Anda di halaman 1dari 32

Prakata

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat dan rahmat-Nya
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah yang berjudul

Penentuan Poly(3-Hidroksibutirat) menggunakan

Kombinasi Biosensor Berbasis Enzim dan Hidrolisis Alkaline ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Elektrokimia
Selama penyusunan makalah ini, penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan dorongan, semangat, dan bahan bahan pemikiran
sehingga memungkinkan makalah ini bisa terselesaikan dengan baik.
Meskipun demikian, penulis mengakui bahwa hasil penyusunan makalah ini masih
jauh dari sempurna baik cara penyajiannya maupun yang lainnya. Hal ini disebabkan
kemampuan yang terbatas dari penulis. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati
menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan bagi para pembaca.

Bandung, Desember 2007

Penulis

ABSTRAK

Makalah ini berisi tentang kombinasi biosensor amperometri berbasis enzim dan
hidrolisis alkaline yang telah dikembangkan untuk penentuan poly (3-hidroksibutirat)
(PHB). Prinsip penentuan ini berdasarkan jumlah alkaline terhidrolisis yang diperlukan
untuk mengurai senyawa PHB menjadi monomernya 3-hidroksibutirat (3-HB), dimana
terbentuknya monomer 3-HB ini akan menimbulkan respon arus yang dideteksi oleh
biosensor amperometri berbasis enzim melalui dua reaksi enzim pada elektroda oksigen
Clark yang digunakan. Metode ini memerlukan waktu analisis kurang dari 40 menit dan
menghasilkan daerah deteksi linier pada 0.5-110 mg/L PHB dengan limit deteksi 0.3
mg/L oleh produksi 3-Hb jenuh; dan dapat juga menganalisis dalam waktu kurang dari
15 menit dan menghasilkan daerah deteksi linier pada 1.0-160 mg/L PHB dengan limit
deteksi 0.5 mg/L oleh produksi sebagian 3-HB. Metode ini sederhana, akurat, dan
mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi.

DAFTAR ISI
1

PENDAHULUAN____________________________________________________7
1.1

Latar Belakang________________________________________________________7

1.2

Rumusan Masalah______________________________________________________7

1.3

Sistematika Penulisan__________________________________________________7

1.4

Tujuan Pembuatan Makalah_____________________________________________8

PHB dan BIOSENSOR________________________________________________9


2.1
2.1.1

2.2

Poly(3-hidroksibutirat) (PHB)___________________________________________9
3-hidroksibutirat dehidrogenase________________________________________________9

Biosensor____________________________________________________________10

2.2.1
Macam macam biosensor___________________________________________________10
2.2.1.1
Biosensor konduktometri________________________________________________11
2.2.1.2
Biosensor potensiometri_________________________________________________11
2.2.1.3
Biosensor amperometri_________________________________________________11
2.2.1.4
Biosensor optical______________________________________________________11
2.2.1.5
Biosensor piezo-elektrik (transducer acoustic)_______________________________12
2.2.1.6
Biosensor Biokimia____________________________________________________12
2.2.2
Biosensor Amperometri______________________________________________________12

ELEKTRODA dan HIDROLISIS ALKALINE____________________________10


3.1
3.1.1
3.1.2
3.1.3
3.1.4

3.2

Elektroda Pembanding________________________________________________14
Elektroda Hidrogen Standar__________________________________________________14
Elektroda Pembanding Ag/AgCl_______________________________________________15
Elektroda Kalomel Jenuh____________________________________________________16
Elektroda Pembanding Hg/Hg2SO4_____________________________________________17

Elektroda Indikator___________________________________________________17

3.2.1
Elektroda Ion Logam-Logam_________________________________________________17
3.2.1.1
Elektroda Jenis Pertama_________________________________________________18
3.2.1.2
Elektroda Jenis Kedua__________________________________________________18
3.2.1.3
Elektroda Inert / Redoks________________________________________________19
3.2.2
Elektroda Membran_________________________________________________________19
3.2.2.1
Elektroda Membran Kaca_______________________________________________20
3.2.2.2
Elektroda Selektif Ion (ESI)______________________________________________21

3.3
3.3.1

3.4

ELEKTRODA KERJA________________________________________________22
Elektroda oksigen tipe Clark__________________________________________________22

