Kelompok I
Meliana
(1243050031)
Hertima Br Silaban
(1243050045)
(1243050073)
Lutfi Indryani S
(1243050023)
Fakultas Farmasi
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
2012-2013
BAB I
(Skrining Cabe jawa)
Cabe Jawa merupakan tanaman tropis Asia Tenggara yang juga dikenal dengan nama
lada panjang. Cabe Jawa adalah tanaman asli Indonesia yang banyak digunakan sebagai
obat. Cabe Jawa yang termasuk ke dalam famili Piperaceae sudah banyak dimanfaatkan
untuk bahan ramuan jamu terutama bagian buahnya. Penggunaan Cabe Jawa dalam bentuk
simplisia termasuk ke dalam 10 besar bahan baku yang digunakan oleh industri obat
tradisional dan menempati peringkat ke-6 yaitu 9.5% dari total simplisia. Pemakaian
simplisia ini menunjukkan adanya peningkatan rata-rata per tahun 20.81% dalam kurun
waktu 1985-1990. Kebutuhan cabe jawa meningkat seiring ragam penggunaannya. Selain
itu, cabe jawa merupakan salah satu dari 9 tanaman unggulan Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) sebagai tanaman yang berkhasiat afrodisiak.
B. Klasifikasi Tanaman
Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Viridaeplantae
Filum
: Magnoliophyta
2
Subfilum
: Spermatophyta
Intrafilum
: Angiospermae
Kelas
: Magnoliopsida
Subkelas
: Magnoliidae
Superordo
: Piperanae
Ordo
: Piperales
Famili
: Piperaceae
Genus
: Piper
Epitet
: retrofractum
Spesies
: Piper retrofractum
C. Nama daerah
Jawa
Madura
Inggris
: long pepper
D. Morfologi tanaman
Cabe jawa merupakan tumbuhan menahun dengan batang percabangan liar, tumbuh
memanjat / melilit / melata dengan akar lekatnya, panjangnya dapat mencapai 10 m.
Percabangan dimulai dari pangkalnya yang keras dan menyerupai kayu.
Batang
Batang berbentuk bulat dan besar dengan diameter sekitar 5-7 cm dan panjang ruas
batang utama2.93-9.82 cm. Batang bervariasi warnanya mulai dari hitam, coklat
sampai coklat kehitaman. Batang cabe jawa mempunyai batang tanaman lada yaitu
mempunyai pembuluh kayu dan pembuluh tapis (floem). Selain mempunyai sulur
panjat, cabe jawa juga mempunyai sulur buah (cabang buah) dengan panjang
berkisar 2.08-8.02 cm berjumlah 5-7 buah per cabang. Cabang buah ini berwarna
hijau, hijau gelap sampai hijau tua dan berbentuk bulat. Bentuk percabangan ini
termasuk ke dalam tipe monopodial.
Daun
Daun tunggal umumnya berwarna hijau sampai hijau tua, berbentuk daun membulat,
lebar, lanset, ujungnya meruncing, tepi rata, pertulangan daun menyirip, permukaan
atas licin, permukaan bawah berbintik-bintik, panjang 8.5-30 cm dan lebar 3-13 cm.
Jumlah daun tanaman cabe jawa antara 3.95-14.46 per cabang. Bentuk pangkal daun
melekuk dan tidak sejajar. Cabe jawa merupakan tanaman menyerbuk silang
sehingga apabila diperbanyak dengan biji, maka varietasnya sangat tinggi.
Karakteristik daun cabe jawa dapat dilihat dari panjang daun, lebar daun, tebal daun,
panjang tangkai daun dan jumlah daun per cabang.
Bunga
Bunga berkelamin tunggal, tersusun dalam bulir yang tersusun tegak atau sedikit
merunduk, bulir jantan lebih panjang dari bulir betina.
Buah
Buah majemuk berupa bulir berbentuk bulat panjang (conical), bulat pendek
(globular), panjang pipih (filiform) dan panjang kecil (cylindrical). Bagian ujungnya
agak mengecil, permukaan tidak rata, bertonjolan teratur dengan panjang 2-7 cm,
berdiameter 4-8 mm dan bertangkai panjang. Saat masih muda, buah berwarna hijau,
keras dan pedas, kemudian berubah menjadi kuning gading (putih kekuningan) dan
akhirnya menjadi merah, lunak dan manis.
Biji
Biji berbentuk bulat pipih, keras dan berwarna coklat kehitaman. Perbanyakan
dengan biji atau setek batang.
F. Kandungan Kimia
Senyawa kimia yang terkandung dalam cabe jawa antara lain asam amino bebas,
damar, minyak atsiri, beberapa jenis alkaloid seperti piperine, piperidin, piperatin,
piperlonguminine, -sitosterol, sylvatine, guineensine, piperlongumine, filfiline, sitosterol,
methyl piperate, terpenoid, n-oktanol, linalool, terpinil asetat, sitronelil asetat, sitral,
saponin, polifenol, resin (kavisin), chavicine, asam palmitat, asam tetrahidropiperik, 1undecylenyl-3,4-metilenedioksibenzen,
isobutyideka-trans-2-trans-4-dienamide
dan
sesamin. Alkaloid utama yang terdapat di dalam buah cabe jawa adalah piperin.
