Nyeri, Mnhjhuyu Hkhkkhkkkhkhkhkvb. HKHK
Nyeri, Mnhjhuyu Hkhkkhkkkhkhkhkvb. HKHK
SINDROMA NYERI
Pembimbing:
Dr. Hadi Kurniawan Sp. KFR
Disusunoleh:
Alessandrasesha Santoso
11-2013-020
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat
dan karunia-Nya sehingga referat Ilmu Penyakit Saraf tentang Sindroma Nyeri,
Nyeri Neuropatik ini dapat selesai. Referat ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan tugas kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf di RS Panti Wilasa Dr. Cipto
Semarang.
Penulis menyadari ada banyak pihak yang turut mendukung pembuatan referat
ini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
dosen pembimbing saya, dr. Hadi K Sp.KFR, dr. Hexanto Sp.S, dr. Endang K Sp.S
Msi.Med, yang telah membimbing saya selama kepaniteraan di RS Panti Wilasa Dr.
Cipto dalam pembuatan referat ini.
Penulis sadar referat ini jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga referat ini dapat bermafaat
bagi semua pihak dan setiap pembaca pada umumnya. Terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
12
15
15
16
16
18
21
21
26
28
31
DAFTAR PUSTAKA
32
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri merupakan bagian dari pengalaman hidup sehari-hari. Neyri mempunyai
sifat unik, akrena di satu sisi nyeri menimbulkan derita bagi yang bersangkutan, tetapi
disisi lain nyeri juga menunjukan suatu manfaat. Nyeri bukan hanya merupakan
modalitas sensori tetapi juga merupakan suatu pengalaman. Menurut The
International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri didefinisikan sebagai
suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan adanya atau potensi rusaknya jaringan atau keadaan yang
menggambarkan kerusakan jaringan tersebut.1 Berdasarkan definisi tersebut nyeri
merupakan suatu gabungan dari komponen objektif (aspek fisiologi sensori nyeri) dan
komponen subjektif (aspek emosional dan psikologis).1,2
Nyeri sering dilukiskan sebagai suatu yang berbahaya atau yang tidak
berbahaya, misalnya sentuhan ringan, kehangatan, tekanan ringan. Nyeri dapat
dirasakan atau terjadi secara akut, dapat pula dirasakan secara kronik oleh penderita.
Nyeri akut akan disertai hiperaktifitas saraf otonom dan umumnya mereda dan hilang
sesuai dengan laju proses penyembuhan. Pemahaman tentang patofisiologgi
terjadinya nyeri sangatlah penting sebagai landasan menanggulangi nyeri yang
diderita oleh penderita. Bila pengelolaan nyeri dan penyebab nyeri akut tidak
dilaksanakan dengan baik, nyeri itu dapat berkembang menjadi nyeri kronik.
Walaupun ketidaknyamanan dari suatu nyeri, nyeri dapat diterima oleh seorang
penderitanya sebagai suatu mekanisme untuk menghindari keadaan yang berbahaya,
mencegah kerusakan lebih jauh, dan untuk mendorong proses suatu penyembuhan.
Nyeri membuat kita menjauhkan diri dari hal berbahaya yang dapat menyebabkan
stimulus noksius yaitu akar dari suatu nyeri.
Nyeri sampai saat ini merupakan maslah dalam dunia kedokteran. Nyeri bukan
hanya berkaitan dengan kerusakan structural dar system jaringan saja, tetapi juga
menyangkut kelainan transmitter yang berfungsi dalam proses penghantaran impuls
saraf. Dipihak lain, nyeri juga sangat mempengaruhi morbiditas, mortalitas dan mutu
kehidupan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Nyeri
Nyeri berdasarkan International Association for the Study of Pain (IASP),
adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya
kerusakan atau ancaman kerusakan jaringan.2,3 Berdasarkan definisi tersebut nyeri
merupakan suatu gabungan dari komponen objektif (aspek fisiologi sensorik nyeri)
dan komponen subjektif (aspek emosional dan psikologis).2
Sedangkan nyeri akut disebabkan oleh stimulasi noxious akibat trauma, proses
suatu penyakit atau akibat fungsi otot atau visceral yang terganggu. Nyeri tipe ini
berkaitan dengan stress neuroendokrin yang sebannding dengan intensitasnya. Nyeri
akut akan disertai hiperaktifitas saraf otonom dan umumnya mereda dan hilang sesuai
dengan laju proses penyembuhan.2
2.2 Klasifikasi Nyeri
Nyeri diklasifikasikan dari mekanisme, sumber, lokasi, durasi, dan intensitasnya. 3,4,5
a.
b.
terjadi
secara
mekanik
atau
peningkatan
sensitivitas
dari
c.
