Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir
yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang mempelajari
kelainan bawaan disebut dismorfologi.1 Menurut World Health Organization (WHO),
setelah keberhasilan penanggulangan penyakit akibat infeksi dan gangguan gizi,
masalah yang akan muncul ke permukaan adalah masalah genetik (termasuk di
dalamnya kelainan bawaan). WHO memperkirakan adanya 260.000 kematian (7% dari
seluruh kematian neonatus) yang disebabkan oleh kelainan kongenital di tahun 2004. Di
negara maju, 30% dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit anak terdiri dari
penderita dengan kelainan kongenital dan akibat yang ditimbulkannya. 2
Di Ruang Perinatologi Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita
Jakarta,dari tahun 1994-2005 kelainan bawaan terdapat 2,55% dari seluruh bayi yang
lahir. Di Rumah Sakit Pendidikan Al-Ramadi, Irak ditemukan 40.5 kelainan kongenital
per 1000 kelahiran, dan 40.8 per 1000 kelahiran yang hidup, 27 per 1000 yang
meninggal. 1
Salah satu kelainan kongenital yang terjadi adalah kelainan kongenital traktus
gastrointestinal. Jenis kelainan kongenital yang termasuk dalam kelainan kongenital
traktus gastrointestinal adalah stenosis pilorus, atresia atau stenosis duodenum, atresia
atau stenosis yeyunum atau ileum, malrotasi dengan atau tanpa volvulus neonatus, ileus
mekonium, penyakit Hirschsprung, anus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan hindgut.
Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung
sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut membentuk usus
halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon
transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini
tersusun dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm atau analpit. 5
organ
memanjang
seperti
tabung
yang
foregut).
Septum trakeoesofagus
terbentuk
pada
tempat
dimana
Gambar 3. (a) Atresia Esofagus tanpa fistula 5-10% (b) Atresia Esofagus
dengan fistula trakeoesofagus di proximal 1% (c) Atresia Esofagus dengan
fistula trakeoesofagus di distal 80-90% (d) Atresia Esofagus dengan fistula
trakeoesfogaus di proximal dengan distal 2-3% (e) Fistula Trakeoesofagus tanpa
atresia esofagus ( H-Type ) 5-8% (f) Stenosis esophagus kongenital
D. Diagnosis dan Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion dapat dites dengan
nasogastric tube yang dapat masuk sampai ke lambung setelah kelahiran untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya atresia esofagus. Bayi dengan Atresia
Esofagus tidak mampu menelan saliva dan ditandai dengan saliva yang banyak,
sering batuk dan memerlukan suction berulang oleh karena atresia esofagus yang
menyebabkan isinya tertumpuk di bagian proximal esofagus. Pada Atresia
Esofagus, kateter tidak bisa lewat melebihi 9-10 cm dari hidung ke gaster. 8, 11
Gambar 10. Pada ultrasound sagittal sisi kiri fetus menunjukkan jantung,
polihidramion dan tidak adanya gambaran lambung
MRI
Seperti pemeriksaan USG, MRI tidak disarankan untuk diagnosa atresia
esofagus pada bayi setelah kelahiran. Meskipun begitu, MRI memberikan
gambar esofagus dan sekitarnya pada posisi sagital dan karonal, dan resolusi
kontrasnya lebih baik dibandingkan CT-scan.9
Gambar 11. Ini merupakan fetus berumur 32 minggu dengan atresia esofagus
dan tidak adanya lambung, hasil yang ditandai polihidramion.
