Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir
yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang mempelajari
kelainan bawaan disebut dismorfologi.1 Menurut World Health Organization (WHO),
setelah keberhasilan penanggulangan penyakit akibat infeksi dan gangguan gizi,
masalah yang akan muncul ke permukaan adalah masalah genetik (termasuk di
dalamnya kelainan bawaan). WHO memperkirakan adanya 260.000 kematian (7% dari
seluruh kematian neonatus) yang disebabkan oleh kelainan kongenital di tahun 2004. Di
negara maju, 30% dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit anak terdiri dari
penderita dengan kelainan kongenital dan akibat yang ditimbulkannya. 2
Di Ruang Perinatologi Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita
Jakarta,dari tahun 1994-2005 kelainan bawaan terdapat 2,55% dari seluruh bayi yang
lahir. Di Rumah Sakit Pendidikan Al-Ramadi, Irak ditemukan 40.5 kelainan kongenital
per 1000 kelahiran, dan 40.8 per 1000 kelahiran yang hidup, 27 per 1000 yang
meninggal. 1
Salah satu kelainan kongenital yang terjadi adalah kelainan kongenital traktus
gastrointestinal. Jenis kelainan kongenital yang termasuk dalam kelainan kongenital
traktus gastrointestinal adalah stenosis pilorus, atresia atau stenosis duodenum, atresia
atau stenosis yeyunum atau ileum, malrotasi dengan atau tanpa volvulus neonatus, ileus
mekonium, penyakit Hirschsprung, anus

imperforata, duplikasi-duplikasi dan

divertikulum, obstruksi usus akuisita, intususepsi, malformasi anorektal. 3


Kelainan kongenital traktus gastrointestinal banyak menyebabkan morbiditas
dan mortalitas. Sebelas bayi yang lahir dengan kelainan kongenital traktus
gastrointestinal, tiga diantaranya meninggal karena mempunyai hubungan dengan
kelainan yang lain. 4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan hindgut.
Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung
sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut membentuk usus
halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon
transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini
tersusun dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm atau analpit. 5

Gambar 1. Embriologi Saluran Cerna


1. ATRESIA ESOFAGUS
A. Anatomi Esofagus
Esofagus merupakan

organ

memanjang

seperti

tabung

yang

menghubungkan pharynx dan gaster. Sebagian besar esofagus terdapat di dalam


rongga thorax dan menembus diafragma untuk masuk ke dalam cavitas
abdominalis beberapa sentimeter, esofagus lalu mencapai gaster pada sisi
kanannya. Di tempat peralihan ini (dekat cardia), di sebelah kanan esofagus
terdapat lobus hepatis sinister dan di posteriornya terdapat crus sinistrum dari
diafragma. Nervus vagus terdapat di anterior dan posteriornya. Peralihan

esofagus ke gaster berfungsi sebagai sphincter esofagus bagian bawah. Makanan


yang masuk akan tertahan sementara di sini dan sphincter ini juga berguna untuk
mencegah kembalinya isi gaster ke dalam esophagus. 6
B. Embriologi Esofagus
Esofagus berkembang pertama kali dari postpharyngeal foregut pada
masa 4 minggu embrio berkembang. Dan di saat yang bersamaan trakea mulai
berkembang menonjol ke anterior dari esofagus yang sedang berkembang, trakea
terbentuk menjadi divertikulum ventral dari pharynx primitive (bagian caudal
dari

foregut).

Septum trakeoesofagus

terbentuk

pada

tempat

dimana

pembungkus trakeoesopagus longitudinal bergabung ke arah garis tengah dan


menyatu. Septum ini terbagi menjadi bagian ventral (tuba laringotrakheal) dan
bagian dorsal (esofagus), septum bagian ventral ini yang akan berkembang
menjadi paru paru. 7, 8

Gambar 2. Perkembangan Divertikulum Respiratorium dan Esofagus. A. Akhir


minggu ke-3, B, C dan D Minggu ke-4
Adanya gangguan pada stadium ini dapat menyebabkan kelainan
congenital seperti atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus. Atresia
esofagus terjadi jika septum trakeoesofagus deviasi ke posterior. Deviasi ini
membuat pemisahan esofagus dari saluran laringotrakea tidak komplit sehingga
terjadi fistula trakeoesofagus.
C. Definisi Atresia Esofagus

Atresia esophagus adalah kelainan pada esofagus yang ditandai dengan


tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian
distal, esophagus bagian proksimal mengalami dilatasi yang kemudian berakhir
sebagai kantung dengan dinding muskuler yang mengalami hipertrofi yang khas
memanjang sampai pada tingkat vertebra torakal segmen 2-4. Bagian distal
esophagus merupakan bagian yang mengalami atresia dengan dinding muskuler
yang tipis dan berdiameter kecil. Keadaan ini meluas sampai diatas diafragma.8,9
Klasifikasi atresia esophagus, yang paling sering digunakan adalah
klasifikasi Gross of Boston: 10

Gambar 3. (a) Atresia Esofagus tanpa fistula 5-10% (b) Atresia Esofagus
dengan fistula trakeoesofagus di proximal 1% (c) Atresia Esofagus dengan
fistula trakeoesofagus di distal 80-90% (d) Atresia Esofagus dengan fistula
trakeoesfogaus di proximal dengan distal 2-3% (e) Fistula Trakeoesofagus tanpa
atresia esofagus ( H-Type ) 5-8% (f) Stenosis esophagus kongenital
D. Diagnosis dan Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion dapat dites dengan
nasogastric tube yang dapat masuk sampai ke lambung setelah kelahiran untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya atresia esofagus. Bayi dengan Atresia
Esofagus tidak mampu menelan saliva dan ditandai dengan saliva yang banyak,
sering batuk dan memerlukan suction berulang oleh karena atresia esofagus yang
menyebabkan isinya tertumpuk di bagian proximal esofagus. Pada Atresia
Esofagus, kateter tidak bisa lewat melebihi 9-10 cm dari hidung ke gaster. 8, 11

Atresia Esofagus mempunyai gambaran klinis terdapat banyak


gelembung mukus yang berbusa, dan putih di mulut bayi, serta kadang kadang
pada hidung. Bayi juga mengalami pernapasan yang tersedak disertai episode
batuk dan muntah serta sianosis. Episode ini terjadi karena regurgitasi air ludah
atau minuman pertama. Jika terdapat fistula pada trakeoesofagus maka akan
tampak berkembang distensi abdomen oleh karena adanya gas pada saluran
pencernaan.12, 13, 14
E. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologi yang dapat menunjang
diagnosis atresia esophagus :
Foto Thorax
Pemeriksaan foto thoraks dilakukan dengan memasaukkan sonde
lambung ke dalam esofagus, atau kateter diisi kontras non ionic. Penampakan
radiografi pada kasus atresia esofagus tergantung dari tipe atresia esofagus itu
sendiri : 14
1.