Hidrolisis alkaline_____________________________________________________23

PENENTUAN KONSENTRASI DAN KARAKTERISTIK___________________24


4.1
Prinsip penentuan konsentrasi poly (3-hidroksibutirat) (PHB) menggunakan
kombinasi biosensor amperometri berbasis enzim dan hidrolisis alkaline._____________24
4.2
4.2.1
4.2.2
4.2.3
4.2.4

Karakteristik penentuan konsentrasi PHB________________________________25


Pengaruh media dan temperatur pada produksi 3-HB.______________________________25
Pengaruh waktu hidrolisis pada produksi monomer 3-HB___________________________26
Pengaruh konsentrasi PHB pretreated___________________________________________27
Hubungan konsentrasi PHB terhadap respon arus_________________________________28

KESIMPULAN dan DAFTAR PUSTAKA________________________________31


5.1

KESIMPULAN_______________________________________________________31

5.2

Daftar Pustaka_______________________________________________________32

DAFTAR GAMBAR

Figure 1Struktur kimia P3HB, PHV, dan copolymer PHBV._______________________________9


Figure 2 Skema komponen utama biosensor__________________________________________10

Figure 3 Skema alat biosensor amperometri_________________________________________13


Figure 4 Elektroda Hidrogen Standar_______________________________________________14
Figure 5 Elektroda Ag/AgCl______________________________________________________15
Figure 6 Elektroda Kalomel______________________________________________________16
Figure 7 Elektroda Membran Kaca_________________________________________________21
Figure 8 22
Figure 9 Skema alat elektroda oksigen Clark________________________________________22
Figure 10 Hidrolisis alkaline pada ikatan fosfodiester dalam RNA________________________23
Figure 11Skema ilustrasi penentuan PHB____________________________________________24
Figure 12 Skema ilustrasi biosensor 3-HB berbasis enzim_______________________________24
Figure 13 Kurva persentase 3-HB yang dihasilkan dari hidrolisis PHB dalam media yang
berbeda pada termperatur ruang (22C) (n = 3).___________________________25
Figure 14 Kurva persentase 3-HB yang dihasilkan dari hidrolisis PHB dalam KOH 6M selama
1 jam pada berbagai temperatur__________________________________________26
Figure 15 Kurva persentase 3-HB yang dihasilkan dari PHB dengan berbagai konsentrasi
hidrolisis dalam KOH 6M pada 50oC untuk periode waktu yang berbeda___________26
Figure 16 Kurva respon arus pada berbagai konsentrasi PHB dengan waktu hidrolisis selama
(a) 30 menit dan (b) 10 menit._____________________________________________27
Figure 17 Kurva kalibrasi PHB menggunakan kombinasi biosensor berbasis enzim dan hidrolisis
alkaline dalam KOH 6M pada 500C untuk (a) 30 menit dan (b) 10 menit (n=3)______28

DAFTAR TABEL
Tabel 1_______________________________________________________________________________29

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Poly(3-hidroksibutirat) (PHB) merupakan polimer biodegradable antar sel yang
terlibat dalam bakteri karbon dan penyimpanan energi, dan berperan penting dalam jalur
metabolisme. Sebagai salah satu material biodegradable yang paling menarik, PHB juga
7

mempunyai aplikasi yang menjanjikan dalam bidang kedokteran, material science,


agriculture dan lain lain. Oleh karena itu penentuan konsentrasi PHB ini sangat penting
untuk dilakukan dengan cara yang tepat.
Berbagai metode telah dikembangkan untuk penentuan konsentrasi PHB, ini
diantaranya menggunakan metode gravimetri, turbidimetri, dan spektrofotometri, dan
juga kromatografi, capillary isotacrophotometry, dan capillary zone elektrophoresis.
Namun demikian, tidak satupun dari metode metode ini yang menghasilkan hasil
penentuan yang akurat dan terpercaya. Selain itu waktu penentuan yang lama (beberapa
jam), prosedur dengan temperatur dan tekanan tinggi dan perlu dilakukan oleh ahli,
menjadi pertimbangan untuk mencari metode yang lebih tepat untuk penentuan
konsentrasi PHB ini. Pada makalah ini akan dibahas mengenai penggunaan metode
biosensor amperometri berbasis enzim yang menjadi pilihan yang tepat untuk penentuan
konsentrasi PHB ini dan berbagai ekperimen untuk mendukung hal tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Pembahasan pada makalah ini akan lebih ditekankan pada bagaimana menentukan
konsentrasi PHB menggunakan kombinasi biosensor amperometri berbasis enzim dan
hidrolisis alkaline dan karakteristik apa saja yang dilakukan untuk

mendukung

keefektifan metode ini.

