Anda di halaman 1dari 53

Laporan Tutorial Skenario 5

OLEH : KELOMPOK I
A.A.A Lie Lhiana
Ahmad Haviz
BaiqNindyaAulia
Dhauatha Yudhistira
I Nengah Putra Yasa
Irwani Mandalika
Marisa Syavitri Dilaga
Ni WayanVergaSeptikaBellany
NiniAzniati
RistaniaEllya John

(H1A013001)
(H1A013004)
(H1A013011)
(H1A013018)
(H1A013029)
(H1A013032)
(H1A013038)
(H1A013046)
(H1A013048)
(H1A013055)

Tutor :
dr. Dedianto Hidajat, Sp. KK.
BLOK 9 (Tahap-tahap Kehidupan)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
NUSA TENGGARA BARAT
2014

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan
limpahan berkah dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi
berdasarkan hasil tutorial skenario terakhir kami pada tanggal 22 dan 29 Desember 2014
dengan tepat waktu.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan serta dukungan kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan tutorial ini, terutama bagi tutor kami, dr. Dedi Hidajat, Sp KK.
Harapan kami, semoga laporan ini bisa berguna bagi teman-teman yang membacanya
dan khususnya bagi kami. Dan kami sadar sepenuhnya bahwa laporan ini jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi tercapainya kesempurnaan laporan ini.

Mataram, 29 Desember 2014

(Kelompok Tutorial I)

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................

Daftar Isi..........................................................................................................

I. Pendahuluan
1

Skenario 1 Blok 9.................................................................................

Mind Map.............................................................................................

Learning Objectives..............................................................................

II. Pembahasan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Penyebab kematian...............................................................................
Mekanisme kematian............................................................................
Cara kematian.......................................................................................
Tanda-tanda kematian...........................................................................
Cara identifikasi jenazah.......................................................................
Diskripsi luka........................................................................................
Otopsi ...................................................................................................
Vesum et Repertum...............................................................................
Batasan dokter umum dan wewenangnya.............................................
Analisis skenario...................................................................................

5
8
8
8
22
26
33
47
53
54

III. Kesimpulan...............................................................................................

56

IV. Daftar Pustaka..........................................................................................

57

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Skenario 5 Blok 9


SKENARIO V
Sesosok jenazah laki-laki ditemukan tertelungkup di tepi pantai yang tidak jauh dari
muara sungai. Jenazah terlihat sudah membengkak dan mengeluarkan aroma busuk
sehingga mengundang lalat menghinggapinya bahkan sudah ditemukan belatung ditubuh
jenazah. Namun separuh kaki bagian bawah jenazah berwarna putih mengkilat dan berbau
tengik. Seorang ibu yang merasa kehilangan putranya sejak seminggu yang lalu meyakini
bahwa mayat lelaki tersebut adalah putranya yang berusia 15 tahun. Sang ibu
mengisahkan bahwa ketika terjadi banjir bandang , putranya yang sedang memancing di
sungai terbawa hanyut oleh arus sungai. Informasi dari Divisi Postmortem menyebutkan
bahwa tubuh jenazah hanya terbalut celana pendek tanpa merk, tanpa ukuran, berbahan
jeans. Tampak ada sebuah luka robek dipunggung jenazah, kulit berwarna kebiruan di
tubuh bagian depan. Selain itu buih halus bercampur darah terus keluar dari mulut. Untuk
keperluan pemeriksaan lanjutan, jenazah dibawa ke rumah sakit, meskipun keluarga
bersikeras untuk menolak pelaksanaan otopsi. Ternyata Rumah sakit yang dituju tidak
memiliki dokter forensic. Dokter umum yang biasanya membuat visum memiliki Surat
tanda Registrasi dokter yang sudah kadaluarsa. Sementara itu, polisi penyidik dibuat
bingung karena sebuah perusahaan pelayaran melaporkan kehilangan Anak Buah Kapal
(ABK) sejak seminggu yang lalu. ABK tersebut diduga tercebur ke laut karena mabuk
berat. Untuk kepentingan penyidikan, polisi meminta keterangan tertulis dari dokter
rumah sakit perihal deskripsi luka, waktu kematian, penyebab kematian, dan cara
kematian korban. Keluarga hanya berpesan kepada polisi agar otopsi dilakukan secara
baik dan luka bekas otopsi dirapikan untuk menghormati keyakinan keluarga sebagai
ummat kristiani.

1.2 Mind Map

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 4

PDICPJKPVOK
eareaerite
nrrfsmmosom
iayso
iaskeupae
nrtabhmsts
sihsa&oeia
n
kbisuan&
oTpikn&
P
baueF
anmno
ndy
far
oed
rni

d
t
f

i
i
r

i
k

es
nk
s
k

i
i

1.3 Learning Objectives


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Apa saja cara kematian?


Bagaimana cara identifikasi korban?
Bagaimana cara mendiskripsikan luka?
Dasar hukum forensik ?
Jenis dan teknik otopsi ?
Vesum et Repertum : - Definisi
-Prinsip
-Pemohon dan penyidik
-Jenis
-Proses
7. Apa saja batasan dokter umum dalam forensik
8. Analisis skenario

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENYEBAB KEMATIAN

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 5

Penyebab kematian adalah adanya perlukaan atau penyakit yang menimbulkan


kekacauan fisik pada tubuh yang menghasilkan kematian pada seseorang.
Menurut konsepnya penyebab kematian dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Dilihat dari perspektif forensik:
Penyebab kematian: penyakit atau cedera atau lukaluka yang bertanggung jawab atas
terjadinya kematian. Contoh : TBC, luka tusuk,dll
Mekanisme kematian: gangguan fisiologik dan atau biokimiawi yang ditimbulkan
oleh penyebab kematian sedemikian rupa sehingga seseorang tidak dapat terus hidup.
Contoh : syok sepsis, perdarahan,dll
Cara kematian: macam kejadian yang menimbulkan penyebab kematian, yaitu
kematian wajar dan kematian tidak wajar.
o Contoh cara kematian yang wajar : penyakit
o Contoh cara kematian yang tidak wajar : kecelakaan, bunuh diri, pembunuhan
2. Dilihat dari perspektif ICD (International Classification of Disease) 10:
Penyebab kematian langsung: Penyakit atau kondisi yang secara langsung
menyebabkan kematian.Contoh sebab kematian langsung : hepatic failure, traumatic
shock, hematemesis,dll
Penyebab kematian antara: Penyakit atau kondisi yang menyebabkan terjadinya
penyakit yang disebutkan pada penyebab kematian langsung (Ia)
Penyebab kematian dasar: Penyakit atau kondisi atau cedera yang merupakan awal
dimulainya perjalanan penyakit menuju kematian, atau Keadaan kecelakan atau
tindakan kekerasan yang menyebabkan cedera dan berakhir dengan kematian

2.2 Mekanisme Kematian


Merupakan

gangguan fisiologik dan atau biokimiawi yang ditimbulkan oleh

penyebab kematian sedemikian rupa sehingga seseorang tidak dapat terus hidup.
Contoh : syok sepsis, perdarahan,dll

2.3 Cara Kematian


Adapun cara kematian dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1. Cara kematian wajar
Suatu kematian disebut wajar apabila orang tersebut berada dalam perawatan seorang
dokter, diagnosis penyakitnya telah diketahui dan kematiannya diduga karena
penyakitnya tersebut. Pada kematian yang terjadi dalam perawatan di Rumah Sakit atau
dalam perawatan seorang dokter, pada umumnya dokter dapat memastikan bahwa
kematian tersebut kematian wajar. Pada kasus ini dokter yang memeriksa pasien terakhir
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 6

kali atau dokter yang merawat dapat langsung memberikan surat keterangan kematian
(formulir A) dan jenazahnya dapat langsung diserahkan pada keluarganya.
2. Penyebab kematian tidak wajar
Setiap kematian yang terjadi akibat kekerasan atau keracunan termasuk kematian
yang tidak wajar.Cara kematian pada kematian tidak wajar adalah pembunuhan, bunuh
diri dan kecelakaan.Pada kasus kematian tidak wajar, kasusnya hendaknya segera
dilaporkan ke penyidik, sesuai dengan pasal 108 KUHAP. Adapun yang termasuk dalam
kategori kasus yang harus dilaporkan ke penyidik adalah:
Kematian yang terjadi di dalam tahanan atau penjara kematian terjadi bukan karena
penyakit dan bukan karena hukuman mati
Adanya penemuan mayat dimana penyebab dan informasi mengenai kematiannya
tidak ada.
Keadaan kematiannya menunjukkan bahwa kemungkinan kematian akibat perbuatan
melanggar hukum
Orang tersebut melakukan bunuh diri atau situasi kematiannya mengindikasikan
kematian akibat bunuh diri
Kematian yang terjadi tanpa kehadiran dokter
Kematian yang disaksikan dokter tetapi ia tidak dapat memastikan penyebab
kematiannya.

3. Penentuan cara kematian

Tempat kejadian

Faktor
Lokasi

Pembunuhan
Variabel

Bunuh diri
Tersembunyi

Kondisi

Tidak teratur

Teratur

Pakaian

Tertembus

Terbuka, luka tmpak


jelas

Senjata

Tidak ada

Ada

Surat/catatan

Tidak ada

Ada (seringkali)

Variabel

Tertentu

peninggalan
Luka

Titik anatomis

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 7

Jumlah luka

Satu atau lebih

Biasanya satu

Luka percobaan

Tidak ada

Ada

Luka tangkis

Ada (biasanya)

Tidak ada

Tanda pergulatan

Ada (biasanya)

Tidak ada

Mutilasi

Ada (dapat)

Tidak ada

Arah irisan

Variabel

Sejajar

2.4 Tanda-tanda Kematian


A. Definisi Kematian
Secara umum, kematian adalah berhentinya fungsi respirasi dan kardiovaskular secara
menetap. Namun, saat ini banyak peralatan untuk menjaga agar detak jantung teteap berdetak
dan menyebabkan seseorang tetap bernapas. Namun, jika mesin-mesin tersebut dimatikan
maka detak jantung dan pernapasan akan terhenti. Hal seperti ini disebut dengan brain death
(kematian otak).
Kematian Otak/ Serebral merupakan salah satu dari 5 jenis kematian yang diketahui
secara konvensional, yaitu:
1. Kematian Somatik
Hal ini terjadi ketika seseorang kehilangan kesadaran secara ireversibel, di
mana orang tersebut akan tidak sadar, tidak dapat berkomunikasi dengan lingkungan
sekitarnya, tidak dapat meresspon stimulus sensoris, dan tidak dapat melakukan
pergerakan secara sadar. Selain itu, sistem sirkulasi dan pernapasan juga tidak dapat
melakukan fungsinya secara spontan.
2. Kematian Selular
Hal ini terjadi ketika terjadi kematian sel penyusun jaringan, yang ditunjukkan
melalui tidak adanya aktivitas metabolisme dan respirasi aerobik pada sel. Kematian
sel ini kemudian akan diikuti iskemia dan anoxia, yang pasti menimbulkan kegagalan
kardiorespirasi dalam prosesnya. Kegagalan kardiorespirasi secara instan dapat
menyebabkan dekstruksi sel-sel tubuh dalam jaringan secara keseluruhan, namun
setiap jaringan memiliki kemampuan bertahan yang berbeda-beda. Misalnya sel otak
akan segera mati setelah beberapa menit anoxia, sedangkan sel otot dan jaringan ikat
dapat bertahan selama beberapa jam setelah anoxia.
3. Kematian Otak/Serebral

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 8

Terhentinya fungsi kedua hemisfer otak tanpa disertai kematian batang otak
dan serebelum.
4. Mati suri
Penurunan fungsi respirasi, fungsi kardiovaskuler, dan fungsi saraf pusat
hingga taraf minimal.
5. Kematian Batang Otak
Kematian batang otak artinya terhentinya secara menetap fungsi batang otak.
Hentinya fungsi batang otak secara irreversibel yang disebabkan oleh peristiwa intrakranial atau hasil dari fenomena ekstra-kranial seperti hipoksia, akan menghasilkan
keadaan klinis ini dan karena itu penghentian ireversibel fungsi integratif dari batang
otak setara dengan kematian individu dan memungkinkan dokter untuk mendiagnosa
kematian. Tiga hal yang harus diperhatikan dalam hal ini, yaitu:
Pertama, hilangnya kesadaran secara ireversibel dengan sendirinya
mensyaratkan kematian individu. Pasien dengan kondisi vegetatif (Vegetatif Stage)
juga mengalami kehilangan kesadaran ini. Perbedaan antara mereka (pasien kondisi
vegetatif dengan pasien yang dinyatakan meninggal karena penghentian fungsi batang
otak) adalah tidak bisa terus bernapas tanpa bantuan pernapasan, bersama dengan
beberapa intervensi biologis penyokong hidup lainnya. Ini juga berarti bahwa bahkan
jika tubuh yang meninggal tetap dengan bantuan pernapasan, hilangnya fungsi
biologis yang terintegrasi pasti akan mengarah kerusakan dan nekrosis organ dalam
waktu singkat.
Kedua, diagnosis kematian karena terhentinya Fungsi batang otak tidak
berarti berhentinya semua neurologis aktivitas di otak. Setelah diagnosis tersebut akan
diikuti dengan tidak ada kegiatan potensial menunjukkan bentuk kesadaran yang
berhubungan dengan kehidupan manusia, khususnya kemampuan untuk merasa, untuk
menyadari, atau untuk melakukan apa pun. Dimana aktivitas residu, tidak akan terjadi
untuk waktu yang lama karena kerusakan yang cepat dari fungsi tubuh lainnya.
Ketiga, ada juga mungkin beberapa gerakan refleks redisual dari anggota
badan setelah diagnosis tersebut. Gerakan ini dikendalikan melalui tulang belakang,
itu tidak menunjukkan kemampuan untuk merasakan, menyadari, atau untuk
menanggapi,

stimulus

apapun,

atau

untuk

mempertahankan

respirasi

atau

memungkinkan mengordinasikan fungsi tubuh lainnya.