Atresia Esofagus dengan fistula trakeoesofagus pada bagian distal


Distensi gas pada bagian perut dan usus halus (disebabkan udara
melewati fistula kemungkinan akan ditemukan).9, 14

Gambar 4. Gambaran Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus di


bagian distal. Tampak orogastric tube di bagian proximal esofagus serta
terlihat gas pada usus di abdomen.

Gambar 5. Adanya gas pada bagian perut menunjukkan adanya fistula


trakeoesofagus distal.
2. Atresia Esofagus Tanpa Fistula Trakeoesofagus
Dilatasi dari kantong proksimal esofagus yang berisi udara, akan
menyebabkan trakea maju ke bagian depan. Abdomen tidak akan
memperlihatkan penampakan gas. Kantung esofagus bagian bawah dapat
dilihat dengan menggunakan pemasukan barium dengan gastrostonomi. 9,14

Gambar 6. GambaranAtresia esophagus tanpa adanya fistula trakeoesofagus


di bagian distal maupun proximal esofagus. Tampak abdomen tidak
memperlihatkan gas sama sekali.
3. Atresia Esofagus dengan fistula trakeoesofagus pada bagian proximal
Memiliki tanda yang sama dengan atresia esofagus tanpa fistul.
Pemeriksaan dengan menggunakan barium mungkin akan mengalami
kegagalan. Gambaran fistula membutuhkan pemeriksaan video fluoroskopi
selama pengisian pada kantung proksimal. 9

Gambar 7. Pada pemeriksaan barium meal posisi pronasi oblik menunjukkan


aspirasi pada paru kanan akibat adanya fistula trakeoesofagus proximal.
4. Fistula Trakeoesofagus tanpa atresia esofagus
Penggambaran fistula sulit dilakukan. Sejumlah udara akan terlihat
pada esophagus. Pemeriksaan dengan kontrak non-ionik merupakan pilihan;
dilusi barium dapat digunakan sebagai kontras alternatif. Jika pasien
diintubasi atau dengan foto kontras menunjukkan trakea tanpa gambaran
fistula, maka esofagram sebaiknya dilakukan pada pasien ini.9

Gambar 8. Foto Kanan : Fistula trakeoesofagus tanpa atresia. Pada


pemeriksaan esofagogram menunjukkan adanya fistula ( tanda panah) dari
bagian anterior esofagus (e) menuju bagian posterior trakea (t). Foto Kiri :
Fistula Trakeoesofagus
CT-SCAN
Pemeriksaan CT-Scan sangat jarang dilakukan untuk mendiagnosa
atresia esofagus. Gambar CT-scan penampakan aksial sulit untuk diindefikasi,
fistula kemungkinan hanya terlihat sebagian, tidak. Pemeriksaan CT

penampakan sagita digunakan untuk mendiagnosis atresia esofagus pada


neonatus secara akurat, dapat memperlihatkan gambar panjang esofagus,
lengkap dengan atresia, fistula dan batas-batasnya.9

Gambar 9. Pada gambaran CT helical tranversal menunjukkan adanya distensi


udara pada esofagus proksimal ( tanda panah ).
USG
USG merupakan pemeriksaan yang digunakan sebelum kelahiran,
ditemukan adanya gelembung udara pada perut fetus yang dikombinasikan
dengan polihidramnion pada ibu. Terdapat area anehoik pada bagian tengah
leher fetus. Terdapatnya dilatasi kantung esofagus yang buntu didapatkan secara
langsung pada usia 26 minggu masa gestasi.9

Gambar 10. Pada ultrasound sagittal sisi kiri fetus menunjukkan jantung,
polihidramion dan tidak adanya gambaran lambung
MRI
Seperti pemeriksaan USG, MRI tidak disarankan untuk diagnosa atresia
esofagus pada bayi setelah kelahiran. Meskipun begitu, MRI memberikan

gambar esofagus dan sekitarnya pada posisi sagital dan karonal, dan resolusi
kontrasnya lebih baik dibandingkan CT-scan.9

Gambar 11. Ini merupakan fetus berumur 32 minggu dengan atresia esofagus
dan tidak adanya lambung, hasil yang ditandai polihidramion.
2. STENOSIS PYLORUS HIPERTROFI
A. Anatomi Pylorus
Pylorus adalah bagian dari gaster yang terhubung ke duodenum,
merupakan suatu daerah sfingter yang menebal di sebelah distal untuk
membentuk musculus sphincter pylori. Sfingter pylorus merupakan suatu cincin
otot polos yang berfungsi untuk mengatur pengosongan isi gaster melalui ostium
pyloricum ke dalam duodenum. Pylorus terbagi menjadi 2, yaitu : pyloric
antrum yang menghubungkan ke corpus gaster serta pyloric canal yang
menghubungkan ke duodenum. 15

