Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit kronis yang mudah menular dan
dapat meningkatkan jumlah angka kematian. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia
telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok
usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB
dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat
pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal
akibat TB, maka akan kehilangan pendapatan sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara
ekonomis, TB juga memberikan

dampak buruk lainnya secara sosial-stigma bahkan

dikucilkan oleh masyarakat.4


Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB selama ini adalah karena
kegagalan program TB. Hal ini diakibatkan oleh tidak memadainya komitmen politik dan
pendanaan, tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat,
penemuan kasus/ diagnosis yang tidak standar, obat yang tidak terjamin penyediaannya, tidak
dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar dan sebagainya), tidak
memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan panduan obat yang tidak standar, gagal
menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis), salah persepsi terhadap manfaat dan
efektivitas BCG, infrasuktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang menjalani krisis
ekonomi atau pergolakan masyarakat.4
Munculnya pandemi HIV/AIDS didunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi
dengan HIV akan meningkatkan resiko terjadinya TB secara signifikan. Pada saat yang sama,
kekebalan ganda kuman terhadap obat anti TB (multi drug resiten = MDR) semakin menjadi
masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya pandemi TB yang sulit ditangani.4

Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium


tuberculosis. Pada tahun 1995, ada sekitar 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian
akibat TB diseluruh dunia. 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi
pada negara-negara berkembang. TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.
Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina
dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Pada tahun 2004,
setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB
BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.1
Menurut WHO dalam annual report on global control 2003 menyatakan ada 22
negara dan 10 negara diantaranya berada di Asia, yang termasuk high burder countries
terhadap TBC. Indonesia merupakan peringkat ketiga setelah India dan China sebagai
penyumbang penderita TBC dunia. Menurut WHO, estimasi insidance rate untuk
pemeriksaan dahak didapat basil tahan asam (BTA) positif 115 per 100.000 (WHO, 2003)
menyikapi hal tersebut pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan
dunia (global emergency).3
Di Indonesia, TB merupakan salah satu masalah yang sulit untuk ditangani karena
merupakan masalah kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan
urutan ketiga terbanyak di dunia setelah India dan China dengan jumlah pasien sekitar
10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Diperkirakan pada tahun 2004 setiap tahunnya
ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insiden kasus TB BTA positif
sekitar 101 per 100.000 penduduk.1
Di DKI Jakarta, Tuberkulosis paru juga merupakan masalah yang serius, dimana
jumlah penderita Tuberkulosis paru hingga 31 desember 2007 mencapai 14.416 orang.
Dari jumlah tersebut rinciannya meliputi 5.784 pasien baru, pasien kambuhan 437 orang.
BTA negatif / rongten positif kasus baru 8.982 pasien. Untuk penderita Tuberkulosis paru
di Jakarta Timur menduduki peringkat pertama dengan jumlah penderita sebanyak 5.666
orang. Kemudian Jakarta Pusat 3.188 orang, Jakarta Barat 3.046 orang, Jakarta Selatan
2.679 orang, dan Jakarta Utara 837 orang.4
ANGKA PENEMUAN PENDERITA ( CDR ) TBC

DI PUSKESMAS KELURAHAN CILINCING 2009

No.

Nama UPK

PKC CILINCING

PKL CILINCING I

PKL CILINCING II

PKL KALIBARU

PKL MARUNDA

PKL ROROTAN

PKL SEMPER BARAT I

PKL SEMPER BARAT II

PKL SEMPER BARAT III

10

PKL SUKAPURA
JUMLAH

JUMLAH
PENDUDUK

PENEMUAN
PENDERITA BTA
(+)

28.928

63

203

34.185

12

32

14.724

24

152

16.136

49

283

61.732

24

37

13.558

34

234

26.390

13

46

40.325

31

71

16.799

17

94

26.849

33

114

279.626

300

100

CDR (%)

Tabel 1.1
Angka Prevalensi Tuberkulosis Paru BTA (+) di Jakarta sebesar 107/100.000
penduduk. Sehingga didapatkan hasil angka perkiraan BTA (+) seperti yang tertera pada
tabel 1.1 , yang menggunakan rumus:
107

x Jumlah penduduk.

100.000
Angka penemuan penderita (Case Detection Rate) di Kecamatan Cilincing pada
tahun 2009 sebesar 100% dengan jumlah penderita TB paru BTA positif sebesar 299
kasus, sedangkan Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa angka penemuan kasus TB
paru BTA positif minimal sebesar 70%. Namun di wilayah Cilincing I, hasil penemuan