G. Khasiat
Buah, daun dan akar tanaman cabe jawa dapat digunakan untuk pengobatan. Buah
yang sudah tua dapat digunakan untuk pengobatan perut kembung, mulas, muntah-muntah,
diaforetik, karminatif, merangsang nafsu makan, demam, influenza, migraine, peluruh
keringat, encok, infeksi pada hati, tekanan darah rendah, urat saraf lemah, sukar bersalin dan
sebagai afrodisiaka (stimulant pada sel saraf dan meningkatkan stamina tubuh). Akar
digunakan untuk sakit gigi, luka dan kejang sedangkan bagian daun digunakan sebagai obat
kumur. Di India, Afrika Utara, Afrika Timur dan Asia Tenggara, cabe jawa digunakan
sebagai bumbu masak.
BAB II
(Metode Kerja)
A. Alat
Erlenmeyer
Penjepit tabung reaksi
Kaca arloji
Cawan penguap
Water bath
Pipet tetes
Corong
Beaker gelas
Plat tetes
Tabung reaksi
Lampu UV
Kompor
Kertas saring
B. Bahan
Simplisia cabe jawa (piper retrofractii Fructus)
Pelarut Hexan
Pelarut etil asetat
Pelarut metanol
Pereaksi mayer
Dragendorff
Bouchardat
HCl (p)
H2SO4
Logam Mg
As.asetat
Kloroform
C. Metode
Cara Kerja
1
4
5
dengan corong.
Panaskan di penangas air (water bath) sampai bagian.
Angkat kemudian aduk dan saring dengan menggunakan kertas saring sampai terpisah
6
7
1. Sari Hexan
8
No
1
Prosedur
Pemeriksaan Minyak Atsiri:
Teori
Terdapat bau
aromatis
Hasil pengamatan
Hasil (+/-)
+
Terdapat tetes
Lemak:
tetes minyak
direfluks.
Pemeriksaan sterol dan
minyak
triterpenoid:
Sari Hexan diuapkan sampai
Triterpen
Sterol : cincin
hijau biru.
Triterpen :
cincin hijau /
merah
Terpen : ungu,
merah, coklat.
Steroid : hijau,
biru.
Terpen
+
Sebagai pembanding
Tambahkan Mayer
Endapan putih
Terdapat
flouresensi
kehijauan /
Sebagai pembanding
Ditambahkan NH4OH
kebiruan
10%
Tidak terdapat fluoresensi
Lihat di UV
karena terdapat beberapa senyawa tertentu yang tidak dapat terlihat dengan pelarut yang
tidak sesuai.
Hexan merupakan pelarut pertama yang digunakan dalam ekstraksi bertingkat,
karena hexan merupakan pelarut yang bersifat non polar. Pertama-tama, simplisia yang
kering dilarutkan dengan pelarut hexan dan kemudian dipanaskan dalam waterbath
dengan wadah (erlenmeyer) ditutup corong. Corong digunakan bertujuan agar uap yang
dihasilkan dari pemanasan dapat keluar dari wadah dan meminimalkan uap yang akan
turun ke wadah. Sedangkan pemanasan dilakukan supaya senyawa-senyawa dalam sampel
dapat terekstrak dan terpisah satu dengan yang lainnya.
Selanjutnya setelah pemanasan, saring dengan kertas saring untuk memisahkan
antara sari hexan dan ampas. Dimana sari hexan digunakan untuk melakukan skrining
terhadap sampel, sedangkan ampas dapat disimpan untuk proses ekstraksi selanjutnya.
Sari hexan yang sudah dipisahkan diidentifikasi dengan pengujian minyak atsiri, minyak
lemak dan asam lemak, sterol dan triterpenoid, alkaloid dan kumarin.
Pada pengujian minyak atsiri, setelah sari hexan diuapkan dengan penambahan
alkohol terdapat bau minyak atsiri. Hal ini dikarenakan didalam tumbuhan cabe jawa
terdapat minyak atsiri yang jumlahnya cukup besar. Untuk pengujian lemak dan asam
lemak dilakukan reaksi penyabunan dengan menggunakan basa berupa pereaksi KOH
0.5% yang kemudian dipanaskan. Dari hasil yang didapatkan terlihat bahwa di dalam
cawan tersebut terdapat tetes-tetes minyak yang berarti adanya lemak dan asam lemak
pada cabe jawa. Selain dengan reaksi penyabunan, untuk mengetahui adanya lemak dan
asam lemak juga dapat dilakukan dengan menggunakan kertas saring. Dimana lemak dan
asam lemak akan meninggalkan noda pada kertas saring yang digunakan.