Gambar 12. Anatomi gaster yang menunjukkan bagian pylorus


B. Definisi

Stenosis pylorus hipertrofi (hypertrophic pyloric stenosis atau HPS)


merupakan suatu kelainan yang terjadi pada otot pylorus yang mengalami
hipertrofi pada lapisan sirkuler sehingga menyebabkan penyempitan pada
pylorus. 16
Kelainan ini biasanya baru diketahui setelah bayi berumur 2-3 minggu
dengan gejala muntah yang proyektil (menyemprot) beberapa saat setelah
minum susu dimana yang dimuntahkan hanya susu saja. 17
C. Patofisiologi
Pada stenosis pylorus, lapisan otot sirkular menebal, yang mempersempit
saluran pylorus & menyebabkan pylorus memanjang. Selama proses ini mukosa
menjadi berlebihan dan menjadi hipertrofi. Akibat dari perpanjangan dan
penebalan otot, pylorus menyimpang ke atas mendekati kantong empedu, hal ini
berfungsi sebagai penanda, dimana pylorus dapat dilihat berdekatan dengan
kantong empedu dan anteromedial ginjal kiri. Pylorus yang menebal
mempersempit saluran pylorus sehingga menyebabkan onstruksi lambung dan
distensi lambung. 17

Gambar 13. Perbedaan anatomi gaster normal dengan pyloric stenosis


D. Manifestasi Klinis
Gejala stenosis pylorus adalah muntah proyektil

mulai umur 2-3

minggu, dan tidak berwarna hijau ( nonbilious vomiting). Bayi

senantiasa

menangis sesudah muntah dan akan muntah kembali setelah makan. Hal ini
disebabkan karena obstruksi pylorus. Terkadang dijumpai muntah berwarna
hijau dan dapat pula muntahan bercampur darah oleh karena adanya iritasi

10

pada mukosa lambung. Penurunan berat badan yang disertai dengan


penurunan turgor kulit merupakan tanda adanya dehidrasi. 17
Konstipasi merupakan gejala yang sering muncul karena sedikitnya
jumlah cairan yang melalui pilorus menuju usus halus. Anak juga tampak gelisah
dan terus menangis. 17

Gambar 14. Gejala utama hypertrophic pyloric stenosis berupa muntah proyektil
E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesa riwayat yang cermat dan
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang radiologi juga biasanya
dibutuhkan. Harus ada kecurigaan terjadi stenosis pilorus pada bayi muda
dengan muntah parah. 17
Pada pemeriksaan fisik, palpasi abdomen dapat mengungkapkan massa
berbentuk buah zaitun di epigastrium. Pada palpasi juga dirasakan gelombang
peristaltik yang teraba jelas dan sering (atau bahkan terlihat) karena perut
berusaha memaksa keluar isi lambung akibat pilorus menyempit. 17, 18
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiografi
Radiografi abdomen mungkin menunjukkan perut berisi cairan atau
udara, menunjukkan adanya obstruksi lambung. Perut yang melebar dengan
incisura yang besar-besar (caterpillar sign), yang mewakili peningkatan
gerak peristaltik lambung. 16

11

Gambar 15. caterpillar sign, berupa gambaran lusen pada bagian kiri atas
abdomen
Pemeriksaan saluran cerna atas merupakan pilihan yang tepat untuk
stenosis pylorus hipertrofi. Hasil yang didapatkan adalah: 18

Tertundanya pengosongan lambung (jika parah, hal ini dapat mencegah


barium lewat ke pilorus).

Filling defect pada antrum diciptakan oleh prolaps dari otot yang
hipertrofik.

Mushroom atau umbrella sign (yaitu, penebalan otot yang menonjol ke


dalam duodenum)

Gambar 16. Mushroom sign, gambaran seperti jamur karena penebalan otot
sfingter pylorus ke arah duodenum, disertai juga gambaran string sign

Double tract sign yaitu, mukosa berlebihan dalam lumen pylorus yang
sempit, menghasilkan pemisahan kolom barium menjadi 2 saluran.

12

Gambar 17. Gambaran Double tract sign

String sign : barium melewati saluran menyempit, menciptakan satu garis


yang tipis dan memanjang

2. Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonography menghasilkan gambaran perubahan
dini yang terjadi pada HPS. Dalam sebuah studi oleh Leaphart dkk,
ultrasonografi menegaskan stenosis pilorus hipertropi ketika ketebalan otot
pilorus (MT) lebih besar dari 4 mm dan panjang saluran pilorus (CL) lebih
besar dari 15 mm. Namun, pada bayi baru lahir untuk ketebalan otot pylorus
(MT) nilai batasnya adalah 3,5 mm. 17

Gambar 18.
Gambar ultrasonografi melintang pada pasien dengan stenosis pilorus hipertropi
Tanda-tanda HPS yang ditemukan pada pemeriksaan ultrasonografi, adalah
sebagai berikut: 17

MT lebih dari 4 mm

Target sign pada pylorus.

13

Panjang saluran pilorus lebih besar dari 17 mm

Ketebalan pylorus (serosa ke serosa) 15 mm atau lebih besar

Kegagalan saluran untuk membuka selama minimal 15 menit scanning

Antral nipple sign (yaitu, prolaps mukosa berlebihan ke dalam antrum,


yang menciptakan pseudomass)

Gambar 19. Ultrasonogram longitudinal menunjukkan mukosa berlebihan


yang menciptakan antral nipple sign
3. ATRESIA DUODENUM
A. Anatomi
Duodenum adalah bagian pertama dari usus halus. Memiliki panjang 25
cm dan melengkung di sisi caput pancreas. Fungsi utama dari duodenum adalah
absorbsi produk pencernaan. Walaupun secara relatif tidak panjang, luas
permukaan mukosa diperbesar oleh lipatan-lipatan mukosa atau villi, yang
terlihat secara mikroskopis. Duodenum adalah organ penting karena merupakan
tempat bermuara dari ductus choledochus dan ductus pancreaticus.
Duodenum dibagi menjadi 4 bagian sebagai berikut.19
1.
2.
3.
4.