Singkatnya, sementara ada beberapa cara di mana bagian tubuh dapat terus
menunjukkan tanda-tanda aktivitas biologis setelah diagnosis penghentian ireversibel
fungsi batang otak, ini tidak memiliki relevansi moral untuk menyatakan kematian
dengan tujuan penarikan segera semua bentuk terapi suportif. Kematian batang otak
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 9

juga merupakan kematian yang dilegalkan secara hukum sesuai dengan UU no. 36
tahun 2009 tentang kesehatan Untuk alasan ini bahwa pasien yang telah meninggal
dan terdapat beberapa aktivitas tidak bisa lagi mendapatkan manfaat dari terapi
suportif dan sertifikasi hukum mengenai kematian mereka adalah tepat.
Berikut adalah skema dari fase-fase yang akan dialami tubuh manusia setelah
kematian:

Penguraian Pembusukan
Pembusukan adalah hasil dari proliferasi bakteri postmortem dengan pembentukan
gas. Produksi gas menyebabkan jaringan eksternal dan internal jadi kembung. Seperti
perubahan postmortem lain, produksi gas terjadi setelah mati. Tapi manisfestasi pembusukan
lebih mudah dilihat secara progresif seiring berjalannya waktu. Pendeskripsian tahap
sederhana, ringan, pertengahan, dan lanjut pada pembusukan dibedakan dari kembung,
pembebasan gas dengan pembusukan jaringan, dan skeletonisasi.
Skin slippage atau kelicinan kulit terjadi pada tahap awal pembusukan. Licinnya kulit
melibatkan lapisan pigmen dan akan terlihat beberapa jam setelah kematian pada mayat di
lingkungan hangat. Skin slippage tidak terjadi secara spontan dan diperlukan penekanan.
Bekas luka di dermis dan tato masih kelihatan seiring berjalannya slippage skin. Oleh karena
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 10

itu, akan sangat membantu apabila dilakukan pemijatan pada lapisan superfisial pada mayat.
Skin slippage dapat dibedakan dari abrasi kulit melalui dermis yang berwarna kuning-oranye.
Abrasi biasanya akan berwarna merah hingga merah kehitaman. Skin slippage dapat
mencakup seluruh tangan atau kaki sehingga akan tampak deskuamasi seperti sarung tangan
atau kaos kaki. Hal ini banyak terjadi pada mayat yang ditemukan tenggelam di air.
Kulit yang melepuh akan terbentuk dan berisi cairan yang berwarna kuning
kemerahan dan coklat gelap atau gas pembusukan. Kulit melepuh yang rusak muncul di area
skin slippage.
Perubahan warna merah, ungu, coklat, hijau, dan hitam yang muncul pada tubuh
melibatkan area lebam sebelum muncul di area yang tidak ada lebam pada mayat. Wajah
adalah daerah yang pertama kali mengalami perubahan warna. Area pada luka antemortem
dengan memar akan mempunyai lebam yang menonjol dan terjadi perubahan warna.
Perubahan warna menjadi hijau terjadi di kuadran kanan bawah pada abdomen diatas sekum.
Di bagian dalam, jaringan adiposa yang mengelilingi kandung empedu akan berubah jadi
warna hijau, dan permukaan peritoneal anterior di lobus kanan liver akan berubah warnanya
dari hijau gelap jadi hitam. Vena superfisiali kulit berubah warnanya menjadi kehijauan.
Mummifikasi
Mummifikasi adalah proses pengeringan dan pengisutan alat-alat tubuh akibat
Mumifikasi membutuhkan waku yang lama, kira-kira beberapa minggu sampai
beberapa bulan. Proses mummifikasi lengkap dalam 1-3 bulan, dimana gejala yang
tampak berupa:
penguapan, di mana syarat agar terjadi mummifikasi ialah:
Suhu udara tinggi/dingin
Udara kering
Aliran udara terus-menerus
Tubuh menjadi kurus, kering, dan mengkerut
Warna coklat muda sampai coklat kehitaman
Pengeringan akan mengakibatkan alat-alat dalam tubuh menyusut sehingga

menjadi lebih kecil dan lebih ringan.


Retraksi pada ujung jari yang termumifikasi membuat kuku menjadi lebih

panjang.
Pili erektor pada rambut di kepala akan kaku dan membuat rambut terlihat lebih
panjang.
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 11

Adipocere
Adipocere merupakan suatu keadaan dimana tubuh mayat mengalami hidrolisis dan
hidrogenisasi pada jaringan lemaknya, dan hidrolisis mungkin disebabkan oleh karena
terbentuknya enzim lesitinase yang dihasilkan oleh klostridium welchii, yang akan
berpengaruh pada jaringan lemak.Dengan demikian akan terbentuk asam-asam lemak bebas
(asam palmitat, stearat, oleat), pH tubuh menjadi rendah, sehingga menghambat bakteri untuk
pembusukkan sehingga proses pembusukkan oleh bakteri berheti.
Tubuh yang mengalami adipocere akan tampak putih-kelabu, teraba licin, dan bau
khas yaitu campuran bau tanah, keju, amoniak, manis dan tengik.Untuk dapat terjadi
adipocere dibutuhkan waktu yang lama, sebikitnya beberapa minggu sampai beberapa
bulan.Keuntungan adipocere yaitu tubuh korban akan mudah dikenali dan tetap bertahan
untuk waktu yang sangat lama, sampai ratusan tahun.Syarat terjadinya adipocere adalah:
tempatnya harus basah (harus mengandung air), dan mengandung alkali.
B. Diagnosa Kematian (Tanda-tanda Kematian)
Diagnosis kematian terutama waktu kematian merupakan hal yang penting untuk
berbagai kasus, baik kasus kriminal maupun nonkriminal. Namun, jika jarak waktu antara
kematian dan pemeriksaan terlalu lama, maka hasil diagnosis akan semakin sulit dilakukan
sehingga pemeriksaan lebih baik dipercepat. Beberapa faktor yang bisa digunakan sebagai
tanda-tanda kematian antara lain: livor mortis (lebam mayat), rigor mortis (kaku mayat),
suhu tubuh, derajat dekomposisi, perubahan-perubahan kimia, flow-cytometri,
pengosonganisi lambung, aktifitas serangga, pengeringan post-mortem pada jaringan,
dan scene markers (tanda-tanda di tempat kejadian perkara).
1. Livor Mortis (lebam mayat)
Livor mortis ditandai dengan warna merah keunguan pada area-area tubuh
yang terjadi akibat tekanan pada pembuluh darah sehingga darah mengumpul pada
daerah tertentu. Namun akan ada area di tubuh yang tampak lebih pucat terjadi akibat
kompresi pembuluh darah sehingga darah tidak dapat mengalir ke area tersebut. Areaarea tersebut biasanya area yang menyokong tubuh seperti bokong, betis, dan bahu.
Bila area-area tersebut digunakan ikat pinggang dan pakaian yang ketat akan
membuat daerah tersebut menjadi pucat.
Livor mortis biasanya terjadi mulai dalam 30 menit sampai 2 jam setelah
kematian. Dan kemudian tanda-tanda lebam ini akan meningkat seiring waktu dan
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 12

mencapai waktu maksimumnya dalam 8-12 jam. Kemudian setelah itu warna menjadi
menetap kecuali ketika mayat di pindahkan posisinya. Namun hal ini juga bergantung
pada tingkat dekomposisi dan suhu tubuh mayat tersebut.
Livor mortis harus dibedakan dengan luka memar. Namun, perbedaan antara
keduanya cukup mudah untuk dibedakan karena area yang mengalami luka memar
tidak terlihat pucat. Pada livor mortis dapat juga terjadi purpura petekia. Hal ini
ditandai dengan timbulnya bintik-bintik merah pada area livor mortis. Ini dikarenakan
terakumulasinya darah dan tingginya tekanan darah sedangkan pembuluh darah lemah
dan kemudian rupture. Sebenarnya, livor mortis tidak terlalu penting untuk
menentukan waktu kematian. Namun, livor mortis ini merupakan tanda yang penting
untuk mengetahui apakah tubuh tersebut telah dipindahkan.

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 13

2. Rigor Mortis (kaku mayat)


Kaku mayat diakibatkan karena kahilangan Adenison Trifosfat (ATP dari otot).
ATP merupakan sumber untuk kontraksi otot dan berfungsi untuk mempertahankan
tonus otot. Ada 3 sumber metabolisme ATP yaitu sistem ATPase (phospaghen system)
atau keratin fosfat menyediakan energy selama 10-15 detik, sistem glikogen asam
laktat menyediakan energy selama 30-40 detik dan sistem maerobik menyediakan
energy dalam waktu yang tidak terbatas.saat kematian, produksi serta konsumsi
sumber untuk ATP akan berhenti.
Ketiadaan ATP akan menyebabkan filament aktin dan myosin menjadi kaku
dan pada saat inila terjadi rigor mortis. Rigor mortise ini akan berlanjut sampai
terjadinya dekomposisi. Beberapa penyebab kematian dapat mempercepat terjadinya
rigor mortis antara lain kejahatan yang menyebabkan kelelahan otot, latihan yang
berat, kejang dan suhu tubuh yang tinggi. Jika rigor mortis terjadi seketika, maka hal
itu disebut cadaveric spasm. Rigor mortis akan menghilang bila dilakukan
dekomposisi. Pembekuan pada mayat akan memperlambat terjadinya rigor mortis.
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 14

Rigor mortis biasanya terjadi 2-4 jam setelah kematian lalu akan menetap
setelah 6-12 jam, tetapi hal ini bervariasi tergantung pada individu. Rigor mortis
mulai terjadi pada otot-otot yang kecil misalnya otot-otot di bagian rahang, lalu
menyebar ke otot-otot yang besar seperti otot-otot pada ekstremitas. Rigor mortis
penting untuk mengetahui apakah posisi mayat pernah dipindahkan karena posisi
tubuh yang terjepit akan lebih cepat mengalami rugor mortis.