1.3 Sistematika Penulisan


Sistematika penyusunan makalah ini terdiri atas :
1.

Pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, serta tujuan


pembuatan makalah.
2. Tinjauan pustaka mengenai Poly(3-hidroksibutirat) (PHB), teknologi biosensor,
macam macam biosensor, biosensor amperometri
3. Tinjauan Pustaka berisi macam macam elektroda dan hidrolisis alkaline
4. Isi dari makalah yang berisi tentang penentuan konsentrasi Poly(3-hidroksibutirat)
dan karakterisasi yang dilakukan
5. Kesimpulan dan daftar pustaka

1.4 Tujuan Pembuatan Makalah


Memperkenalkan

metode

analitik

untuk

penentuan

konsentrasi

poly(3-

hidroksibutirat) (PHB) yang mudah, cepat, ekonomis dan akurat, yaitu dengan
menggunakan metode kombinasi biosensor amperometri berbasis enzim dan hidrolisis
alkaline.

PHB dan BIOSENSOR

2.1 Poly(3-hidroksibutirat) (PHB)


Polyhidroksibutirat adalah polihidroksialkanoat yaitu polimer yang termasuk
kelas poliester yang diproduksi oleh mikroorganisme seperti Alcaligenes eutrophus atau
Bacillus megaterium, yang berperan dalam merespon kondisi strees psikologis. Polimer
ini pertama kali diproduksi pada asimilasi karbon (dari glukosa atau lemak)dan
digunakan oleh mikroorganisme dalam bentuk molekul penyimpan energi untuk

metabolisme ketika sumber energi utama tidak tersedia. Biosintesis mikrobal PHB
dimulai dengan kondensasi dua molekul asetil-CoA membentuk asetoasetil-CoA, yang
kemudian tereduksi menjadi hidroksibutiril-CoA, yang digunakan sebagai monomer
untuk polimerisasi PHB.
Poly-3-hidroksibutirat terbentuk dari polyhidroksibutirat yang merupakan bentuk
paling umum dari polimer poliester ini. Banyak polimer lainnya yang diproduksi oleh
berbagai organisme, diantaranya poly-4-hydroxybutyrate (P4HB), polyhydroxyvalerate
(PHV), polyhydroxyhexanoate (PHH), polyhydroxyoctanoate (PHO) dan copolimernya,
dengan struktur kimia sebagai berikut

Figure 1Struktur kimia P3HB, PHV, dan copolymer PHBV.

Polyhidroksibutirat ini mempunyai fungsi komersial sebagai material plastik karena sifat
fisiknya yang mirip dengan polipropilen (PP), dengan sifat kimia yang sangat berbeda.

2.1.1 3-hidroksibutirat dehidrogenase


Dalam enzimology, 3-hidroksibutirat dehidrogenase (HBDH) merupakan enzim yang
mengkatalisis reaksi kimia
(R)-3-hydroxybutanoate + NAD+ acetoacetate + NADH + H+
Enzim ini termasuk kelas oxidoreductase, yang secara khusus berperan dalam donor
gugus CH-OH dengan NAD+ atau NADP+ sebagai akseptor. Nama sistematis enzim
kelas ini yaitu (R)-3-hidroksibutanoat : NAD+ oxidoreductase. Enzim ini berperan dalam
sintesis dan degradasi ketone bodies dan metabolisme butanoat.

10

2.2 Biosensor
Biosensor merupakan alat analitik yang mengubah respon biological menjadi
sinyal elektrik, yang digunakan untuk mendeteksi analit dengan mengkombinasikan
komponen biological dengan komponen detektor fisikakimia. Skema alat biosensor ini
yaitu

Figure 2 Skema komponen utama biosensor

Skema diagram menunjukkan komponen utama sebuah biosensor. Biokatalis (a)


mengubah substrat menjadi produk. Reaksi ini ditentukan oleh transducer (b) yang
mengubahnya menjadi sinyal elektrik. Hasil penentuan dari transducer di amplified (c),
diproses (d), dan ditampilkan (e). Respon biological pada biosensor ditentukan oleh
membrane biokatalitik yang bekerja mengubah reaktan menjadi produk.