Nyeri visceral
Nyeri karena perangsangan organ visceral atau membrane yang menutupinya
(pleura parietalis, pericardium, peritoneum).
a.
b.
a.
b.
pasca stroke.6
Berdasarkan durasi (waktu), nyeri dibagi menjadi:3,4,5
Nyeri akut, bila nyeri yang dialami dalam waktu 3 bulan. Contoh: iskhialgia
pada HNP, neuralgia trigeminal.6
Nyeri kronis bila nyeri berkepanjangan dapat berbulan-bulan tanpa ada tanda6
tanda aktivitas otonom kecuali serangan akut. Nyeri tersebut dapat berupa
nyeri yang tetap bertahan sesudah penyembuhan luka (penyakit/operasi) atau
awalnya berupa nyeri akut lalu menetap sampai melebihi 3 bulan. Ada 2 jenis
nyeri kronis yaitu nyeri malignan akibat tekanan atau rusaknya serabut saraf,
contoh nyeri kanker, nyeri pasca radiasi, nyeri pasca operatif, nyeri pasca
kemoterapi. Lalu nyeri nonmalignan akibat trauma atau proses degenerasi
contoh, neuropati diabetic, sindrom terowongan karpal, neuropati toksik, nyeri
sentral pasca stroke, nyeri spinal pasca trauma.
Table 1. Perbandingan nyeri akut dan kronik
Sifat
Awitan, durasi
Nyeri akut
Awitan mendadak,
Nyeri kronik
Awitan bertahap,
Intensitas
Respon fisiologik
diidentifikasi secara
mungkin tidak
Respon emosi/perilaku
biologis
Hiperaktivitas autonomy Aktivitas autonom
yang dapat
normal
diperkirakan: tekanan
darah, nadi, napas
meningkat, dilatasi
pupil, pucat, mual,
Respon terhadap
muntah
Cemas, tidak mampu
Depresi, lelah,
analgesik
konsentrasi, gelisah,
imobilitas atau
hilang
Respon terhadap
a.
b.
analgesik
efektif
meredakan nyeri
Berdasarkan intensitas, nyeri dibagi menjadi:3,4,5
Nyeri ringan: nyeri yang hilang timbul, terutama sewaktu melakukan aktifitas
sehari-hari dan hilang pada waktu tidur.
Nyeri sedang: nyeri yang terus menerus, aktifitas terganggu, yang hanya hilang
7
c.
misalnya menderita.
Traktus Spinoretikular
Neuron tingkat kedua yang mengarah ke atas melalui traktus spinoretikular
berjalan menuju batang otak. Neuron spinoretikular ini yang menjelaskan adanya
aspek emosi pada sensasi nyeri.
Jalur Nyeri Descending
Serabut saraf ke arah bawah dari korteks, thalamus, atau batang otak dapat
menghambat penerusan impuls yang bergerak melalui jalur nyeri ascending. Serabutserabut saraf ini berhenti pada kolom abu-abu dorsal korda spinalis. Neurotransmiter
(misalnya epinefrin, norepinefrin, serotonin, berbagai opioid endogen) terlibat dalam
modulasi sensasi nyeri. Jalur nyeri descending bertanggung jawab untuk menghambat
transmisi nyeri dari korda spinalis.
