Anda di halaman 1dari 31

HUBUNGAN ANTARA RENDAHNYA NILAI CDR DENGAN

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG TB


PARU
DI PUSKESMAS KELURAHAN, JAKARTA UTARA 2010

Pembimbing

Disusun Oleh :

Chrasnaya Rosa D, S. Ked

2005730013

Ina Ratna Pertiwi , S. Ked

2005730032

Jeffri Eka Saputra, S. Ked

2009730177

Nanda Maulidinah, S. Ked

2006730063

Navisah Novel, S. Ked

2006730065

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2010

LEMBAR PERSETUJUAN

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA RENDAHNYA NILAI CDR DENGAN


TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG TB
PARU
Disetujui Oleh :
Pembimbing

Bpk anwar

Pembimbing Puskesmas

Dr. Sriwidiani

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan
kemudahan dan petunjuk dalam menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul
Hubungan antara Rendahnya Nilai CDR dengan Tingkat Pengetahuan Masyarakat
tentang TB Paru di . Proposal penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
mengikuti kepaniteraan senior Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran dan
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Peneliti menyadari tanpa bantuan berbagai pihak tidak banyak yang bisa peneliti
lakukan dalam menyelesaikan proposal ini. Untuk itu peneliti menyampaikan rasa hormat
dan terimakasih atas semua bantuan dan dukungannya selama pelaksanaan dan
penyusuan proposal ini kepada sebagai pemimbing penelitian kami yang dengan
penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, pengarahan, semangat, nasihat, dukungan
dan masuk dalam menyusun proposal ini.
Akhir kata tim penulis mengharapkan semoga usulan penelitian ini dapat
bermanfaat untuk yang membacanya.
Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Agustus 2010

Tim Penulis

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Pertanyaan Penelitian
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.2 Tujuan Khusus
1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Ruang Lingkup
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian TB Paru
2.2 Faktor Risiko TB paru
2.2 Pengobatan dan Pencegahan TB paru
BAB III KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
3.2 Hipotesis Penelitian
3.3 Definisi Operasional

BAB IV METODE PENELITIAN


4.1 Jenis Penelitian
4.2 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan
4.3 Subjek Penelitian
4.3.1 Populasi
4.3.2 Sampel
4.3.3 Teknik Inkulasi
4.3.4 Pengambilan Data
4.4 Pengolahan
4.4.1 Editing di Lapangan
4.4.2 Editing di Pusat
4.4.3 Koding data
4.4.4 Analisis Data
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menyerang berbagai
organ atau jaringan tubuh. Penyakit ini merupakan penyakit kronis yang mudah
menular dan dapat meningkatkan jumlah angka kematian. Kuman ini berbentuk
batang / basil yang dikenal dengan nama Mycobakterium tuberculosis. Perhatian
aktivis kesehatan sedunia dikejutkan oleh deklarasi kedaruratan global ( The
Global Emergency) TBC pada tahun 1993 dari WHO, karena sebagian besar
negara negara didunia tidak berhasil mengendalikan penyakit TBC. Hal ini
disebabkan oleh rendahnya angka kesembuhan penderita yang berdampak pada
tingginya penularan. Penyakit ini kembali menjadi perhatian dengan adanya
fenomena ledakan kasus HIV/AIDS dan kejadian MDR (Multi Drug Resisten).
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun ). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bualan. Hal tersebut berakibat
pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 30 %. Jika ia
meninggal akibat TB, maka kehilangan pendapatan sekitar 15 tahun.
Selainmerugikan secara ekonomis TB juga memberikan dampak buruk lainnya
secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.
WHO memperkirakan terjadi kasus TBC sebanyak 9juta/tahun diseluruh
dunia pada tahun 1999, dengan jumlah kematian sebanyak 3juta/tahun. Dari
seluruh kematian tersebut 25% terjadi di negara berkembang. Sebanyak 75% dari
penderita usia 15-50 tahun (usia produktif). WHO menyatakan 22 negara dengan
beban TBC tertinggi didunia 50%nya berasal dari negara -negara Afrika, Asia
serta Amerika (Brazil). Dari seluruh kasus didunia, Indonesia merupakan no.3
terbesar didunia setalah Cina dan India. Prevelansi TBC secara pasti belum
diketahui. Diperkirakan pada tahun 2004 setiap tahunnya ada sekitar 539.000