Selajutnya pengujian steroid dan triterpenoid dilakukan dengan dua metode yaitu
dengan tabung reaksi dan plat tetes. Pengujian steroid dan triterpenoid direaksikan dengan
cara yang sama namun mendapatkan hasil yang berbeda. Untuk steroid akan
menghasilkan warna hijau biru sedangkan untuk triterpenoid akan menghasilkan warna
ungu atau merah atau coklat. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa warna yang muncul
adalah cincin merah colat pada tabung reaksi dan warna merah coklat pada plat tetes, hal
11
ini menunjukan adanya triterpenoid pada buah cabe jawa. Menurut literatur, buah cabe
jawa mengandung steroid dan triterpenoid namun senyawa yang lebih banyak yaitu
steroid sehingga yang seharusnya lebih terlihat (dominan) adalah steroid. Tidak terlihatnya
steroid terjadi karena penambahan reagen H2SO4 yang terlalu banyak, sehingga senyawa
steroid yang terdapat pada buah cabe jawa rusak dan tidak terlihat.
Pada pengujian alkaloid, ekstrak sari heksan ditambahkan pereaksi HCl yang akan
memberikan hasil bening, penambahan HCl untuk menetralkan alkaloid yang bersifat
basa. Kemudian sampel yang telah diberikan HCl dibagi menjadi 4 bagian tabung. Tabung
pertama sebagai pembanding, tabung kedua ditambahkan pereaksi mayer akan
menghasilkan endapan putih, tabung ketiga ditambahkan dragendrof akan menghasilkan
endapan jingga dan tabung keempat dengan bouchardat akan menghasilkan endapan
coklat. Dari hasil pengamatan terlihat hasil positif untuk tabung ketiga dan tabung
keempat, sedangkan untuk tabung kedua yang diberi mayer menghasilkan hasil negatif.
Menurut litertur, pada buah cabe jawa terdapat senyawa alkaloid berupa piperine,
piplartine dan chavisine. Ketidaksesuaian pada penambahan meyer karena tidak
terbentuknya ikatan koordinasi antara atom N alkaloid dan Hg pada mayer sehingga tidak
terbentuk endapan yang berwarna putih.
Terakhir pengujian kumarin yang dapat dilihat melalui UV, adanya kumarin akan
terlihat berupa flourensensi kehijauan atau kebiruan. Namun dari hasil pengamatan tidak
ditemukan flouresensi. Hal ini sesuai literatur, karena pada buah cabe jawa tidak
mengandung senyawa kumarin. Senyawa lain yang terdapat pada buah cabe jawa yaitu
polifenol, beberapa vitamin, dan beberapa senyawa lainnya. Namun karena keterbatasan
beberapa hal, senyawa tersebut tidak dilakukan pengujian.
Kesimpulan
12
No
Prosedur
1 Pemeriksaan Tanin :
Sari etilasetat + 3 tetes FeCL3
Teori
Hasil pengamatan
Hasil (+/-)
fehling A + fehling B.
pereduksi).
bath.
Endapan coklat, setelah
di panaskan hijau tua
3
Pemeriksaan Alkaloid :
Simplisia halus + CHCL3 +
NH4OH lalu saring hingga
diperoleh ekstrak. Kemudian
ekstrak diuapkan + HCl 2N,
Dengan mayer
endapan putih
Dengan dragendorf
endapan coklat /
dragendorf, bouchardat.
jingga
c
Dengan bouchardat
endapan coklat
+
+
+
Bouchardad endapan
coklat
Pemeriksaan Emodol :
Sari etil asetat dipekatkan,
didinginkan + NH4OH 25%,
kocok.
Warnah merah
menunjukan adanya
emodol.
13
Pemeriksaan Flavonoid:
ditambahkan amil
alkohol:
dibawah berarti
tanin&flavonoid (+)
6
Pemeriksaan Kumarin :
Ekstrak diuapkan sampai
ditambahkan NH4OH
dilihat dibawah UV
1
2
Tambahkan NH4OH
akan terdapat
10%
flouresensi kuning
Sebagai pembanding
kehijauan / kebiruan
terpenoid. Hijau /
reaksi.
Bening UV (hijau)
Jika terbentuk
Triterpenoid:
merah, coklat
lapisan kuning
14
+ triterpen
anhidrat.
Steroid.
+ terpen
Uji tannin
Ekstrak sari etil asetat kemudian tambahkan FeCl 3. Jika terjadi perubahan
warna menjadi biru kehijauan atau hijau tua menandakan adanya senyawa tanin.
Namun dari hasil percobaan terbentuknya larutan hijau dengan endapan kuning,
sehingga dapat disimpulkan sampel cabe jawa tidak mengandung senyawa tanin.