Daerah-daerah tertentu di otak itu sendiri mengendalikan atau mempengaruhi
persepsi nyeri, hipotalamus dan struktur limbik berfungsi sebagai pusat emosional
persepsi nyeri, dan korteks frontalis menghasilkan interpretasi dan respon rasional
terhadap nyeri. Namun, terdapat variasi yang luas dalam cara individu
mempersepsikan nyeri. Salah satu penyebab variasi ini adalah karena sistem saraf
pusat (SSP) memiliki beragam mekanisme untuk memodulasi dan menekan
rangsangan nosiseptif. Jalur-jalur desenden serat eferen yang berjalan dari korteks
serebrum ke bawah ke medula spinalis dapat menghambat atau memodifikasi
rangsangan nyeri yang datang melalui suatu mekanisme umpan balik yang melibatkan
substansia gelatinosa dan lapisan lain kornu dorsalis. Salah jalur desenden yang telah
diidentifikasi sebagai jalur penting dalam sistem modulasi-nyeri atau analgesik adalah
jalur yang mencakup tiga komponen berikut:
1. Bagian pertama adalah substansia grisea periakuaduktus (PAG) dan substansia
grisea periventrikel (PVG) mesensefalon dan pons bagian atas yang mengelilingi
akuaduktus sylvius.
2. Neuron dari daerah daerah satu mengirim impuls ke nukleus rafemagnus (NRM)
yang terletak di pons bagian bawah dan medula bagian atas dan nukleus retikularis
paragigantoselularis (PGL) di medula lateralis.
3. Impuls ditransmisikan dari nukleus ke bawah ke kolumna dorsalis medula spinalis
ke suatu kompleks inhibitorik nyeri yang terletak di kornu dorsalis medula spinalis.
Zat-zat kimia yang disebut neuroregulator, juga mungkin mempengaruhi masukan
sensorik ke medula spinalis. Neuroregulator ini dikenal sebagai neurotransmiter atau
11
Sumber
primer
Mengaktifkan
Mengaktifkan
Mengaktifkan
Mengaktifkan
Sensitisasi
Kalium
Serotonin
Bradikinin
Histramin
Prostaglandin
Sel-sel rusak
Thrombosis
Kininogen plasma
Sel-sel mast
Asam arakidonat
Lekotrien
Sensitisasi
Substansi P
Sensitisasi
12
3
2
1
6
7
8
4.Persepsi
Impuls yang diteruskan ke kortex sensorik akan mengalami proses yang sangat
kompleks termasuk proses interpretasi dan persepsi yang akhirnya menghasilkan
sensible nyeri. Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai
dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya menghasilkan
suatu perasaan yang subyektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri.
14
terbakar tetapi apabila pembuluh darah ikut berperan menimbulkan nyeri, sifat nyeri
menjadi berdenyut. Kulit memiliki banyak saraf sensoris sehingga kerusakan di kulit
menimbulkan sensasi yang lokasinya lebih akurat dan presisi yang lebih luas
dibandingkan di bagian tubuh lain. Contohnya nyeri akibat tertusuk jarum atau teriris
benda tajam.9
Nyeri somatik dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari otot, tendon,
ligamentum, tulang, sendi, dan arteri. Struktur-struktur ini memiliki lebih sedikit
reseptor nyeri sehingga lokalisasi nyeri sering tidak jelas. Nyeri dirasakan lebih difus
daripada nyeri kulit dan cenderung menyebar ke daerah sekitarnya. Nyeri akibat
suatu cedera akut pada sendi memiliki lokalisasi yang jelas dan biasanya dirasakan
sebagai rasa tertusuk, terbakar, atau berdenyut. Contohnya pada arthritis, yang
dirasakan adalah nyeri pegal-tumpul yang disertai tertusuk apabila sendi bergerak.
Nyeri tulang berasal dari reseptor nyeri di periosteum dan lokalisasi nyeri relative
kurang jelas, nyeri ini dirasakan sebagai rasa pegal-tumpul atau linu.8,9
Nyeri viscera mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ tubuh. Reseptor
nyeri viscera lebih jarang dibandingkan resptor nyeri somatik. Parenkim viscera
relative tidak sensitive terhadap sayatan, panas, atau cubitan. Mekanisme yang
menimbulkan nyeri adalah peregangan atau distensi abnormal dinding atau kapsul
organ, iskemia, dan peradangan. Reseptor nyeri pada organ viscera tidak hanya
berespon pada distensi ataupun peregangan tetapi juga pada zat-zat kimia hasil
inflamasi. Aferen visera biasanya serat tipe C dan sensasi nyeri yang dihasilkan
biasanya memiliki kualitas tumpul atau pegal.