Pars superior duodenum


Pars descendens duodenum
Pars horizontalis duodenum
Pars ascendens duodenum
Setengah

bagian

atas

duodenum

diperdarahi

oleh

arteri

pancreaticoduodenalis superior, cabang arteri gastroduodenalis. Setengah bagian

14

bawah diperdarahi oleh arteri pancreaticoduodenalis inferior, cabang arteri


mesenterica superior. Drainase vena berasal dari vena pancreaticoduodenalis
superior yang bermuara ke vena porta dan vena pancreaticodeuodenalis inferior
yang bermuara ke vena mesenterica superior. 19

Gambar 20. Anatomi duodenum


B. Embriologi
Minggu 4 pertumbuhan lapis epitel usus lebih cepat dibandingkan
panjang lempeng usus,sehingga terdapat sumbatan usus. Seiring pertumbuhan
usus, mulai pula proses vakuolisasi sehingga terjadi rekanalisasi usus.
Rekanalisasi berakhir minggu 810. Penyimpangan rekanalisasi menyebabkan,
stenosis, atresia,web/ diafgrama mukosa. Penyimpangan rekanalisasi paling
sering di daerah papila vateri. Atresia duodenum disebabkan kegagalan
rekanalisasi duodenal pada fase padat intestinal bagian atas, terdapat oklusi
vascular dalam duodenum. 20

15

Gambar 21. Tipe anomali rekanalisasi duodenum. Dilatasi segmen proksimal


yang normal diperlihatkan pada masing-masing tipe. A. Diafragma; B. Solid
cord dan atresia; C. segmental absence.
C. Definisi
Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian pertama
dari usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran
terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari
lambung ke usus. 20
Gray dan Skandalakis membagi atresia duodenum menjadi tiga jenis,
yaitu: 21
1. Tipe I (92%)
Mukosal web utuh atau intak yang terbentuk dari mukosa dan
submukosa tanpa lapisan muskularis. Lapisan ini dapat sangat tipis mulai
dari satu hingga beberapa millimeter. Dari luar tampak perbedaan diameter
proksimal dan distal. Lambung dan duodenum proksimal atresia mengalami
dilatasi (Mucosal web Tipe I atresia). Arteri mesenterika superior intak.
2. Tipe II (1%)
Dua ujung buntu duodenum dihubungkan oleh pita jaringan ikat
(Fibrous cord Tipe II atresia). Arteri Mesenterika intak.
3. Tipe III (7%)
Dua ujung buntu duodenum terpisah tanpa hubungan pita jaringan
ikat (Complete separation Tipe III atresia).

Gambar 22. Tipe Anatomis Atresia Duodenum

16

D. Manifestasi Klinia
Tanda dan gejala yang ada adalah akibat dari obstruksi intestinal letak
tinggi. Atresia duodenum ditandai dengan onset muntah dalam beberapa jam
pertama setelah lahir. Seringkali muntahan tampak biliosa, namun dapat pula
non-biliosa karena 15% kelainan ini terjadi proksimal dari ampula Vaterii.
Jarang sekali, bayi dengan stenosis duodenum melewati deteksi abnormalitas
saluran cerna dan bertumbuh hingga anak-anak, atau lebih jarang lagi hingga
dewasa tanpa diketahui mengalami obstruksi parsial.22, 23
Distensi abdominal tidak sering terjadi dan terbatas pada abdomen
bagian atas. Banyak bayi dengan atresia duodenal mempunyai abdomen
scaphoid, sehingga obstruksi intestinal tidak segera dicurigai. Kadang dapat
dijumpai epigastrik yang penuh akibat dari dilatasi lambung dan duodenum
proksimal. Pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan biasanya
tidak terganggu. Dehidrasi, penurunan berat badan, ketidakseimbangan elektrolit
segera terjadi kecuali kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi segera
diganti. Jika hidrasi intravena belum dimulai, maka timbullah alkalosis
metabolik hipokalemi/hipokloremi dengan asiduria paradoksikal, sama seperti
pada obstruksi gastrointestinal tinggi lainnya. Tuba orogastrik pada bayi dengan
suspek obstruksi duodenal khas mengalirkan cairan berwarna empedu (biliosa)
dalam jumlah bermakna. Jaundice terlihat pada 40% pasien, dan diperkirakan
karena peningkatan resirkulasi enterohepatik dari bilirubin. 23
Riwayat kehamilan dengan penyulit polihidramnion dan bayi dengan sindroma
Down harus dicurigai menderita atresia duodenal. Polihidramnion terlihat pada
50 % dengan atresia duodenal. 22, 23
E. Pemeriksaan Penunjang
Foto Polos Abdomen
Pada pemeriksaan foto polos abdomen bayi dalam keadaan posisi tegak
akan terlihat gambaran 2 bayangan gelembung udara (double bubble),
gelembung lambung dan duodenum proksimal atresia. Bila 1 gelembung
mungkin duodenum terisi penuh cairan, atau terdapat atresia pylorus atau

17

membrane prapilorik. Atresia pilorik sangat jarang terdapat dan harus ditunjang
muntah tidak hijau. Bila 2 gelembung disertai gelembung udara kecil kecil di
distal, mungkin stenosis duodenum, diafgrama membrane mukosa, atau
malrotasi dengan atau tanpa volvulus. 24

Gambar 23. Foto polos abdomen posisi AP dan lateral yang memperlihatkan
gambaran the double-bubble sign pada atresia duodenum.
USG Abdomen
Penggunaan USG telah memungkinkan banyak bayi dengan obstruksi
duodenum teridentifikasi sebelum kelahiran. Pada penelitian cohort besar untuk
18 macam malformasi kongenital di 11 negara Eropa, 52% bayi dengan
obstruksi duodenum diidentifikasi sejak in utero. Obstruksi duodenum ditandai
khas oleh gambaran double-bubble (gelembung ganda) pada USG prenatal.
Gelembung pertama mengacu pada lambung, dan gelembung kedua mengacu
pada loop duodenal postpilorik dan prestenotik yang terdilatasi.21, 22

Gambar 24. Prenatal sonogram pada potongan sagital oblik memberikan


gambaran double bubble sign pada fetus dengan atresia duodenum. In utero, the
stomach (S) dan duodenum (D) terisi oleh cairan.

