Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat dan rahmat-Nya
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah yang berjudul
Kombinasi Biosensor Berbasis Enzim dan Hidrolisis Alkaline ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Elektrokimia
Selama penyusunan makalah ini, penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan dorongan, semangat, dan bahan bahan pemikiran
sehingga memungkinkan makalah ini bisa terselesaikan dengan baik.
Meskipun demikian, penulis mengakui bahwa hasil penyusunan makalah ini masih
jauh dari sempurna baik cara penyajiannya maupun yang lainnya. Hal ini disebabkan
kemampuan yang terbatas dari penulis. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati
menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan bagi para pembaca.
Penulis
ABSTRAK
Makalah ini berisi tentang kombinasi biosensor amperometri berbasis enzim dan
hidrolisis alkaline yang telah dikembangkan untuk penentuan poly (3-hidroksibutirat)
(PHB). Prinsip penentuan ini berdasarkan jumlah alkaline terhidrolisis yang diperlukan
untuk mengurai senyawa PHB menjadi monomernya 3-hidroksibutirat (3-HB), dimana
terbentuknya monomer 3-HB ini akan menimbulkan respon arus yang dideteksi oleh
biosensor amperometri berbasis enzim melalui dua reaksi enzim pada elektroda oksigen
Clark yang digunakan. Metode ini memerlukan waktu analisis kurang dari 40 menit dan
menghasilkan daerah deteksi linier pada 0.5-110 mg/L PHB dengan limit deteksi 0.3
mg/L oleh produksi 3-Hb jenuh; dan dapat juga menganalisis dalam waktu kurang dari
15 menit dan menghasilkan daerah deteksi linier pada 1.0-160 mg/L PHB dengan limit
deteksi 0.5 mg/L oleh produksi sebagian 3-HB. Metode ini sederhana, akurat, dan
mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi.
DAFTAR ISI
1
PENDAHULUAN____________________________________________________7
1.1
Latar Belakang________________________________________________________7
1.2
Rumusan Masalah______________________________________________________7
1.3
Sistematika Penulisan__________________________________________________7
1.4
2.2
Poly(3-hidroksibutirat) (PHB)___________________________________________9
3-hidroksibutirat dehidrogenase________________________________________________9
Biosensor____________________________________________________________10
2.2.1
Macam macam biosensor___________________________________________________10
2.2.1.1
Biosensor konduktometri________________________________________________11
2.2.1.2
Biosensor potensiometri_________________________________________________11
2.2.1.3
Biosensor amperometri_________________________________________________11
2.2.1.4
Biosensor optical______________________________________________________11
2.2.1.5
Biosensor piezo-elektrik (transducer acoustic)_______________________________12
2.2.1.6
Biosensor Biokimia____________________________________________________12
2.2.2
Biosensor Amperometri______________________________________________________12
3.2
Elektroda Pembanding________________________________________________14
Elektroda Hidrogen Standar__________________________________________________14
Elektroda Pembanding Ag/AgCl_______________________________________________15
Elektroda Kalomel Jenuh____________________________________________________16
Elektroda Pembanding Hg/Hg2SO4_____________________________________________17
Elektroda Indikator___________________________________________________17
3.2.1
Elektroda Ion Logam-Logam_________________________________________________17
3.2.1.1
Elektroda Jenis Pertama_________________________________________________18
3.2.1.2
Elektroda Jenis Kedua__________________________________________________18
3.2.1.3
Elektroda Inert / Redoks________________________________________________19
3.2.2
Elektroda Membran_________________________________________________________19
3.2.2.1
Elektroda Membran Kaca_______________________________________________20
3.2.2.2
Elektroda Selektif Ion (ESI)______________________________________________21
3.3
3.3.1
3.4
ELEKTRODA KERJA________________________________________________22
Elektroda oksigen tipe Clark__________________________________________________22
Hidrolisis alkaline_____________________________________________________23
KESIMPULAN_______________________________________________________31
5.2
Daftar Pustaka_______________________________________________________32
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 1_______________________________________________________________________________29
PENDAHULUAN
mendukung
metode
analitik
untuk
penentuan
konsentrasi
poly(3-
hidroksibutirat) (PHB) yang mudah, cepat, ekonomis dan akurat, yaitu dengan
menggunakan metode kombinasi biosensor amperometri berbasis enzim dan hidrolisis
alkaline.
metabolisme ketika sumber energi utama tidak tersedia. Biosintesis mikrobal PHB
dimulai dengan kondensasi dua molekul asetil-CoA membentuk asetoasetil-CoA, yang
kemudian tereduksi menjadi hidroksibutiril-CoA, yang digunakan sebagai monomer
untuk polimerisasi PHB.