Uji Alkaloid
Terbentuknya endapan pada uji Mayer, Dragendorff dan bouchardat
menunjukkan sari etil asetat pada cabe jawa terdapat alkaloid. Tujuan penambahan
HCl adalah karena alkaloid bersifat basa sehingga biasanya diekstrak dengan
pelarut yang mengandung asam. Perlakuan ekstrak dengan H2SO4 sebelum
penambahan pereaksi dilakukan untuk menghilangkan protein. Adanya protein
yang mengendap pada penambahan pereaksi yang mengandung logam berat
(pereaksi Mayer) dapat memberikan reaksi positif pada beberapa senyawa. Hasil
positif alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan terbentuknya endapan putih.
Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kalium-alkaloid. Pada pembuatan
pereaksi Mayer, larutan merkurium klorida ditambah kalium iodida akan bereaksi
membentuk endapan merah merkurium iodida. Jika kalium iodida yang
ditambahkan berlebih maka akan terbentuk kalium tetraiodomerkurat. Alkaloid
mengandung atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas sehingga
dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan ion logam.
Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan
bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat membentuk
kompleks kalium-alkaloid yang mengendap.
Hasil positif alkaloid pada uji Bouchardat ditandai dengan terbentuknya
endapan coklat muda sampai kuning. Diperkirakan endapan tersebut adalah
16
17
Uji kumarin
Uji pemeriksaan kumarin dilakukan dengan menguapkan sampel ad
kering, lalu tambahkan air panas dan dinginkan, bagi menjadi dua tabung. Tabung
1 tambahkan NH4OH dan tabung ke 2 digunakan sebagai pembanding (dilihat
UV). Namun pada praktikum didapatkan hasil positif kumarin yang dilihat pada
UV terdapat fluoresensi berwarna hijau.
Uji Emodol
Ekstrak etil asetat di pekatkan lalu dinginkan kemudian tambahkan
NH4OH 25%. Hasil positif berupa larutan merah menunjukkan adanya emodol.
Namun pada hasil percobaan didapatkan hasil larutan bening. Hal ini menunjukan
Kesimpulan
Hasil skrining fitokimia pada cabe jawa dari sari etil asetat mengandung senyawa alkaloid,
gula pereduksi, kumarin dan senyawa terpen.
18
3. Sari Metanol
No
Prosedur
1 Pemeriksaan Tanin:
Sari metanol + 3 tetes
FeCL3
Teori
Hasil pengamatan
Hasil (+/-)
Pemeriksaan Gula
Pereduksi:
Sari metanol + 2 tetes
Fehling A + 2 tetes Fehling
B kemudian panaskan di
Terjadi endapan
merah bata berarti
gula pereduksi (+)
water bath
Larutan hijau dengan
endapan coklat
3
Pemeriksaan Alkaloid :
Simplisia halus + FeCL3 +
NH4OH kemudian saring
hingga diperoleh ekstrak.
Kemudian ekstrak diuapkan
+ HCl 2N, kocok kemudian
Mayer terjadi
endapan putih
Dragendorf terjadi
endapan coklat /
dragendrof, bouchardat.
jingga.
c
Bouchardat terjadi
endapan coklat
Pemeriksaan flavonoid
+
+
jingga
c. Bouchardat endapan
coklat
ditambahkan Amil
Alkohol
alkohol:
-
keatas berarti
flavonoid (+)
-
Pemeriksaan Emodol:
menunjukan adanya
Pemeriksaan Kumarin :
Ekstrak diuapkan sampai
ditambahkan NH4OH
dilihat dibawah UV
jadi 2 tabung:
akan terdapat
flouresensi kuning
2.Sebagai pembanding
kehijauan / kebiruan
Kemudian lihat di UV
merah berarti
terpenoid. Hijau /
reaksi.
biru berarti
Steroid.
+ triterpen
anhidrat.
merah, coklat
berarti terpen.
Hijau atau biru
berarti Steroid.
+ terpen
Pada plat coklat
kehijauan
Pemeriksaan tannin
Tanin banyak ditemukan dalam tumbuhan berpembuluh terutama dalam
jaringan kayu. Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer yang
tidak larut dalam air. Dalam industri, tanin digunakan untuk mengubah kulit hewan
yang mentah menjadi kulit yang siap pakai karena kemampuannya untuk
menyambung silang protein. Dalam tumbuhan, tanin terletak terpisah dari protein
21
dan enzim sitoplasma. Namun, apabila jaringan rusak maka dapat terjadi reaksi
penyamakan. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan
pencernaan hewan. Oleh karena itu, sebagian besar tanaman yang mengandung
tanin akan dihindari oleh hewan herbivora karena rasanya yang sepat. Dalam hal
ini, tanin berperan melindungi tanaman dari hewan pemakannya.
Secara kimia, dikenal 2 jenis tanin yaitu tanin yang terkondensasi dan
tanin yang terhidrolisiskan. Tanin-terkondensasi hampir ditemukan pada setiap
tanaman paku-pakuan, angiospermae dan gymnospermae sedangkan taninterhidrolisis hanya ditemukan pada tanaman dikotil. Pemeriksaan tanin dilakukan
dengan menambahkan 3 tetes FeCl3. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya
warna biru kehijauan atau hijau tua. Hasil praktikum menunjukkan warna hijau
kecoklatan. Ini membuktikan bahwa sari metanol cabe jawa mengandung tanin.