3. Suhu Tubuh
Beberapa dokter mengetahui seberapa lama seseorang telah meninggal melalui
suhu tubuhnya, penentuan tersebut dapat menghasilkan 2 asumsi, pertama, apakah
saat meninggal suhu tubuh normal, kedua, apakah suhu tubuh yang dingin terjadi
akibat penurunan suhu tubuh sebelum kematian terjadi. Penentuan waktu kematian
melalui suhu tubuh dapat dihitung menggunakan rumus. Berikut adalah 2 rumus yang
biasa digunakan
Waktu kematian = 37oC suhu rectal (oC) + 3
98,6 Fsuhu rectal(F)
Waktu kematian
1,5 F
Namun ada beberapa masalah dalam pengguanaan rumus ini, dimana
penggunaan rumus ini diasumsikan jika suhu tubuh saat meninggal adalah normal.
Suhu tubuh normal rata-rata adalah 37oC, dan suhu tubuh normal inipun bervariasi,
ketika pagi hari suhu tubuh sangat rendah yaitu sekitar jam 5 pagi, sedangkan suhu
tubuh akan meningkat dan mencapai puncaknya sekitar jam 4-6 sore. Selain itu, suhu
tubuh bervariasi menurut lokasi pengukuran (oral, rectal), antara setiap individu
berbeda, menurut waktu, aktivitas yang dilakukan oleh individu dan kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 15

individu. Faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan individu misalnya terjadi pada
pasien yang telah koma, jika pasien tersebut mengalami pneumoni maka suhu
tubuhnya akan meningkat. Namun jika pasien mati perlahan dari komanyamaka dia
akan mengalami hipotermi.
Namun secara umum, suhu tubuh pasien yang telah meninggal akan lebih
rendah karena kehilangan panas melalui beberapa cara, antara lain:
Konduksi (perpindahan panas dari kontak antara suatu benda ke tubuh)
Radiasi (perpindahan panas melalui pancaran cahaya)
Konveksi (perpindahan panas aliran udara)
Baju dan lemak merupakan insulator untuk menjaga suhu tubuh
agar tetap hangat. Mayat bayi dan anak-anak akan lebih cepat kehilangan
panas karena memiliki massa tubuh yang rendah.

4. Dekomposisi (pembusukan)
Dekomposisi terdiri atas 2 proses yaitu autolysis dan putrefaction. Autolysis
adalah pemecahan sel-sel dalam suatu organ akibat terjadinya proses kimia yang
melibatkan enzim-enzim intrasel. Perubahan kimia tersebut, dapat dipercepat melalui
panas dan dapat diperlambat melalui pendinginan atau bahkan pembekuan. Selain itu,
organ yang kaya akan enzim-enzim akan lebih cepat mengalami autolysis, misalnya
pankrea kan lebih dahulu mengalami autolysis.
Proses yang kedua adalah putrefraction, proses ini sinonim dengan
dekomposisi (pembusukan), hal ini terjadi akibat bakteri dan fermentasi. Setelah
meninggal, bakteri-bakteri flora normal yang ada di system gastrointestinal akan
menyebar ke seluruh tubuh dan memulai proses pembusukan. Mulainya proses
pembusukan ini tergantung pada 2 faktor penting, yaitu lingkungan dan tubuh.
Pada daerah yang suhu udaranya tinggi yang lebih mempengaruhi adalah
faktor lingkungan. Beberapa proses yang terjadi dalam pembusukan antara lain:
pertamaa kan terjadi kehijau-hijauan pada kuadran bawah dari abdomen, dimulai dari
sebelah kanan lalu ke sebelah kiri biasanya terjadi dalam 24-36 jam pertama.
Kemudian warna kehijauan ini akan menyebar di daerah kepala, leher, bahu serta
ditandai juga oleh pembengkakan di daerah wajah. Pembengkakan tersebut terjadi
karena reaksi hemolisis dalam pembuluh darah yang melibatkan hemoglobin dan
hidrogen sulfida yang kemudian warna kehijauan ini akan berkembang menjadi hijau
kehitaman di sepanjang pembuluh darah. Lama-kelamaan tubuh akan terlihat makin
membengkak dan rambut akan terlihat menjadi licin.

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 16

Selain itu, pada proses pembusukan akan terjadi juga pengeluaran cairan dari
dalam tubuh yang dimulai dari mulut dan hidung. Selain itu, sisa-sisa cairan akan
terakumulasi di rongga pleura. Semakin lama proses pembusukan terjadi, berat dari
organ yang mengalami pembusukan akan menurun.
Modifikasi pembusukan lainnya adalah mumifikasi. Mumifikasi dapat terjadi
pada suhu yang panas, sehingga tubuh akan mengalami dehidrasi yang cepat, dimana
kulit mayat akan menjadi coklat kehitaman dan organ-organ tubuh juga akan
mengalami kerusakan.
Tubuh yang diberikan balsem akan menghambat terjadinya dekomposisi.
Kesuksesan proses pembalseman bervariasi tergantung suhu dan keadaan tubuh.
Selain metode mumifikasi, tubuh yang mengalami pembusukan lamakelamaan akan bertransformasi menjadi adiposera. Adiposera merupakan suatu
kekakuan pada tubuh disertai warna kulit licin seperti lilin berwarna kecoklatan serta
mengandung materi-materi seperti asam oleat, asam palmat dan asam stearat. Material
tersebut dihasilkan dari konversi lemak alamiah selama proses pembusukan. Lemak
tersebut akan mengalami hidrolisis menjadi asam lemak bebas oleh bantuan lemaklemak endogen dan enzim dari bakteri. Adiposera membutuhkan waktu berbulanbulan untuk berkembang.

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 17

5. Perubahan Kimia dalam Tubuh


Telah diketahui bahwa seseorang meninggal akan terjadi akan terjadi
perubahan kimia dalam tubuhnya. Semakin lama seseorang meninggal maka
konsentrasi vitreous potassium dalam tubuh semakin meningkat. Diperkirakan bahwa
kadar potassium akan meningkat sekitar 24 jam setelah kematian, namun hal ini
bervariasi bergantung pada proses dekomposisi di atas.
6. Flow-cytometry
Flow-cytometri adalah alat yang digunakan untuk mengetahui seberapa lama
seseorang telah meninggal, terutama waktu kematian. Prosedur pelaksanaannya masih
bersifat eksperimental dan masih dikaji lebih lanjut. Analisis ini menggunakan
jaringan yang diambil dari limpa. Dalam flow-cytometry akan di ukur derajat
degradasi DNA dalam suatu jaringan dibandingkan dengan jaringan yang lain.
7. Pengosongan Isi Lambung
Salah satu cara mengetahui waktu kematian seseorang adalah dengan
mengetahui rentang waktu antara waktu kematian dan waktu terakhir makan. Terdapat
banyak standar dalam menentukan estimasi waktu ini. Misalnya menurut Adelson
yang mengatakan bahwa pengosongan lambung berdasarkan pada kandungan dan
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 18

jumlah makanan yang dimakan. Makanan yang jumlahnya sedikit butuh waktu
setengah sampai 2 jam untuk dicerna, makan yang berukuran medium sekitar 3-4 jam
dan makanan-makanan berat sekitar 4-6 jam. Makanan yang mengandung kalori
tinggi akan membuat pengosongan lambung menjadi lambat. Selain itu, makanan
yang sedikit cair akan lebih mudah dicerna daripada makanan-makanan yang padat.
8. Aktifitas Serangga
Faktor lain yang bisa digunakan untuk menentukan kematian adalah aktivitas
serangga. Seperti saat hidup jaringan tubuh manusia masih mampu menarik berbagai
jenis serangga saat meninggal. Serangga berbeda akan menarik diri untuk mendekati
manusia bergantung pada level dekomposisi (pembusukan). Jadi, identifikasi dalam
jenis serangga yang ada dapat menentukan tahapan pembusukan yang telah terjadi
dan seberapa lama seorang itu telah meninggal serta mengetahui indikasi apakah
tubuh mayat tersebut telah dipindahkan dari suatu lokasi ke lokasi lain. Jika tubuh
mayat telah dipindahkan maka sklus kehidupan serangga didalamnya akan terganggu.
Ada tiga kategori serangga yang tertarik pada tubuh mayat : yang pertama
yaitu spesies necrophagous dimana spesies ini biasanya makan dari tubuh mayat
tersebut, Jenis yang kedua yaitu speies predator dan parasit yang akan memakan
spesies necrophagous, dan yang ketiga adalah spesies omnivorous yang akan
memakan tubuh mayat dan serangga-serangga lainnya.
Lalat merupakan serangga yang sering diasosiasikan oleh pembusukan tubuh
mayat. Lalat suka menetaskan telurnya di dalam lubang-lubang tubuh pada luka yang
terbuka. Jika tubuh tiak pernah dipindahkan dan terdapat telu-telur serangga dalam
mayat tersebt maka dapat diperkirakan mayat sudah meninggal dalam waktu 1-2 hari.
Lalu telur tersebut dapat berkembang menjadi pupa dalam waktu 6-10 hari hingga
menjasi serangga dwasa dalam waktu 12-18 hari. Namun, waktu tersebut sangat
bergantung pada keadaan lingkungan dan jenis serangganya sehingga sebaiknya perlu
bantuan entomologist (ahli serangga).
9. Pengeringan Postmortem pada Jaringan
Pengeringan jaringan adalah artefak pada postmortem. Pengeringan di
membran mukosa menghasilkan warna antara merah gelap dan hitam.
Mata
Di mata, artefak pengeringan postmortem adalah manifestasi dari diskolorisasi sklera
yang diketahui sebagai tache noire (bintik hitam). Ketika kelopak mata tidak menutup
seluruhnya, sklera akan mengering dan warnanya berubah dari merah menjadi coklat
kehitaman.
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 19

Bibir, mulut dan genital


Pengeringan bibir dan lidah menghasilkan warna merah gelap dan hitam.
Mukosa labial dan gingiva yang tidak terekspos ke udara dan masih basah tidak akan
mempunyai artefak kering. Mayat anak kecil dan bayi juga bisa mengalami
diskolorisasi dari pengeringan postmortem pada bibir. Pengeringan pada skrotum
menghasilkan warna merah gelap. Variasi kandungan kelembaban di kulit
menghasilkan pewarnaan sawo matang atau abu-abu. Luka antemortem berubah
warnanya menjadi merah gelap ketika mengering, berlawanan dengan luka
postmortem, yang kekurangan reaksi vital dan berwarna kuning jingga.

10. Scene Markers ( tanda-tanda kejadian)


Metode ini merupakan salah satu metode untuk mengetahui tanda-tanda
kematian seseorang. Selain itu metode ini merupakan metode yang non-alamiah,
tetapi dapat digunakan untuk membantu identifikasi. Tanda-tanda ini antara lain :
Baju yang dikenakan oleh individu
Adanya kotoran berupa makanan, berupa sisa-sisa makanan didalam tempat

cuci piring
Kertas-kertas Koran dan sebagainya yang tercecer berantakan
Cahaya lampu di lokasi kejadian apakah mati atau nyala
Beberapa kertas-kertas sisa belanja dan sebagainya yang berada dalam

kantong baju individu


Menanyakan kepada tetangga korban kapan terakhir kali melihat korban dan
apakah akhir-akhir ini ada kebiasaan-kebiasaan korban yang berubah.

2.3Cara Identifikasi Jenazah


A. Proses Identifikasi menurut DVI
Dalam melakukan fungsinya, dasar Identifikasi dalam DVI diantaranya:
1. Dasar Primer (Primary Identifier) terdiri dari:
sidik Jari (Fingerprint)
hasil Pemeriksaan Gigi Geligi (Dental Record)
DNA
2. Dasar Skunder (Secondary Identifier) terdiri dari:
Barang kepemilikan (Property)
Data medis (Medical)

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 20

Prinsip dari proses identifikasi ini adalah dengan membandingkan data Ante
Mortem dan Post Mortem, semakin banyak yang cocok maka akan semakin baik.
Primary Identifiers mempunyai nilai yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan
Secondary Identifiers.
B. METODOLOGI IDENTIFIKASI
Prinsipnya adalah pemeriksaan identitas seseorang memerlukan berbagai
metode dari yang sederhana sampai yang rumit.
1

Metode sederhana
a. Cara visual
Dapat bermanfaat bila kondisi mayat masih baik, cara ini mudah karena
identitas dikenal melalui penampakan luar baik berupa profil tubuh atau muka.
Cara ini tidak dapat diterapkan bila mayat telah busuk, terbakar, mutilasi serta
harus mempertimbangkan faktor psikologi keluarga korban (sedang berduka,
stress, sedih, dll).
b. Melalui kepemilikan (property)
Identititas cukup dapat dipercaya terutama bila kepemilikan tersebut (pakaian,
perhiasan, surat jati diri) masih melekat pada tubuh korban.
c. Dokumentasi, foto diri, foto keluarga, foto sekolah, KTP atau SIM dan lain
sebagainya.

Metode ilmiah, antara lain:

a. Sidik jari
Sistem yang berkembang kemudian adalah pendeteksian melalui sidik jari
(Daktiloskopi) yang awalnya diperkenalkan oleh Nehemiah Grew tahun 16141712, kemudian oleh Mercello Malphigi tahun 1628-1694 dan dikembangkan
secara ilmiah oleh dokter Henry Fauld tahun 1880 dan Francis Dalton tahun 1892
keduanya berasal dari Inggris. Berdasarkan perhitungan matematis penggunaan
sidik jari sebagai sarana identifikasi mempunyai ketepatan yang cukup tinggi
karena kemungkinan adanya 2 orang yang memiliki sidik jari yang sama adalah 64
x 109: 1, kendala dari sistem ini adalah diperlukan data dasar sidik jari dari
seluruh penduduk untuk pembanding.