Poly-3-hidroksibutirat terbentuk dari polyhidroksibutirat yang merupakan bentuk
paling umum dari polimer poliester ini. Banyak polimer lainnya yang diproduksi oleh
berbagai organisme, diantaranya poly-4-hydroxybutyrate (P4HB), polyhydroxyvalerate
(PHV), polyhydroxyhexanoate (PHH), polyhydroxyoctanoate (PHO) dan copolimernya,
dengan struktur kimia sebagai berikut
Polyhidroksibutirat ini mempunyai fungsi komersial sebagai material plastik karena sifat
fisiknya yang mirip dengan polipropilen (PP), dengan sifat kimia yang sangat berbeda.
10
2.2 Biosensor
Biosensor merupakan alat analitik yang mengubah respon biological menjadi
sinyal elektrik, yang digunakan untuk mendeteksi analit dengan mengkombinasikan
komponen biological dengan komponen detektor fisikakimia. Skema alat biosensor ini
yaitu
bergantung
pada
kekuatan
ionik
total
media,
mengubah
11
12
13
Biosensor amperometri ini terdiri dari katoda platinum tempat dimana oksigen
tereduksi dan elektroda pembanding Ag/AgCl. Ketika potensial -0.6 V relative terhadap
elektroda Ag/AgCl dipasang pada katoda platinum, sejumlah arus timbul menghasilkan
oksigen. Kedua elektroda tersebut terendam dalam larutan jenuh KCl dan dipisahkan dari
larutan ruah oleh membrane
plastic permeable
4Ag0 + 4Cl-
4AgCl + 4e-
O2 + 4H+ + 4e-
2H2O
14
sensitif terhadap komposisi larutan analit. Berikut ini adalah beberapa elektroda
pembanding yang digunakan dalam potensiometri, yaitu :
15
Elektroda perak dicelupkan kedalam suatu larutan yang dijenuhkan dalam kalium
klorida dan perak klorida, ini lebih sensitif terhadap temperatur jika dibandingkan dengan
elekroda lain yang dipersiapkan menggunakan kalium klorida yang tak jenuh.
Untuk elektroda Ag/AgCl yang dipersiapkan menggunakan larutan jenuh KCl, memiliki
potensial +0.197 Volt pada temperatur 298 Kelvin. Sedangkan elektroda Ag/AgCl lainnya
yang menggunakan larutan 3.5 M KCl mempunyai potensial 0.205 Volt pada temperatur
298 Kelvin.
Jika dibandingan dengan elektroda hidrogen standar, keuntungan elektroda
Ag/AgCl adalah dapat berguna pada temperatur yang lebih tinggi. Kekurangannya adalah
elektroda Ag/AgCl lebih rawan untuk bereaksi dengan larutan membentuk kompleks
perak yang tidak larut dan dapat menyumbat jembatatan garam antara elektroda dengan
larutan.