Warna hijau terbentuk dari reaksi antara tanin dengan FeCl 3 yang membentuk
senyawa kompleks berwarna.
Pemeriksaan alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang bersifat basa
karena mengandung satu atau lebih atom nitrogen. Alkaloid biasanya tidak
berwarna, bersifat optis aktif, berbentuk kristal dan sebagian berwujud cair pada
suhu kamar. Uji sederhana untuk alkaloid adalah dari organoleptis (rasa yang
pahit). Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak diantaranya yang
menunjukkan aktivitas fisiologi sehingga digunakan dalam bidang pengobatan.
Alkaloid dapat berupa senyawa sederhana (seperti koniina) sampai senyawa
kompleks (seperti strikhnina).
Sebagian besar alkaloid alami bersifat sedikit asam sehingga akan
memberikan
endapan
jika
direaksikan
dengan
Mayer
(larutan
kalium
23
24
Pemeriksaan flavonoid
Flavonoid biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran dan
jarang sekali ditemukan sebagai senyawa tunggal. Campuran ini dapat terdiri atas
beberapa kelas flavonoid. Penggolongan kelas flavonoid didasarkan pada sifat
kelarutan dan reaksi warna. Pemeriksaan flavonoid dilakukan dengan cara: ekstrak
+ HCl (p) + logam Mg akan membentuk warna merah atau jingga. Apabila banyak
mengandung tanin, tambahkan HCl (p) dan logam Mg akan terbentuk warna
merah, dinginkan dan tambahkan amil alkohol, kocok :
a. Jika warnanya merah dan naik ke atas + flavonoid.
b. Jika warnanya merah tetap di bawah + flavonoid dan tanin.
Hasil praktikum menunjukkan terbentuknya warna bening kekuningan. Warna ini
menunjukkan sari metanol cabe jawa tidak mengandung flavonoid dan hal ini
sesuai dengan literatur dimana buah cabe jawa tidak mengandung flavonoid.
atas, cincin coklat muda dan larutan pink pada bagian bawah. Terbentuknya cincin
coklat pada bagian tengah tabung menunjukkan bahwa sari metanol cabe jawa
mengandung glikosida terpen. Hal serupa juga ditunjukkan pada reaksi di plat
tetes dimana terbentuk warna coklat muda. Dari literatur diketahui bahwa cabe
jawa mengandung senyawa triterpenoid.
Kesimpulan
Sari metanol cabe jawa mengandung senyawa tanin, gula pereduksi, terpen dan alkaloid.
4. Sari hidrolisa
No
1
Prosedur
Teori
Hasil pengamatan
Hasil (+/-)
Pemeriksaan Tanin:
Sari metanol + 3 tetes
FeCL3
Pemeriksaan Gula
Pereduksi:
Sari metanol + 2 tetes
Fehling A + 2 tetes
Fehling B kemudian
Larutan kehijauan
coklat
27
Pemeriksaan Alkaloid :
Simplisia halus + FeCL3 +
NH4OH kemudian saring
hingga diperoleh ekstrak.
Kemudian ekstrak
diuapkan + HCl 2N, kocok Dengan mayer terjadi
kemudian dibagi jadi 3
endapan putih.
masing tabung di
terjadi endapan coklat /
tambahkan mayer,
jingga
Pemeriksaan Flavonoid:
ditambahkan Amil
Alkohol
alkohol:
Mayer larutan
kuning keruh.
Dragendorf larutan
coklat.
Bouchardat larutan
coklat tua
keatas berarti
flavonoid (+)
bening
Pemeriksaan Emodol:
Sari etilasetat dipekatkan,
didinginkan + NH4OH
25%, kocok.
Warna merah
menunjukan adanya
emodol.
28
Pemeriksaan Kumarin :
Ekstrak diuapkan sampai
ditambahkan NH4OH
terdapat flouresensi
1. Tambahkan NH4OH
kuning kehijauan /
10%
2. Sebagai pembanding
7
(+)
Fluoresensi tidak
terbentuk
Triterpenoid:
a. Sari etil asetat diuapkan
berarti terpenoid.
reaksi.
Steroid.
asetat anhidrat.
+ terpen
Uji Tanin
29
Uji Alkaloid
Sari hidrolisa ditambahkan HCl, jika bening langsung lanjutkan uji
berikutnya, jika tidak tambahkan NH4OH (untuk membusakan garam alkaloid).
Kemudian tambahkan klorofom, kocok ambil lapisan air, bagi menjadi 4 tabung.
Yang masing-masing direaksikan dengan Mayer, Bouchardat, dan Dragendorf.
Tabung terakhir digunakan sebagai pembanding. Hasil positif ditandai dengan
terbentuknya endapan putih pada Mayer, endapan jingga pada Dragendorf dan
endapan coklat pada bouchardat. Namun dari hasil percobaan terbentuknya larutan
coklat tua (Bouchardat) dan merah coklat (Dragendorf) yang menunjukan dalam
sampel hidrolisa cabe jawa tidak terdapat senyawa tanin.