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 21

b. Serologi
Penentuan golongan darah yang diambil baik dari dalam tubuh korban,
maupun bercak darah yang berasal dari bercak-bercak yang terdapat pada pakaian,
akan dapat mengetahui golongan darah si korban.
c. Odontologi
Gigi merupakan suatu cara identifikasi yang dapat dipercaya, khususnya
bila rekam dan foto gigi pada waktu masih hidup yang pernah dibuat masih
tersimpan dengan baik. Pemeriksaan gigi ini menjadi amat penting apabila mayat
sudah dalam keadaan membusuk atau rusak, seperti halnya kebakaran. Adapun
dalam melaksanakan identifikasi manusia melalui gigi, kita dapatkan 2
kemungkinan:
1) Memperoleh informasi melalui data gigi dan mulut antara lain mengenai:

umur
jenis kelamin
ras
golongan darah
bentuk wajah
DNA
Dengan adanya informasi mengenai perkiraan batas-batas umur korban

misalnya, maka pencarian dapat dibatasi pada data-data orang hilang yang berada
di sekitar umur korban. Dengan demikian penyidikan akan menjadi lebih terarah.
2) Mencari ciri-ciri yang merupakan tanda khusus pada korban tersebut.
Di sini dicatat ciri-ciri yang diharapkan dapat menentukan identifikasi secara
lebih akurat dari pada sekedar mencari informasi tentang umur atau jenis kelamin.
Ciri-ciri demikian antara lain: misalnya adanya gigi yang dibungkus logam, gigi yang
ompong atau patah, lubang pada bagian depan biasanya dapat lebih mudah dikenali
oleh kenalan atau teman dekat atau keluarga korban.
d. Antropologi
Identifikasi ini meliputi pemeriksaan dan pencarian data bentuk tubuh,
tinggi, dan berat badan, ras jenis kelamin, warna rambut, warna tirai mata, cacat
tubuh atau kelainan khusus, jaringan parut bekas operasi/luka, tato dan
sebagainya.
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 22

e. Biologi.
Dengan metode ilmiah ini didapatkan akurasi yang sangat tinggi dan juga
dapat dipertanggung-jawabkan secara hukum. Metode ilmiah yang paling mutakhir
saat ini adalah DNA Profiling (Sidik DNA). Cara ini mempunyai banyak
keunggulan tetapi memerlukan pengetahuan dan sarana yang canggih dan mahal.
Dalam melakukan identifikasi selalu diusahakan cara-cara yang mudah dan tidak
rumit. Apabila dengan cara yang mudah tidak bisa, baru meningkat ke cara yang
lebih rumit. Selanjutnya dalam identifikasi tidak hanya menggunakan satu cara
saja, segala cara yang mungkin harus dilakukan, hal ini penting oleh karena
semakin banyak kesamaan yang ditemukan akan semakin akurat. Identifikasi
tersebut minimal harus menggunakan 2 cara yang digunakan memberikan hasil
yang positif (tidak meragukan).
Prinsip dari proses identifikasi adalah mudah yaitu dengan membandingkan
data-data tersangka korban dengan data dari korban yang tak dikenal, semakin
banyak kecocokan semakin tinggi nilainya. Data gigi, sidik jari, atau DNA secara
tersendiri sudah dapat digunakan sebagai faktor determinan primer, sedangkan data
medis, property dan ciri fisik harus dikombinasikan setidaknya dua jenis untuk
dianggap sebagai ciri identitas yang pasti.

C. Identifikasi dengan Teknik Superomposisi


Superomposisi adalah suatu

pemeriksaan

untuk menetukan identitas

seeorang dengan membandingkan orban semasa hidupnya dengan tengkorak yang


ditemukan. Kesulitan dalam mengunakan metode ini adalah :

Korban tidak pernah membuat foto semasa hidupnya


Foto korban hars dalam kondisi baik
Tengkorak yang ditemukan sudah buruk dan tidak berbentuk lagi
Membutuhkan kamar gelap yang perlu biaya sendiri

Khusus pada korban bencana massal, telah ditentukan metode identifikasi yang
dipakai yaitu:

Primer/utama
gigi geligi
sidik jari
DNA
Sekunder/pendukung
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 23

visual
properti
medik

2.6 Cara Identifikasi Luka


KLASIFIKASI
1. Luka karena kekerasan mekanik (benda tajam, tumpul, dan senjata api).
2. Luka karena kekerasan fisik (arus listrik, petir, suhu).
3. Luka karena kekerasan kimiawi (asam, basa, logam berat)

A. Klasifikasi Jenis Luka Berdasarkan Jenis Benda


1. Jenis Luka Akibat Kekerasan Benda Tumpul (Blunt Force Injury)
Benda tumpul bila mengenai tubuh dapat menyebabkan luka yaitu luka lecet,
memar dan luka robek atau luka robek atau luka terbuka. Dan bila kekerasan benda
tumpul tersebut sedemikian hebatnya dapat pula menyebabkan patah tulang.
Luka lecet (abrasion):
Luka lecet adalah luka yang superficial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada lapisan
kulit yang paling luar/kulit ari. Walaupun kerusakan yang ditimbulkan minimal sekali,
luka lecet mempunyai arti penting di dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman, oleh karena
dari luka tersebut dapat memberikan banyak hal, misalnya:
1) Petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam tubuh,
seperti hancurnya jaringan hati, ginjal, atau limpa, yang dari pemeriksaan luar
hanya tampak adanya luka lecet di daerah yang sesuai dengan alat-alat dalam
tersebut.
2) Petunjuk perihal jenis dan bentuk permukaan dari benda tumpul yang menyebabkan
luka, seperti :
Luka lecet tekan pada kasus penjeratan atau penggantungan, akan tampak
sebagai suatu luka lecet yang berwarna merah-coklat, perabaan seperti
perkamen, lebarnya dapat sesuai dengan alat penjerat dan memberikan
gambaran/cetakan yang sesuai dengan bentuk permukaan dari alat
penjerat, seperti jalianan tambang atau jalinan ikat pinggang. Luka lecet
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 24

tekan dalam kasus penjeratan sering juga dinamakan jejas jerat,

khususnya bila alat penjerat masih tetap berada pada leher korban.
Di dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana tubuh korban terlindas oleh
ban kendaraan, maka luka lecet tekan yang terdapat pada tubuh korban
seringkali merupakan cetakan dari ban kendaraan tersebut, khususnya
bila ban masih dalam keadaan yang cukup baik, dimana kembang dari
ban tersebut masih tampak jelas, misalnya berbentuk zig-zag yang sejajar.
Dengan demikian di dalam kasus tabrak lari, informasi dari sifat-sifat
luka yang terdapat pada tubuh korban sangat bermanfaat di dalam

penyidikan.
Dalam kasus penembakan, yaitu bila moncong senjata menempel pada
tubuh korban, akan memberikan gambaran kelainan yang khas yaitu
dengan adanya jejas laras, yang tidak lain merupakan luka lecet tekan.
Bentuk dari jejas laras tersebut dapat memberikan informasi perkiraan

dari bentuk moncong senjata yang dipakai untuk menewaskan korban.


Di dalam kasus penjeratan dengan tangan (manual strangulation), atau
yang lebih dikenal dengan istilah pencekikan, maka kuku jari pembunuh
dapat menimbulkan luka lecet yang berbentuk garis lengkung atau bulan
sabit; dimana dari arah serta lokasi luka tersebut dapat diperkirakan
apakah pencekikan tersebut dilakukan dengan tangan kanan, tangan kiri
atau keduanya. Di dalam penafsiran perlu hati-hati khususnya bila pada
leher korban selain didapatkan luka lecet seperti tadi dijumpai pula alat
penjerat; dalam kasus seperti ini pemeriksaan arah lengkungan serta ada
tidaknya kuku-kuku yang panjang pada jari-jari korban dapat
memberikan kejelasan apakah kasus yang dihadapi itu merupakan kasus

bunuh diri atau kasus pembunuhan, setelah dicekik kemudian digantung.


Dalam kasus kecelakaan lalu-lintas dimana tubuh korban bersentuhan
dengan radiator, maka dapat ditemukan luka lecet tekan yang merupakan

cetakan dari bentuk radiator penabrak.


3) Petunjuk dari arah kekerasan, yang dapat diketahui dari tempat dimana kulit ari
yang terkelupas banyak terkumpul pada tepi luka; bila pengumpulan tersebut
terdapat di sebelah kanan maka arah kekerasan yang mengenai tubuh korban
adalah dari arah kiri ke kanan. Di dalam kasus-kasus pembunuhan dimana tubuh
korban diseret maka akan dijumpai pengumpulan kulit ari yang terlepas yang

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 25

mendekati ke arah tangan, bila tangan korban dipegang; dan akan mendekati ke
arah kaki bila kaki korban yang dipegang sewaktu korban diseret.
Luka memar (contusion)
Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam
jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan pecahnya pembuluh
darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul. Bila kekerasan benda tumpul yang
mengakibatkan luka memar terjadi pada daerah dimana jaringan longgar, seperti di
daerah mata, leher, atau pada orang yang lanjut usia, maka luka memar yang tampak
seringkali tidaka sebanding dengan kekerasan, dalam arti seringkali lebih luas; dan
adanya jaringan longgar tersebut memungkinkan berpindahnya memar ke daerah
yang lebih rendah, berdasarkan gravitasi. Salah satu bentuk luka memar yang dapat
memberikan informasi mengenai bentuk dari benda tumpul, ialah apa yang dikenal
dengan istilah perdarahan tepi (marginal haemorrhages), misalnya bila tubuh
korban terlindas ban kendaraan, dimana pada tempat yang terdapat tekanan justru
tidak menunjukkan kelainan, kendaraan akan menepi sehingga terbentuk perdarahan
tepi yang bentuknya sesuai dengan bentuk celah antara kedua kembang ban yang
berdekatan.
Hal yang sama misalnya bila seseorang dipukul dengan rotan atau benda yang
sejenis, maka akan tampak memar yang memanjang dan sejajar yang membatasi
darah yang tidak menunjukkan kelainan; darah antara kedua memar yang sejajar dapat
menggambarkan ukuran lebar dari alat pengukur yang mengenai tubuh korban.
Luka robek, retak, koyak (laceration)
Luka robek atau luka terbuka yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul
dapat terjadi bila kekerasan yang terjadi sedemikian kuatnya hingga melampaui
elastisitas kulit atau otot, dan lebih dimungkinkan bila arah dari kekerasan tumpul
tersebut membentuk sudut dengan permukaan tubuh yang terkena benda tumpul.
Dengan demikian bila luka robek tersebut salah satu tepinya terbuka ke kanan
misalnya, maka kekerasan atau benda tumpul tersebut datang dari arah kiri; jika
membuka ke depan maka kekerasan benda tumpul datang dari arah belakang.
Pelukisan yang cermat dari luka terbuka akibat benda tumpul dengan demikian dapat
sangat membantu penyidik khususnya sewaktu dilakukannya rekonstruksi; demikian
pula sewaktu dokter dijadikan saksi di meja hakim. Luka robek atau luka terbuka
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 26

akibat kekerasan benda tumpul dapat dibedakan dengan luka terbuka akibat kekerasan
benda tajam, yaitu dari sifat-sifatnya serta hubungan dengan jaringan sekitar luka.
Luka robek mempunyai tepi yang tidak teratur, terdapat jembatan-jembatan jaringan
yang menghubungkan kedua tepi luka, akar rambut tampak hancur atau tercabut bila
kekerasannya di daerah yang berambut, di sekitar luka robek ssring tampak adanya
luka lecet atau luka memar.
Oleh karena luka pada umumnya mendatangkan rasa nyeri yang hebat dan
lambat mendatangkan kematian, maka jarang dijumpai kasus bunuh diri dengan
membuat luka terbuka dengan benda tumpul.
2. Jenis Luka Akibat Benda Tajam
Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka seperti ini adalah benda yang
memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alat-alat
seperti golok, pisau, dan sebagainya hingga keeping kaca, gelas, logam, sembilu
bahkan tepi kertas atau rumput.
Putusnya atau rusaknya continuitas jaringan karena trauma akibat alat/senjata
yang bermata tajam dan atau berujung runcing. Luka akibat benda tajam pada
umumnya mudah dibedakan dari luka yang disebabkan oleh benda tumpul dan dari
luka tembakan senjata api.
Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam, walaupun tetap harus
dipikirkan kemungkinan karena suatu kecelakaan; tetapi pada umumnya karena suatu
peristiwa pembunuhan atau peristiwa bunuh diri.
Luka iris / luka sayat (incised wound)
Adalah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh karena alat
ditekan pada kulit dengan kekuatan relatif ringan kemudian digeserkan sepanjang
kulit.
Luka tusuk (stab wound)
Luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul yang terjadi
dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong pada permukaan tubuh. Contoh: belati,
bayonet, keris, clurit, kikir, tanduk kerbau Selain itu, pada luka tusuk , sudut luka
dapat menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah berupa pisau bermata satu
atau bermata dua.
Luka bacok (chop wound)
Adalah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak tumpul
yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar. Contoh : pedang,
3

clurit, kapak, baling-baling kapal.