2.2.1 Macam macam biosensor


Macam macam bisensor diklasifikasikan berdasarkan jenis transducer yang digunakan,
yang membuat perubahan sifat fisik yang mengiringi reaksi, macam macam biosensor
tersebut, yaitu
2.2.1.1 Biosensor konduktometri
Pada biosensor ini, reaksi enzim memproduksi ataupun mengkonsumsi spesies
ionik yang

bergantung

pada

kekuatan

ionik

total

media,

mengubah

konduktansi/kapasitansi larutan ke tingkat yang lebih tinggi ataupun lebih rendah.


Transducer konduktometri pada biosensor telah digunakan dalam kombinasi dengan
berbagai jenis sistem enzim yang dapat mengubah spesifisitas tipe transducer ini.

11

2.2.1.2 Biosensor potensiometri


Pada biosensor ini, terjadi perubahan distribusi muatan yang disebabkan oleh
dihasilkannya potensial elektrik. Sebagian besar biosensor potensiometri untuk deteksi
polusi lingkungan, menggunakan enzim yang mengkatalis produksi ataupun konsumsi
proton.
2.2.1.3 Biosensor amperometri
Pada biosensor ini, terjadi perpindahan elektron yang dihasilkan dalam reaksi
redoks. Biosensor amperometri sering digunakan pada sistem enzim yang mengkatalisis
pengubahan elektrokimia analit tak aktif menjadi produk yang dapat dioksidasi ataupun
direduksi pada elektroda kerja. Bisensor amperometri untuk hidrogen peroksida dapat
digunakan untuk penentuan pestisida organofosfat pada konsentrasi dibawah 10-9 M.
Selain itu, transducer amperometri dapat juga digunakan untuk pengusutan berlabel
enzim untuk immunosensor.
2.2.1.4 Biosensor optical
Pada biosensor ini, sinar yang diserap ataupun yang dilepaskan selama reaksi,
berbeda antara reaktan dan produk. Biosensor ini memiliki kelebihan pada kecepatan dan
reproduksinya dalam penentuan. Transducer optikal digunakan pada biosensor berbasis
mikrobal dan afinitas, dan pada biosensor berbasis enzim untuk aplikasi lingkungan.
2.2.1.5 Biosensor piezo-elektrik (transducer acoustic)
Penggunaan kristal piezoelektrik sebagai sensor massa, timbul dari hubungan
linier antara perubahan massa pada permukaan kristal dan perubahan pada frekuensi
osilasinya.Vibrasi kristal piezoelektrik menghasilkan medan listrik osilasi yang frekuansi
resonansi pada kristalnya bergantung pada sifat kimia, ukuran dan massa.

12

2.2.1.6 Biosensor Biokimia


Macam macam biosensor biokimia, yaitu
a. Biosensor berbasis biokatalis
Biosensor berbasis biokatalis pada aplikasi lingkungan bergantung pada
penggunaan enzim keseluruhan. Biosensor ini memiliki dua mekanisme operasi, yaitu
pertama, meliputi transformasi katalitik polutan ( khususnya dari tak terdeteksi
menjadi bentuk terdeteksi). Mekanisme kedua, yaitu meliputi deteksi polutan yang
menginhibit atau memediasi aktivitas enzim.
b. Biosensor berbasis bioafinitas
Biosensor berbasis biokatalis pada aplikasi lingkungan bergantung pada
penggunaan antibodi karena ketersediaaan antibodi monoclonal dan polyclonal yang
berhubungan dengan daerah lingkungan polusi seperti afinitas dan selektifitas dari
protein untuk senyawa spesifik atau senyawa yang sehubungan
c. Biosensor berbasis mikroorganisme
Mikroorganisme yang digunakan pada biosensor ini khususnya diproduksi dengan
plasmid dimana gen gen yang dikode untuk luciferase atau galaktosidase
ditempatkan dibawah kontrol promotor yang menganalisis analit.