2.6.2 Gejala Klinis Nyeri Neuropatik
Nyeri neuropati memiliki gejala-gejala seperti pada Tabel 3. Gejala dari nyeri
neuropati adalah orang merasa tidak nyaman dengan gejala yang digambarkan sebagai
kesemutan atau seperti ditusuk paku dan jarum atau gejala nyeri lebih seperti
membakar.10,11,12
Tabel 3. Gejala klinis dari nyeri neuropati
15
Rasa geli dan sensasi terbakar nyeri saraf sangat berbeda dari rasa sakit dan
nyeri yang dirasakan dari nyeri otot. Nyeri otot disebabkan oleh cedera fisik, seperti
terjatuh, akan menghilang setelah cedera telah sembuh. Di sisi lain, nyeri saraf yang
mungkin tidak disebabkan oleh trauma, sering menghasilkan rasa sakit terus-menerus
atau rutin. Sejalan dengan waktu, nyeri saraf dapat menyebar dari kaki bawah ke atas
atau naik ke lengan dari tangan.10,11,12
Gejala lainnya adalah disestesia (nyeri terbakar yang dicetuskan atau spontan,
dengan nyeri yang pedih). Sensasi lain seperti hiperesthesia, hiperalgesia (sensitivitas
berlebihan terhadap nyeri), allodynia (nyeri akibat rangsangan yang pada umumnya
tidak menyebabkan nyeri) dapat terjadi. Gejala biasanya bertahan lama, dan tetap ada
setelah penyebab utama diatasi (bila penyebab utama ditemukan) karena sistem saraf
pusat telah disensitisasi dan ditata ulang.11,12
2.7 Diagnostik Nyeri
Nyeri merupakan suatu keluhan. Berkenaan dengan hal ini diagnostic nyeri
sesuai dengan usaha untuk mencari penyebab terjadinya nyeri. Langkah ini meliputi
langkah anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
radiologi serta pemeriksaan imagin. Dengan demikian diagnostic terutama ditujukan
untuk mencari penyebab. Dengan menanggulangi penyebab, keluhan nyeri akan
mereda atau hilang.5
Tabel 4. Evaluasi nyeri
16
Multiphasic
Personality
Inventory
(MMPI).
Dalam
mengetahui
permasalahan psikologis yang ada maka akan memudahkan dalam pemilihan obat
yang tepat untuk penanggulangan nyeri.5
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui penyebab
dari nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan laboratorium (darah
rutin, urin dan pemeriksaan cairan serebrospinalis) dan pemeriksaan elektrofisiologis
motoric, sensorik dan quantitative sensory testing, neuroimaging seperti foto polos,
USG, CT scan, MRI atau bone-scan.5
17
0:Tidak nyeri5
1-3:Nyeri ringan, secara obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik5
4-6:Nyeri sedang, secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
18
nyeri
harus
dirancang
sehingga
mudah
digunakan dan
tidak
mengkomsumsi banyak waktu. Apabila pasien dapat membaca dan memahami skala,
maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam
upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi
pasien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih
memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan.3,4,5
Skala penilaian numerik (Numerical Pain Intensity Scales) lebih digunakan
sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.34,5
Skala analog visual (Visual Analog Scale) tidak melebel subdivisi. VAS adalah
suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi
verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi pasien kebebasan penuh untuk
mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri
yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari
pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka.
19
20
21
22
Dosis oral
325-1000 mg
50-200 mg
50 mg
200-800 mg
250 mg
250-500 mg
10-20 mg
20-40 mg
7,5-15 mg
100-200 mg
10-3- mg
500-1000 mg
Jadwal pemberian
4-6 jam sekali
8 jam sekali
8 ja msekali
4-8 jam sekali
6 jam sekali
12 jam sekali
12-24 jam sekali
24 jam sekali
24 jam sekali
12 jam sekali
4-6 jam sekali
4 jam sekali
dalam jangka panjang, misalnya pada terapi kanker. Walaupun terdapat toleransi
silang yang cukup luas diantara obat-obat opioid, hal tersebut tidaklah komplit.