18

4. DIVERTIKULUM MECKEL
A. Anatomi dan Embriologi
Duktus omphalomesenterik atau vitelline merupakan duktus yang
menghubungkan yolk sac dengan midgut yang sedang berkembang. Pada
minggu keenam perkembangan embrio, midgut memanjang dan herniasi menuju
korda umbilikus. Di dalam korda umbilikus, midgut kemudian berotasi 90
berlawanan arah jarum jam di sekitar axis dari arteri mesenterik superior. Pada
waktu yang bersamaan midgut juga memanjang untuk membentuk jejunum dan
ileum dan lumen dari duktus omphalomesenterik akan menutup. Pada minggu
ke-5 sampai ke-8 perkembangan embrio, midgut kembali menuju kavum
abdomen dan duktus omphalomesenterik akan menjadi pita fibrosis, yang mana
akan mengalami disintegrasi dan absorpsi. Jika duktus omphalomesenterik
mengalami kegagalan atrofi total dan disintegrasi, maka duktus ini akan terus
tumbuh. Karena kegagalan ini akan menyebabkan berbagai kelainan kongenital,
yaitu: 23, 24
1. Divertikulum meckel, bila hanya bagian umbilical duktus yang menutup
2. Fistula anatara ileum dan umbilicus, sewaktu seluruh duktus tetap paten
3. Divertikulum meckel dengan pita ke umbilicus, sewaktu sebagian duktus
omfalomesenterikus atau pembuluh darah tetap sebagai tali fibrosa
4. Kista (enterokistoma), bila ujung proksimal dan distal duktus tertutup, tetapi
tetap ada lubang di tengah
5. Pita fibrosa diantara ileum dan umbilicus

19

Gamba25. Jenis-jenis kelainan tubulus omphalomesenterik. a. Fistula


umbilikoileal, b. Sinus duktus omphalomesenterik, c. Kista duktus
omphalomesenterik, d. Pita fibrosis, e. Divertikulum Meckel dengan paten pita
fibrosis, f. Divertikulum Meckel dengan obliterasi penuh.
B. Definisi
Divertikulum Meckel adalah sebuah kantong pada dinding bagian bawah
usus yang hadir pada saat lahir (kongenital), dapat berisi jaringan yang identik
dengan jaringan perut atau pankreas. Hal itu disebabkan oleh penyerapan tidak
lengkap duktus vitelline (yaitu, saluran omphalomesenteric). 25
C. Manifestasi Klinis 25
Tanda dan gejala sering terjadi selama beberapa tahun pertama kehidupan.:
- perut terasa nyeri mulai dari ringan sampai parah
- Terlihat darah dalam tinja
Gejala divertikulum Meckel biasanya terjadi selama tahun pertama kehidupan
seorang anak, namun dapat terjadi ketika dewasa. Gejala meliputi:
- Pendarahan gastrointestinal (yang dapat dilihat pada tinja)
- Nyeri perut dan kram
- Obstruksi perut, penyumbatan yang membuat isi usus keluar. Hal ini dapat
-

menyebabkan nyeri, kembung, diare, sembelit, dan muntah


Divertikulitis (pembengkakan dinding usus)

20

Gejala yang paling umum pada anak di bawah lima tahun adalah
pendarahan, yang disebabkan oleh borok yang berkembang di usus kecil

ketika divertikulum yang mengeluarkan asam lambung.


Obstruksi (penyumatan) usus terjadi lebih sering pada anak yang lebih tua

dan orang dewasa.


D. Pemeriksaan Penunjang
Imaging
Penggunaan plain foto radiografi untuk kelainan ini memiliki keuntangan
yang terbatas, namun untuk komplikasi yang bersifat non-pendarahan dapat
diteksi seperti enterolit, obstruksi ataupun perforasi dengan gambaran air-fluid
levels. Jika terdapat gejala perdarahan dari saluran cerna dengan klinis mengarah
ke Divertikulum Meckel, evaluasi diagnosis harus fokus dengan skanning
Meckel, yaitu skintiskan technetium-99m pertechnetate. Isotope diinjeksi secara
intravena, kemudian mukosa gaster akan mensekresikan isotope ini, dan jika
divertikulum terdapat jaringan gaster ektopik maka akan nampak gambaran hot
spot. Pemeriksaan ini lebih noninvasive dan akurat dibandingkan studi upper GI
dan small bowel follow-through. Tanda-tanda radiologisnya dapat berupa
gambaran lipatan triradiat atau plateau triangular mucosal, kadang-kadang
terdapat gambaran rugal gaster dalam Divertikulum Meckel. Studi barium
enema dapat digunakan untuk mencari adanya intususepsi jika ada kecurigaan. 26

Gambar 26. Pemeriksaan penunjang imaging.Studi barium dengan gambaran


lipatan triradiate (kiri) Technetium-99m-labeled RBC Study menunjukkan adanya
perdarahan kuadran kanan bawah (kanan)

21

5.

MALROTASI DAN VOLVULUS


A. Definisi
Malrotasi merupakan anomali kongenital berupa gagalnya suatu
rotasi/perputaran dan fiksasi normal pada organ, terutama usus selama
perkembangan embriologik. Malrotasi dapat terjadi disertai atau tanpa volvulus.
Volvulus merupakan kelainan berupa puntiran dari segmen usus terhadap usus
itu sendiri, mengelilingi mesenterium dari usus tersebut dimana mesenterium itu
sebagai aksis longitudinal sehingga menyebabkan obstruksi saluran cerna.
Keadaan ini disebabkan karena adanya rotasi gelung usus di sekeliling cabang
arteri mesenterika superior. 27, 28
Normalnya gelung usus primer berotasi 270 berlawanan dengan arah
jarum jam. Akan tetapi kadang-kadang putaran hanya 90 saja. Apabila hal ini
terjadi, kolon dan sekum adalah bagian usus pertama yang kembali dari tali
pusat, dan menempati sisi kiri rongga perut. Gelung usus yang kembali
belakangan makin terletak di kanan, sehingga mengakibatkan kolon letak kiri.
Apabila volvulus mengenai seluruh bagian usus maka keadaan ini disebut
volvulus midgut. 27, 28

Gambar 27. a. Mesentrika usus normal, b.Malrotasi usus


dan volvulus midgut
B. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik malrotasi usus dan volvulus sangat bervariasi, mulai
dari tanpa gejala sampai gejala akibat nekrosis usus yang mengancam jiwa.