2. STENOSIS PYLORUS HIPERTROFI
A. Anatomi Pylorus
Pylorus adalah bagian dari gaster yang terhubung ke duodenum,
merupakan suatu daerah sfingter yang menebal di sebelah distal untuk
membentuk musculus sphincter pylori. Sfingter pylorus merupakan suatu cincin
otot polos yang berfungsi untuk mengatur pengosongan isi gaster melalui ostium
pyloricum ke dalam duodenum. Pylorus terbagi menjadi 2, yaitu : pyloric
antrum yang menghubungkan ke corpus gaster serta pyloric canal yang
menghubungkan ke duodenum. 15
senantiasa
menangis sesudah muntah dan akan muntah kembali setelah makan. Hal ini
disebabkan karena obstruksi pylorus. Terkadang dijumpai muntah berwarna
hijau dan dapat pula muntahan bercampur darah oleh karena adanya iritasi
10
Gambar 14. Gejala utama hypertrophic pyloric stenosis berupa muntah proyektil
E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesa riwayat yang cermat dan
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang radiologi juga biasanya
dibutuhkan. Harus ada kecurigaan terjadi stenosis pilorus pada bayi muda
dengan muntah parah. 17
Pada pemeriksaan fisik, palpasi abdomen dapat mengungkapkan massa
berbentuk buah zaitun di epigastrium. Pada palpasi juga dirasakan gelombang
peristaltik yang teraba jelas dan sering (atau bahkan terlihat) karena perut
berusaha memaksa keluar isi lambung akibat pilorus menyempit. 17, 18
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiografi
Radiografi abdomen mungkin menunjukkan perut berisi cairan atau
udara, menunjukkan adanya obstruksi lambung. Perut yang melebar dengan
incisura yang besar-besar (caterpillar sign), yang mewakili peningkatan
gerak peristaltik lambung. 16
11
Gambar 15. caterpillar sign, berupa gambaran lusen pada bagian kiri atas
abdomen
Pemeriksaan saluran cerna atas merupakan pilihan yang tepat untuk
stenosis pylorus hipertrofi. Hasil yang didapatkan adalah: 18
Filling defect pada antrum diciptakan oleh prolaps dari otot yang
hipertrofik.
Gambar 16. Mushroom sign, gambaran seperti jamur karena penebalan otot
sfingter pylorus ke arah duodenum, disertai juga gambaran string sign
Double tract sign yaitu, mukosa berlebihan dalam lumen pylorus yang
sempit, menghasilkan pemisahan kolom barium menjadi 2 saluran.
12
2. Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonography menghasilkan gambaran perubahan
dini yang terjadi pada HPS. Dalam sebuah studi oleh Leaphart dkk,
ultrasonografi menegaskan stenosis pilorus hipertropi ketika ketebalan otot
pilorus (MT) lebih besar dari 4 mm dan panjang saluran pilorus (CL) lebih
besar dari 15 mm. Namun, pada bayi baru lahir untuk ketebalan otot pylorus
(MT) nilai batasnya adalah 3,5 mm. 17
Gambar 18.
Gambar ultrasonografi melintang pada pasien dengan stenosis pilorus hipertropi
Tanda-tanda HPS yang ditemukan pada pemeriksaan ultrasonografi, adalah
sebagai berikut: 17
MT lebih dari 4 mm
13
bagian
atas
duodenum
diperdarahi
oleh
arteri
14
15
16
D. Manifestasi Klinia
Tanda dan gejala yang ada adalah akibat dari obstruksi intestinal letak
tinggi. Atresia duodenum ditandai dengan onset muntah dalam beberapa jam
pertama setelah lahir. Seringkali muntahan tampak biliosa, namun dapat pula
non-biliosa karena 15% kelainan ini terjadi proksimal dari ampula Vaterii.
Jarang sekali, bayi dengan stenosis duodenum melewati deteksi abnormalitas
saluran cerna dan bertumbuh hingga anak-anak, atau lebih jarang lagi hingga
dewasa tanpa diketahui mengalami obstruksi parsial.22, 23
Distensi abdominal tidak sering terjadi dan terbatas pada abdomen
bagian atas. Banyak bayi dengan atresia duodenal mempunyai abdomen
scaphoid, sehingga obstruksi intestinal tidak segera dicurigai. Kadang dapat
dijumpai epigastrik yang penuh akibat dari dilatasi lambung dan duodenum
proksimal. Pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan biasanya
tidak terganggu. Dehidrasi, penurunan berat badan, ketidakseimbangan elektrolit
segera terjadi kecuali kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi segera
diganti. Jika hidrasi intravena belum dimulai, maka timbullah alkalosis
metabolik hipokalemi/hipokloremi dengan asiduria paradoksikal, sama seperti
pada obstruksi gastrointestinal tinggi lainnya. Tuba orogastrik pada bayi dengan
suspek obstruksi duodenal khas mengalirkan cairan berwarna empedu (biliosa)
dalam jumlah bermakna. Jaundice terlihat pada 40% pasien, dan diperkirakan
karena peningkatan resirkulasi enterohepatik dari bilirubin. 23
Riwayat kehamilan dengan penyulit polihidramnion dan bayi dengan sindroma
Down harus dicurigai menderita atresia duodenal. Polihidramnion terlihat pada
50 % dengan atresia duodenal. 22, 23
E. Pemeriksaan Penunjang
Foto Polos Abdomen
Pada pemeriksaan foto polos abdomen bayi dalam keadaan posisi tegak
akan terlihat gambaran 2 bayangan gelembung udara (double bubble),
gelembung lambung dan duodenum proksimal atresia. Bila 1 gelembung
mungkin duodenum terisi penuh cairan, atau terdapat atresia pylorus atau
17
membrane prapilorik. Atresia pilorik sangat jarang terdapat dan harus ditunjang
muntah tidak hijau. Bila 2 gelembung disertai gelembung udara kecil kecil di
distal, mungkin stenosis duodenum, diafgrama membrane mukosa, atau
malrotasi dengan atau tanpa volvulus. 24
Gambar 23. Foto polos abdomen posisi AP dan lateral yang memperlihatkan
gambaran the double-bubble sign pada atresia duodenum.