kasus TB paru BTA positif hanya sebesar 32%, itu merupakan angka terendah
dibandingkan dengan wilayah lainnya di Kecamatan Cilincing.5
Tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat di Cilincing I mungkin
berpengaruh terhadap rendahnya angka penemuan kasus Tuberkulosis Paru di wilayah
tersebut. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai hal-hal
yang menyebabkan rendahnya angka penemuan kasus Tuberkulosis Paru di wilayah
kelurahan Cilincing I terutama dalam tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakatnya.
1.2 Perumusan Masalah Penelitian
Kecamatan Cilincing merupakan salah satu kecamatan di Jakarta Utara.
Memiliki wilayah daratan sebesar 42,55 km 2 dengan jumlah KK 46.766 yang terbagi
dalam 830 RT dan 72 RW, diperkirakan daerah tersebut padat penduduknya yaitu
sebanyak 6.316 jiwa/km2.
Kecamatan Cilincing terbagi dalam 9 kelurahan, diantaranya semper barat 1,
semper barat 2, semper barat 3, kalibaru, sukapura, rorotan, marunda, cilincing 1 dan
cilincing 2. Sebagian besar penduduk di Kecamatan Cilincing mata pencaharian utama
mereka adalah nelayan. Selebihnya buruh, pembantu rumah tangga dan pengupas kulit
kerang. Orang-orang tinggal di rumah yang sangat kecil yang dipisahkan oleh gang kecil.
Mereka tidak memiliki halaman dan juga tidak memiliki tanah. Banyak lalat dimanamana, bahkan di dalam rumah dan di sekitar makanan di dalam warung makan.
Karena tinggal ditepi laut, perekonomian masyarakat Cilincing I mengandalkan
hasil laut. 85% penduduknya berprofesi sebagai nelayan. Sisanya pedagang, pengumpul
besi bekas dan bekerja di tempat lain. Jika melihat keadaan perkampungan yang padat
dan terkesan kumuh dengan strata ekonomi menengah ke bawah. Maka dapat
disimpulkan, dari hasil penjelasan diatas mempengaruhi nilai CDR di Puskesmas
Kelurahan Cilincing I periode 2009 dari bulan Januari sampai Desember 2009 .
Angka penemuan kasus Tuberkulosis Paru BTA positif di Kecamatan Cilincing
sebesar 100% sedangkan Pemerintah Indonesia menegaskan angka penemuan kasus
Tuberkulosis Paru BTA positif minimal sebesar 70%. Namun di wilayah kelurahan
Cilincing I, hasil penemuan kasus Tuberkulosis Paru BTA positif hanya sebesar 32%, itu
merupakan angka terendah dibandingkan dengan wilayah lainnya di Kecamatan Cilincing
karena terkait dengan perilaku kesehatan individu dan masyarakat.

Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan, peneliti tertarik untuk


mengetahui hal apa saja yang menyebabkan rendahnya angka penemuan kasus
Tuberkulosis Paru BTA positif di Kelurahan Cilincing I. Pada penelitian ini, populasi
dibatasi pada usia lebih dari atau sama dengan 20 tahun.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana pengetahuan masyarakat tentang Tuberkulosis Paru?
2. Bagaimana kesadaran masyarakat tentang Tuberkulosis Paru?
3. Bagaimana pendapat warga tentang jarak dan transportasi dari rumah ke Puskesmas
Kelurahan Cilincing I?
4. Bagaimana kinerja dan fasilitas di Puskesmas Kelurahan Cilincing I?
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya faktor - faktor yang menyebabkan rendahnya angka penemuan
Tuberkulosis Paru di Kelurahan Cilincing I pada tahun 2009.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit
Tuberkulosis Paru terhadap rendahnya angka penemuan Tuberkulosis paru
2. Mengetahui hubungan tingkat kesadaran masyarakat tentang Tuberkulosis paru
terhadap rendahnya angka penemuan Tuberkulosis Paru
3. Menngetahui hubungan jarak terhadap rendahnya angka penemuan Tuberkulosis
Paru
4. Mengetahui hubungan transportasi terhadap rendahnya angka penemuan
Tuberkulosis Paru
5. Mengetahui hubungan pelayanan kesehatan terhadap rendahnya angka penemuan
Tuberkulosis Paru.
1.5 Manfaat Penelitian
Pada penelitian ini manfaat yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
Manfaat Aplikatif

1. Untuk Peneliti :
a) Menambah pengetahuan mengenai metode penelitian secara lebih baik.
b) Menambah pengetahuan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
Tuberkulosis Paru.
2. Untuk Puskesmas :
a)

Mengetahui angka penemuan kasus Tuberkulosis Paru di wilayah Cilincing I


pada tahun 2009.

b)

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya angka penemuan


kasus Tuberkulosis Paru.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian kuman TBC menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri
Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran
0,5-4 mikron X 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok,
bergranula atau tidak mempunyai selubung, tetap mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri
dari lipoid ( terutama asam mikolat). Bakteri ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat
bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil
tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman tuberkulosis juga tahan
dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob. Bakteri tuberkulosis ini mati
pada pemanasan 1000C selama 5-10 menit atau pada pemanasan 600C selama 30 menit, dan
dengan alkohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam diudara
terutama ditempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap
sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90%
udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam.
Penularan penyakit TBC adalah melalui udara yang tercemar oleh Mycobacterium
tuberculosis yang dilepaskan/dikeluarkan oleh si penderita TBC saat batuk dalam bentuk
droplet (percikan dahak) yang mengandung kuman yang bertahan diudara pada suhu kamar
selama beberapa jam. Bakteri ini masuk kedalam paru-paru dan berkumpul hingga
berkembang menjadi banyak terutama pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah
tetapi pada seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh (imun) yang baik, bentuk tuberkel ini
akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Bakteri dapat mengalami penyebaran melalui
pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga menyebabkan terinfeksinya organ
tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang, kelenjar getah bening dan lainnya
meski yang paling banyk adalah paru-paru. Daya penularan dari seseorang penderita
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan
dahak negative (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Riwayat terjadinya tuberkulosis ada dua cara yang pertama infeksi primer
terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat
kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosiler bronkus, dan terus

berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC
berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri diparu, yang mengakibatkan
peradangan didalam paru. Saluran limfe akan menbawa kuman TBC ke kelenjar limfe di
sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi
sampai pembentukkan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeks dapat
membuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negative menjadi positif.
Infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya
tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat
menghentikan perkembangan kumna TBC. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan
menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang kadang daya tahan tubuh
tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi yaitu waktu yang diperlukan
mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
Yang kedua tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau
tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi
HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan
paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
Untuk mengetahui tentang penderita tuberkulosis dengan baik harus dikenali tanda dan
gejala. Seseorang ditetapkan sebagai tersangka penderita tuberkulosis paru apabila ditemukan
gejala klinis utama (cardial symtop) pada dirinya. Gejala utama pada tersangka TBC adalah
batuk terus menerus dan berbentuk selama 3 (tiga) minggu atau letih. Gejala tambahan, yang
sering dijumpai dahak bercampur, batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat
malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
Gejala gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain tuberkulosis. Oleh
sebab itu setiap orang yang dating ke UPK dengan gejala tersebut diatas, harus dianggap
sebagai seorang suspek tuberkulosis atau tersangka penderita TBC, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung. Diangnosis tuberkulosis ditegakkan dengan
pemeriksaan 3 spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS).

S (sewaktu) = dahak dikumpulkan pada saat suspek TBC dating berkunjung

pertama kali.

Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak dari hari
kedua.

P (Pagi) = dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur.
Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.

S (sewaktu) = dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Spesimen dahak sebaiknya dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan.
Untuk mendiangnosis TBC dapat ditegakkan dengan ditemukan BTA pada pemeriksaan
dahak secara mikroskopik. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari
tiga spesimen SPS positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan
lebuh lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang.
Kalau hasil rontgen mendukung TBC, maka penderita didiangnosis
sebagai penderita TBC BTA positif
Kalau hasil rontgen tidak mendukung TBC, maka pemeriksaan dahak SPS
diulangi.
Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya
biakan. Bila ketiga specimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas
(misalnya kotrimoksasol atau amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan,
namun gejala klinis tetap mencurigakan TBC, ulangi pemeriksaan dahak SPS.
Kalau hasil SPS positif, didiangnosis sebagai penderita TBC BTA positif
Kalau hasil SPS negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada untuk
mendukung diangnosis TBC
Bila hasil rontgen mendukung TBC, didiangnosis sebagi penderita TBC BTA negatif
Rontgen positif
Bila hasil rontgen tidak mendukung TBC, penderita tersebut bukan TBC.
2.2 FAKTOR RISIKO TUBERKULOSIS PARU

Faktor Resiko Penyakit TB, pada dasarnya saling berkaitan satu

sama lainnya.

Berbagai faktor resiko dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok faktor resiko yaitu :
1. Faktor Kependudukan Variabel kependudukan yang memiliki peran dalam
timbulnya atau kejadian penyakit TB, yaitu:
a. Kondisi sosial ekonomi
WHO (2003) menyebutkan 90% penderita TB didunia menyerang kelompok dengan
sosial ekonomi lemah atau miskin. Hubungan antara kemiskinan dengan TB bersifat
timbal balik, TB merupakan penyebab kemiskinan dan karena miskin maka manusia
menderita TB. Kondisi sosial ekonomi itu sendiri, mungkin tidak hanya berhubungan
secara langsung, namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti adanya
kondisi gizi buruk, serta perumahan yang tidak sehat, dan akses terhadap pelayanan
kesehatan juga menurun kemampuannya. Menurut perhitungan, rata-rata penderita TB
kehilangan 3 sampai 4 bulan waktu kerja dalam setahun. Mereka juga kehilangan peng
hasilan setahun secara total mencapai 30% dari pendapatan rumah tangga.
b. Umur
Klinis terjadinya penularan tidak ada perbedaan karena perbedaan usia,
akan tetapi pengalaman menunjukkan bahwa median umur penderia TB didominasi
kelompok usia produktif (15-50 tahun/75%). Fakta ini mungkin dikarenakan pada
kelompok umur tersebut mempunyai riwayat kontak disuatu tempat dalam waktu yang
lama.
c. Jenis kelamin
Dari catatan statistik meski tidak selamanya konsisten, mayoritas
Penderita TB adalah wanita. Hal ini masih memerlukan penyelidikan dan penelitian
lebih lanjut, baik pada tingkat behavioural, tingkat kejiwaan, sistem pertahanan tubuh,
maupun tingkat molekuler.
2. Faktor resiko lingkungan
a. Kepadatan
Kepadatan merupakan pre-requisite untuk proses penularan penyakit.
Semakin padat, maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit melalui udara, akan
semakin mudah dan cepat. Oleh sebab itu, kepadatan dalam rumah maupun kepadatan