kasus baru dan kematian 101-000 orang. Insiden kasus TB BTA positif sekitar 101
per 100.000 penduduk.
Penelitian dilakukan ditingkat kelurahan dengan tujuan dapat mewakili
beberapa kelurahan, sehingga hasil penelitianpun dapat dipergunakan sebagai
gambaran di Puskesmas Keluruhan .
Sesuai data yang di dapat di kecamatan Cilincing pada tahun 2009 sebesar
100% dengan jumlah TB Paru positif dewasa sebesar 84 Orang yang terdiri dari
laki-laki 55 orang dan perempuan 29 orang. Puskesmas dengan pencapaian paling
rendah adalah Puskesmas Kelurahan Cilincing I sebesar 4,05%. Sedangkan yang
tertinggi adalah Puskesmas Kelurahan Cilincing sebesar 21,3%

No.

Nama UPK

PKC CILINCING

PKL CILINCING I

PKL CILINCING II

PKL KALIBARU

PKL MARUNDA

PKL ROROTAN

PKL SEMPER BARAT I

PKL SEMPER BARAT II

PKL SEMPER BARAT III

10

PKL SUKAPURA

1.2 Rumusan Masalah

TW I

TW II

TW III

TW IV

TOTAL

CDR

19

22

10

12

63

203,55%

12

36,58%

24

152,38%

17

13

12

49

283,89%

24

36,33%

13

34

234,48%

13

46,05%

15

31

71,9%

13

17

94,6%

14

33

114,9%

Kecamatan Cilincing merupakan salah satu kecamatan di Jakarta Utara.


Memiliki wilayah daratan sebesar 42,55 km2 dengan jumlah KK 46.766 yang
terbagi dalam 830 RT dan 72 RW, diperkirakan daerah padat penduduk sebesar
6.316 jiwa/km2.
Kecamatan Cilincing terbagi dalam 9 kelurahan, diantaranya semper barat
1, semper barat 2, semper barat 3, kalibaru, sukapura, rorotan, marunda, cilincing
1 dan cilincing 2. Sebagian besar penduduk di Kecamatan Cilincing mata
pencaharian utama mereka adalah nelayan. Selebihnya buruh, pembantu rumah
tangga dan pengupas kulit kerang. Orang-orang tinggal di rumah yang sangat
kecil yang dipisahkan oleh gang kecil. Mereka tidak memiliki halaman dan juga
tidak memiliki tanah. Banyak lalat dimana-mana, bahkan di dalam rumah dan di
sekitar makanan di dalam warung makan.
Karena tinggal di tepi laut, perekonomian masyarakat Cilincing
mengandalkan hasil laut. Delapan puluh lima persen penduduknya berprofesi
sebagai nelayan. Sisanya pedagang, pengumpul besi bekas dan bekerja di tempat
lain. Jika melihat keadaan perkampungan yang padat dan terkesan kumuh dengan
strata ekonomi menengah ke bawah.
Penurunan jumlah kejadian penderita dewasa TBC Di Puskesmas Kelurahan
Cilincing I pada tahun 2009.
1.2.1

Pertanyaan penelitian
Apa yang mempengaruhi rendahnya angka kejadian TB Paru pada
orang dewasa yang berobat di Puskesmas Kelurahan Cilincing I?

1.3.1

1.3 Tujuan
Tujuan umum
Diketahuinya gambaran penyakit TB Paru dengan BTA positif yang
terdaftar di Puskesmas Kelurahan Cilincing I.