22

Neonatus dengan malrotasi usus mengalami nuntah berwarna hijau (muntah


bilier), akibat obstruksi setinggi duodenum oleh pita kongenital dan merupakan
gejala utama adanya obstruksi usus pada bayi dan anak. Apabila gejala ini
terdapat pada anak berusia kurang dari 1 tahun maka harus dipikirkan adanya
malrotasi dan volvulus midgut sampai terbukti akibat kelainan lain. Selama
masa neonatus sampai usia 1 tahun, pasien dapat mengalami berbagai gejala
seperti pada tabel 1. 29, 30

Manifestasi klinis lain pada bayi dengan malrotasi adalah dehidrasi


akibat muntah yang sering dengan gejala bayi tampak gelisah, tidak tenang,
BAK yangberkurang, letargi, UUB cekung dan mukosa bibir kering. Apabila
terjadi volvulus, aliran darah usus dapat berkurang sehingga menimbulkan
nekrosis usus dan bayi dapat menunjukkan gejala peritonitis atau syok septik
berupa hipotensi, gagal nafas, hematemesis atau melena.31, 32, 33
Volvulus midgut dapat terjadi tidak sempurna atau intermitten tetapi
biasanya terjadi pada anak yang lebih besar dan memiliki gejala dan tanda nyeri
perut non spesifik kronik, muntah yang bersifat intermitten (kadang tidak
berwarna hijau), rasa cepat kenyang, penurunan berat badan, gagal tumbuh,
diare dan malabsorbsi. 27, 32
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos Abdomen.
Foto polos abdomen anterior-posterior dan lateral dapat menunjukan adanya
obstruksi usus, dengan adanya pelebaran loop, dilatasi lambung dan
duodenum, dengan atau tanpa gas usus serta batas antara udara dengan

23

cairan (air-fluid level ). Foto dengan kontras dapat menunjukan adanya


obstruksi, baik bagian proksimal maupun distal. Malrotasi dengan volvulus
midgut patut dicurigai bila duodenojejunal junction berada di lokasi yang
tidak normal atau ditunjukan dengan letak akhir dari kontras berada. Foto
dengan kontras juga dapat menunjukan obstruksi bagian bawah, dilakukan
juga pada pasien dengan gejala bilious vomiting untuk mencurigai adanya
penyakit Hirschsprung, meconium plug syndrome dan atresia. 27, 29
2. Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan ultrasonografi didapatkan cairan
intraluminal dan edema di abdomen. Kemudian, adanya perubahan anatomi
arteri dan vena mesenterika superior dapat terlihat, hal ini menunjukan
adanya malrotasi, walaupun tidak selalu. Gambaran lain yang dapat terlihat
pada pemeriksaan USG adalah gambaran whirpool sign yang merupakan
gambaran pembuluh darah mesenterika yang mengalami lilitan dapa
volvulus midgut. 32, 33
3. Upper gastrointestinal (UGI) series, pemeriksaan ini dapat digunakan
dengan cepat dan relatif aman karena dapat mengidentifikasi adanya
malrotasi dan volvulus denagn menunjukkan adanya abnormalitas posisi
usus. Pada UGI series, dapat menunjukkan posisi Ligament Treitz, yaitu
suatu

pita

jaringan

yang

memfiksasi

duodenum

pada

dinding

retroperitoneum dan dapat juga menunjukkan posisi duodenojejunal junction


dan usus yang berada di kiri garis tengah. Pada malrotasi, tampak perubahan
posisi usus dari garis tengah. Adanya volvulus dapat diindikasikan apabila
terdapat gambaran dilatasi lambung dan duodenum akibat obstruksi setinggi
duodenum dan gambaran klasik corkscrew yang merupakan gambaran
duodenum dan yeyunum proximal yang terpelintir di sekitar aksis
mesenterika. Pada kasus yang sudah mengalami iskemia usus dapat terlihat
gambaran dilatasi usus halus. 30, 33
4. Barium Enema Barium sulfat menghasilkan gambaran radiopak (muncul di
X-ray) digunakan sebagai media kontras, kemudian dibiarkan mengalir ke
dalam usus besar. Udara dapat menggembung di dalam usus besar untuk
membesarkan dan memberikan gambar yang lebih baik (sering disebut

24

"double-contrast"). Jika ada perforasi usus yang diduga terjadi, sebuah


kontras larut air digunakan sebagai pengganti dari barium. Prosedur ini
dinyatakan sangat mirip, walaupun gambar tidak cukup baik. Sebuah enema
barium jelas menampilkan herniasi kolon. Masalah lain seperti divertikulosis
(kantong kecil terbentuk pada dinding usus besar yang bisa mengalami
peradangan) dan intususepsi dapat ditemukan. Sebuah apendisitis akut yang
terjadi atau puntiran dari loop usus juga dapat dilihat. Jika gambar normal
menyebabkan fungsional seperti irritable bowel syndrome (IBS) dapat
dipertimbangkan. 33
5. CT scan abdomen mempunyai sensitivitas spesifisitas yang baik untuk
mendiagnosis adanya obstruksi usus, termasuk volvulus. Namun, CT scan
jarang digunakan untuk mendiagnosis malrotasi tanpa volvulus. Gambaran
CT scan malrotasi dengan volvulus meliputi gambaran pembuluh darah
mesenterika dan usus yang melilit (whirl pattern), edema mesenterika akibat
obstruksi pembuluh vena dan limfe serta dilatasi lambung dan duodenum. 3
6. HIRSCHSPRUNG DISEASE
A. Definisi
Penyakit Hirschsprung juga disebut dengan aganglionik megakolon
congenital adalah salah satu penyebab paling umum dari obstruksi usus neonatal
(bayi berumur 0-28 hari).34
Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit dari usus besar (kolon)
berupa gangguan perkembangan dari sistem saraf enterik. Pergerakan dalam
usus besar didorong oleh otot. Otot ini dikendalikan oleh sel-sel saraf khusus
yang disebut sel ganglion. Pada bayi yang lahir dengan penyakit Hirschsprung
tidak ditemui adanya sel ganglion yang berfungsi mengontrol kontraksi dan
relaksasi dari otot polos dalam usus distal. Tanpa adanya sel-sel ganglion
(aganglionosis) otot-otot di bagian usus besar tidak dapat melakukan gerak
peristaltik (gerak mendorong keluar feses). 35
B. Manifestasi Klinis
1. Periode Neonatal.