hunian tempat tinggal merupakan variabel yang berperan dalam kejadian TB. Untuk
itu Departemen Kesehatan telah membuat peraturan tentang rumah sehat, dengan
rumus jumlah penghun / luas bangunan. Syarat rumah dianggap sehat adalah 10m 2 per
orang (Depkes,2003), jarak antar tempat tidur satu dan lainnya adalah 90 cm, kamar
tidur sebaiknya tidak dihuni orang lebih, kecuali anak di bawah 2 tahun.
b. Lantai rumah
Secara hipotesis jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses
Kejadian TB, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah, cenderung
menimbulkan kelembaban, dengan demikian viabilitas kuman TB dilingkungan juga
sangat dipengaruhi oleh kelembaban tersebut.
c. Ventilasi
Ventilasi bermanfaat bagi sirkulasi pergantian udara dalam rumah serta
mengurangi kelembaban. Ventilasi mempengaruhi proses dilusi udara, dengan kata
lain mengencerkan konsentrasi basil TB dan kuman lain,terbawa keluar dan mati
terkena sinar ultra violet. Menurut persyaratan ventilasi yang baik adalah 10% dari
luas lantai. Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari
luas lantai. Adanya lubang hawa yang berlokasi di bawah langit langit minimal
0,35% dari luas ruang yang bersangkutan. (Myrnawati,2004).
d. Pencahayaan
Rumah sehat memerlukan cahaya cukup, khususnya cahaya alam berupa
cahaya matahari yang berisi antara lain ultra violet. Cahaya matahari minimal
masuk 60 lux dengan syarat tidak menyilaukan. Semua cahaya pada dasarnya
dapat mematikan kuman, namun tentu tergantung jenis dan lamanya cahaya
tersebut.Pencahayaan alam atau buatan, langsung atau tidak langsung, dapat
menerangai seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan
(Myrnawati,2004)
3. Faktor resiko prilaku
Faktor risiko perilaku adalah kebiasaan yang dilakukan sehari-hari yang

dapat

mempengaruhi terjadinya penularan/penyebaran penyakit.Yang termasuk factor risiko


perilaku dalam terjadinya penularan TB adalah sebagai berikut:
a) Kebiasaan tidur penderita TB bersama-sama dengan dengan anggota keluarga.

b) Tidak menjemur kasur secara berkala.


c) Kebiasaan membuang ludah / dahak sembarangan.
d) Kebiasaan tidak pernah membuka jendela ruangan.
e) Kebiasaan tidak membuka jendela kamar tidur.
f) Kebiasaan tidak pernah membersihkan lantai rumah.
g) Kebiasaan merokok.
4. Kondisi Sosial Ekonomi
Selama ini upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi masalah penyakit
menular, masih banyak berorientasi pada penyembuhan penyakit. Upaya ini dirasa
kurang efektif karena banyak mengeluarkan biaya. Sedangkan upaya yang lebih efektif
dalam mengatasi masalah kesehatan dengan memelihara dan meningkatkan kesehatan
dengan berperilaku hidup sehat. Namun, hal ini ternyata belum disadari dan dilakukan
sepenuhnya oleh masyarakat ( Kusumawati, 2004).
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang
akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan,
pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah
(kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah UMR akan
mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi
setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan
memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru.
5. Pendidikan
Pendidikan dapat meningkatkan kematangan intelektual seseorang. Kematangan
intelektual ini berpengaruh pada wawasan, cara berfikir, baik dalam cara pengambilan
keputusan maupun dalam pembuatan kebijakan. Semakin tinggi pendidikan formal, akan
semakin baik pengetahuan tentang kesehtan.
6. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setia individu.
Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar
akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara
yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit
saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
7. Jarak

Jarak adalah angka yng menunjukkan seberapa jauh suatu benda berubah posisi
melalui lintasan tertentu. Jarak jauh, sedang, dekat dapat mempengaruhi suatu kegiatan
seseorang untuk beraktivitas. Semakin dekat jarak yang ditempuh, semakin mudah
seseorang mencapai tempat tujuan. Dengan jarak yang dekat dapat mengurangi biaya
yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut.
8. Pelayanan Kesehatan
Salah satu syarat penyelenggaraan pelayanan

kesehatan adalah tersedianya tenaga

pelaksana dalam jumlah yang cukup. Kurangnya ketanggapan yang dimiliki petugas
kesehatan dalam memberikan pelayanan pada pasien juga dapat mempengaruhi
pelayanan

kesehatan

yang

diselenggarakan.

Kurang

handalnya

petugas

juga

mengindikasikan kurangnya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Kurang


tersedianya fasilitas dan pelayanan kesehatan dapat berakibat penurunan kualitas kerja
tenaga kesehatan.