Luka akibat benda yang mudah pecah (kaca)
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 27

Kekerasan oleh benda yang mudah pecah (misalnya kaca), dapat mengakibatkan lukaluka campuran; yang terdiri atas luka iris, luka tusuk, luka lecet. Pada daerah luka
atau sekitarnya biasanya tertinggal fragmen-fragmen dari benda yang mudah pecah
itu. Jika yang menjadi penyebabnya adalah kaca mobil maka luka-luka campuran
yang terjadi hanya terdiri atas luka lecet dan luka iris saja, sebab kaca mobil sengaja
dirancang sedemikian rupa sehingga jika pecah akan terurai menjadi bagian-bagian
kecil.
4

Luka akibat tembakan senjata api


Luka tembak masuk (LTM) jarak jauh hanya dibentuk oleh komponen anak
peluru, sedangkan LTM jarak dekat dibentuk oleh komponen anak peluru dan butirbutir mesiu yang tidak habis terbakar. LTM jarak sangat dekat dibentuk oleh
komponen anak peluru, butir mesiu, jelaga dan panas/api. LTM tempel/kontak
dibentuk oleh seluruh komponen tersebut di atas (yang akan masuk ke saluran luka)
dan jejas laras. Saluran luka akan berwarna hitam dan jejas laras akan tampak
mengelilingi luka tembak masuk sebagai luka lecet jenis tekan, yang terjadi sebagai
akibat tekanan berbalik dari udara hasil ledakan mesiu.Gambaran LTM jarak jauh
dapat ditemukan pada korban yang tertembak pada jarak yang dekat/sangat dekat,
apabila di atas permukaan kulit terdapat penghalang misalnya pakaian yang tebal, ikat
pinggang, helm dan sebagainya sehingga komponen-komponen butir mesiu yang
tidak habis terbakar, jelaga dan api tertahan oleh penghalang tersebut. Pada tempat
anak peluru meninggalkan tubuh korban akan ditemukan luka tembak kleuar (LTK).
LTK umumnya lebih besar dari LTM akibat terjadinya deformitas anak peluru,
bergoyangnya anak peluru dan terikutnya jaringan tulang yang pecah keluar dari
LTK. LTK mungkin lebih kecil dari LTM dari LTM bila terjadi pada luka tembak
tempel/kontak, atau pada anak peluru yang telah kehabisan tenaga pada saat akan
keluar meninggalkan tubuh. Di sekitar LTK mungkin pula dijumpai daerah lecet bila
pada tempat keluar tersebut terdapat benda yang keras, misalnya ikat pinggang, atau
korban sedang bersandar pada dinding.7,8

Jenis Luka Akibat Suhu / Temperature


Benda bersuhu tinggi.
Kekerasan oleh benda bersuhu tinggi akan dapat menimbulkan luka bakar yang
cirinya amat tergantung dari jenis bendanya, ketinggian suhu serta lamanya kontak
dengan kulit. Api, benda padat panas atau membara dapat mengakibatkan luka bakar

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 28

derajat I, II, III atau IV. Zat cair panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II
atau III. Gas panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II, III atau IV.
Benda bersuhu rendah.
Kekerasan oleh benda bersuhu dingin biasanya dialami oleh bagian tubuh yang
terbuka; seperti misalnya tangan, kaki, telinga atau hidung. Mula-mula pada daerah
tersebut akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah superfisial sehingga terlihat
pucat, selanjutnya akan terjadi paralise dari vasomotor kontrol yang mengakibatkan
daerah tersebut menjadi kemerahan. Pada keadaan yang berat dapat menjadi gangren.
6

Luka Akibat Trauma Listrik


Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar sebagai
akibat berubahnya energi listrik menjadi energi panas. Besarnya pengaruh listrik pada
jaringan tubuh tersebut tergantung dari besarnya tegangan (voltase), kuatnya arus
(ampere), besarnya tahanan (keadaan kulit kering atau basah), lamanya kontak serta
luasnya daerha terkena kontak.
Bentuk luka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan
lapisan kulti dengan tepi agak menonjol dan disekitarnya terdapat daerah pucat
dikelilingi daerah hiperemis. Sering ditemukan adanya metalisasi. Pada tempat
keluarnya arus dari tubuh juga sering ditemukannya luka. Bahkan kadang-kadang
bagian dari baju atau sepatu yang dilalui oleh arus listrik ketika meninggalkan tubuh
juga ikut terbakar. Tegangan arus kurang dari 65 voltase biasanya tidak
membahayakan, tetapi tegangan antara 65-1000 volt dapat mematikan. Sedangkan
kuat arus (ampere) yang dapat mematikan adalah 100 mA. Kematian tersebut terjadi
akibat fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot pernapasan atau pusat pernapasan. Sedang
faktor yang sering memperngaruhi kefatalan adalah kesadaran seseorang akan adanya
arus listrik pada benda yang dipegangnya. Bagi orang-orang tidak menyadari adanya
arus listrik pada benda yang dipegangnya biasanya pengaruhnya lebih berat dibanding
orang-orang yang pekerjaannya setiap hari berhubungan dengan listrik.

Luka Akibat Petir


Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang tegangannya
dapat mencapai 10 mega Volt dengan kuat arus sekitar 100.000 A ke tanah. Luka-luka
karena sambaran petir pada hakekatnya merupakan luka-luka gabungan akibat listrik,
panas dan ledakan udara. Luka akibat panas berupa luka bakar dan luka akibat
ledakan udara berupa luka-luka yang mirip dengan akibat persentuhan dengan benda
tumpul. Dapat terjadi kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan susunan
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 29

syaraf pusat, menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat terjadi karena efek
ledakan atau efek dari gas panas yang ditimbulkannya. Pada korban mati sering
ditemukan adanya arborescent mark (percabangan pembuluh darah terlihat seperti
percabangan pohon), metalisasi benda-benda dari logam yang dipakai, magnetisasi
benda-benda dari logam yang dipakai. Pakaian korban terbakar atau robek-robek.
8

Jenis Luka Akibat Zat Kimia Korosif


Zat-zat kimia korosif dapat menimbulkan luka-luka apabila mengenai tubuh manusia.
Ciri-ciri lukanya amat tergantung dari golongan zat kimia tersebut, yaitu :
Golongan Asam.
Termasuk zat kimia korosif dari golongan asam antara lain :
Asam mineral, antara lain : H2SO4, HCl dan NO3.
Asam organik, antara lain : asam oksalat, asam formiat dan asam asetat.
Garam mineral, antara lain : AgNO3 dan Zinc Chlorida.
Halogen, antara lain : F, Cl, Ba dan J. Cara kerja zat kimia korosif dari golongan ini
sehingga mengakibatkan luka, ialah:
Mengekstraksi air dari jaringan.
Mengkoagulasi protein menjadi albuminat.
Mengubah hemoglobin menjadi acid hematin.
Ciri-ciri dari luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif tersebut di atas ialah:

Terlihat kering.
Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh nitric acid berwarna

kuning kehijauan.
Perabaan keras dan kasar.
Golongan Basa.
Zat-zat

kimia

korosif

yang

termasuk

golongan

basa

antara

lain

KOH
NaOH
NH4OH
Cara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka ialah:

Mengadakan ikatan dengan protoplasma sehingga membentuk alkaline albumin

dan sabun.
Mengubah hemoglobin menjadi alkaline hematin.
Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat ini :
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 30

Terlihat basah dan edematous


Berwarna merah kecoklatan
Perabaan lunak dan licin.

2.7 Otopsi dan Teknik Otopsi


A. OTOPSI DAN TEKNIK OTOPSI
Ada beberapa nama lain yang digunakan untuk istilah otopsi diantaranya Seksi,
Nekropsi, Obduksi, dan Pemeriksaan post mortem. Otopsi atau bedah mayat bisa
dibedakan menjadi tiga macam; (1) Otopsi anatomis; (2) Otopsi klinik; (3) Otopsi
kehakiman atau forensic.
1. Otopsi Anatomis
Ada beberapa persyaratan yang telah dituangkan dalam P.P. 18 tahun 1981 sebelum
bisa dilakukan otopsi anatomis:
Adanya surat wasiat dari yang bersangkutan yang menghendaki supaya
mayatnya diserahkan kepaada suatu Fakultas Kedokteran untuk otopsi
anatomis yang sesuai dengan apa yang telah diatur dalam B.W (Burgelijk
Wetboek) atas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 935.
Surat persetujuan keluarga yang terdekat yang menyerahkan mayat yang
bersangkutan kepada Fakultas Kedokteran.
Tanpa persetujuan keluarga yang terdekat, bila dalam waktu 2 x 24 jam (dua
kali dua puluh empat jam) tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal
dunia dating ke Rumah Sakit untuk mengurus mayat.
Menurut B.W. 935 mayat adalah benda yang dapat diwariskan.Bila tidak ada
ahl waris yang mengajukan diri, maka setelah 3 tahun harta peninggalannya dikuasai
oleh Negara (B.W. 1129).
2. Otopsi Klinik
Otopsi klinis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara pembedahan terhadap
mayat untuk mengetahui dengan pasti penyakit atau kelainan yang mnejadi sebab
kematian dan untuk penilaian hasil usaha pemulihan kesehatan.Otopsi klinik
kemudian dilengkapi dengan pemeriksaan histopatologi, bakteriologi/virology,
toksikologi, dan sero-imunologi.
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 31

Untuk melakukan otopsi klinik juga ada beberapa syarat yang juga diatur
dalam P.P. 18 tahun 1981:
Adanya surat wasiat dari yang bersangkutan yang menghendaki pada
mayatnya dilakukan otopsi klinik sesuai dengan apa yang telah diatur dalam
B.W. 935.
Surat persetujuan keluarga terdekat bahwa pada mayat dapat dilakukan otopsi
klinik.
Tanpa persetujuan keluarga terdekat, apabila penderita diduga menderita
penyakit yang dapat membahayakan orang lain atau masyarakat luas.
Tanpa persetujuan keluarga terdekat, apabila dalam jangka waktu 2 x 24 jam
tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal dunia dating ke Rumah Sakit
untuk mengurus mayat.
P.P. 18 tahun 1981 menghendaki bahwa persetujuan oleh yang bersangkutan
atau keluarga terdekat untuk otopsi anatomis, otopsi klinik, atau transplantasi harus
dibuat diatas kertas bermaterai dengan dua orang saksi. Dengan defines keluarga
terdekat yaitu isteri, suami, bapak, ibu, bapak atau saudara seibu sebapak
(sekandung) dari penderita dan saudara ibu, saudara bapak serta anak yang telah
dewasa dari penderita.
3. Otopsi Forensik
Otopsi Kehakiman (forensik) atau, pemeriksaan mayat untuk peradilan ialah otopsi
yang dilakukan atas dasar perintah yang berwajib untuk kepentingan peradilan,
karena peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana, cara melakukannya tidak
berbeda dari Otopsi Klinik.
Otopsi Kehakiman / Forensik selain dilakukan di Rumah Sakit bila perlu
dikerjakan di tempat kejadian perkara atau di tempat dimana mayat dikuburkan
(misal di pemakaman umum), bila mayat tidak mungkin diangkut ke Rumah Sakit.
Yang berwenang minta Otopsi Kehakiman / Forensik ialah :
1) Penyidik (KUHAP 133, 134, 135)
2) Hakim pidana ( KUHAP 180 )
Yang dimaksud dengan penyidi (KUHAP pasal 1, KUHAP pasal 6): Untuk
kejahatan kriminil ialah pejabat polisi negara Republik Indonesia dengan pangkat
paling rendah Pelda (Aipda).