16
Potensial elektroda kalomel jenuh adalah 0.2444 V pada temperatur 298 Kelvin,
dan persamaan separuh selnya adalah sebagai berikut :
Hg2Cl2 (s) + 2e- 2Hg (l) + 2Cl- (aq)
Elektroda kalomel jenuh terdiri dari 5-15 cm tabung panjang yang memiliki diameter 0.5
sampai 1.0 cm. Suatu pasta merkuri/merkuri (I) klorida dalam kalium klorida jenuh
terkandung didalam sebuah tabung bagian dalam dan dihubungkan dengan larutan jenuh
kalium klorida pada tabung bagian luar melalui suatu lubang kecil. Sebuah elektroda
logam inert dicelupkan kedalam pasta. Hubungan dengan larutan analit dibuat melalui
suatu fritted disk, serat berpori pada ujung tabung terluar. Gambar dari elektroda kalomel
jenuh adalah seperti berikut :
17
Elektroda ini sangat mirip dengan elektroda kalomel jenuh. Separuh selnya
dinyatakan sebagai beirkut :
K2SO4 (satd) Hg2SO4 Hg
dan reaksi elektrodanya adalah :
Hg2SO4 (s) + 2e- 2Hg (s) + SO42Elektroda ini memiliki potensial + 0.412 V relatif terhadap elektroda hidrogen standar
pada 22C. Merkuri (I) sulfat (VI) mengalami hidrolisis dan suatu endapan kuning pada
garam basa yang sering terlihat pada elektroda ini
.
0.0592
0.0592
log a X n E X0 n
pX
n
n
18
19
Elektroda logam juga dapat menjadi suatu sumber elektron bagi reaksi redoks lainnya.
Elektroda yang seperti inilah yang disebut sebagai elektroda redoks.
Elektroda logam inert dicelupkan kedalam larutan yang mengandung ion yang
dapat mengalami reaksi redoks di permukaan elektroda tersebut. Namun elektroda ini
tidak ikut bereaksi. Contohnya adalah katoda Pt sebagai elektroda redoks yang
potensialnya ditentukan oleh konsentrasi dari Fe2+ dan Fe3+ pada separuh sel indikator.
elektroda pembanding kalomel jenuh yang dicelupkan ke dalam larutan yang pH-nya
disesuaikan. Elektroda indikator terdiri dari suatu lapisan tipis, membran kaca yang
sensitif terhadap pH disegel kedalam satu ujung dinding gelas yang berat atau tabung
plastik. Larutan asam hidroklorida dalam volume yang kecil yang dijenuhkan dengan
perak klorida terkandung didalam tabung (larutan di bagian dalam pada beberapa
elektroda merupakan suatu buffer yang mengandung ion klorida). Kawat perak pada
larutan ini membentuk suatu elektroda pembanding perak/perak klorida, yang terhubung
20
pada satu terminal alat pengukur potensial. Elektroda kalomel terhubung ke ujung lain
terminal.
Mekanisme timbulnya potensial pada elektroda membran kaca adalah karena H+
dapat bermigrasi menembus kaca pada elektroda sedangkan ion-ion lain tidak bisa,
sehingga untuk mencegah terjadinya migrasi lebih lanjut maka akan timbul suatu
potensial yang cukup besar. Penjelasan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
H+ (larutan) + Na+Gl- (membran) Na+ (larutan) + H+Gl- (membran)
21
Membr
an
Larut
an
Batas
MembranLarutan
Elektroda membran kaca ini memiliki beberapa kelebihan. Karena pada umumnya
potensial tidak tergantung pada ukuran fisik, elektroda-elektroda kaca dan kalomel bisa
dibuat cukup kecil untuk disisipkan kedalam volume larutan yang sangat kecil. Tidak ada
permukaan katalitis yang kehilangan aktivitasnya oleh kontaminasi, sebagaimana yang
mungkin terjadi dengan platina pada elektroda hidrogen. Nilai-nilai pH dari larutan yang
kurang tersangga dapat diukur secara akurat. Sehingga elektroda ini sangat cocok untuk
memonitor pH secara kontinu pada jangka waktu yang lama.