Uji flavonoid
Sari hidrolisa ditambahkan HCl
(p)
kemudian tambahkan amil alkohol, hasil positif pada uji flavonoid terbentuknya
warna merah bila ditambahkan amil alkohol. Warna merah naik ke atas
menunjukan adanya senyawa flavonoid.sedangkan warna merah tetap dibawah
menunjukan adanya tanin dan flavonoid. Namun pada hasil percobaan didapatkan
hasil larutan bening, hal ini menunjukan pada sampel cabe jawa tidak mengandung
senyawa falvonoid.
Uji Emodol
30
Uji Kumarin
Sari Hidrolisa diuapkan sampai kering, lalu tambahkan air panas dan
dinginkan. Kemudian bagi menjadi dua tabung reaksi dimana pada tabung pertama
ditambahkan NH4OH dan tabung kedua sebagai pembanding. Hasil positif pada uji
kumarin ditandai dengan terbentuknya fluoresensi yang dilihat pada lampu UV.
Namun pada hasil percobaan tidak didapatkan fluoresensi, jadi kesimpulanya pada
sampel cabe jawa tidak mengandung senyawa kumarin.
Kesimpulan
Hasil skrining fitokimia pada cabe jawa dari sari hidrolisa mengandung gula pereduksi
dan senyawa terpen.
BAB IV
31
A. TEORI
Kromatografi adalah proses pemisahan zat terlarut berdasarkan perbedaan migrasi
dinamis (afinitas) antara fase gerak (eluen) dan fase diam dimana salah satu fase akan
bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu. Perbedaan mobilitas ini disebabkan
karena adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul
atau kerapatan muatan ion. Fase gerak akan membawa zat terlarut melalui media hingga zat
terlarut terpisah dari zat lainnya. Umumnya, suatu zat terlarut dibawa oleh media pemisah
oleh aliran suatu pelarut yang berbentuk cairan atau gas dan biasanya disebut sebagai eluen.
Fase diam dapat bertindak sebagai penyerap seperti alumina, silica gel, resin penukar ion dan
sebagainya akan melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase
gerak. Partisi merupakan mekanisme pemisahan yang utama dalam kromatografi gas-cair,
kromatografi kertas dan kromatografi cair-cair.
Perbandingan jarak antara eluen dengan spot yang dibentuk oleh zat terlarut akan
diukur sampai titik yang memberikan intensitas maksimum pada bercak (spot). Perbandingan
ini dikenal dengan istilah nilai atau harga Rf. Harga Rf dapat berubah sesuai dengan
kondisi percobaan. Oleh karena itu, dalam identifikasi sebaiknya digunakan standar baku
pembanding yang sama dengan uji kromatogram sampel. Penetapan letak bercak yang
dihasilkan dalam kromatografi kertas maupun lapis tipis dapat dideteksi dengan cara:
1.
32
5. Menempatkan potongan penyerap dan zat penyerap dalam media pembiakkan yang
telah ditanami untuk melihat hasil stimulasi atau hambatan pertumbuhan bakteri.
Berdasarkan jenisnya, ada beberapa macam kromatografi seperti kromatografi kertas,
kromatografi kolom, kromatografi lapis tipis, kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC),
kromatografi gas, kromatografi preparatif dan kromatografi lainnya. Dalam praktikum ini,
akan dilakukan pemisahan dengan cara kromatografi lapis tipis (KLT). KLT dapat
memisahkan senyawa dengan cepat dan sederhana. Berdasarkan alasan ini, KLT sering
menjadi pilihan utama dalam mengidentifikasi zat secara kualitatif. Kromatografi Lapis Tipis
digunakan untuk:
a. Pemisahan senyawa dari sekelompok senyawa.
b. Identifikasi zat yang terkandung dalam senyawa.
c. Mencari eluen yang cocok untuk kromatografi kolom.
d. Identifikasi simplisia.
Fase diam yang digunakan dalam KLT adalah zat penyerap berupa serbuk halus yang
disebarkan secara merata pada lempeng kaca atau aluminium. Lempeng yang sudah dilapisi
dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahannya dapat didasarkan pada
proses penyerapan (adsorpsi) dan pembagian (partisi) atau gabungan keduanya bergantung
pada jenis penyerap, cara pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut yang digunakan.
Harga Rf yang diperoleh dari KLT tidak tetap jika dibandingkan dengan harga Rf dari
kromatografi kertas. Oleh karena itu, pada lempeng yang sama dibuat kromatogram sampel
yang akan diuji dan kromatogram dari zat pembanding dengan kadar yang berbeda-beda.
Perbandingan ukuran bercak secara visual atau densitometri dapat digunakan untuk
menetapkan kadar.