Misalnya codein, tramadol, morfin solutio.5,15
Tabel 6. Obat dan dosis analgesic Opioid
Nama obat
Dosis oral
Morfin
10-100 mg
Kodein
30-65 mg
Metadon
5-20 mg
Hidrokodon
30 mg
Tramadol
50-100 mg
3. Antagonis dan agonis-antagonis opioid
Jadwal pemberian
Tiap 4 jam
Tiap 3-4 jam
Per hari
Tiap 3-4 jam
6 jam sekali
Antagonis opioid adalah obat yang melawan efek obat opioid dengan mengikat
reseptor opioid dan menghambat pengaktifannya. Nalokson adalah suatu antagonis
opioid murni, menghilangkan analgesia dan efek samping opioid. Nalokson
digunakan untuk melawan efek kelebihan dosis narkotik, yaitu yang paling serius
adalah depresi nafas dan sedasi. Dosis 0,4 mg 2 mg.5,15
Obat opioid lain adalah kombinasi agonis dan anatagonis, seperti pentazosin
(talwin) dan butorfanol (stadol). Apabila diberikan kepada pasien yang bergantung
pada narkotik, maka obat-obat ini dapat memicu gejala-gejala putus obat. Agonisantagonis opioid adalah analgetik efektif apabila diberikan tersendiri dan lebih kecil
kemungkinannya menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan (misalnya depresi
pernafasan) dibandingkan dengan antagonis opioid murni.
4. Adjuvan atau koanalgesik
Obat adjuvan adalah obat yang semula dikembangkan untuk tujuan selain
menghilangkan nyeri tetapi kemudian ditemukan memilki sifat analgetik atau efek
komplementer dalam penatalaksanaan pasien dengan nyeri. Sebagian dari obat ini
sangat efektif dalam mengendalikan nyeri neuropatik yang mungkin tidak berespon
terhadap opioid. Adjuvan lain untuk analgesik adalah agonis reseptor adrenergic-alfa
(misalnya, agonis alfa-2, klonidin), yang sering diberikan secara intraspinal bersama
dengan opioid atau analgesik local, obat ini juga memiliki efek analgetik apabila
diberikan secara sistemis karena memulihkan respon adrenergic simpatis yang
berlebihan di reseptor sentral dan perifer.15
2.9.2 Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik
Tujuan keseluruhan dalam pengobatan nyeri adalah mengurangi nyeri sebesarbesarnya dengan kemungkinan efek samping paling kecil. Terdapat dua metode umum
25
untuk terapi nyeri yaitu secara farmakologik dan non farmakologik. Obat-obatan yang
banyak digunakan sebagai terapi nyeri neuropati adalah anti depresan trisiklik dan
anti konvulsan karbamasepin.16
1. Anti depresan
Dari berbagai jenis anti depresan, yang paling sering digunakan untuk terapi
nyeri neuropati adalah golongan trisiklik, seperti amitriptilin, imipramin, maprotilin,
desipramin. Mekanisme kerja anti depresan trisiklik (TCA) terutama mampu
memodulasi transmisi dari serotonin dan norepinefrin (NE). Anti depresan trisiklik
menghambat pengambilan kembali serotonin (5-HT) dan noradrenalin oleh reseptor
presineptik. Disamping itu, anti depresan trisiklik juga menurunkan jumlah reseptor 5HT (autoreseptor), sehingga secara keseluruhan mampu meningkatkan konsentrasi 5HT dicelah sinaptik. Hambatan reuptake norepinefrin juga meningkatkan konsentrasi
norepinefrin dicelah sinaptik. Peningkatan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik
menyebabkan penurunan jumlah reseptor adrenalin beta yang akan mengurangi
aktivitas adenilsiklasi. Penurunan aktivitas adenilsiklasi ini akan mengurangi siklik
adenosum monofosfat dan mengurangi pembukaan Si-Na. Penurunan Si-Na yang
membuka berarti depolarisasi menurun dan nyeri berkurang.5
Table 7. Obat dan dosis Anti depresan
Nama obat
Amitriptilin
Dosis oral
100-200 mg
Frekuensi
Efek
Efek
Efek
antikolinergik
hipotensi
sedasi
ortostatik
Sedang
Tinggi
kali Tinggi
Klomipramin 100-250 mg
sehari
4
kali Sedang
Sedang
Sedang
Nortriptilin
10-150 mg
sehari
2-4
kali Sedang
Rendah
Sedang
10-300 mg
sehari
2-4
kali Rendah
Rendah
Rendah
