ketentuan yang mengacu pada patient safety.
- Isolasi mesin hemodialisis hanya diharuskan pada pengidap virus
Hepatitis B (VHB), tidak pada pengidap virus Hepatitis C (VHC) dan
HIV.
- Pemakaian dialiser proses ulang pada kasus infeksi hanya
diperkenankan pada pasien pengidap VHC, akan tetapi dilarang pada
pengidap VHB dan HIV.
11
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI
BAB VI
PENUTUP
13
LAMPIRAN
14