2.3 Pengobatan dan Pencegahan TB Paru


Pengobatan bagi penderita penyakit TBC akan menjalankan proses yang cukup lama,
yaitu sekitar dari 6 bulan sampai 9 bulan atau bahkan bisa lebih. Obat TBC diberikan
dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah yang cukup, supaya semua
kuman ( termasuk kuman persister ) dapat dibunuh. Apabila paduan obat yang digunakan
tidak adekuat (jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC akan berkembang
menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita minum obat,
pengobatn perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed
Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu :

Tahap awal (intensif)


a. Pada tahap ini pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resisten obat
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjdi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu

c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negative (konversi) dalam 2

bulan
Tahap lanjutan
a.
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit namun dalam
b.

jangka waktu lebih lama


Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.

Panduan OAT yang digunakan oleh program Nasional Penangulangan Tuberkulosis di


Indonesia.

Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intesif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan
Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE).
Kemudian

diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan

Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :

Penderita baru TBC Paru BTA Positif


Penderita baru TBC Paru BTA negatif Rontgen Positif sakit berat
Penderita TBC Ekstra Paru berat
Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E6)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan Isoniasid
(H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap
hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan
Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5
bulan dengan HRE yang diberikan tig kali dlam seminggu. Perlu diperhatikan bahwah
suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai minum obat.
Obat ini diberikan untuk :

Penderita kambuh (relaps)


Penderita gagal (failure)
Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ),
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :

Penderita baru BTA negatife dan rontgen positif sakit ringan


Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis
eksudatif unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang, sendi dan

kelenjar adrenalin.
OAT sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori
1 atau penderita BTA positif pengobatn ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan
dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
Pencegahan penularan penyakit TB antara lain :
1. Bagi

penderita,

agar

tidak

menularkan

kepada

anggota

keluarga

lain:

a). Apabila batuk , menutup mulut, agar keluarga dan orang lain tidak tertular
b). Jangan meludah disembarang tempat
c). Gunakan tempat seperti kaleng yang tertutup dan berisi air sabun atau lysol,
untuk menampung dahak
d). Buang dahak ke lobang WC atau timbun kedalam tanah ditempat yang jauh
dari keramaian.
2. Bagi masyarakat umum
a) Menghindari percikan ludah atau percikan dahak melalui ventilasi yang efektif
di kendaraan umum, ruang di tempat umum (sekolah, tempat ibadah, ruang
kerja, dll), ruang-ruang di rumah dengan mengurangi konsentrasi partikulat
b)

melayang
Pencahayaan di dalam rumah, pencahayaan matahari langsung ke dalam
rumah/ruang mematikan kuman TB karena terkena sinar ultra violet atau panas
sinar matahari. Pencahayaan yang cukup juga mencegah kelembaban dalam

c)

ruang
Menghindari kepadatan hunian, kepadatan hunian bersama penderita TB aktif
dalam rumah memungkinkan kontak efektif untuk terjadinya infeksi baru pada

d)

penghuni rumah
Mencegah kepadatan penduduk/permukiman untuk menjamin ventilasi yang

efektif.
e) Mencegah pencemaran udara yang bersumber dari dalam rumah seperti
f)

pemakaian bahan bakar hayati tanpa ventilasi efektif, merokok, dll.


Menghindari adanya lantai tanah dalam rumah, karena lantai tanah dapat
menambah kelembaban dan memungkinkan perkembangbiakan parasit.

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap
konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2002).

Tingkat
Pengetahuan

Tingkat Kesadaran

Jarak

Kepuasan
Pelayanan
Kesehatan

Rendahnya
Angka Penemuan
Kasus

3.2 Hipotesa Penelitian


1. Ada hubungan pengetahuan penduduk tentang Tuberkulosis Paru terhadap rendahnya
angka penemuan Tuberkulosis Paru di wilayah Kelurahan Cilincing I pada tahun 2009.
2. Ada hubungan kesadaran penduduk terhadap rendahnya angka penemuan Tuberkulosis
Paru di wilayah Kelurahan Cilincing I pada tahun 2009.
3. Ada hubungan jarak terhadap rendahnya angka penemuan Tuberkulosis Paru di wilayah
Kelurahan Cilincing I pada tahun 2009.
4. Ada hubungan transportasi terhadap rendahnya angka penemuan Tuberkulosis Paru di
wilayah Kelurahan Cilincing I pada tahun 2009.
5. Ada hubungan pelayanan kesehatan terhadap rendahnya angka penemuan Tuberkulosis
Paru di wilayah Kelurahan Cilincing I pada tahun 2009.

