Zat yang
jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut zat terlarut atau solute, sedangkan zat yang
jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau solven.
Sedangkan kelarutan (solubility) suatu zat dalam suatu pelarut menyatakan jumlah maksimum
suatu zat yang dapat larut dalam pelarut.
Pada percobaan kali ini praktikan menentukan kelarutan asam oksalat pada temperatur
5C,10 C,15 C, 20 C, 25 C, 30 C dan 35 oC. Percobaan diawali dengan melarutkan kristal
asam oksalat dalam air sampai keadaan jenuh, yaitu dimana suatu zat sudah tidak dapat larut
lagi (mengendap) dalam pelarut dengan kata lain proses kecepatan melarut serta mengendap
larutan tersebut seimbang.
Kelarutan zat padat (dalam percobaan ini adalah asam oksalat) dalam air semakin tinggi
bila suhunya dinaikkan. Adanya kalor (panas) mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar
molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan
gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik antar
molekul-molekul air dan terjadi kelarutan. Energi kinetik rata-rata molekul pada suhu tinggi
lebih besar daripada energi kinetik rata-rata molekul pada suhu rendah.
Ketika asam oksalat dilarutkan dalam air campuran tersebut menjadi dingin atau sistem
mengalami penurunan suhu, hal itu menunjukkan bahwa proses melarutnya asam oksalat adalah
endoterm. Hal ini dibuktikan dengan makin sedikitnya jumlah asam oksalat yang larut seiring
dengan turunnya suhu, yakni pada suhu yang semakin rendah maka akan terdapat endapan yang
semakin banyak serta pada waktu dilakukan pengadukan, suhu larutan turun dan diluar beaker
gelas terasa dingin. Kelarutan asam oksalat ini bersifat endoterm juga diperkuat dari hasil
perhitungan yang menunjukkan bahwa H = +2016,805991 J/gmol.
Dalam percobaan ini dilakukan penambahan garam, fungsi penaburan garam pada es batu
adalah untuk menjaga suhu disekitar agar tetap konstan dan memperlambat proses pencairan es
batu.