USG Abdomen
Penggunaan USG telah memungkinkan banyak bayi dengan obstruksi
duodenum teridentifikasi sebelum kelahiran. Pada penelitian cohort besar untuk
18 macam malformasi kongenital di 11 negara Eropa, 52% bayi dengan
obstruksi duodenum diidentifikasi sejak in utero. Obstruksi duodenum ditandai
khas oleh gambaran double-bubble (gelembung ganda) pada USG prenatal.
Gelembung pertama mengacu pada lambung, dan gelembung kedua mengacu
pada loop duodenal postpilorik dan prestenotik yang terdilatasi.21, 22
18
4. DIVERTIKULUM MECKEL
A. Anatomi dan Embriologi
Duktus omphalomesenterik atau vitelline merupakan duktus yang
menghubungkan yolk sac dengan midgut yang sedang berkembang. Pada
minggu keenam perkembangan embrio, midgut memanjang dan herniasi menuju
korda umbilikus. Di dalam korda umbilikus, midgut kemudian berotasi 90
berlawanan arah jarum jam di sekitar axis dari arteri mesenterik superior. Pada
waktu yang bersamaan midgut juga memanjang untuk membentuk jejunum dan
ileum dan lumen dari duktus omphalomesenterik akan menutup. Pada minggu
ke-5 sampai ke-8 perkembangan embrio, midgut kembali menuju kavum
abdomen dan duktus omphalomesenterik akan menjadi pita fibrosis, yang mana
akan mengalami disintegrasi dan absorpsi. Jika duktus omphalomesenterik
mengalami kegagalan atrofi total dan disintegrasi, maka duktus ini akan terus
tumbuh. Karena kegagalan ini akan menyebabkan berbagai kelainan kongenital,
yaitu: 23, 24
1. Divertikulum meckel, bila hanya bagian umbilical duktus yang menutup
2. Fistula anatara ileum dan umbilicus, sewaktu seluruh duktus tetap paten
3. Divertikulum meckel dengan pita ke umbilicus, sewaktu sebagian duktus
omfalomesenterikus atau pembuluh darah tetap sebagai tali fibrosa
4. Kista (enterokistoma), bila ujung proksimal dan distal duktus tertutup, tetapi
tetap ada lubang di tengah
5. Pita fibrosa diantara ileum dan umbilicus
19
20
Gejala yang paling umum pada anak di bawah lima tahun adalah
pendarahan, yang disebabkan oleh borok yang berkembang di usus kecil
21
5.
22
23
pita
jaringan
yang
memfiksasi
duodenum
pada
dinding
24
25
Gambar 29. Foto anak yang telah besar, sebelum dan sesudah tindakan
definitif bedah. Terlihat status gizi anak membaik setelah operasi
C. Pemeriksaan Penunjang
Foto polos abdomen (BNO)
26
Sulit untuk membedakan antara distensi kolon dengan distensi pada usus
kecil jika hanya melalui foto polos abdomen. 37
Pemeriksaan barium enema
Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan diagnosa
Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas : 36
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi;
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah
daerah dilatasi;
3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi
Gambar 31. Zona transisi yang khas, tampak dilatasi di antara kolon yang terisi
massa feses dibagian atas dan rektum yang relatif menyempit di bagian bawah.