Desipramin
sehari
2. Anti konvulsan
Anti konvulsan merupakan gabungan berbagai macam obat yang dimasukkan
kedalam satu golongan yang mempunyai kemampuan untuk menekan kepekaan
abnormal dari neuron-neuron di sistem saraf sentral. Seperti diketahui nyeri neuropati
timbul karena adanya aktifitas abnormal dari sistem saraf. Nyeri neuropati dipicu oleh
hipereksitabilitas sistem saraf sentral yang dapat menyebabkan nyeri spontan dan
26
paroksismal. Reseptor NMDA dalam influks Ca2+ sangat berperan dalam proses
kejadian wind-up pada nyeri neuropati. Prinsip pengobatan nyeri neuropati adalah
penghentian proses hiperaktivitas terutama dengan blok Si-Na atau pencegahan
sensitisasi sentral dan peningkatan inhibisi.5
Karbamasepin dan Okskarbasepin, mekanisme kerja utama adalah memblok
voltage-sensitive sodium channels (VSSC). Efek ini mampu mengurangi cetusan
dengan frekuensi tinggi dari neuron. Okskarbasepin dengan dosis 900-1800 mg /hari
dengan jadwal pemberian 2-4 kali sehari merupakan anti konvulsan yang struktur
kimianya mirip karbamasepin maupun amitriptilin. Dari berbagai uji coba klinik,
pengobatan dengan okskarbasepin pada berbagai jenis nyeri neuropati menunjukkan
hasil yang memuaskan, sama, atau sedikit diatas karbamazepin dengan dosis 1001000 mg/hari dengan jadwal pemberian 2-4 kali sehari, hanya saja okskarbasepin
mempunyai efek samping yang minimal.
Lamotrigin, merupakan anti konvulsan baru untuk stabilisasi membran melalui
VSCC, merubah atau mengurangi pelepasan glutamat maupun aspartat dari neuron
presinaptik, meningkatkan konsentrasi GABA di otak. Khusus untuk nyeri neuropati
penderita HIV, digunakan lamotrigin sampai dosis 100-300 mg/hari dengan jadwal
pemberian 2 kali. Hasilnya, efektivitas lamotrigin lebih baik dari plasebo, tetapi 11
dari 20 penderita dilakukan penghentian obat karena efek samping. Efek samping
utama lamotrigin adalah skin rash, terutama bila dosis ditingkatkan dengan cepat.
Gabapentin, akhir-akhir ini penggunaan gabapentin untuk nyeri neuropati cukup
populer dengan dosis 300-1500 mg/hari dnegan jadwal pemberian 2-4 kali sehari,
mengingat efek yang cukup baik dengan efek samping minimal. Khusus obat cukup
efektif mengurangi intensitas nyeri diantaranya untuk nyeri neuropati diabetika, nyeri
pasca herpes, nyeri neuropati sehubungan dengan infeksi HIV, nyeri neuropati
sehubungan dengan kanker dan nyeri neuropati deafferentasi. Dalochio, Nicholson
mengatakan bahwa gabapentin dapat digunakan sebagai terapi berbagai jenis
neuropati sesuai dengan kemampuan gabapentin yang dapat masuk kedalam sel untuk
berinteraksi dengan reseptor yang merupakan subunit dari Ca2+-channel.5
2.9.3 Penatalaksanaan Nonfarmakologis Nyeri Nosiseptif dan Nyeri Neurogenik
Dikembangkannya sejumlah metode nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri.
Metode nonfarmakologik untuk mengendalikan nyeri dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu terapi dan modalitas fisik serta strategi kognitif-perilaku. Sebagian
27
dari modalitas ini mungkin berguna walaupun digunakan secara tersendiri atau
digunakan sebagai adjuvan dalam penatalaksanaan nyeri.5,13,14,16
1. Terapi dan Modalitas Fisik5
Terapi fisik untuk meredakan nyeri mencakup beragam bentuk stimulasi kulit
(pijat, stimulasi saraf dengan listrik transkutis, akupuntur, aplikasi panas atau dingin,
olahraga). Stimulasi kulit akan merangsang serat-serat non-nosiseptif yang
berdiameter besar untuk menutup gerbang bagi serat-serat berdiameter kecil yang
menghantarkan nyeri sehingga nyeri dapat dikurangi. Dihipotesiskan bahwa stimulasi
kulit juga dapat menyebabkan tubuh mengeluarkan endorfin dan neurotransmiter
lainnya yang menghambat nyeri.