2.2.2 Biosensor Amperometri


Biosensor amperometri berfungsi memproduksi arus saat potensial dipasang pada
kedua elektroda. Biosensor ini secara umum memiliki waktu respon, daerah dinamik, dan
sensitifitas yang mirip dengan biosensor potensiometri. Biosensor amperometri sederhana
biasanya menggunakan elektroda oksigen Clark
seperti pada skema berikut

Figure 3 Skema alat biosensor amperometri

13

Biosensor amperometri ini terdiri dari katoda platinum tempat dimana oksigen
tereduksi dan elektroda pembanding Ag/AgCl. Ketika potensial -0.6 V relative terhadap
elektroda Ag/AgCl dipasang pada katoda platinum, sejumlah arus timbul menghasilkan
oksigen. Kedua elektroda tersebut terendam dalam larutan jenuh KCl dan dipisahkan dari
larutan ruah oleh membrane

plastic permeable

oksigen seperti Teflon dan

polytetrafluoroethylene. Reaksi yang terjadi pada kedua elektroda yaitu


Ag anode
Pt cathode

4Ag0 + 4Cl-

4AgCl + 4e-

O2 + 4H+ + 4e-

2H2O

Efisiensi reduksi oksigen pada permukaan katoda menyebabkan konsentrasi oksigen


menjadi efektif nol. Kecepatan reduksi elektrokimia ini bergantung pada kecepatan difusi
oksigen dari larutan ruah, yang bergantung pada gradient konsentrasi dan konsentrasi
oksigen ruah. Hal ini menunjukkan jumlah oksigen yang kecil namun signifikan yang
terdapat dalam fase ruah, digunakan dalam proses ini, elektroda oksigen menentukan
kecepatan proses yang jauh dari keseimbangan, dimana elektroda selektif ion digunakan
pada kondisi keseimbangan. Hal inilah yang menyebabkan elektroda oksigen lebih
sensitive terhadap perubahan temperature dibandingkan biosensor potensiometri.

ELEKTRODA dan HIDROLISIS ALKALINE

3.1 Elektroda Pembanding


Elektroda pembanding yang ideal adalah yang memiliki suatu potensial (terhadap
elektroda hidrogen standar) yang diketahui secara tepat, konstan dan harus sangat tidak

14

sensitif terhadap komposisi larutan analit. Berikut ini adalah beberapa elektroda
pembanding yang digunakan dalam potensiometri, yaitu :

3.1.1 Elektroda Hidrogen Standar


Elektroda hidrogen standar jarang digunakan dalam analisis, namun sangat
penting karena elektroda pembanding ini digunakan untuk menetapkan potensial keadaan
standar untuk setengah reaksi lainnya. Elektroda pembanding ini jarang digunakan karena
persiapannya sangat rumit dan penggunaannya juga sulit.
Elektroda hidrogen standar terdiri dari sebuah elektroda Pt yang dicelupkan
kedalam suatu larutan dimana aktivitas ion hidrogen adalah 1.00 dan dimana gas H 2
digelembungkan pada tekanan 1 atm. Gambar elektroda hidrogen standar adalah seperti
berikut :

Figure 4 Elektroda Hidrogen Standar

Notasi untuk elektroda hidrogen standar adalah :


Pt (s), H2 (g, 1atm) H+ (aq, a = 1.00)
Potensial keadaan standar untuk reaksi :

adalah 0.00 Volt pada semua temperatur.

3.1.2 Elektroda Pembanding Ag/AgCl


Elektroda pembanding ini merupakan elektroda pembanding yang paling umum
digunakan. Elektroda Ag/AgCl didasarkan pada pasangan redoks Ag dan AgCl. Potensial
pada elektroda Ag/AgCl ditentukan oleh konsentrasi ion Cl- yang digunakan pada
persiapannya.

15

Elektroda perak dicelupkan kedalam suatu larutan yang dijenuhkan dalam kalium
klorida dan perak klorida, ini lebih sensitif terhadap temperatur jika dibandingkan dengan
elekroda lain yang dipersiapkan menggunakan kalium klorida yang tak jenuh.

Figure 5 Elektroda Ag/AgCl

Notasi elektroda pembanding Ag/AgCl adalah sebagai berikut :


Ag (s) AgCl (satd), KCl (satd)
Setengah reaksinya adalah sebagai berikut :

Untuk elektroda Ag/AgCl yang dipersiapkan menggunakan larutan jenuh KCl, memiliki
potensial +0.197 Volt pada temperatur 298 Kelvin. Sedangkan elektroda Ag/AgCl lainnya
yang menggunakan larutan 3.5 M KCl mempunyai potensial 0.205 Volt pada temperatur
298 Kelvin.
Jika dibandingan dengan elektroda hidrogen standar, keuntungan elektroda
Ag/AgCl adalah dapat berguna pada temperatur yang lebih tinggi. Kekurangannya adalah
elektroda Ag/AgCl lebih rawan untuk bereaksi dengan larutan membentuk kompleks
perak yang tidak larut dan dapat menyumbat jembatatan garam antara elektroda dengan
larutan.