7. ATRESIA ANI
27
A. Definisi
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah suatu
kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya
agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti.38
B. Klasifikasi
1. Secara Fungsional 39
a. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis
dicapai melalui saluran fistula eksterna.
b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar
tinja
2. Berdasarkan Letak
a. Anomali rendah 39, 40
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis,
terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan
fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis; lesung anal
dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi
Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal
ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius-retrouretral (pria)
atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rektum sampai
kulit perineum lebih dari 1 cm.
3. Klasifikasi Wingspread 41, 42
a. Jenis Kelamin Laki-laki
Golongan I
- Kelainan fistel urin
Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari
orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra
maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel
adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan
urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup
kateter. Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka
fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar,
penderita memerlukan kolostomi segera.
28
Atresia rektum
Pada atresia rektum tindakannya sama pada perempuan.
Pada
atresia
rektum,
anus
tampak
normal
tetapi
pada
pemerikasaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2
cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera
-
dilakukan kolostomi.
Perineum datar
Tidak ada keterangan lebih lanjut.
Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
29
kolostomi.
Fistel vagina
Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina.
Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya
dilakukan kolostomi.
Fistel rektovestibular
Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva.
Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum
susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan
makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita
dilakukan kolostomi.
Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
30
menimbulkan obstipasi
Stenosis anus
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang
seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar
31
bersamaan
sebagai
VATER
(Vertebrae,
Anorectal,
Cardiovascular,
Tracheoesophageal,
Renal
and
Limb
abnormality).
D. Diagnosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada anamnesis dapat
ditemukan: 38
a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan
kelainan adalah letak rendah
2. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi dengan Barium Enema
Akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Effendi SH, Indrasanto E. Buku Ajar Neonatologi. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI; 2008.
2. World Health Organization. Birth Defects Report by the Secretariat. Geneva
(Switzerland): World Health Organization. 2010.
3. Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. 15 th ed.
Jakarta: EGC; 2012.
4. Talukder G, Sharma A. Genetic Causes of Congenital Malformation in India.
International Journal Human Genetic. 2006;6(1):1525. Diunduh dari: International
Journal Human Genetic.
5. Sadler TW. Langmans medical embryology: system-based embryology: muscular
system, respiratory system, urogenital system. 11th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams&Wilkins; 2010.
6. Wibowo, Daniel S. dan Widjaja Paryana. Anatomi tubuh manusia. Graha Ilmu.
Indoneisa. 2009. Hal. 324-325.
33
Jagvir.
2010,
Pediatrics,
Pyloric
Stenosis.
Diunduh
dari
34
19. Kartono D. Atresia Duodenum dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Editor
Reksoprodjo S. Binarupa Aksara. FKUI.
20. Karrer
F,
Potter
D,
Calkins
C.
Duodenal
Atresia.
Available
at
Duodenal
Atresia.
Available
at
G.
Duodenal
Atresia.
Available
at
35
32. Ingoe R, Lange P. The Ladds procedure for correction of intestinal malrotation
with volvulus in children. AORN J 2007;85:300-8
33. Starause PJ. Disorders of intestinal rotation and fixation (malrotation).
PediatrRadiol 2004; 34: 837 51
34. Megacolon Kongenital/Hirschprung Disease , 2010 diundah dari website
www.infokedokteran UGM.com.
35. Jon A. Vanderhoof And Rosemary J. Young, Chapter 130, Hirschprung Disease
dalam Current Pedaitric Therapy 18th Edition. Saundey 2006.
36. Samuel Nurko MD, MPH, Hirschprung Disease dalam; American Motility
Society (AMS) and the International Foundation For Functional Gastrointestinal
Disorders (IFFGD)
37. Pediatric Surgical Problem, Chapter 18.Colon and Rectal Surgery.Marwin
L.Corman. Edisi ke 5. Lippincott Williams and Wilkins 2005. Halaman 559 dan
560.
38. Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 3
November 2012].
39. Grosfeld J, ONeill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition.
Philadelphia: Mosby elseivier, 2006; 1566-99.
40. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of
Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005;
1395-1434
41. FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006.
[diakses 3 November 2012]
42. Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare Diseases
2007, 2:33. http://www.ojrd.com/content/2/1/33 [diakses 3 November 2012]
43. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of
Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005;
1395-1434
36