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 32

Di daerah terpencil penyidik pembantu diberi wewenang sebagai penyidik


dan pangkat paling rendahadalahSerda (Bripda) (KUHAP pasal 11).
Kata pemeriksaan mayat untuk peradilan, otopsi kehakiman Gerechtelijke
Lijkschoowing, selain di KUHAP 133 juga dijumpa di KUHP 222, Reglemen
Pencatatan Sipi1 Eropa 72, Reglemen Pencatatan Sipil Tionghoa 80 dan Stbl. 1871
/ 91.
Pasa1222 KUHP : "Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalanghalangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak
tiga ratus rupiah".
Kalau ada tanda petunjuk seorang meninggal dunia karena suatu kekerasan
(mati tidak wajar) atau hal ikhwal lain yang memberikan persangkaan demikian,
maka pemakaman tidak boleh dilakukan sebelum jenazah diperiksa secara hukum.
Untuk pemeriksaan mayat untuk peradilan tidak diperlukan persetujuan dari ahli
waris.
Yang berwenang melakukan pemeriksaan mayat maupun korban luka menturut
KUHAP 133 ialah :
1) Ahli Kedokteran Kehakiman
2) Dokter/Ahli
Dalam KUHAP tidak dijumpai pasal yang mewajibkan ahli kedokteran
kehakiman atau dokter untuk memberi bantuan (melakukan otopsi kehakiman) pada
penyidik, seperti yang ditentukan dalam HIR 70.
Penjelasan KUHAP 133 ayat (2) : Keterangan yang diberikan oleh ahli
kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang
diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.
Menurut KUHAP 133 pemeriksaan korban luka, keracunan atau mati yang
diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana dilakukan oleh:
1) Ahli kedokteran kehakiman
2) Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 33

3) Ahli lainnya
Dalam prakteknya ahli kedokteran kehakiman hanya terdapat di kota-kota
besar yang mempunyai Fakultas Kedokteran.Prosedur yang biasanya dilakukan
adalah sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)

Korban luka ditangani oleh bagian Bedah


Korban yang keracunan ditangani oleh bagian Penyakit Dalam
Korban kejahatan kesusilaan ditangani oleh bagian Ginekologi.
Korban yang mati ditangani oleh bagian Ilmu

Kedokteran

Kehakiman/Forensik.
Biasanya yang melakukan pemeriksaan ialah dokter yang paling muda
sedangkan KUHAP menginginkan oleh ahlinya. Sebaiknya yang menangani
permintaan Visumet Repertum menurut urutan prioritas ialah:
1) Dokter ahli atau dokter pemerintah sipil
2) Dokter ahli atau dokter swasta
3) Dokter ahli atau dokter ABRI
Untuk mengatasi penjelasan KUHAP 133 ayat 2 maka untuk sementara tidak
digunakan kata surat keterangan ahli atau surat keterangan, tetapi tetap digunakan
kata Visum et repertum.
Hak undur diri dokter
Dalam KUHAP pasal 120 ahli/dokter boleh mengundurkan diri dari melakukan
pemeriksaan bila peristiwanya ada kaitannya dengan rahasia kedokteran. Ketentuan ini
berlaku juga bila ahli/dokter harus melakukan pemeriksaan seperti tercantum dalam
KUHAP pasal 133, 135.
Dalam Permenkes No.1993/kdj/LJ/70: Perawatan Penderita Penyakit Jiwa pasal
17 ditentukan: Dokter yang ditunjuk dapat menggunakan hak undur diri, jika ada
hubungan keluarga dengan Denderita terdakwa atau dengan orang yang menjadi korban.
Supaya Visum et Repertum korban luka, korban mati lebih objektif, dokter yang
ada hubungan keluarga dengan terdakwa atau korban diberi juga kesempatan untuk
mengundurkan diri.

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 34

Bila dokter terpaksa harus membuat Visum et Repertum karena tidak ada dokter
lain, sebaiknya dokter mengikuti KUHAP 169 ia hanya membuat keterangan tanpa
sumpah.
TEKNIK OTOPSI
Sebelum pemeriksaan luar dilakukan harus dimulai dulu dengan identifikasi
mayat. Dokter harus tahu dengan pasti bahwa mayat yang akan diperiksa betul-betul
mayat yang dimaksud dalam surat permintaan Visum et Reperlum. Untuk menghindari
penukaran mayat yang mungkin dapat terjadi bila mayat yang diperiksa lebih dari satu,
maka penyidik berkewajiban mengikatkan tanda identifikasi, yaitu label yang
bermeterai pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat ( KUHAP 133 (3) ). Dalam
hal ini penyidik tidak perlu mengikat sendiri label pada ibu jari kaki mayat, tetapi dapat
minta bantuan kepada petugas bagian Ilmu Kedokteran Kehakiman untuk melakukan itu
atas petunjuknya.Lak yang diberi cap jabatan tidak mutlak diperlukan, tetapi label yang
memuat identifikasi mayat harus ada.
Kadang-kadang penyidik belum mengetahui identitas mayat dan pada label
tertera nama Tn.X, bila kemudian Tn.X dikenal oleh seseorang maka kartu identitas dari
orang yang mengenal tadi wajib dicatat misalnya KTP, SIM dsb. Orang yang mengenal
mayat tadi kemudian wajib malaporkan nama Tn.X pada penyidik supaya penyidik
dapat meralat secara tertulis.
Kadang-kadang korban tetap tidak dikenal, dalam hal ini identifikasinya didapat
dari hasil pemeriksaan luar yang baik.
Pemeriksaan luar
Pemeriksaan luar harus dilakukan dengan baik yang meliputi pemeriksaan :
1. Identifikasi meliputi pemeriksaan
a. Jenis kelamin
b. Panjang dan berat badan
c. Umur
d. Warna kulit, mata, rambut
e. Keadaan gigi geligi
f. Kelainan pada kulit (tatouage)
g. Penyakit (cekot, tumor dalam uterus)
h. Sidik jari, sidik telapak kaki
i. Pakaian dan benda milik pribadi
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 35

2. Kaku mayat, pakaian


Sebelum pakaian dilepaskan terlebih dulu perlu dicatat kaku mayat.
Pemeriksan harus dilakukan demikian karena kaku mayat yang sudah lengkap, bila
kemudian dilenturkan tidak akan kembali lagi. Hal tersebut dapat menghindarkan
salah paham dari orang awam misalnya : Untuk melepaskan pakaian kaku mayat
pundak dan leher harus dilenturkah, bila pada mayat tidak dilakukan otopsi tetapi
diserahkan kembali kepada keluarga dan waktu mayat dimandikan keluarga
mendapatkan leher sangat lemas, sehingga timbul
penafsiran yang bukan-bukan misalnya dikira ruas tulang leher (Vertebrae
cervicales) patah.Setelah pakaian dilepas semua isi saku dikeluarkan dan diperiksa,
kemudian dicatat untuk kepentingan identifikasi.Pakaian diperiksa adanya noda
darah, lumpw, robekan, bekas lubang anak peluru dsb.
Pakaian dan benda yang ditemukan dibungkus rapi diberi label dan disegel
dengan dilak kemudian diserahkan kepada penyidik.
3. Lebam mayat
Selanjutnya, diperhatikan lebam mayat, ada kalanya ditemukan lebam mayat
pada dua tempat yang letaknya berlawanan, ini berarti posisi mayat pernah
dirubah.Wama lebam mayat biasanya merah ungu (livide), pada keracutan dengan
karbon monoxide pada kebakaran, keracunan gas masak (CO), asam sianida (HCN)
warna menjadi merah terang (cherry red).Lebam mayat juga menjadi merah terang
pada mayat yang disimpan di kamar dingin dengan suhu yang rendah sekali.

4. Pembusukan
5. Panjang dan berat badan
6. Kepala:
a. Luka: ada atau tidak.
b. Bentuk: bulat, lonjong, bulat lonjong.
c. Rambut, kumis, janggut, alis: warna, panjang, lurus/ berombak/ keriting.
d. Mata :
- selaput biji mata (conjunctiva bulbi), selaput kelopak mata (conjuetiva
palpebra): pucat, merah, kuning, bintik-bintik perdarahan.
- selaput bening (cornea): bening, keruh, parut luka, lensa kontak.
- selaput pelangi (iris): warna, iridektomi
- manik mata (pupil): sama lebar, diameter.
- lensa mata: keruh, aphakia.
- mata palsu (prothesis).
e. Hidung :
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 36

- bentuk : mancung, pesek


- cairan yang keluar : darah, buih
f. Mulut :
- bentuk bibir, warna bibir
- cairan yang keluar : darah, buih
- formula gigi, isian gigi (filling, plombage)
- gigi palsu, jembatan gigi (prothesis)
- gigi dipangur
g. Telinga :
- Bentuk
- cairan yang keluar: darah
7. Leher :
luka : bekas alur jerat, bekas cekikan
8. Dada :
a. bentuk simetris
b. bentuk payu dara : besar, kecil luka
9. Perut :
a. bentuk cekung, membesar
b. warna daerah usus buntu (appendix), coecum
c. keadaan pusat, tali pusat
d. parutluka di lipat paha (inguinalis)
e. burut (hernia)
f. luka
10. Alat kelamin laki-laki :
a. rambut kemaluan
b. zakar (penis) : bentuk , khitan
c. kandung buah pelir scrotum
d. buah pelir (testis)
e. parut luka
11. Alat kelamin wanita :
a. rambut kimaluan
b. bibir besar kemaluan (labium majus)
c. bibir kecil kemaluan (labium minus)
d. selaput dara (hymen)
12. Dubur (anus) :
a. wasir (haemorrhoid)
b. apa yang keluar
c. luka parut
13. Anggota gerak :
a. Anggota gerak atas (lengan atas, lengan bawah dan tangan):
- busung ( oedema )
- luka bekas tusukan jarum
- luka lain
b. Anggota gerak bawah (tungkai atas, tungkai bawah, kaki):
- busung ( oedema )
- luka bekas tusukan jarum
- luka lain
14. Punggung
a. bentuk : lordosis, kyphosis, scoliosis
b. luka
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 37

15. Bokong
a. luka bekas tusukan jarum
b. luka parut
Pemeriksaan Dalam
Insisi pada tubuh:
1. Insisi bentuk I
Insisi bentuk I dilakukan pada peristiwa cekikan, mati tergantung.Pembedah
berdiri disebelah kanan mayat bila tidak kidal.Insisi pada kulit dimulai pada
regio submentalis pada garis tengah tubuh ke bawah sampai prosecessus
xiphoideus, kemudian 2 cm paramedian kiri dari insis tersebit insisi diteruskan
lurus kebawah sampai sela os.Shympysis pubis. Dengan insisi tersebut maka
tidak perlu melingkari pusar disebelah kirinya, dan ligamentum teres hepatis
tidak terpotong.
2. Insisi bentuk Y
Pada mayat laki-laki, insisi dibuat dari ujung tulang belikat (acromion) kanan
dan kiri lurus ke processus xiphoideus.Sedangkan pada mayat wanita, insisi
mulai dari acromion kanan dan kiri lurus kebawah melingkari kedua payudara
dan bertemu di processus xiphoideus.Insis diperut dilakukan seperti telah
diuraikan di insisi I. Insisi Y memberi kesukaran waktu mengeluarkan alat leher,
tetapi memberikan kesempatan memeriksa kelenjar di ketiak (axillar) dan insisi
Y kosmetik estetik lebih baik dari insisi I. Insisi di bawah processus xiphoideus
diperdalam sampai menembus selaput perut (peritoneum), kemudian jari telunjuk
dan jari tengah dimasukkan, pisau diletakkan diantara kedua jari dan irisan
diteruskan sampai symphysis dengan pimpinan kedua jari.Untuk memperlebar
lapangan operasi, muskulus rektus abdominis dipotong melintang lebih kurang 7
cm di atas symphysis.
Pemeriksaan Tambahan :
Pemeriksaan tambahan dapat berupa:
1. Pemeriksaan histopatologi
Specimen yang digunakan untuk pemeriksaan histopatologi:
1. Jaringan yang diambil berukuran 2 X 3 X cm, jangan lebih tebal karena
penetrasi cairan fiksasi membutuhkan waktu lebih lama, sehingga
kemungkinan besar jaringan menjadi busuk.
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 38