Lempeng yang digunakan juga dapat berupa seng. Fase diam yang digunakan pada
lempeng KLT adalah silica gel GF254 nm, alumina, poliamil dan turunan selulosa. Prinsip
kerja dari KLT adalah adsorpsi. Fase gerak yang digunakan dapat berupa pelarut organik atau
campuran pelarut organik. Sebagai penampak noda dapat digunakan spektrofotometri UV
254 atau 366 nm, pereaksi Dragendorf, anisaldehid, asam sulfat (p) dan sebagainya.
33
Ekstrak yang digunakan untuk KLT dipekatkan terlebih dahulu dengan cara
menguapkan di waterbath.
Tandai dengan pensil batas bawah dan batas bawah pada plat.
Masukkan plat yang sudah ditotolkan ekstrak kedalam chamber yang berisdi eluen.
Elusidasi sampai batas atas plat.
Amati noda yang terbentuk secara visual dibawah sinar UV dan hiting nilai RF
yang didapat.
34
Jenis Ekstraksi
Nilai Rf =
Spot 1
Spot 2
Jarak Eluen
Heksan
0.5
4.6
Etil asetat
0.5
4.6
Metanol
0.5
4.6
jarak spot
jarak eluen
hRf = Rf x 100%
Heksan
0.5
= 0.1
5
hRf1 = 0.1 x 100 = 10%
4.6
b. Rf2 =
= 0.92
5
hRf2 = 0.92 x 100 = 92%
Etil asetat
0.5
a. Rf1 =
= 0.1
5
hRf1 = 0.1 x 100 = 10%
4.6
b. Rf2 =
= 0.92
5
hRf2 = 0.92 x 100 = 92%
Metanol
a. Rf1 =
0.5
= 0.1
5
hRf1 = 0.1 x 100 = 10%
4.6
b. Rf2 =
= 0.92
5
hRf2 = 0.92 x 100 = 92%
a. Rf1 =
35
Jenis Ekstraksi
Heksan
Etil asetat
Metanol
Hidrolisa
Nilai Rf =
Spot 1
0.9
1.4
1.1
3.3
Spot 2
2.9
2.9
1.7
3.9
Spot 3
4.7
4.9
3.1
-
jarak spot
jarak eluen
hRf = Rf x 100%
Heksan
0.9
= 0.18
5
hRf1 = 0.18 x 100 = 18%
2.9
b.
Rf2 =
= 0.58
5
hRf2 = 0.58 x 100 = 58%
4.7
c.
Rf3 =
= 0.94
5
hRf3 = 0.94 x 100 = 94%
Etil asetat
1.4
a. Rf1 =
= 0.28
5
hRf1 = 0.28 x 100 = 28%
2.9
b. Rf2 =
= 0.58
5
hRf2 = 0.58 x 100 = 58%
4.9
c. Rf3 =
= 0.98
5
a.
Rf1 =
36
Spot 4
3.9
-
Jarak Eluen
5
5
5
5
D. Pembahasan
Kromatografi lapis tipis adalah suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan afinitas antara fase diam dan fase gerak dengan prinsip adsorbsi dan partisi. Fase
diam yang dipakai adalah plat silika gel Gf 245 dan fase geraknya berupa cairan (campuran
pelarut organik dan bisa/tanpa penambahan air). Dalam percobaan ini kami menggunakan 2
eluen yang mempunyai tingkat kepolaran yang berbeda.
37
Eluen 1 = Kloroform : Metanol (8:2) mempunyai sifat semi polar yang cenderung
polar karena kloroform bersifat semi polar sebanyak 8 bagian dan metanol bersifat
semi polar mengarah ke polar sebanyak 2 bagian. Eluen kloroform : metanol dapat
digunakan untuk menarik senyawa alkaloid. Dari skrining sebelumnya, diketahui
bahwa cabe jawa mengandung senyawa alkaloid pada masing-masing ekstrak
(ekstrak heksan, etil asetat dan metanol).
Eluen 2 = Butanol : Asam Asetat glasial : Air ( 4:1:5) mempunyai sifat semi polar
yang cenderung polar karena butanol bersifat semi polar dengan 4 bagian, asam
asetat glasial bersifat polar dengan 1 bagian dan air bersifat polar dengan 5 bagian.
Eluen butanol : asam asetat glasial : air dapat digunakan untuk menarik senyawa
steroid dan terpen. Dari skrining sebelumnya, diketahui bahwa cabe jawa
mengandung senyawa triterpenoid pada masing-masing ekstrak (ekstrak heksan, etil
asetat, metanol dan sari hidrolisa).
Eluen yang diinginkan kemudian dijenuhkan melalui pengocokan sekitar kurang
lebih 1 jam. Penjenuhan ini bertujuan untuk memastikan eluen tercampur homogen dan
menghilangkan uap air atau gas lain yang dapat mempengaruhi laju eluen. Untuk mengetahui
apakah eluen yang digunakan sudah jenuh atau belum, dapat digunakan kertas saring yang
diletakkan di dalam chamber. Apabila sudah jenuh, maka eluen dapat naik sampai ke
permukaan atas dari kertas saring. Selama pengocokan eluen, dapat ditotolkan ekstrak yang
ingin diuji pada lempeng KLT dengan menggunakan pipa kapiler.