Salah satu strategi stimulasi yang paling sering digunakan adalah pemijatan atau
penggosokan. Pijat dapat dilakukan dengan jumlah tekanan dan stimulasi yang
bervariasi terhadap berbagai titik diseluruh tubuh. Pijat akan melemaskan ketegangan
otot dan meningkatkan sirkulasi lokal. Pijat punggung memiliki efek relaksasi yang
kuat dan apabila dilakukan oleh individu yang penuh perhatian maka akan
menghasilkan efek emosional yang positif.
Stimulasi saraf dengan listrik melalui kulit (TENS) terdiri dari suatu alat yang
digerakkan oleh batre yang mengirim impuls listrik lemah melalui elektroda yang
diletakkan di tubuh. Elektroda pada umumnya diletakkan diatas atau dekat dengan
bagian yang nyeri. TENS digunakan untuk penatalaksanaan nyeri akut dan kronik
seperti nyeri pascaoperasi, nyeri punggung bawah, phantom limb pain, neuralgia
perifer dan artritis rematoid.
Akupuntur berupa insersi jarum halus ke dalam berbagai titik akupuntur di
seluruh tubuh untuk meredakan nyeri. Metode noninvasif lain untuk merangsang titiktitik pemicu adalah memberi tekanan dengan ibu jari, suatu teknik yang disebut
akupresur.
Range of motion (ROM) exercise (pasif, dibantu, atau aktif) dapat digunakan
untuk melemaskan otot, memperbaiki sirkulasi dan mencegah nyeri yang berkaitan
dengan kekakuan dan imobilitas.
Aplikasi panas adalah tindakan sederhana sebagai metode yang efektif untuk
mengurangi nyeri kronik atau kejang otot. Diberikan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit, kekakuan otot dan kekakuan sendi.
Terdapat 2 macam pemanasan:
28
Pemanasan dangkal
Karena daya tembusnya hanya beberapa milimeter saja. Misalnya lampu sinar
merah infra, bantal hidrokolataor atau botol berisi air panas
Pemanasan dalam (diatermi)
- Diatermi gelombang pendek: menggunakan arus listrik frekuensi tinggi yang
-
Panas dapat disalurkan melalui konduksi (botol air panas, bantalan pemanas
listrik, lampu, kompres basah panas), konveksi (whirpool, sitz bath, berendam air
panas), konversi (ultrasonografi, diatermi). Nyeri akibat memar, spasme otot, dan
artritis berespon baik terhadap panas. Karena melebarkan pembuluh darah dan
meningkatkan aliran darah lokal, panas jangan digunakan setelah cidera traumatik
saat masih ada edema dan peradangan. Karena meningkatkan aliran darah, panas
mungkin meredekan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk inflamasi seperti
bradikinin, histamin, dan prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal.
Aplikasi dingin efektif untuk nyeri akut (misalnya trauma akibat luka bakar,
tersayat, dan terkilir). Dingin dapat disalurkan dalam bentuk berendam atau
komponen air dingin, kantung es, dan pijat es. Aplikasi dingin mengurangi aliran
darah ke suatu bagian dan mengurangi edema serta perdarahan. Diperkirakan bahwa
terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran
saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang
mungkin bekerja bahwa persepsi dingin menjadi dominan dan mengurangi persepsi
nyeri.
R: Rest, mengistirahatkan bagian yang cedera
I: Ice, pendinginan untuk mengurangi nyeri dan pendarahan
C: Compression, penekanan dengan maksud membatasi pembengkakan
E: Elevation, meninggikan letak bagian tubuh yang mengalami cedera, sampai lebih
tinggi dari jantung agar gaya berat dapat membantu penyaluran cairan yang
berlebihan
2. Strategi kognitif-perilaku5
Strategi kognitif-perilaku bermanfaat dalam mengubah persepsi pasien terhadap
29
nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi pasien perasaan yang lebih mampu
untuk mengendalikan nyeri. Strategi-strategi ini mencakup relaksasi, penciptaan
khayalan (imagery), hipnosis, dan biofeedback. Walaupun sebagian besar metode
kognitif-perilaku menekankan salah satu relaksasi atau pengelihatan, pada praktik
keduanya tidak dapat dipisahkan.