25

Ada trias gejala klinis yakni pengeluaran mekonium yang terlambat,


muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran meconium yang terlambat
(lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikan. Muntah
hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium
dapat dikeluarkan segera. 36

Gambar 28. Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat


abdomen sangat distensi dan pasien kelihatan menderita sekali
2. Periode anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi
kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan
peristaltik usus di dinding abdomen. Penderita biasanya buang air besar tidak
teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi. 36

Gambar 29. Foto anak yang telah besar, sebelum dan sesudah tindakan
definitif bedah. Terlihat status gizi anak membaik setelah operasi
C. Pemeriksaan Penunjang
Foto polos abdomen (BNO)

26

Sulit untuk membedakan antara distensi kolon dengan distensi pada usus
kecil jika hanya melalui foto polos abdomen. 37
Pemeriksaan barium enema
Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan diagnosa
Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas : 36
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi;
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah
daerah dilatasi;
3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi

Gambar 30. Tampak rektum yang mengalami penyempitan, dilatasi sigmoid


serta pelebaran di bagian atas dari zona transisi.

Gambar 31. Zona transisi yang khas, tampak dilatasi di antara kolon yang terisi
massa feses dibagian atas dan rektum yang relatif menyempit di bagian bawah.
7. ATRESIA ANI

27

A. Definisi
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah suatu
kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya
agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti.38
B. Klasifikasi
1. Secara Fungsional 39
a. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis
dicapai melalui saluran fistula eksterna.
b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar
tinja
2. Berdasarkan Letak
a. Anomali rendah 39, 40
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis,
terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan
fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis; lesung anal
dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi
Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal
ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius-retrouretral (pria)
atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rektum sampai
kulit perineum lebih dari 1 cm.
3. Klasifikasi Wingspread 41, 42
a. Jenis Kelamin Laki-laki
Golongan I
- Kelainan fistel urin
Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari
orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra
maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel
adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan
urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup
kateter. Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka
fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar,
penderita memerlukan kolostomi segera.

28

Atresia rektum
Pada atresia rektum tindakannya sama pada perempuan.
Pada

atresia

rektum,

anus

tampak

normal

tetapi

pada

pemerikasaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2
cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera
-

dilakukan kolostomi.
Perineum datar
Tidak ada keterangan lebih lanjut.
Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada

invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.


Golongan II
- Kelainan fistel perineum
Fistel perineum sama dengan pada perempuan, lubangnya
terletak lebih anterior dari letak anus normal, tetapi tanda timah
-

anus yang buntu menimbulkan obstipasi.


Membran anal
Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium
di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya

dilakukan terapi definit secepat mungkin.


Stenosis anus
Pada stenosis anus, sama dengan perempuan. Pada
stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya,
tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga

biasanya harus segera dilakukan terapi definitif.


Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.

29

Gambar 32. Malformasi anorektal pada laki-laki


b. Jenis Kelamin Perempuan
Golongan I
- Kelainan kloaka
Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara
traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses
umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan
-

kolostomi.
Fistel vagina
Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina.
Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya

dilakukan kolostomi.
Fistel rektovestibular
Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva.
Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum
susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan
makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita

dalam keadaan optimal.


Atresia rektum
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada
pemerikasaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2
cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera

dilakukan kolostomi.
Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada

invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.


Golongan II
- Kelainan fistel perineum

30

Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan


tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu
-

menimbulkan obstipasi
Stenosis anus
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang
seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar

sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitif.


Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi

Gambar 33. Malformasi anorektal pada perempuan


C. Manifestasi klinis
Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi dalam
waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa: 40
1. Perut kembung
2. Muntah
3. Tidak bisa buang air besar
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat
sampai dimana terdapat penyumbatan.
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan
malformasi anorektal adalah: 42, 43
1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis
kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten
ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal
defect.
2. Kelainan gastrointestinal

31

Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%),


obstruksi duodenum (1%-2%).
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan
lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan
hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah
myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada
malformasi anorektal. Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun
muncul

bersamaan

sebagai

VATER

(Vertebrae,

Anorectal,

Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL (Vertebrae,


Anorectal,

Cardiovascular,

Tracheoesophageal,

Renal

and

Limb

abnormality).
D. Diagnosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada anamnesis dapat
ditemukan: 38
a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan
kelainan adalah letak rendah
2. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi dengan Barium Enema
Akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen

sempit ke daerah yang melebar.


Pada foto 24 jam kemudian, terlihat retensi barium dan gambaran

mikrokolon pada Hirschsprung segen panjang.


b. Biopsi hisap rektum
Digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas, yaitu tidak
adanya sel ganglion parasimpatik di lapisan muskularis mukosa, dan

adanya serabut saraf yang menebal.


Pada pemeriksaan histokimia, aktivitas kolinesterase meningkat.

32

DAFTAR PUSTAKA
1. Effendi SH, Indrasanto E. Buku Ajar Neonatologi. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI; 2008.
2. World Health Organization. Birth Defects Report by the Secretariat. Geneva
(Switzerland): World Health Organization. 2010.
3. Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. 15 th ed.
Jakarta: EGC; 2012.
4. Talukder G, Sharma A. Genetic Causes of Congenital Malformation in India.
International Journal Human Genetic. 2006;6(1):1525. Diunduh dari: International
Journal Human Genetic.
5. Sadler TW. Langmans medical embryology: system-based embryology: muscular
system, respiratory system, urogenital system. 11th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams&Wilkins; 2010.
6. Wibowo, Daniel S. dan Widjaja Paryana. Anatomi tubuh manusia. Graha Ilmu.
Indoneisa. 2009. Hal. 324-325.