1.3.2

Tujuan Khusus

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Diketahuinya gambaran umur responden


Diketahuinya gambaran jenis kelamin responden
Diketahuinya gambaran pekerjaan responden
Diketahuinya gambaran tingkat pendidikan responden
Diketahuinya lingkungan rumah responden
Diketahuinya pengetahuan tetang penyakit TBC responden
Diketahuinya gambaran jarak dari rumah ke pelayanan kesehatan

menurut responden
8. Diketahuinya kejadian TBC BTA positif dirumah penderita TBC
BTA positif yang terdata di Puskesmas Kelurahan Cilincing I
1.4.1

1.4.2

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat Teoritik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
informasi dan pengetahuan baru tentang rendahnya kejadian penderita
TB Paru di wilayah naungan Puskesmas Kelurahan Cilincing I.
Manfaat Metodologik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk penelitian selanjutnya mengenai hubungan
rendahnya jumlah penderita TB Paru dengan pengetahuan pasien
tentang TB paru.

1.4.3

Manfaat Aplikaif
1. Untuk Peneliti :
a) Menambah pengetahuan mengenai metode penelitian secara
lebih baik.
Menambah pengetahuan tentang segala ssuatu yang berkaitan
dengan TB.
2. Untuk Masyarakat :
a) Meningatnya kesadaran dalam masyarakat untuk lebih peduli

b)

akan kesehatan individu dan lingkungan terutama pada


penyakit TB.
3.

Untuk Puskesmas
a) Dapat meningkatkan usaha penyuluhan kepada masyarakat
mengenai pentingnya pengetahuan penyakit TBC.

b) Dapat membuat program-program baru tentang penanganan TB


Paru secara tuntas sehingga dapat mencegah timbulnya kasus
TB di masyarakat.
1.5 Ruang Lingkup
Pada semua pasien penderita TB yang sedang aktif berobat
diPuskesmas Kelurahan Cilincing I pada periode Januari 2009 sampai
Desember 2009.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)


Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). Sebahian kuman TBC
menyerang paru, tetapi dapt juga mengenai organ tubuh lainnya. Penyebab
penyakit

tuberkulosis

adalah

bakteri

Mycobacterium

tuberculosis

dan

Mycobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5-4 mikron X 0,3-0,6


mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranula atau tidak
mempunyai selubung, tetap mempunyai laisan luar tebal yang terdiri dari lipoid
( terutama asam mikolat). Bakteri ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat
bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering
disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman

tuberkulosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan
aerob. Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 1000C selama 5-10 menit
atau pada pemanasan 600C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama
15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam diudara terutama ditempat yang
lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar atau
aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90%
udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per
jam.
Penuluran penyakit TBC adalah melalui udara yang tercemar oleh
Mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan/dikeluarkan oleh si penderita TBC
saat batuk dalam bentuk droplet (percikan dahak) yang mengandung kuman yang
bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Bakteri ini masuk
kedalam paru-paru dan berkumpul hingga berkembang menjadi banyak terutama
pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah tetapi pada seseorang dengan
kondisi daya tahan tubuh (imun) yang baik, bentuk tuberkel ini akan tetap
dormant sepanjang hidupnya. Bakteri dapat mengalami penyabaran melalui
pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga menyebabkan terinfeksinya
organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang, kelenjar getah
bening dan lainnya meski yang paling banyk adalah paru-paru. Daya penularan
dari seseorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular
penderita tersebut. Bila hasil pemerikaan dahak negative (tidak terlihat kuman),
maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Riwayat terjadinya tuberkulosis ada dua cara yag pertama infeksi primer
terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang
terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosiler bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap
disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara
pembelahan diri diparu, yang mengakibatkan peradangan didalam paru. Saluran
limfe akan menbawa kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini

disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai


pembentukkan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeks dapat
membuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negative
menjadi positif. Infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan
besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya
tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kumna TBC. Meskipun
demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau
dormant (tidur). Kadang kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan
menjadi penderita TBC. Masa inkubasi yaitu waktu yang diperlukan mulai
terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
Yang kedua tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa
bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh
menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari
tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya
kavitas atau efusi pleura.
Untuk mengetahui tentang penderita tuberkulosis dengan baik harus
dikenali tanda dan gejala. Seseorang ditetapkan sebagai tersangka penderita
tuberkulosis paru apabila ditemukan gejala klinis utama (cardial symtop) pada
dirinya. Gejala utama pada tersangka TBC adalah batuk terus menerus dan
berbentuk selama 3 (tiga) minggu atau letih. Gejala tambahan, yang sering
dijumpai dahak bercampur, batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise),
berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
Gejala gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain
tuberkulosis. Oleh sebab itu setiap orang yang dating ke UPK dengan gejala
tersebut diatas, harus dianggap sebagai seorang suspek tuberkulosis

atau

tersangka penderita TBC, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara

mikroskopik langsung. Diangnosis tuberkulosis ditegakkan dengan pemeriksaan 3


spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS).

S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TBC dating


berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah
pot dahak untuk mengumpulkan dahak dari hari kedua.

P (Pagi) : dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua, segera


setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di UPK.

S (sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat


menyerahkan dahak pagi.

Spesimen dahak sebaiknya dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang


berurutan.
Untuk mendiangnosis TBC dapat ditegakkan dengan ditemukan BTA pada
pemeriksaan dahak secara mikroskopik. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif
apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS positif. Bila hanya 1 spesimen yang
positif perlu diadakan pemeriksaan lebuh lanjut yaitu foto rontgen dada atau
pemeriksaan dahak SPS diulang.
Kalau hasil rontgen mendukung TBC, maka penderita didiangnosis
sebagai penderita TBC BTA positif.
Kalau hasil rontgen tidak mendukung TBC, maka pemeriksaan dahak SPS
diulangi.
Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain,
misalnya biakan. Bila ketiga specimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik
spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila
tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TBC, ulangi
pemeriksaan dahak SPS.

Kalau hasil SPS positif, didiangnosis sebagai penderita TBC BTA positif
Kalau hasil SPS negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada untuk
mendukung diangnosis TBC
Bila hasil rontgen mendukung TBC, didiangnosis sebagi penderita
TBC BTA negatif Rontgen positif
Bila hasil rontgen tidak mendukung TBC, penderita tersebut bukan
TBC.

2.2 FAKTOR RISIKO TUBERKULOSIS PARU


Faktor Resiko Penyakit TB, pada dasarnya saling berkaitan satu sama
lainnya. Berbagai faktor resiko dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok faktor
resiko yaitu :
1) Faktor Kependudukan Variabel kependudukan yang memiliki peran dalam
timbulnya atau kejadian penyakit TB,yaitu:
a. Status Gizi
Menururt Robinson dan Wieghley (1984) keadaan kesehatan berhubungan
dengan penggunaan makanan oleh tubuh.
b. Kondisi sosial ekonomi.
WHO (2003) menyebutkan 90% penderita TB didunia menyerang
kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin. Hubungan antara