Variabel
Rendahnya
Angka

DO
Datangnya
penduduk ke

Penemuan

Puskesmas

Kasus

Cilincing I

Tingkat

Hal hal yang

pengetahuan

diketahui

tentang

responden

penyakit Tb

mengenai
informasi
tentang
penyakit
Tuberkulosis
paru melalui
poster,
penyuluhan,
dll

Kategori
1. Datang
2. Tidak

Cara Ukur

Alat Ukur

Skala

Wawancara

Kuesioner

Nominal

Wawancara

Kuesioner

Ordinal

datang

1. Rendah
2. Tinggi

Hal hal
yang
diketahui

1. Rendah

Wawancara

Kuesioner

Ordinal

Wawancara

Kuesioner

Ordinal

Wawancara

Kuesioner

Ordinal

2. Tinggi

responden
mengenai
organ organ
yang terlibat
dalam
penyakit
Tuberkulosis
paru
Hal hal
yang
diketahui

1. Rendah
2. Tinggi

responden
mengenai
gejala-gejala
penyakit
Tuberkulosis
paru
Hal hal
yang
diketahui
responden
meliputi cara
penularan
Tuberkulosis
paru

1. Rendah
2. Tinggi

Hal hal
yang
diketahui

1. Rendah

Wawancara

Kuesioner

Ordinal

Wawancara

Kuesioner

Ordinal

Wawancara

Kuesioner

Ordinal

2. Tinggi

responden
meliputi cara
pencegahan
Tuberkulosis
paru
Hal hal
yang
diketahui

1. Rendah
2. Tinggi

responden
mengenai
tempattempat
pengobatan
Tuberkulosis
paru
Hal hal
yang
diketahui
responden
mengenai
cara
pengobatan
Tuberkulosis
paru

1. Rendah
2. Tinggi

Tingkat

Upaya

kesadaran

pencarian
pengobatan
TB ke tempat
pengobatan
baik di RS,
Puskesmas,

1. Pernah

Wawancara

Kuisioner

Ordinal

Wawancara

Kuesioner

Ordinal

Wawancara

Kuesioner

Nomina

2. Pernah tapi
tidak selesai
pengobatan
3. Tidak
pernah

alternatif.
Menyadari
bahwa
Tuberkulosis

1. Sadar
2.Tidak sadar

paru
merupakan
penyakit
menular
Menyadari
bahwa
Tuberkulosis

1. Sadar

2. Tidak sadar

paru dapat
menyebabkan
kematian.
Jarak dan

Asumsi

Transportasi

responden

dari rumah

tentang jarak

ke tempat

dari rumah ke

pelayanan

tempat

kesehatan

pelayanan
kesehatan.

1. Dekat
2. Jauh

Wawancara

Kuisioner

Ordinal

Asumsi
responden
tentang

1. Sulit

Wawancara

Kuesioner

Ordinal

Wawancara

Kuisioner

Ordinal

Wawancara

Kuisioner

Ordinal

2. Tidak sulit

kesulitan
transportasi
ke tempat
pelayanan
kesehatan
Kepuasan

Pendapat

Pelayanan

tentang

Kesehatan

kinerja
petugas

1. Memuaskan
2. Cukup
memuaskan
3. Tidak
memuaskan

kesehatan di
Puskesmas
Pendapat
tentang
fasilitas

1. Lengkap
2. Tidak
lengkap

kesehatan di
Puskesmas

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1

Lokasi
Lokasi penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sunter Agung di
RW.01/RT.002, 004, 006, 008, 010, dan 012 yang meliputi wilayah Kecamatan Tanjung
Priok.

4.2 Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 sampai dengan 30 Agustus 2010 pada
Kepaniteraan Klinik Stase Kedokteran Komunitas tahap 1.
4.3

Jenis Penelitian
Jenis penelitian menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross
sectional.

4.4

Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Kelurahan Sunter
Agung pada RW.01 / RT.002, 004, 006, 008, 010, dan 012

4.5

Sampel
N.Z2 (p.q)

n=

d2 (n-1) + Z2 (p.q)
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
P = Proporsi sesuatu

q = 1-p

Z = Tingkat Kepercayaan (95%)


d = Tingkat Akurasi (5%)
N.Z2 (p.q)

n=

d2 (n-1) + Z2 (p.q)

62845 (1.96)2 (0.16 x 0.84)

(0.05)2 (62845-1) + (1.96)2 ( 0. 16 x 0.84 )

32434
0.025 ( 62844) + 0.516

7601
157.23

= 205 (dibulatkan)
Jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 205 orang yang bertempat tinggal di
kelurahan Sunter Agung RW 01/ RT.002, 004, 006, 008, 010, dan 012 pada tahun 2010.
Alasan pengambilan sampel penelitian pada kelurahan tersebut karena merupakan
kelurahan yang memiliki angka penemuan kasus Tuberkulosis Paru terendah. Kemudian
dari kelurahan tersebut kami mengambil RW dan RT yang paling tinggi penderita
Tuberkulosis Paru.
.
b. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang kami gunakan adalah simple random sampling.

Jumlah Sampel Pada Setiap RT


RT
Jumlah Penduduk

02
507

04
278

06
267

08
362

10
485

12
284

Jumlah
2183

Jumlah Sampel

31

25

50

36

47

32

221

Tabel 4.1

4.6

Responden
Seluruh masyarakat yang bertempat tinggal di Kelurahan Sunter Agung. Kriteria
responden :
- Inklusi :

Masyarakat yang terdaftar dalam Kartu Keluarga di RW.01/ RT.002, 004,


006, 008, 010, dan 012.