Cara lain untuk menginduksi relaksasi adalah dengan olahraga dan bernafas
dalam, meditasi dan mendengarkan musik-musik yang menenangkan. Teknik-teknik
relaksasi akan mengurangi rasa cemas, ketegangan otot, dan stress emosi sehingga
memutuskan siklus nyeri-stress-nyeri, saat nyeri dan stress saling memperkuat.
Teknik-teknik pengalihan mengurangi nyeri dengan memfokuskan perhatian
pasien pada stimulus lain dan menjauhi nyeri. Menonton televisi, membaca buku,
mendengar musik, dan melakukan percakapan.
Penciptaan khayalan dengan tuntutan adalah suatu bentuk pengalihan fasilator
yang mendorong pasien untuk mevisualisasikan atau memikirkan pemandangan atau
sensasi yang menyenangkan untuk mengalihkan perhatian menjauhi nyeri. Tehnik ini
sering dikombinasikan dengan relaksasi.
Hipnosis adalah suatu metode kognitif yang bergantung pada bagaimana
memfokuskan perhatian pasien menjauhi nyeri; metode ini juga bergantung pada
kemampuan ahli terapi untuk menuntun perhatian pasien ke bayangan-bayangan yang
paling konstruktif.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Nyeri nosiseptif merupakan suatu nyeri yang ditimbulkan oleh suatu rangsangan
pada nosiseptor. Reseptor dari nyeri nosiseptif adalah serabut A-delta yang
menghantarkan nyeri cepat dan serabut C yang menghantarkan nyeri lambat.
Komponen dari nyeri nosiseptif terdiri dari transduksi, transmisi, modulasi, dan
persepsi. Penanganan dari nyeri nosiseptif terdiri dari farmakologik dan nonfarmakologik.
Nyeri neuropati adalah nyeri yang disebabkan oleh penyakit atau kerusakan dari
sistem saraf pusat atau perifer, dan dari disfungsi sistem saraf. Nyeri neuropati bisa
30
terjadi pada perifer dan central dari sistem saraf dengan patofisiologi dari penyakit
masing-masing. Seseorang dengan nyeri neuropati akan memiliki beraneka ragam
gejala klinis seperti rasa tidak nyaman, kesemutan, geli, rasa terbakar, baal, dan lainlain.
Maka dari itu dibutuhkan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis nyeri
sehingga dapat dilakukan tatalaksana yang tepat dan cepat. Penatalaksanaan terhadap
nyeri neuropati berdasarkan penyebab nyeri tersebut dengan cara injeksi, fisioterapi,
maupun pembedahan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1.Latief SA. Petunjuk praktis anestesiologi. Edisi ke-2. Jakarta: Pusat penerbitan
FKUI; 2001.
2.Morgan GE. Pain management, In: Clinical Anesthesiology 2 nded. Stamford:
Appleton and Lange; 1996. P274-316.
3. Hamill, RJ. The assessment of pain, In: Handbook of Critical Care Pain
Management. New york: McGrow-Hill Inc; 1994. P13-25.
4.Pain. The American journal of managed care. June; 2006. 12: S256-62.
5.Suryamiharja A, et all. Konsesus nasional 1 diagnostik dan penatalaksanaan
nyeri neuropatik. Cetakan ke-1. Surabaya: Pusat penerbitan dan percetakan
31
diunduh
tanggal
desember 2013
13. Gidal B, Billington R. New and emerging treatment option for neuropatic
pain. The American Journal of Managed Care: Juni; 2006. 12(9): S269-78.
14. Grayson CE. Pain management: Neuropathic Pain. Diunduh dari
http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=42085, tanggal 5
desember 2013.
15. Santoso SO, Dewoto HR. Analgesik opioid dan antagonis. Farmakologi dan
terapi. 4thed. Jakarta: FKUI; 2004. p.189-97.
16. Cole BE. Pain management: Classifying, Understanding, and Treating Pain.
Diunduh dari http://www.turner-white.com/pdf/hp_jun02_pain.pdf, tanggal 5
desember 2013.
32