Anda di halaman 1dari 2

Nama : Siti Habibah

NPM : 1241179501065
MK

: Penulisan Berita

Tugas Praktikum : Membuat Artikel


JILBAB, antara Identitas dan Gaya
Seiring dengan berjalannya waktu, doktrin westernisasi semakin meluas dan menjadikan
masyarakat Indonesia semakin jauh dari adab kesopanan. Khususnya bagi para remaja muslimah.
Sebuah pertanyaan yang dilematis, dimana sebagai remaja muslimah harus dihadapkan pada dua
pilihan antara identitas dan gaya, manakah yang musti diprioritaskan? Tentu, jawabannya adalah
identitas, yakni identitas sebagai remaja yang taat beragamalah yang musti diprioritaskan. Hal ini
didasarkan pada sebuah tolak ukur, dimana bahwasanya agama itu bertumpu pada perenungan
dan ritual dalam menemukan kedalaman makna. Sedangkan gaya, cenderung bertumpu pada
main-main yang tidak peduli pada kedalaman makna (Bambang Q-Anees;2005;187).
Lalu, bagaimana dengan jilbab yang dikenakan para remaja muslimah dewasa kini?
Meskipun sebagian dari mereka (termasuk saya) sudah memakai pakaian muslim, tapi jika
diperhatikan dari kenyataan yg nampak, lahirlah kembali sebuah pertanyaan. Jangan-jangan
jilbab hanya dijadikan sebagai sebuah mode atau sekedar gaya-gayaan. Tentu sangat berbahaya
jika niat berjilbab itu sendiri hanya untuk dijadikan mode, gaya-gayaan, atau bahkan agar
dianggap orang shaleh padahal kelakuan amburadul.
Kenyataan ini sangat disayangkan, jika mengingat bahwa 'jilbab' memiliki sejarah yang
cukup menarik, khususnya di Indonesia sendiri. Pada tahun 1983, beberapa siswi SMA yang
ingin mengenakan kerudung pada saat sekolah, pihak sekolah menolaknya. Alasannya karena
tidak ada dalam aturan sekolah yang berarti melanggar aturan kedisiplinan. Namun, melalui
proses yang cukup panjang dan dibumbui beberapa konflik yang tak berkesudahan. Akhirnya,
pada tahun 1991 melalu sebuah surat keputusan no. 100/C/Kep/D/1991 tentang penggunaan
pakaian seragam khas untuk sekolah tingkat SLTP dan SLTA, para remaja muslimah dibebaskan

mengenakan jilbab untuk bersekolah (khususnya sekolah umum). Semenjak itu, jilbab tiba-tiba
menjadi tren banyak orang. Hampir semua ruang publik dipenuhi orang-orang berjilbab.
Namun, ternyata perkembangan jilbab ini memunculkan realita baru. Ada banyak anak
muda yang mengenakan jilbab dengan mengumbar bentuk tubuhnya yang molek. Ini namanya,
Skizofrenia, satu sisi ingin menjadi tamu Allah, sisi lain berhasrat ingin dikagumi selain Allah.
Satu sisi ingin menyebarkan perlawanan terhadap penindasan tubuh melalui jilbab, sisi lain
mewartakan nikmatilah tubuhku.
Tentunya hal ini sangat bertolak belakang dengan hakikat berpakain sesungguhnya jika
ingin dinilai baik. Dimana bahwasanya pakain itu adalah sebuah identitas, bentuk luar dari apa
yang ada di dalam pikiran dan keinginan. Jilbab itu bukan sekedar pakaian, tapi ia juga
menunjukkan apa yang harus dilakukan. Jadi, dapat dikatakan bahwa jilbab adalah satu wujud
identitas perlawanan, penentuan sikap, dan pengingat pada banyak orang bahwa hidup mesti
berada dalam kepatuhan. So, kita remaja muslimah harus melengkapi jilbab kita itu dengan
tindakan nyata, beramal shaleh pada orang-orang di sekitar kita.

Anda mungkin juga menyukai