Salah satu anggota keluarga yang terdaftar di Kartu Keluarga yang berusia >
20 tahun.

- Eksklusi:

Masyarakat yang tidak tinggal di RW. 01 / RT.002, 004, 006, 008, 010, dan
012.

Masyarakat yang tinggal di RW.01/ RT.002, 004, 006, 008, 010, dan 012
tetapi tidak memiliki Kartu Keluarga.

Masyarakat yang sedang berdagang di kawasan RW. 01/ RT.002, 004, 006,
008, 010, dan 012.

4.7

Pewawancara

Pewawancara adalah dokter muda yang bertugas di Puskesmas Kecamatan Tanjung


Priok. Pewawancara telah diberikan pengarahan dan pelatihan terlebih dahulu mengenai
kuesioner yang akan digunakan sebagai instrumen dalam memperoleh data dari responden.
4.8

Cara Pengumpulan Data


1. Mengumpulkan data sekunder dari PPTI (Pusat Pengobatan TB Indonesia) bulan
desember 2009 sampai maret 2010.
2. Wawancara dengan menggunakan kuesioner penelitian.

4.9

Cara Pengolahan Data


Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan
komputer dengan manajemen data melalui tahapan sebagai berikut :

1.

Editing data
Editing yang dilakukan guna meneliti kembali setiap daftar pertanyaan yang telah
diisi dari hasil wawancara dengan responsen. Dalam hal ini editing meliputi kelengkapan
dan kesalahan dalam pengisian pertanyaan yang telah diberikan pada responden.
2. Koding data
Koding yang dilakukan dengan cara meneliti kembali setiap data
kemudian memberi kode pada jawaban yang telah tersedia di

lembar

yang

pertanyaan

ada
sesuai

dengan jawaban responden.

3. Entering
Memindahkan data yang telah diubah menjadi kode ke dalam

mesin

pengolah data.
4.

Tabulasi data
Tabulasi data merupakan lanjutan dari pengkodean pada proses

data dalam bentuk distribusi frekuensi.


4.10 Cara Analisis Data

pengolahan

1. Analisis Univariat
Dilakukan untuk mendiskripsikan masing-masing variable yaitu (variable bebas) rendahnya
CDR dan (variable terikat) tingkat kesadaran dan tingkat pengetahuan masyarakat.
2. Analisis Bivariat
Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara rendahnya
angka penemuan kasus di kelurahan sunter Agung dengan tingkat kesadaran dan tingkat
pengetahuan masyarakat setempat dengan menggunakan skala ordinal dengan menggunakan
diskripsi presentase dan menggunakan rumus Chi Square (x2) dengan rumus.
k

( fof h)
11

fn
Dengan Keterangan
X2 : Chi Kuadrat
Fo : Frekwensi yang diobservasi
Fh : Frekwensi yang diharapkan (Sugiono, 2002:104)
Dengan Syarat-syarat sebagai berikut:
1) Syarat uji chi square adalah sel yang mempunyai nilai expected kurang dari 5, maka 20 %
dari jumlah sel.
2) Jika syarat uji chi square tidak terpenuhhi, maka dipakai uji alternative.
a. Alternatif uji chi square untuk table 2X2 adalah uji Fisher
b. Alternatif uji chi square untuk table 2XK adalah uji kolmogorof smirnov.
c. Alternatif uji chi square untuk table selain 2X2 dan 2XK adalah penggabungan sel.
Setelah dilakukan penggabungan sel akan terbentuk suatu table B kali K yang baru.
Uji hipotesis yang dipilih sesuai dengan table B kali K yang baru tersebut ( Sopiyudin
Dahlan, 2006:18).

4.11 Alur Penelitian

PPTI : Data penderita TB yang bertempat


tinggal di wilayah Kelurahan Sunter Agung
dengan CDR yang paling rendah pada tahun
2008

Informed Concent

Izin Penelitian

Tidak Setuju

Setuju

Anamnesis
Kuesioner

Simple Random Sampling : SAMPEL PENELITIAN

Pengolahan Data

Analisis Data
4.12 Etika Penelitian

Hasil
1. Subyek penelitian adalah orang yang bisa memutuskan apa yang ingin dilakukannya.
2. Subyek penelitian mengikuti penelitian secara sukarela, bebas dari paksaan dan imbalan
materi.

