Anda di halaman 1dari 4

1.

Cara preparasi simplisia kunyit


Panen:
Tanaman kunyit siap dipanen pada umur 8-18 bulan, saat panen yang terbaik
adalah pada umur tanaman 11-12 bulan, yaitu pada saat gugurnya daun kedua.
Sebab produksi yang diperoleh lebih besar dan lebih banyak bila dibandingkan
dengan masa panen pada umur kunyit 7-8 bulan. Ciri-ciri tanaman kunyit yang
siap panen ditandai dengan berakhirnya pertumbuhan vegetatif, seperti terjadi
kelayuan/perubahan warna daun dan batang yang semula hijau berubah menjadi
kuning (tanaman kelihatan mati)
Pemanenan dilakukan dengan

cara

membongkar

rimpang

dengan

cangkul/garpu. Sebelum dibongkar, batang dan daun dibuang terlebih dahulu.


Selanjutnya rimpang yang telah dibongkar dipisahkan dari tanah yang melekat
lalu dimasukkan dalam karung agar tidak rusak. Panen kunyit dilakukan saat
musim kemarau karena pada saat itu sari/zat yang terkandung didalamnya
mengumpul. Saat panen kadar air kunyit bisa mencapai 90%, yang selanjutnya

perlu dikeringkan hingga mencapai kadar air 9% agar dapat disimpan lama.
Pascapanen:

Simplisia kunyit
segar

Dicuci
(pembuangan
kotoran)

Peeling dan
Trimming

Pencucian ulang

Blanching

Pemotongan
rimpang (hingga
diperoleh ukuran
yang lebih kecil)

Diblender

Bubur Kunyit

Pengeringan di
oven pada suhu
50oC

Kondisi kunyit
membatu

Giling ulang
(dimortal)

Disaring

Bahan simplisia
kunyit

1. Tahap Penyediaan Bahan


Rimpang kunyit yang didapatkan terlebih dahulu disortasi dengan tujuan
memisahkan rimpang yang benar-benar berkualitas baik dengan jenis rimpang
yang kisut, rusak, serta dari bahan lain yang mungkin sebagai bahan kontaminasi.
Selanjutnya dicuci bersih untuk membuang kotoran yang mungkin melekat,
kemudian ditiriskan untuk mendapatkan kondisi rimpang yang kering
2. Peeling dan Trimming
Perlakuan peeling ditujukan untuk membuang kulit rimpang kunyit dan
trimming adalah tindakan untuk membuang bagian sisa (marterial waste). Setelah
peeling dan trimming, dilakukan pencucian ulang untuk memperoleh kondisi yang
lebih bersih.
3. Blanching
Proses ini sangat mengambil andil besar terhadap keberadaan senyawa
kurkumin (berguna dalam pembuatan oleoresin, zat pewarna makanan dan bahan
aditif lainnya). Mula-mula, rimpang kunyit diblanching dengan uap air yaitu
dengan cara mengkukus rimpang pada suhu 82oC-85oC selama 4-5 menit. Alasan
penggunaan uap air adalah untuk menghindari / mengurangi kemungkinan
terlarutnya warna kuning dalam air saat blanching. Penggunaan suhu 82 oC-85oC
digunakan untuk mendenaturasi enzim yang terkandung dalam kunyit, sehingga
reaksi enzimatis terhadap senyawa-senyawa yang terkandung dalam kunyit dapat
berhenti.
Bila tanpa perlakuan blanching di awal proses, perbedaan aplikasi suhu saat
pengeringan akan berpengaruh terhadap keberadaan kurkumin mulai dari kondisi
bubur hingga bubuk kunyit. Efek aplikasi panas dapat dijelaskan sebagai berikut:

Panas yang tinggi akan mengakibatkan kerusakan yang berarti pada


kandungan atau komponen-komponen kunyit, umumnya terhadap lemak,
protein, serta gula sederhana seperti glukosa, fruktosa. Tetapi secara khusus
panas akan merusak terhadap senyawa kurkumin yang sangat berperan
terhadap perwarnaan (pembentukan warna) kuning oranye.