Elektroda membran kaca ini juga memiliki keterbatasan. Pada larutan dengan pH
yang sangat tinggi (contohnya 0.1 M NaOH, pH ~ 13, dimana [H +] sekitar 10-13 M dan
[Na+] sekitar 0.1 M), spesifitas untuk H+ hilang, ketergantungan terhadap pH berkurang,
dan potensial menjadi bergantung
a Na
22
3.2.2.2
didasarkan pada suatu lapisan pelarut organik yang mengandung suatu fosfat organik
yang mengikat Ca2+ lebih kuat daripada banyak kation-kation lain dan memberikan suatu
manfaat bagi perpindahan Ca2+ melalui membran. Untuk ketahanan, membran cair
ditahan di antara pelat-pelat kaca berpori atau dengan suatu membran plastik yang hanya
melewatkan ion. Berikut ini gambar dari elektroda selektif ion kalsium :
Figure 8
23
Dalam system sel, ikatan fosfodiester antara dua ribonukleotida dapat diputuskan melalui
hidrolisis alkaline karena adanya dua gugus hidroksi bebas. Hidrolisis
memberikan efek pada kestabilan dan waktu hidup RNA. Proses
alkaline
juga
alam saat jaringan dan bangkai hewan dikubur di dalam tanah yang netral atau pH
alkaline, dalam hal ini, hidrolisis alkaline dibantu oleh proses pembusukan dari
organisme tanah.
24
Produk 3-HB yang dihasilkan, diukur menggunakan biosensor 3-HB berbasis enzim.
Sensor 3-HB terbentuk dari 3-hidroksibutirat dehidrogenase (HBDH) dan salisilat
hidroksilase (SHL) yang terhenti pada elektroda oksigen Clark.
Prinsip pengukuran pada biosensor seperti yang ditunjukkan pada skema berikut
25
HBDH mengkatalisis spesifik dehidrogenasi 3-HB yang terdapat pada NAD +, dan
menghasilkan NADH, inisiasi dekarboksilasi ireversibel dan hidroksilasi salisilat oleh
SHL. Oksigen terlarut berperan sebagai material penting untuk aktivitas enzimatik pada
SHL, yang dikonsumsi menurut perbandingan konsentrasi 3-HB selama pengukuran.
Sinyal yang terdeteksi disebabkan oleh pemakaian oksigen terlarut oleh SHL, yang
ditangkap oleh elektroda Clark pada -0.6V terhadap Ag/AgCl. Kedua enzim ditangkap
oleh hidrogel poly(carbamoyl) sulfonate (PCS), yang diselipkan diantara membrane
dialysis dan membrane Teflon. Gangguan elektroaktif dieliminasi oleh membrane Teflon.
Elektroda oksigen Clark yang digunakan terdiri dari elektroda kerja Pt dan elektroda
pembanding Ag/AgCl pada potensial -0.6V Vs Ag/AgCl. Konsentrasi PHB ditentukan
oleh penurunan arus reduksi oksigen terlarut.
26
Kurva diatas menunjukkan bahwa 3-HB yang dihasilkan dari PHB dengan hidrolisis pada
air 2 kali destilasi ataupun dalam kondisi asam selama 4 jam pada temperatur ruang, tidak
signifikan. Produksi 3-HB yang signifikan diperoleh pada media alkaline. Semakin
meningkatnya konsentrasi alkaline yang digunakan pada daerah pengukuran, 3-HB yang
dihasilkanpun meningkat, sehingga KOH 6M dipilih untuk digunakan sebagai media
hidrolisis penentuan ini.
Pengaruh temperatur hidrolisis pada 3-HB yang dihasilkan dari PHB, dengan
konsentrasi PHB 21.5 g/L (250 mM unit 3-HB) dalam KOH 6M pada berbagai range
temperatur dari 4o sampai 500C ditunjukkan pada kurva berikut
Dari kurva diatas diketahui bahwa semakin tinggi temperatur hidrolisis yang digunakan
dalam daerah pengukuran maka persentase 3-HB yang dihasilkan akan semakin
meningkat. Pada temperature 500C, menunjukkan kondisi hidrolisis yang relative tepat,
aman dan tercepat pada daerah temperature yang diukur sehingga kondisi temperature ini
digunakan untuk penentuan konsentrasi PHB ini.