kemiskinan dengan TB bersifat timbal balik, TB merupakan penyebab


kemiskinan dan karena miskin maka manusia menderita TB. Kondisi
sosial ekonomi itu sendiri, mungkin tidak hanya berhubungan secara
langsung, namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti
adanya kondisi gizi buruk, serta perumahan yang tidak sehat, dan akses
terhadap pelayanan kesehatan juga menurun kemampuannya. Menurut
perhitungan, rata-rata penderita TB kehilangan 3 sampai 4 bulan waktu
kerja dalam setahun. Mereka juga kehilangan peng hasilan setahun secara
total mencapai 30% dari pendapatan rumah tangga.
c. Umur
Klinis terjadinya penularan tidak ada perbedaan karena perbedaan usia,
akan tetapi pengalaman menunjukkan bahwa median umur penderita TB
didominasi kelompok usia produktif (15-50 tahun/75%). Fakta ini
mungkin dikarenakan pada kelompok umur tersebut mempunyai riwayat
kontak disuatu tempat dalam waktu yang lama.
d. Jenis kelamin
Dari catatan statistik meski tidak selamanya konsisten, mayoritas penderita
TB adalah wanita. Hal ini masih memerlukan penyelidikan dan penelitian
lebih lanjut, baik pada tingkat behavioural, tingkat kejiwaan, sistem
pertahanan tubuh, maupun tingkat molekuler.
2. Faktor resiko lingkungan
a. Kepadatan
Kepadatan merupakan pre-requisite untuk proses penularan penyakit.
Semakin padat, maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit melalui
udara, akan semakin mudah dan cepat. Oleh sebab itu, kepadatan dalam
rumah maupun kepadatan hunian tempat tinggal merupakan variabel yang
berperan dalam kejadian TB. Untuk itu Departemen Kesehatan telah
membuat peraturan tentang rumah sehat, dengan rumus jumlah penghuni /
luas bangunan. Syarat rumah dianggap sehat adalah 10m2 per orang

(Depkes,2003), jarak antar tempat tidur satu dan lainnya adalah 90 cm,
kamar tidur sebaiknya tidak dihuni 2 orang lebih, kecuali anak di bawah 2
tahun.
b. Lantai rumah
Secara hipotesis jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian
TB, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah, cenderung menimkan kelembaban, dengan demikian viabilitas kuman TB dilingkungan juga
sangat dipengaruhi oleh kelembaban tersebut.
c. Ventilasi
Ventilasi bermanfaat bagi sirkulasi pergantian udara dalam rumah serta
mengurangi kelembaban. Ventilasi mempengaruhi proses dilusi udara,
dengan kata lain mengencerkan konsentrasi basil TB dan kuman lain,
terbawa keluar dan mati terkena sinar ultra violet. Menurut persyaratan
ventilasi yang baik adalah 10% dari luas lantai. (Kepmenkes, 1999,Depkes
2003).
d. Pencahayaan
Rumah sehat memerlukan cahaya cukup, khususnya cahaya alam berupa
cahaya matahari yang berisi antara lain ultra violet. Cahaya matahari
minimal masuk 60 lux dengan syarat tidak menyilaukan. Semua cahaya
pada dasarnya dapat mematikan kuman, namun tentu tergantung jenis dan
lamanya cahaya tersebut.
3. Faktor resiko prilaku
Faktor risiko perilaku adalah kebiasaan yang dilakukan sehari-hari yang dapat
mempengaruhi terjadinya penularan/penyebaran penyakit.Yang termasuk
factor risiko perilaku dalam terjadinya penularan TB adalah sebagai berikut:
a) Kebiasaan tidur penderita TB bersama-sama dengan dengan
keluarga.
b) Tidak menjemur kasur secara berkala.

anggota

c) Kebiasaan membuang ludah / dahak sembarangan.


d) Kebiasaan tidak pernah membuka jendela ruangan.
e) Kebiasaan tidak membuka jendela kamar tidur.
f) Kebiasaan tidak pernah membersihkan lantai rumah.
g) Kebiasaan merokok.
2.1.3 Pengobatan dan Pencegahan TB Paru
Pengobatan bagi penderita penyakit TBC akan menjalankan proses yang
cukup lama, yaitu sekitar dari 6 bulan sampai 9 bulan atau bahkan bisa
lebih. Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis,
dalam jumlah yang cukup, supaya semua kuman (termasuk kuman persister)
dapat dibunuh. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis,
dosis, dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC akan berkembang
menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita
minum obat, pengobatn perlu dilakukan dengan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO).
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu :

Tahap awal (intensif)


a. Pada tahap ini pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resisten obat
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjdi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu
c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negative (konversi)
dalam 2 bulan

Tahap lanjutan

a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit namun dalam
jangka waktu lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.3)
Panduan OAT yang digunakan oleh program Nasional Penangulangan
Tuberkulosis di Indonesia.

Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intesif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z)
dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZE). Kemudian

diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari

Isoniasid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu
selama 4 bulan (4H3R3).

Obat ini diberikan untuk :


Penderita baru TBC Paru BTA Positif
Penderita baru TBC Paru BTA negatif Rontgen Positif sakit berat
dan
Penderita TBC Ekstra Paru berat

Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E6)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan
streptomisin setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniasid (H),

Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu
diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang
diberikan tig kali dlam seminggu. Perlu diperhatikan bahwah suntikan
streptomisin diberikan setelah penderita selesai minum obat.
Obat ini diberikan untuk :
Penderita kambuh (relaps)
Penderita gagal (failure)
Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)

Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan
diberikan 3 kali seminggu (4H3R3).

Obat ini diberikan untuk :


Penderita baru BTA negatife dan rontgen positif sakit ringan
Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis),
pleuritis eksudatif unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang
belakang, sendi dan kelenjar adrenalin.

OAT sisipan (HRZE)


Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatn ulang dengan kategori 2,

hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE)
setiap hari selama 1 bulan.
Pencegahan penularan penyakit TB antara lain :
1.

Bagi penderita, agar tidak menularkan kepada anggota keluarga lain:


a). Apabila batuk , menutup mulut, agar keluarga dan orang lain tidak
tertular
b). Jangan meludah disembarang tempat
c). Gunakan tempat seperti kaleng yang tertutup dan berisi air sabun
atau lysol, untuk menampung dahak
d). Buang dahak ke lobang WC atau timbun kedalam tanah ditempat
yang jauh dari keramaian.

2. Bagi masyarakat umum


a). Menghindari percikan ludah atau percikan dahak melalui ventilasi
yang efektif di kendaraan umum, ruang di tempat umum (sekolah,
tempat ibadah, ruang kerja, dll), ruang-ruang di rumah dengan
mengurangi konsentrasi partikulat melayang
b). Pencahayaan di dalam rumah, pencahayaan matahari langsung ke
dalam rumah/ruang mematikan kuman TB karena terkena sinar ultra
violet atau panas sinar matahari. Pencahayaan yang cukup juga
mencegah kelembaban dalam ruang.
c). Menghindari kepadatan hunian, kepadatan hunian bersama penderita
TB aktif dalam rumah memungkinkan kontak efektif untuk terjadinya
infeksi baru pada penghuni rumah
d). Mencegah kepadatan penduduk/permukiman untuk menjamin
ventilasi yang efektif.
e). Mencegah pencemaran udara yang bersumber dari dalam rumah
seperti pemakaian bahan bakar hayati tanpa ventilasi efektif, merokok,
dll.
f). Menghindari adanya lantai tanah dalam rumah, karena lantai tanah
dapat menambah kelembaban dan memungkinkan perkembangbiakan

parasit.

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep
satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo,
2002).
1. Luas wilayah dan bayaknya penduduk
didaerah puskesmas kelurahan
Variabel
Independen
2. Data
pasien
yang terdiangnosis TB
paru (+) dipuskesmas kelurahan.
3. Pendidikan pasien
4. Pekerjaan pasien
5. Jarak antara rumah dengan puskesmas
6. Transportasi dari rumah ke jakarta
7. Pelayanan dipuskesmas kelurahan

Variabel dependen

Angka CDR dan


tingkat pengetahuan
TB paru

Tabel 3.1

3.2 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian.
Untuk mengarahkan penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1. Ada hubungannya luasnya wilayah dan banyaknya penduduk didaerah
Puskesmas Kelurahan Cilincing I dengan penurunan angka kejadian TB
paru (+)
2. Adanya hubungannya kejenuhan minum obat dengan angka kejadian TB
paru (+)

3. Adanya hubungannya pendidikan pasien dengan penurunan angka


kejadian TB paru (+)
4. Adanya hubungan pekerjaan pasien dengan penurunan angka kejadian TB
paru (+)
5. Adanya hubungan jarak antara rumah dengan puskesmas dengan
penurunan angka kejadian TB paru (+)
6. Adanya hubungan pelayanan puskesmas dengan penurunan angka
kejadian TB (+)
3.3 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu
variabel atau kontrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasi kegiatan,
ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak
atau variabel tersebut (Nazir, Moh. 1999).