33

7. Nelson EW. Nelson textbook of pediatrics. Ed.18. Edited by Robert M. Kliegman,


Hal B. Jenson, Richard E. Behrman and Bonita F. Stanton. Saunders Elsevier.
Amerika Serikat. 2007. Chapter 315 Page 1541 & Chapter 316 Page 1543-1544.
8. Clark, Dwayne C. Esophagealatresia and tracheosophageal fistula. (Online) Updated
15 Februari 1999 (Cited on 27 september 2011). Available from URL :
http://www.aafp.org/afp/910/html
9. Kronemer Keith A. and Warwick AS. Imaging in esophageal atresia and
tracheosophageal fistula. (Online) Updated 25 May 2011 (Cited on 27 september
2011). Available from URL : http://emedicine.medscape.com/article/414368overview
10. Hardy, Maryann And Stephen Boynes. Paediatric radiography. Blackwell Science.
University of Bradford. Australia. 2003. Page 109-110.
11. Nelson EW. Nelson textbook of pediatrics. Ed.18. Edited by Robert M. Kliegman,
Hal B. Jenson, Richard E. Behrman and Bonita F. Stanton. Saunders Elsevier.
Amerika Serikat. 2007. Chapter 315 Page 1541 & Chapter 316 Page 1543-1544.
12. Barksdale, Edward M in Basil J. Zitelli and Holly W. Davis. Atlas of pediatric
physical diagnosis fifth edition. Elvesier Health. Philadelphia. 2007. Chapter 2 Page
28 & Chapter 7 Page 623-628.
13. Gunderman, Richard B. Essential radiology second edition. Thieme Medical
Publisher. Newyork. 2006. Page 306.
14. Rasad, Sjahriar. Radiologi diagnostik FKUI. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009.
Page 405.
15. Snell, Richard S. 2000, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 6,
EGC, Jakarta
16. Reid, Janet R. 2011, Imaging in Hypertrophic Pyloric Stenosis. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/409621-overview#showall, tanggal 10 Juni
2012
17. Nazer, Hisham. 2012, Pediatric Hypertrophic Pyloric Stenosis. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/929829-overview#showall tanggal 10 Juni
2012
18. Singh,

Jagvir.

2010,

Pediatrics,

Pyloric

Stenosis.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/803489-overview#showall tanggal 10 Juni


2012

34

19. Kartono D. Atresia Duodenum dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Editor
Reksoprodjo S. Binarupa Aksara. FKUI.
20. Karrer

F,

Potter

D,

Calkins

C.

Duodenal

Atresia.

Available

at

http://emedicine.medscape.com/article/932917-print. Updated: Mar 3, 2009.


Diakses pada tanggal 12 Februari 2012.
21. Merkel M. Postoperative Outcome after Small Bowel Atresia. Department of
Pediatric and Adolescent Surgery at Medical University of Graz. Disertasi. 2011.
22. Anonym.

Duodenal

Atresia.

Available

at

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/print/ency/001131.htm. Updated 7 Agustus


2007. Diakses pada tanggal 25 Februari 2012.
23. Mandel

G.

Duodenal

Atresia.

Available

at

http://emedicine.medscape.com/article/408582-print. Updated 28 Agustus 2007.


Diakses pada tanggal 25 Februari 2012.
24. Traubici J. The Double Bubble Sign. Radiology 2001; 220:463464.
25. Kahn E, Daum F. Anatomy, histology, embryology, and developmental
anomalies of the small and large intestine. In: Feldman M, Friedman LS, Brandt
LJ, eds. Sleisenger & Fordtran's Gastrointestinal and Liver Disease. 9th ed.
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2010:chap 96
26. Emedicine. Rabinowitz SS. Pediatric Meckel Diverticulum. 2010. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/931229 (akses: 30 Agustus 2011).
27. Sato TT. Abnormal rotation and fixation of the intestine. Dalam: Wyllie R,
Hyams JS, eds. Pediatric gastrointestinal and liver disease. Edisi 4. Philadelphia:
Elsevier Sauders Company, 2006: h. 757-63 2.
28. Pierro A, Ong EGP. Malrotation, Dalam: Puri P, Hollwarth ME, eds. Pediatric
surgery. Germany: Springer-Verlag: 2006: h. 197-202
29. Kamal IM. Defusing the intra-abdominal ticking bomb: intestinal malrotation in
children. CMAJ 2000;162:1315-7
30. Aidlen J, Anupindi SA, Jaramillo D, Doody DP. Malrotation with midgut
volvulus: CT findings of bowel infarction. Pediatr Radiol 2005;35:529-31
31. Oktarina MD, Kadim M. Malrotasi usus dan volvulus midgut pada bayi. JGAI
2008;2: 139- 45

35

32. Ingoe R, Lange P. The Ladds procedure for correction of intestinal malrotation
with volvulus in children. AORN J 2007;85:300-8
33. Starause PJ. Disorders of intestinal rotation and fixation (malrotation).
PediatrRadiol 2004; 34: 837 51
34. Megacolon Kongenital/Hirschprung Disease , 2010 diundah dari website
www.infokedokteran UGM.com.
35. Jon A. Vanderhoof And Rosemary J. Young, Chapter 130, Hirschprung Disease
dalam Current Pedaitric Therapy 18th Edition. Saundey 2006.
36. Samuel Nurko MD, MPH, Hirschprung Disease dalam; American Motility
Society (AMS) and the International Foundation For Functional Gastrointestinal
Disorders (IFFGD)
37. Pediatric Surgical Problem, Chapter 18.Colon and Rectal Surgery.Marwin
L.Corman. Edisi ke 5. Lippincott Williams and Wilkins 2005. Halaman 559 dan
560.
38. Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 3
November 2012].
39. Grosfeld J, ONeill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition.
Philadelphia: Mosby elseivier, 2006; 1566-99.
40. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of
Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005;
1395-1434
41. FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006.
[diakses 3 November 2012]
42. Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare Diseases
2007, 2:33. http://www.ojrd.com/content/2/1/33 [diakses 3 November 2012]
43. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of
Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005;
1395-1434

36

Anda mungkin juga menyukai