Suhu yang rendah selama pengeringan memberi peluang yang lebih tinggi
terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Artinya, mikroorganisme tahan hidup
pada suhu pengeringan yang rendah (40 0C sampai dengan 55 0C), akibat dari
kadar air pada bahan masih cukup untuk pertumbuhannya.
Dari beberapa pengamatan, ditemukan bahwa pada suhu pengeringan 400C

kondisi bubur tidak dapat kering dan selama waktu 17 jam pengeringan, kondisi
bubur berjamur. Dan pada waktu pengeringan 52 jam tingkat kerusakan sudah
maksimal. Sebaliknya dengan aplikasi panas tinggi (70 oC), terjadi pengerasan
permukaan atau pembentukan lapisan kerak yang keras dan berwarna coklat atau
kecoklatan.
4. Perolehan Bubur Kunyit
Rimpang kunyit yang telah diblanching selanjutnya diblender untuk
mendapatkan fase bubur yang relatif halus. Diupayakan agar saat pemblanderan,
penambahan air tidak terlalu banyak sehingga bubur yang diperoleh tidak
mengandung air yang berlebih dan mudah untuk dikeringkan.
5. Pengeringan bubur
Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven biasa pada suhu yang
berbeda, sesuai dengan perlakuan yang diinginkan dan lamanya waktu yang
diperlukan. Pengeringan dapat dilakukan pada suhu 50 oC selama 6 jam dalam
oven (Surojanametakul et al., 2010). Pada saat pengeringan, secara pasti bubur
akan memadat atau membatu. Di kala kondisi seperti ini dapat dilakukan upaya
penggilingan ulang dengan mortal, selanjutnya hasil gilingan dapat diovenkan
kembali. Jika dibutuhkan, penggilingan dengan mortal dapat dilakukan untuk
kedua kalinya. Kondisi bubuk kering yang diinginkan, jika bahan yang
dikeringkan telah memberikan penampakan gembur-gersang sebagaimana kondisi
tepung kering.
Proses pengeringan dapat dihentikan bila bahan yang dimaksud sudah
memberikan penampakan yang benar-benar gembur-gersang sebagaimana kondisi
tepung diterima oleh masyarakat secara umum. Bubuk kunyit dengan penampakan
yang benar-benar gembur sesuai dengan penerimaan masyarakat memiliki
kandungan kadar air bahan sekitar 9,1% atau 9%.

2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas simplisia kunyit:

Kandungan air bahan


Kadar air bahan yang tidak terkontrol berkaitan erat dengan timbulnya
cemaran, khususnya mikroba. Cemaran mikroba pada simplisia menyebabkan
bahan sama sekali tidak dapat dipakai karena bersifat toksik. Oleh karenanya,
proses pengeringan dengan sinar matahari atau oven merupakan alternatif
untuk menghentikan aktivitas enzim dan mencegah timbulnya cemaran
mikroba.

Pengaruh sinar ultraviolet


Beberapa bahan dapat rusak apabila dikeringkan dibawah paparan
langsung sinar matahari yang mengandung sinar ultra violet, misal bahan yang
mengandung minyak atsiri, pro-vitamin A, zat-zat antioksidan, dll.

Pengaruh suhu (pemanasan)


Pengaruh besar kecilnya suhu selama proses pengeringan merupakan
salah satu kunci keberhasilan dalam menghasilkan simplisia yang baik, apakah
itu fisik maupun kimia. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa untuk
memperoleh kualtas optimal, suhu pengeringan sebaiknya diatur sedemikian
rupa sehingga perbedaan suhu dan kelembaban antara siang dan malam hari
tidak terlalu jauh (ekstrim), biasanya suhu pengeringan diatur pada kisaran
50oC-60oC.

Pengaruh pH
Perlakuan pasca

panen seperti

pada pencucian

yang

sering

menambahkan zat tertentu, misal untuk tujuan memperbaiki warna,


meningkatkan sterilitas bahan atau lainnya seringkali merubah pH dari bahan
yang diproses. Kadang-kadang perubahan pH justru merubah fungsi dari suatu
enzim. Jika pada suatu pH tertentu suatu enzim mengubah substrat menjadi
hasil akhir, maka perubahan pH dapat membalik aktivitas enzim tersebut
menjadi pengubah hasil akhir kembali menjadi substrat.

Anda mungkin juga menyukai