Variabel

Definisi Operasional

Kode Nilai

Angka TB paru
(+) menurun

Keberhasilan
pengobatan TB tidak
mencapai nilai standar
(>85%)

1= > 85 %

Data pasien

Catatan arsip / bukti saat


pasien sakit

1= Sembuh total

Skala Ukur
Ordinal

2 = < 85%

2= Masih dalam
Terapi

Ordinal

Jenuh minum
obat

1= Rutin
2= Tidak
Rutin

Ordinal

1= Ya

Ordinal

2.= Tidak

Pekerjaan

Pasien bekerja untuk


menambah pendapatan

Jarak rumah
dengan
puskesmas

Alat ukur jarak yang


ditempuh

Pelayanan
puskesmas

Kegiatan di Pusksmas

1= Bekerja

Nominal

2= Tidak bekerja
1= Jauh

Ordinal

2= Dekat
1= Ramah

Nominal

2= Tidak Ramah
Tabel 3.3

3.4 Pengukuran dan pengamatan Variabel


Pengukuran dalam penelitian ini merupakan jenis pengukuran kuantitatif,
hingga data yang didapatkan berupa data kontiyu dari skala nominal dan
ordinal, variasi yang diamati melalui pertayaan pertanyaan yang dituangkan
kedalam instrument pengukuran yaitu melalui kuesioner dngan sistem angket.

Pembuatan kuesioner
Setelah diberikan penilaian masing-masing pertanyaan, kemudian diolah
dengan mengelompokkan pertanyaan masing-masing variabel yang hendak di
ukur dan seluruh variabel dibuat kategori hasil yang telah ditentukan. Untuk
menilai

variabel

yang

diteliti

dilakukan

pengkatakorian,

kemudian

dibandingakan dengan nilai rata-rata. Penetapan skor pada pertanyaan


kuesioner akan dibahas pada cara pengolahan dan analisa data. Setelah
dilakukan dengan pmberian skor variable - variabel penelitian.

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1

Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross

sectional
dengan cara melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan keikutsertaan
responden.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi peneliatian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan
Cilincing I, yang akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2010
4.3 Subjek Populasi
4.3.1 Populasi
Populasi adalah sekumpulan subjek (yang mencakup semua makhluk
hidup maupun benda-benda mati) yang mempunyai kecenderungan
yang sama serta memiliki sifat-sifat yang serupa. (Myrnawati,2004).

Populasi pada penelitan ini adalah orang dewasa yang serumah


(keluarga) dengan penderuta TB Paru BTA positif yang terdapat di
Puskesmas Kelurahan Cilincing I mulai dari bulan Januari 2009 Desember 2009.
4.3.2

Sampel
Semua pasien yang terdeteksi sebagai pasien dewasa TB Paru positif
yang tidak rutin datang ke poli TB Paru untuk berobat di Puskesmas
Kelurahan Cilincing I.

4.3.3

Teknik inkulasi
Adapun criteria subyek responden yang diambil yaitu sampel
purposive :
a. Pasien dewasa TB Paru positif
b. Keluarga pasien
c. Petugas poli TB Paru

4.3.4

Teknik pengambilan data


Data yang dikumpulkan berupa data primer. Data primer, diperoleh
melalui hasil anamnesis dari pasien dewasa TB Paru positif , petugas
poli TB Paru serta mendatangi rumah keluarga pasien.