3. Peneliti memberi penjelasan kepada subyek penelitian tentang tujuan penelitian, apa
yang akan dilakukan dalam penelitian, hal hal yang mungkin terjadi selama penelitian
berlangsung, tindakan yang telah dipersiapkan seandainya terjadi hal yang tidak
diinginkan.
4. Subyek penelitian menandatangani kuesioner penelitian sebagai tanda dia menyetujui
dan bersedia untuk mengikuti penelitian.
5. Subyek penelitian diperbolehkan untuk tidak melanjutkan kapan saja dia menghendaki.
6. Semua informasi yang menyangkut subyek penelitian (sebagai individu) akan
dirahasiakan.
7. Prosedur penelitian tidak membahayakan subyek penelitian.
8. Penelitian memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan penelitian serupa yang
pernah dilakukan, atau paling tidak sama baik.
9. Peneliti tidak melakukan plagiat, dan akan menyebutkan sumber kutipan secara jelas

Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN, KESADARAN, JARAK, DAN PELAYANAN


KESEHATAN DENGAN RENDAHNYA ANGKA PENEMUAN KASUS TUBERKULOSIS
PARU DI KELURAHAN SUNTER AGUNG TAHUN 2010
Selamat pagi Bapak/Ibu. Saya akan melakukan penelitian mengenai TB paru. Untuk itu
izinkan saya untuk mengajukan beberapa pertanyaan, mohon kerja samanya dan dapat dijawab
sejujur-jujurnya. Jawaban Bapak/Ibu sangat berharga dalam upaya meningkatkan pelayanan
kesehatan dipuskesmas kecamatan Tanjung Priok. Kerahasiaan Bapak/Ibu akan kami pegang
teguh. Atas kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.
No.Urut

Nama Pewawancara :
Nama Responden

Umur Responden

Alamat Responden

Pendidikan terakhir

Tingkat Pengetahuan
1. Tuberkulosis paru merupakan penyakit yang mengenai?
a. Pernapasan
b. Jantung
c. Perut
2. Tuberkulosis paru merupakan penyakit apa?
a. Infeksi (menular)
b. Keturunan
c. Lain lain, sebutkan
..
3. Apa yang anda ketahui tentang gejala-gejala pada penyakit Tuberkulosis paru?
a. Batuk berdahak lebih dari 2 minggu
b. Batuk kering
c. Batuk berdarah
4. Dari manakah sumber penularan Tuberkulosis paru?
a. Udara

b. Makanan dan minuman


c. Air
5. Bagaimana cara penularan TB paru yang anda ketahui?
a. Melalui bersin
b. Melalui batuk
c. Minum 1 gelas bersama
6. Di bawah ini untuk mencegah terjadinya penularan penyakit TB?
a. Cuci tangan sebelum makan
b. Jika batuk atau bersin mulut ditutup dan tidak menghadap ke orang lain.
c. Tidak meludah disembarang tempat
7. Apakah anda pernah mendapatkan informasi tentang penyakit Tuberculosis paru ?
a. Pernah
b. Tidak pernah
c. Tidak ingat
8. Apakah anda pernah mendapatkan penyuluhan tentang Tuberculosis paru?
a. Pernah
b. Tidak pernah
c. Tidak ingat
9. Apakah anda pernah melihat poster tentang Tuberkulosis paru?
a. Pernah
b. Tidak pernah
c. Tidak ingat
10. Apa yang anda ketahui tentang BBB?
a. Bukan Batuk Biasa
b. Bukan Batuk Berdahak
c. Batuk Berdahak Berat
11. Apa yang anda ketahui tentang bahaya tuberkulosis paru?
a. Menyebabkan kematian
b. Menyebabkan kanker paru paru
c. Sembuh sendiri
12. Penyakit tuberkulosis bisa sembuh dengan apa?
a. Harus pergi ke Puskesmas / RS
b. Cukup dengan obat warung
c. Sembuh sendiri
13. Berapa lama pengobatan TB paru yang anda ketahui?
a. 6 bulan
b. 3 bulan

c. 9 bulan

Tingkat Kesadaran
14. Apa yang anda lakukan jika anda sakit batuk berdahak lebih dari 2 minggu?
a. Pergi ke Puskesmas
b. Pergi ke Rumah Sakit / klinik
c. Beli obat di warung / apotek
15. Siapakah yang menyarankan anda datang ke tempat pelayanan kesehatan ketika batuk
berdahak lebih dari 2 minggu?
a. Keluarga
b. Petugas kesehatan
c. Keseadaran sendiri
16. Dimanakah seharusnya anda membuang dahak?
a. Di kamar mandi
b. Di got
c. Di tempat sampah

Jarak
17. Apakah anda merasa jarak rumah anda jauh dari puskesmas sunter agung 1 (Bambu kuning)?
a. Sangat jauh
b. Jauh
c. Dekat
18. Apakah alasan anda tidak datang ke Puskesmas kelurahan Sunter Agung 1 (bambu kuning),
jawaban boleh lebih dari 1!
a. Karena jaraknya jauh
b. Sarana transportasi yang sulit
c. Kerja petugas kesehatan yang kurang memuaskan
Kepuasan Pelayanan Kesehatan
19. Menurut anda, bagaimanakah sikap petugas di puskesmas Sunter Agung 1 (Bambu Kuning)?
a. Memuaskan
b. Tidak memuaskan
20. Menurut anda, bagaimanakah fasilitas di puskesmas Sunter Agung 1 (Bambu kuning)?
a. Lengkap
b. Tidak lengkap
CDR
21. Ke Puskesmas mana biasanya anda berobat?

a. Puskesmas kelurahan Sunter agung 1 (Bambu kuning)


b. Puskesmas kecamatan pademangan
c. Lain lain, sebutkan:
.

Anda mungkin juga menyukai