2. Potongan jaringan yang diambil rutin, bila anggaran untuk pemeriksaan


histopatologi cukup adalah sebagai berikut:
Jantung

ventrikel kanan dan kiri, atrium kanan dan kiri, valvula,


arteri coronaria.
tiap lobus
bagian sentral dan perifer
kanan, kiri meliputi pyramida (cortex, madulla,pelvis)
usus halus,usus besar,appendix
curvatura minor
cauda,corpus, capul

Paru-paru
Hepar
Ginjal
Usus
Lambung
Pancreas
Anak ginjat
Glandula thyroidea
Otak
Hypophysis

cortex cerebri,basai ganglia, pons, hippocampus

3. Semua jaringan tidak boleh tertekuk (hvisted), misalnya usus diletakkan


diatas kertas saring.Jaringan yang diambil untuk spesimen sebelumnya tidak
boleh dicuci.
4. Bahan fiksasi
Sebagai bahan fiksasi digunakan larutan 10% formaline, yang membuatnya
ialah dengan mencampur l.vol, (handels) formalin dengan 3 vol. Air yang
dimaksud dengan handels formaline ialah larutan formaline yang
mengandung 40% formaldehyd.
5. Kalau dapat jaringan yang sudah difiksir sebelum dikirim ke pusat diiris
yang lebih rapi lagi. Sehingga volume bahan yang dikirim menghemat biaya
pengiriman.
6. Karena anggaran untuk pemeriksaan histopatologi sangat terbatas, maka
untuk sementara hanya dikirim jaringan yang makroskopik menunjukkan
adanya kelainan patologi.
2. Pemeriksaan mikrobiologi
Spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologi:
Pengambilan spesimen harus dilakukan secara steril :
1. Darah 10 cc diambil dengan alat injeksi dari jantung setelah permukaan
jantung dibakar dengan spatel yang telah dipanasi.
2. Spesimen untuk pembiakan
Permukaan limpa/paru-paru dibakar dengan spatel yang telah dipanasi, lalu
jaringan diambil sedikit dengan pinset/gunting steril atau dengan cara lain
:setelah permukaan tadi dibakar kemudian diinsisi dengan spatel steril,
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 39

kemudian swap dimasukkan ke tempat insisi tadi dan dikembalikan ke


tabungnya , langsung dikirim ke laboratorium.
3. Pengiriman spesimen ke Laboratorium dilakukan secepat-cepatnya,bila tidak
mungkin maka bahan tersebut disimpan dalam dry ice.
Selain spesimen untuk pembiakan tersebut juga diambil bahan untuk sediaan
hapus (smear) yang dibuat dari pus, eksudat dan sebagainya yang kemudian dicat
dengan Gram,Giemse, Ziehl-Nelson dan sebagainya.
3. Pemeriksaan virology
Spesimen untuk pemeriksaan virology:
Jaringan otak yang diambil tidak mungkin lagi diambil secara steril, tetapi alat- alat
yang dipakai harus steril, contoh yang dikemukakan ialah mengambil spesimen pada
penyakit rabies :
1. Botol yang dipakai untuk tempat jaringan dapat berupa botol plastik steril
dengan penutup ulir.
2. Jaringan yang diambil sebesar 1 cm

dari hippocampus, thalamus, pons,

medulla ,cerebellum, frontal dan parietal cortex. Selain itu kelenjar yang
dapat mengandung banyak virus ialah :glandula submaxillaris.
3. Spesimen dapat disimpan pada suhu 4 C atau bila dikirim didinginkan
dengan dry ice
4. Spesimen untuk pemeriksaan Negri Bodies
a. Gel as sedimen ditempelkan dan ditekan ringan pada jaringan
hippocampus.
b. Sedimen smear:
Ambil 1 mm 3 jaringan hippocampus, selanjutnya dibuat smear seperti
seperti smear darah

Pengecatan dilakukan dengan cat seller. Bila pengecatan tidak dapat


dilakukan segera, sedian yang masih basah di fiksir dalam methyl alkhohol
(Kutipan dari Berita Kementerian Kesehatan RI, Agustus 1955)
Bila anjing atau hewan lain menggigit orang, maka otaknya harus dikirim
ke Lembaga pasteur :
-

Sebaiknya otak (3gram) dimasukkan kedalam tempat (botol) bermulut


lebar, yang berisi glycerine. Bagian ini diperlukan untuk percobaan hewan.

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 40

Sebagian lain (3 gram) sebaiknya diambil dari bagian otak sepertiganya


dari belakang, yakni yang mengandung Ammonshoorn (hippocumpus).

Sebagian otak ini dimasukkan kedalam botol berisi alkohol.


Ada baiknya jika dibuat pula preparat impressi (kaca objek ditempelkan
dan ditekan sekedar pada penampang otak bagian hippocampus) yang

difiksir didalam methyl alcohol.


Botol yang berisi bahan otak itu harus ditutup demikian rapat , sehingga
glycerine atau alcoholnya tidak dapat merembes dengan (dengan lak). Lalu
botol - botol itu dipak baik-baik sehingga botol tidak dapat pecah selama
perjalanan.
Di etiket pengiriman selain dari pada alamat harus ditulis "Expres" dan

"Bahan menular", agar jawatan Pos mengirimkannya dengan secepat mungkin dan
bertindak hati-hati, agar bahan

tersebut tidak mengotori barang-barang post

lainnya.
Lebih baik jika pemeriksaan otak mikroskopis yang tidak begitu sukar itu,
dapat diselenggarakan di pusat pengobatan,kemana orang yang digigit itu dikirim,
hingga penetapan indikasi pengobatan menjadi mudah dan cepat.
4. Pemeriksaan immunologi
Spesimen untuk pemeriksaan immunologi:
Darah yang diambil secara steril lebih kurang 20 cc dipusingkan dan labih kurang
l0 cc serum dipindakan dengan pipet steril ke tabung yang steril pula, kemadian
disimpan atau dikirim dalam dry ice.Bila test netralisasi tidak diperlukan, maka
serum dapat diawetkan dengan cresol 3%.
5. Pemeriksaan toksikologi
Spesimen untuk pemeriksaan toksikologi:
1. Bahan yang perlu diambil untuk pemeriksaaci toksikologi pada kasus
keracunan :
a. Stasiun I :
- Lambung dan isinya : 250 gram
- Usus halus dan isinya 250 gram
b. Stasiun II:
- hati : 250 gram
- ginjal : %2 kanan dan '/2 kin*
- otak : 250am
- paru-paru, hanya pada racun yang ekskresinya melalui paru-paru
(volatile poisons) 1250 gram
c. Stasiun III :
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 41

Pada keracunan kronis :


- Rambut
- Lemak
- Tulang
- Kuku
Bahan lain :
- daerah untuk pemeriksaan alkohol diambil dari vena femoralis
- kencing
2. Tempat.
Tempat yang dipakai untuk diisi jaringan harus :
a. bersih
b. sedapat-dapatnya baru
c. bermulut lebar
d. dapat diberi tutup yang rapat, kemudian dilapisi dengan paraffin
e. diberi label dan segel (materai), sehingga tidak mungkin membukanya
tanpa merusak materai
f. disimpan dalam lemari yang terkunci
3. Sebagai bahan pengawet dipakai :
a. dry ice : untuk pemeriksaati alcohol
b. es batu
c. ethyl alkhohol 95%:
- banyaknya alkohol yang dipakai sama dengan volume jaringan
- jaringan sebelum dimasukkan kedalam tempatnya, lebih dulu
dipotong tipis supaya alkohol dapat merembes cepat dalam jaringan
untuk mencegah bahan pengawet dua kali jaringan.
d. dalam hal terpaksa sebagai bahan pengawet dapat juga di pakai
minumam keras dengan kadar alkohol minimum 40% dan jumlah bahan
pengawet dua kali volume jaringan.
4. Yang perlu diikut sertakan dalam pengiriman bahan pemeriksaan
toksikologi :
a. contoh alkohol yang dipakai sebagai baha pengawet, juga diberi label
dan materai.
b. Surat permohonan pemeriksaan racun kepada laboratorium, laporan
bahan yang dikirim dan contoh materai.
c. Berita acara mengenai peristiwa keracunan.
d. Laporan otopsi.
e. Berita acara tentang cara membungkus dan memeteraikan bahan (proces
verbaal van verpaking en verzegeling)
Bahan yang perlu diambil pada penggalian mayat untuk pemeriksaan
toksikologi selain tersebut diatas juga contoh tanah.Contoh tanah diambil di atas, di

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 42

samping dan di bawah mayat/peti mayat, kemudian diambil pulah contoh tanah
sedalam mayat/peti mayat yang letaknya 5 meter dari lubang galian.

6. Pemeriksaan trace evidence


Spesimen untuk pemeriksaan trace evidence:
Yang dimaksud dengan "trace evidence" dalam bahasa Belanda "scahade sporan"
ialah bekas, sisa-sisajejak dari suatu peristiwa.
Pada peristriwa pembunuhan apakah bercak yang melekat pada senjata
adalah darah, darah manusia, golongan sama dengan korban.
Pada peristiwa perkosaan apakah terdapat sperma pada korban, apakah
golongan darah sperma sama dengan golongan darah tertuduh. Demikian pula jika
ditemukan rambut kemaluan asing pada korban.
Pada kecelakaan lalu lintas tabrak lari (Hit and run) apakah darah, rambut,
kulit yang melekat pada mobil berasal dari korban.
Pemeriksaan seperti tersebut diatas perlu juga dilakukan pada kotoran yang
didapatkan di bawah kuku jari terdakwa.

2.8 Visum et Repertum


Visum et repertum adalah suatu bentuk keterangan tertulis yang berisi fakta dan
kesimpulan hasil pemeriksaan medis korban hidup atau meninggal yang diduga merupakan
korban tindak pidana, yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik untuk kepentingan
proses peradilan.
A. Jenis-jenis visum et repertum :
Berdasarkan kategorinya, terdapat 2 jenis visum et repertum :
1. Visum et Repertum korban hidup:
a. Visum et Repertum
Diberikan pada korban setelah diperiksa / diobati, tidak terhalang menjalankan pekerjaan
jabatan / mata pencaharian.
b. Visum et Repertum
Diberikan apabila setelah diperiksa, ternyata :
- Korban perlu dirawat inap / di observasi
- Korban terhalang menjalankan pekerjaan jabatan / mata pencaharian
- Karena belum sembuh, maka visum et repertumnya tidak memuat kualifikasi luka
c. Visum et Repertum
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 43

Diberikan apabila setelah dirawat / diobservasi, ternyata :


- Korban sembuh
- Korban belum sembuh, pindah rumah sakit atau dokter lain
- Korban belum sembuh, kemudian pulang paksa atau melarikan diri
- Korban meninggal dunia
2. Visum et Repertum jenazah
Harus dibuat berdasarkan hasil autopsy lengkap.

Berdasarkan jenis tindak pidana pada korban, antara lain :


1. Visum et Repertum kekerasan sesksual
2. Visum et Repertum penganiayaan
3. Visum et Repertum pembunuhan bayi
4. Visum et Repertum aborsi
B. Dasar Hukum Visum et Repertum
PASAL 133 (1) KUHAP
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
PASAL 133 (2) KUHAP
Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli
kedokteran kehakiman disebut keterangan.
PASAL 120 KUHAP
Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang
ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.
PASAL 1 BUTIR 28 KUHAP
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang
memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang
suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
C. Keterangan Ahli oleh Dokter
PASAL 186 KUHAP
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 44

Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
PENJELASAN PASAL 186
Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu
pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu
bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima
jabatan atau pekerjaan.
PASAL 187 KUHAP
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat
atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :
surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara
resmi dari padanya.
KUHAP tidak memberikan nama tertentu bagi keterangan ahli tertulis yang dibuat
dokter. Oleh karena sudah menjadi kesepakatan bersama bahwa para dokter berkeinginan
agar keterangan ahli tertulis yang mereka buat tersebut tetap disebut sebagai visum et
repertum
D. Batasan Visum et Repertum
Keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter yang berisi fakta dan pendapat
berdasarkan keahlian / keilmuan, tentang hasil pemeriksaan medis terhadap manusia atau
bagian dari tubuh manusia, baik hidup atau mati, yang dibuat atas permintaan tertulis (resmi)
dari penyidik yang berwenang (atau hakim khusus untuk psikiatrik), yang dibuat atas sumpah
/ dikuatkan dengan sumpah, untuk kepentingan peradilan.
PASAL 7 KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang dapat
dibuktikan kebenarannya
E. Dasar Pengadaan Visum et Repertum
PASAL 133 KUHAP
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 45

peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan


permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat.
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh
penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat
identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada
ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
F. Peminta Visum et Repertum
Pejabat yang dapat meminta visum et repertum atas seseorang korban tindak
pidana kejahatan terhadap kesehatan dan nyawa manusia adalah penyidik dan
penyidik pembantu polisi , baik POLRI maupun POM .
Pengecualian diberikan kepada penyidik PNS , yaitu kejaksaan agung, pada
kasus pelanggaran HAM berat , sebagaimana diatur dalam UU Peradilan
HAM.
Dokter

meneliti

keabsahan

surat

tersebut

dari

sudut

kelengkapan

administrative surat,
adanya kepala-surat instansi penyidik tersebut
nomor surat, tanggal surat ;
identitas yang akan di periksa;
tempat dan waktu kejadian perkara atau yang ditemukannya;
tanda tangan, nama lengkap, dan NRP petugas yang menanda tangani, serta
stempel jabatan.