4.4 Pengelolahan Data


4.4.1 Editing di Lapangan
Dilakukan oleh petugas wawancara yaitu memeriksa data, apakah data
yang terkumpul telah sesuai dengan yang diharapkan.
4.4.2

Editig di Pusat
Dilakaukan oleh supervisor dengan memperhatikan kelengkapan,
ketepatan dan konsekuensi jawaban. Bila ditemukan data yang tidak
lengkap, tidak berkesinambungan atau tidak seragam, maka dilakukan
hal- hal sebagai berikut :
1. Memperkirakan jawabannya dar jawaban atau pertanyaan lain
yang sesuai
2. Menanyakan kepada petugas ada tidaknya kesalahan dalam
pengisiannya
3. Mendatangi kembali untuk memperbaiki yang kurang

4.4.3

4.4.4

Koding Data
Pemberian kode dari data yang telah dikumpulkan, misalnya berupa
angka untuk setiap jawaban
Analisis Data
Analisis data dapa dilakukan dua tahap yaitu :
1. Analisis Univariat
Untu mendapatkan gambaran distribusi frekuensi dari variabel
independen dan variabel dependen sehingga dapat diketahui
variasi dari masing masing variabel.
2. Analisis bivariat
Sedangakan untuk analisis bivariat

digunakan

untuk

menganalisis data sampel, dan hasilnya akan digeneralisasikan


dalam populasi. Analisis melalui variabel variabel yang
diteliti dengan melihat hubungan antara satu variabel bebas
dan terikat

LAMPIRAN
KUOSIONER PENELITIAN

SURVEI PADA PASIEN TB ORANG DEWASA YANG


BEROBAT DI PUSKESMAS KELURAHAN CILOINCING I
Selamat pagi Bapak / Ibu. Saya akan melakukan penelitian mengenai TB
paru. Untuk itu izinkan saya untuk mengajukan beberapa pertanyaan, Mohon
kerjasamanya dan dapat dijawab sejujur - jujurnya. Jawaban Bapak / Ibu sangat
berharga dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas
Kelurahan Cilincing I. Kerahasiaan Bapak/Ibu akan kami pegang teguh. Atas
kerjasamanya kami ucapkan terimakasih.
No. Urut

Nama Pewawancara :
Nama Responden

Alamat Responden

__________________________________________________________________
1. Berapa banyak orang yang tinggal seruamah dengan anda ?
a.1
b.2
c.3
d.Lebih dari 5

2. Apakah anda tahu tentang penyakit TB Paru ?

a. Ya
b. Tidak

3. Apakah menurut anda TB paru itu menular ?


a. Ya
b. Tidak

4. Apakah anda menderita batuk berdahak cukup lama ?


a. Ya
b. Tidak

5. Apakah anda pernah menderita batuk berdarah ?


a. Ya
b. Tidak

6. Apakah anda sering keluar keringat dingin pada malam hari ?


a. Ya
b. Tidak

7. Apakah berat badan badan anda turun secara drastic ?

a. Ya
b. Tidak

8. Apakah anda merasa jarak rumah anda jauh dari tempat pelayanan kesehatan?
a. Ya
b. Tidak

9. Apakah ada yang menuyuruh anda datang ke puskesmas untuk memeriksakan


kesehatan anda ?
a. Ya
b. Tidak

10. Apakah saat ini anda sedang menjalankan pengobatan paru selama 6 bulan ?
a. Ya
b. Tidak

11. Jika no.11 jawabannya ia , Apakah anda minum obat dengan teratur ?
a. Ya teratur
b. Tidak teratur

12. Jika no.11 jawabannya iya. Apakah ada yang mengawasi anda minum obat ?
a. Ya ada \, siapa ?
b. Tidak ada

13. Apakah saat ini anda bekerja ?


a. Ya, sebagai ?
b. Tidak

14. Apakah pendapatan anda dan keluarga dapat memenuhi segala kebutuhan
hidup sehari-hari ?
a. Ya
b. Tidak

15. apakah anda merasa petugas yang kerja si tempat pelayanan kesehatan kurang
memuaskan ?
a. Ya
b. Tidak

Anda mungkin juga menyukai