27
Figure 15 Kurva persentase 3-HB yang dihasilkan dari PHB dengan berbagai konsentrasi
hidrolisis dalam KOH 6M pada 50oC untuk periode waktu yang berbeda
Seperti yang ditunjukkan pada kurva diatas, untuk berbagai kondisi pengukuran, semakin
lama waktu hidrolisis, persentase 3-HB yang dihasilkan semakin meningkat dan menjadi
jenuh pada 30 menit. Pada kurva juga ditunjukkan kondisi konsentrasi PHB yang berbeda
beda menghasilkan persentase 3-HB yang hampir sama untuk waktu hidrolisis yang
sama. Sehingga dengan demikian, konsentrasi PHB sebanding dengan konsentrasi 3-HB
yang dihasilkan dan juga sebanding dengan respon arus yang dites oleh biosensor
berbasis enzim, yang mengindikasikan bahwa konsentrasi PHB yang tidak diketahui
dapat ditentukan melalui prosedur hidrolisis ini.
Figure 16 Kurva respon arus pada berbagai konsentrasi PHB dengan waktu hidrolisis selama
Kedua kurva diatas menunjukkan penurunan arus katodik karena pemakaian oksigen
terlarut oleh SHL dan HBDH dalam lapisan enzim setelah penambahan larutan PHB
pretreated, dan reduksi arus katodik sebanding dengan konsentrasi PHB.
Dengan membandingkan respon arus pada kedua kurva dengan waktu hidrolisis
30 menit dan 10 menit, menunjukkan perbedaan persentase 3-HB yang dihasilkan, respon
biosensornya berbeda untuk konsentrasi PHB yang sama dengan menggunakan periode
28
waktu hidrolisis yang berbeda. Selain itu, respon dari sensor bienzim 3-HB-nya cepat (2s)
dengan kemampuan reproduksi yang tinggi dan waktu recovery yang singkat (2 menit).
Arus background keadaan mantap menurun setelah penambahan larutan PHB pretreated
dan mencapai keadaan stationer dalam waktu 30 detik. Waktu total pengukuran
menggunakan sensor 3-HB untuk PHB pretreated hanya memerlukan waktu kurang dari
4 menit yang bergantung pada waktu hidrolisis. Metode ini lebih cepat dibandingkan
dengan menggunakan metode konvensional.
Figure 17 Kurva kalibrasi PHB menggunakan kombinasi biosensor berbasis enzim dan
hidrolisis alkaline dalam KOH 6M pada 500C untuk (a) 30 menit dan (b) 10 menit (n=3)
Kurva diatas menunjukkan hubungan linier antara respon arus dan konsentrasi PHB dari
0.5 -110 mg/L (kemiringan : 1.76 nA/(mg/L), R2 = 0.9937, n = 3) untuk waktu hidrolisis
30 menit (a) dan 1.0-160 mg/L (kemiringan: 1.20 nA/(mg /L), R 2 = 0.9978, n = 3) untuk
waktu hidrolisis 10 menit (b). Meningkatnya kejenuhan pada (a) 120 mg/L dan (b) 180
mg/L disebabkan karena oksigen duplet oleh reaksi enzimatik, yang mengindikasikan
tidak ada arus yang dihasilkan pada elektroda Clark. Untuk penentuan limit deteksi, pada
larutan netral KOH 6M dan HCl 6M dengan perbandingan volume 1:1, ditambahkan KCl
3M (30 L) sebagai larutan blanko kedalam sel pengukuran untuk menentukan sinyal
blanko. Limit deteksi pada system dengan hidrolisis PHB selama 30 menit, menghasilkan
rata rata sinyal blanko plus 3 kali standar derivasi pada rata rata sinyal blanko, yaitu
29
(a) 0.3 mg/L PHB dan (b) 0.5 mg/L PHB. Metode ini memiliki rata rata kemampuan
reproduksi yang tinggi pada (a) 98.6% (b) 97.7%, yang dihasilkan dari analisis
konsentrasi PHB yang berbeda dari 0-300 ml/L sebanyak 3 kali.
Keseluruhan karakteristik penentuan PHB menggunakan kombinasi biosensor
berbasis enzim dan hidrolisis alkaline ditunjukkan pada table berikut
Tabel 1
Karakteristik
30
5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan dari makalah ini yaitu metoda kombinasi biosensor berbasis enzim
dan hidrolisis alkaline merupakan metoda yang cepat, sensitive, akurat, sederhana, dan
tepat untuk penentuan konsentrasi Poly (3-hidrroksibutirat).
31
32