G. Prosedur Permintaan Visum et Repertum pada Mayat


PASAL 134 KUHAP
1) Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat
tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu
kepada keluarga korban.
2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas jelasnya
tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 46

3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau
pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud datam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
H. Pengadaan visum et repertum pada mayat
dimintakan secara tertulis, mayatnya harus diperlakukan dengan baik dengan penuh
penghormatan,
disebut dengan jelas pemeriksaan yang diminta ,
dan mayat diberi label yang memuat identitas yang di lak dan di cap jabatan dan
dilekatkan di bagian tubuh mayat tersebut.
pemeriksaan mayat tersebut haruslah selengkap mungkin mengigat bahwa mayat
tersebut akan membusuk atau bahkan mungkin akan dikremasi, sehingga pemeriksaan
tidak mungkin diulang dengan hasil yang Iebih baik.
I. Prosedur permintaan visum et repertum pada korban hidup
prosedur permintaan visum et repertum korban hidup (luka, keracunan dan
kejahatan seksual / abortus) tidak diatur secara rinci di dalam KUHAP.
jenis pemeriksaan yang dilakukan diserahkan sepenuhnya kepada dokter dengan
mengandalkan tanggung-jawab profesi kedokteran.
seseorang korban hidup tidak secara "enblock (seutuhnya) merupakan barang
bukti. Yang merupakan "barang bukti" pada tubuh korban hidup tersebut adalah
perlukaannya beserta akibatnya, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan perkara
pidananya.
korban hidup adalah juga pasien sehingga mempunyai hak untuk memperoleh
informasi medik tentang dirinya, hak menentukan nasibnya sendiri, hak untuk
menerima atau menolak suatu pemeriksaan dan hak memperoleh pendapat kedua
(second opinion), serta tentu saja hak untuk dirahasiakan ihwalnya.
apabila pemeriksaan ini sebenarnya perlu menurut dokter pemeriksa, sedangkan
pasien menolaknya, maka hendaknya dokter meminta pernyataan tertulis singkat
penolakan tarsebut dari pasien disertai alasannya atau bila hal itu tidak mungkin
dilakukan, agar mencatatnya di dalam catatan medis

J. Visum et repertum sebagai alat bukti perdata

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 47

Surat dalam bentuk visum et repertum sebagai alat bukti tertulis dalam acara perdata
tampaknya dianggap sebagai suatu bentuk akta otentik.
PASAL 165 HIR:
Akta otentik yaitu suatu akta yang dibuat oleh atau di hadapkan pejabat yang diberi
wewenang untuk itu, merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dan para ahli
warisnya dan mereka yang mendapat hak dari padanya tentang yang tercantum di dalamnya
sebagai pemberitahuan belaka, akan tetapi yang terakhir ini hanyalah sepanjang yang
diberitahuakn itu erat hubungannya dengan pokok daripada akta
K.

STRUKTUR VISUM ET REPERTUM


Diketik diatas kertas berkepala surat instansi pemeriksa
Bernomor dan bertanggal
Mencantumkan kata Pro justitia di bagian atas (kiri atau tengah)
Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
Tidak menggunakan singkatan - terutama pada waktu mendeskripsikan temuan

pemeriksaan
Tidak menggunakan istilah asing
Ditandatangani dan diberi nama jelas
Berstempel instansi pemeriksa tersebut
Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum (instansi). Apabila ada
lebih dari satu instansi peminta (misalnya penyidik POLRI dan penyidik POM) dan
keduanya berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut dapat diberi visum et

repertum masing-masing asli


Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan
disimpan sebaiknya hingga 30 tahun.

2.9 Batasan Dokter Umum dan Wewenangnya


A. Batasan Dokter Umum Dalam Aspek Medikolegal
Sebagai dokter sudah menjadi kewajiban kita untuk memberi bantuan kepada
penyidik seperti yang tertulis dalam kuhp pasal 133 ayat 1 oleh karena itu
dokter harus membantu penyelidikan mengenai tindakan yang dianggap tindak

pidana
Seorang dokter umum bertugas untuk membantu penyidik membuat visum et
repertum atas mayat ataupun atas orang hidup yang mengalami tindakan
pidana. dimana visum et repertum (ver) ini sangat penting untuk membantu
menemukan fakta-fakta dibalik kasus-kasus pidana. ver juga diakui secara

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 48

hukum sebagai alat bukti yang sah dalam peradilan sehingga sudah seharusnya

seorang dokter umum mengetahui ver.


Dokter umum juga berkewajiban menjadi saksi ahli. seorang dokter harus bisa
secara

objektif mengungkapkan fakta-fakta yang dia

temukan dan

menggunakan keahliannya untuk memeriksa korban. saksi ahli juga


merupakan bukti yang sah dalam peradilan sehingga sangat perlu dihadirkan
dalam peradilan
B. Batasan visum yang bisa dibuat dokter umum
hal-hal yang boleh dilakukan oleh seorang dokter umum ialah sebatas pada
pelaksanaan visum orang hidup dan pengamatan luar ketika otopsi. namun,
pada kondisi tertentu, misal pada suatu daerah terpencil yang tidak terdapat
ahli forensik, maka dokter umum boleh melakukan pemeriksaan otopsi luar
untuk menemukan sebab kematian seseorang. jika seorang dokter umum tidak
dapat melakukannya/menemukannya maka korban dapat diminta surat
pengantar otopsi ke rumah sakit yang memiliki ahli forensik.

3.0 Analisis Skenario


Sesosok jenazah laki-laki

ditemukan tertelungkup di tepi pantai yang

tidak jauh dari muara sungai. Jenazah tertelungkup merupakan ciri umum
korban

meninggal

karena

tenggelam.

Jenazah

terlihat

sudah

membengkak dan mengeluarkan aroma busuk sehingga mengundang


lalat

menghinggapinya

bahkan

sudah

ditemukan

belatung

ditubuh

jenazah. Namun separuh kaki bagian bawah jenazah berwarna putih


mengkilat dan berbau tengik. Jenazah telah membusuk dan adanya
belatung menunjukkan bahwa korban telah meninggal lebih dari 24 jam
kemudian adanya warna putih di kaki merupakan adiposera yang terjadi
dalam minggu sampai bulan setelah meninggal. Seorang ibu yang merasa
kehilangan putranya sejak seminggu yang lalu meyakini bahwa mayat
lelaki tersebut adalah putranya yang berusia 15 tahun. Sang ibu
mengisahkan bahwa ketika

terjadi banjir bandang , putranya yang

sedang memancing di sungai terbawa hanyut oleh arus sungai. Informasi


dari Divisi Postmortem menyebutkan bahwa tubuh jenazah hanya terbalut
celana pendek tanpa merk, tanpa ukuran, berbahan jeans. Informasi ini
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 49

merupakan informasi untuk identifikasi sekunder yang dimana jika


ditemukan minimal 2 identifier sekunder pada jenazah yang dibandingkan
dengan keadaan saat masih hidup maka jenazah dianggap telah
teridentifikasi secara ilmiah. Tampak ada sebuah luka robek dipunggung
jenazah, kulit berwarna kebiruan di tubuh bagian depan. Luka robek di
punggung jenazah disebabkan oleh benda tumpul yang mengenai korban
dengan sangat keras. Warna kebiruan di tubuh bagian depan jenazah
merupakan lebam mayat yang terakumulasi di tubuh bagian depan
karena jenazah dalam keadaan tertelungkup. Selain itu buih halus
bercampur darah terus keluar dari mulut. Adanya buih menunjukkan
korban meninggal karena asfiksia.
Untuk keperluan pemeriksaan lanjutan, jenazah dibawa ke rumah sakit,
meskipun keluarga bersikeras untuk menolak pelaksanaan otopsi. Otopsi
dalam forensik harus dilakukan secara bedah untuk mengetahui secara
pasti sebab kematian korban yang akan ditulis di dalam visum et
repertum nantinya. Ternyata Rumah sakit yang dituju tidak memiliki
dokter forensik. Dokter umum yang biasanya membuat visum memiliki
Surat tanda Registrasi dokter yang sudah kadaluarsa. Otopsi merupakan
kewenangan dokter spesialis forensik yang apabila tidak ada di suatu
daerah maka kewenangan tersebut bisa diberikan kepada dokter umum
yang memiliki izin praktek yang tidak kadaluarsa atau meskipun sudah
kadaluarsa

akan

tetapi

memiliki

keterangan

sedang

mengurus

perpanjangan STR. Sementara itu, polisi penyidik dibuat bingung karena


sebuah perusahaan pelayaran melaporkan kehilangan Anak Buah Kapal
(ABK) sejak seminggu yang lalu. ABK tersebut diduga tercebur ke laut
karena mabuk berat. Untuk kepentingan penyidikan, polisi meminta
keterangan tertulis dari dokter rumah sakit perihal deskripsi luka, waktu
kematian, penyebab kematian, dan cara kematian korban. Polisi disini
meminta pembuatan visum et repertum jenazah tersebut kepada dokter
untuk keperluan identifikasi dan penyelidikan lebih lanjut. Nantinya, akan
diketahui perubahan berat organ karena orang yang tenggelam di laut
akan terdapat penambahan berat organ yang signifikan dibanding dengan
yang tenggelam di sungai karena kepekatan ait laut lebih tinggi. Ini juga
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 50

dapat dijadikan dasar untuk menentukan siapa korban yang meninggal


pada skenario ini. Pemeriksaan DNA sebagai identifier primer juga dapat
dilakukan akan tetapi bukan merupakan prosedur rutin.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mati merupakan tahap akhir dari kehidupan.Mati menurut ilmu kedokteran
didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi secara permanen (mati klinis).
Penyebab dan mekanisme kematian itu merupakan suatu kondisi yang menyebabkan
perubahan fsiologis dan biokimia tubuh sehingga terjadi suatu kematian.

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 51

Cara kematian menentukan apakah seseorang mati wajar atau tidak, apabila mati tidak
wajar maka peran dokter adalah untuk melakukan visum et repartum atas dasar permintaan
dari penyidik.
.Penentuan waktu kematian, penyebab kematian, dan mekanisme kematian sangat
penting dalam identifikasi korban pembunuhan, bunuh diri, dan kecelakaan.Ilmu
thanatologi dan traumatologi juga sangat berperan dalam mendasari dalam pemeriksaan
otopsi dan pembuatan VER.Nantinya diharapkan terdapat metode baru dalam identifikasi
korban dengan didasari oleh thanatologi dan ilmu traumatologi.

DAFTAR PUSTAKA

Academy Of Medical Royal Colleges, 2008. A Code Of Practice For The Diagnosis And
Confirmation Of Death, pp. 11-20 [pdf].London:Academy Of Medical Royal
Colleges. Available at: http://www.aomrc.org.uk/doc_view/42-a-code-of-practicefor-the-diagnosis-and-confirmation-of-death [Accesed Desember 15th, 2014]

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 52

Apuranto dan Hoediyanto, 2007.Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal. FK Universitas


Airlangga: Surabaya
Dolinak, David; Evan. W. Matshes dan Emma O. Lew, 2005. Forensic Pathology Principles
and Practice. Oxford: Elsevier
Kuliah Pakar Thanatologi
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37 tahun 2014 tentang Penentuan
Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor.
Saukko and Knight, 2004. Knights Forensic Pathology Third Edition, pp. 52-55. London:
Arnold Group.
Undang-undang no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 53

Anda mungkin juga menyukai