3.1.3 Elektroda Kalomel Jenuh


Elektroda kalomel dijabarkan secara skematik sebagai berikut :
Hg (l) Hg2Cl2 (satd) , KCl (aq, satd)
dimana x adalah konsentrasi KCl yang digunakan dalam larutan. Ada tiga konsentrasi
KCl yang biasa digunakan, yaitu 0.1 M, 1 M dan jenuh (sekitar 4.6 M).

16

Potensial elektroda kalomel jenuh adalah 0.2444 V pada temperatur 298 Kelvin,
dan persamaan separuh selnya adalah sebagai berikut :
Hg2Cl2 (s) + 2e- 2Hg (l) + 2Cl- (aq)
Elektroda kalomel jenuh terdiri dari 5-15 cm tabung panjang yang memiliki diameter 0.5
sampai 1.0 cm. Suatu pasta merkuri/merkuri (I) klorida dalam kalium klorida jenuh
terkandung didalam sebuah tabung bagian dalam dan dihubungkan dengan larutan jenuh
kalium klorida pada tabung bagian luar melalui suatu lubang kecil. Sebuah elektroda
logam inert dicelupkan kedalam pasta. Hubungan dengan larutan analit dibuat melalui
suatu fritted disk, serat berpori pada ujung tabung terluar. Gambar dari elektroda kalomel
jenuh adalah seperti berikut :

Figure 6 Elektroda Kalomel

Keuntungan dari elektroda kalomel jenuh adalah potensial elektrodanya tetap


konstan meskipun sebagian larutan KCl menguap dan koefisien temperaturnya agak lebih
besar daripada dua elektroda pembanding lainnya. Selain itu, elektroda kalomel jenuh
juga mudah dipersiapkan sehingga merupakan elektroda pembanding yang paling banyak
digunakan. Sedangkan kekurangannya adalah bahwa kelarutan KCl sensitif terhadap
perubahan temperatur. Pada temperatur yang lebih tinggi, konsentrasi Cl - meningkat dan
potensial elektroda menurun.
Elektroda yang menggunakan larutan KCl tak jenuh mempunyai potensial yang
tidak terlalu bergantung pada temperatur, namun akan mengalami perubahan potensial
jika konsentrasi KCl meningkat akibat penguapan. Oleh karena itu, kekurangannya yang
lain adalah tidak bisa digunakan pada temperatur diatas 80C.

3.1.4 Elektroda Pembanding Hg/Hg2SO4

17

Elektroda ini sangat mirip dengan elektroda kalomel jenuh. Separuh selnya
dinyatakan sebagai beirkut :
K2SO4 (satd) Hg2SO4 Hg
dan reaksi elektrodanya adalah :
Hg2SO4 (s) + 2e- 2Hg (s) + SO42Elektroda ini memiliki potensial + 0.412 V relatif terhadap elektroda hidrogen standar
pada 22C. Merkuri (I) sulfat (VI) mengalami hidrolisis dan suatu endapan kuning pada
garam basa yang sering terlihat pada elektroda ini
.

3.2 Elektroda Indikator


Elektroda indikator yang ideal memberikan respon dengan cepat dan dapat
digantikan dalam konsentrasi ion analit. Meskipun tidak ada elektroda indikator yang
benar-benar spesifik pada responnya, namun untuk saat ini ada beberapa yang dianggap
cukup spesifik. Berikut adalah beberapa elektroda indikator :

3.2.1 Elektroda Ion Logam-Logam


Potensial dari elektroda ion logam-logam ditentukan oleh posisi reaksi redoks
pada permukaan larutan elektroda. Elektroda ion logam-logam diklasifikasikan pada 3
jenis, yaitu :
3.2.1.1