Pada lempeng KLT diberi batas bawah (1 cm) dan batas atas (0.5 cm). Batas bawah
digunakan untuk menotolkan sampel, mencegah agar sampel tidak sampai tercelup dan larut
dalam eluen. Batas atas digunakan untuk mengakhiri proses elusi yang ditandai dengan
migrasi eluen sampai daerah batas atas. Perlu diperhatikan bahwa untuk membuat tanda batas
atas dan bawah sebaiknya menggunakan pensil dan bukan pulpen. Hal ini dikarenakan noda
pulpen dapat ikut terelusi atau mengembang. Penotolan ekstrak harus memperhatikan
kejenuhan dari ekstrak tersebut. Apabila hasil totolan tidak melebar (tidak bertambah besar
diameternya), maka dapat dikatakan ekstrak sudah jenuh dan tidak perlu ditotolkan lagi.
Selain itu, kejenuhan juga dapat dilihat dari intensitas warna dari ekstrak. Apabila hasil
penotolan memiliki warna sama dengan ekstrak, maka dapat dikatakan penotolan selesai.
38
39
Setelah spot (bercak noda) terlihat, langkah selanjutnya adalah mengukur berapa
jarak yang ditempuh oleh spot dan eluen. Pengukuran jarak ini bertujuan untuk menentukan
nilai Rf. Nilai Rf diperoleh dengan membandingkan jarak yang ditempuh oleh spot dengan
jarak yang ditempuh oleh eluen.
Ekstrak heksana, ekstrak etil asetat, dan ekstrak metanol mempunyai 2 spot pada
eluen pertama. Spot yang dihasilkan mempunyai nilai yang tetap yaitu 0.5 cm dan 4.6 cm.
Jarak yang ditempuh oleh eluen adalah 5 cm. Dengan perbandingan jarak yang ditempuh spot
dengan jarak yang ditempuh eluen maka didapatkan R f sebesar 0.1 (hRf = 10%) dan 0.92 (hRf
= 92%). Hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang terdapat di dalam ekstrak lebih dari 1
jenis (adanya 2 spot). Semakin mendekati 1, maka dikatakan spot memiliki kepolaran yang
hampir sama dengan eluen. Nilai Rf yang didapatkan mempunyai nilai yang sama. Hal ini
menunjukkan bahwa senyawa yang terdapat baik dalam ekstrak heksan, etil asetat maupun
metanol merupakan senyawa yang sama.
Ekstrak heksana dan ekstrak etil asetat mempunyai 3 spot, ekstrak metanol
mempunyai 4 bagian sedangkan ekstrak hidrolisa mempunyai 2 spot yang berbeda dalam
eluen kedua. Dilihat dari nilai Rf yang didapat, hampir semua ekstrak mempunyai nilai hR f
yang bervariasi yaitu dari 18-98%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam ekstrak tersebut
terkandung lebih dari 1 jenis senyawa.
BAB V
(Kesimpulan)
1. Sari heksan dari cabe jawa mengandung minyak atsiri, minyak lemak, terpen dan alkaloid.
40
2. Sari etil asetat dari cabe jawa mengandung gula pereduksi, alkaloid, kumarin dan terpen.
3. Sari metanol dari cabe jawa mengandung tanin, gula pereduksi, terpen dan alkaloid.
4. Sari hidrolisa dari cabe jawa mengandung gula pereduksi dan terpen.
5. Hasil dari KLT dengan eluen kloroform:metanol (8:2) didapatkan pada sari heksan, etil asetat
dan metanol sebagai berikut:
a. Rf1 = 0.1
hRf1 = 10%
b. Rf2 = 0.92
hRf2 = 92%
6. Hasil dari KLT dengan eluen butanol : asam asetat : air (4:1:5) didapatkan pada sari heksan,
etil asetat, metanol dan hidrolisa sebagai berikut:
Jenis ekstraksi
Rf 1
Rf 2
Rf 3
Rf 4
Sari heksan
0.18
0.58
0.94
0.28
0.58
0.98
Sari methanol
0.22
0.34
0.62
0.78
Sari hidrolisa
0.66
0.78
41
Daftar Pustaka
Haryudin Wawan. 2009. Karakteristik Morfologi Tanaman Cabe Jawa (Piper Retrofractum.
Vahl) di Beberapa Sentra Produksi. Bul. Litro Vol 20 No.1
Ir. Winarto. WP. 2003. Cabe Jawa Si Pedas Berkhasiat Obat. Penerbit Agromedia Pustaka :
Jakarta
Taryono. 2003. Cabe Jawa. Penerbit Swadaya : Jakarta
Anonim. 2012. Cabe Jawa Piper Retrofractum. Vahl. http://www.jamunusantara.com/cabejawa-piper-retrofractum-vahl/. Waktu akses 10 November 2014 20.30
42