Elektroda Jenis Pertama


Elektroda jenis pertama adalah elektroda logam murni yang berkesetimbangan

langsung dengan kationnya dalam larutan. Sebagai contohnya, kesetimbangan antara


logam X dengan kationnya Xn+ adalah
Xn+ (aq) + ne- X (s)
dimana bila dinyatakan dalam fungsi-p pada kation adalah :
Eind E X0 n

0.0592
0.0592
log a X n E X0 n
pX
n
n

18

Elektroda jenis pertama tidak banyak digunakan untuk analisis secara


potensiometri karena beberapa alasan. Alasan pertama karena elektroda ini tidak terlalu
selektif dan tidak hanya memberikan respon terhadap kationnya saja tetapi juga mudah
direduksi kation lainnya. Sebagai contohnya, elektroda tembaga tidak dapat digunakan
untuk penentuan ion tembaga (II) dengan adanya ion perak (I), yang juga direduksi pada
permukaan tembaga.
Selain itu, banyak elektroda logam seperti Zn dan Cd yang hanya bisa digunakan
pada larutan basa atau netral karena mereka larut jika ada asam. Alasan ketiga adalah
beberapa logam mudah dioksidasi sehingga penggunaannya lebih terbatas. Yang terakhir,
beberapa logam keras seperti besi, krom, kobalt, dan nikel tidak dapat memberikan
potensial yang reproducible.
Elektroda jenis pertama yang sering digunakan adalah Ag/Ag+ dan Hg/Hg 22+ pada
larutan netral serta Cu/Cu2+, Zn/Zn2+, Cd/Cd2+, Bi/Bi3+, Tl/Tl+ dan Pb/Pb2+ digunakan
dalam larutan-larutan tertentu.
3.2.1.2 Elektroda Jenis Kedua
Seperti yang telah disebutkan, elektroda jenis pertama melibatkan suatu Mn+/M
pasangan redoks yang akan merespon terhadap konsentrasi spesi lain jika spesi tersebut
berada pada kesetimbangan dengan Mn+. Ketika potensial suatu elektroda jenis pertama
memberikan respon terhadap potensial ion lainnya yang berada dalam kesetimbangan
dengan Mn+, maka disebut elektroda jenis kedua.
Dua buah elektroda jenis kedua yang paling umum adalah elektroda pembanding
kalomel dan perak / perak klorida. Elektroda jenis kedua juga dapat menjadi suatu basa
pada reaksi pengkompleksan. Sebaai contohnya, suatu elektroda untuk EDTA disusun
melalui kopling elektroda Hg2+/Hg jenis pertama terhadap EDTA dengan mengambil
kelebihan pembentukan kompleks yang stabil dengan Hg2+.
3.2.1.3

Elektroda Inert / Redoks


Elektroda jenis pertama dan kedua menimbulkan potensial sebagai hasil dari

reaksi redoks dimana elektroda logam menjalani pergantian bilangan oksidasinya.

19

Elektroda logam juga dapat menjadi suatu sumber elektron bagi reaksi redoks lainnya.
Elektroda yang seperti inilah yang disebut sebagai elektroda redoks.
Elektroda logam inert dicelupkan kedalam larutan yang mengandung ion yang
dapat mengalami reaksi redoks di permukaan elektroda tersebut. Namun elektroda ini
tidak ikut bereaksi. Contohnya adalah katoda Pt sebagai elektroda redoks yang
potensialnya ditentukan oleh konsentrasi dari Fe2+ dan Fe3+ pada separuh sel indikator.

3.2.2 Elektroda Membran


Elektroda membran terkadang disebut elektroda pIon data yang didapatkan dari
elektroda ini biasanya dijabarkan sebagai fungsi-p, seperti pH, pCa atau pNO3 -.
Elektroda membran pada dasarnya berbeda dari elektroda logam dari segi bentuk dan
prinsipnya.
Pada elektroda membran tidak ada transfer elektron yang terjadi, melainkan
adanya transfer ion hingga menyebabkan beda potensial. Notasi sel elektroda membran
adalah sebagai berikut :
Ref (samp) [A]samp [A]int Ref (int)
dimana Ref (samp) adalah elektroda pembanding pada larutan sampel, [A]samp adalah
larutan sampel, [A]int adalah larutan dibagian dalam dan Ref (int) adalah elektroda
pembanding dalam.
3.2.2.1

Elektroda Membran Kaca


Sel elektroda membran kaca terdiri dari sebuah elektroda indikator gelas dan

elektroda pembanding kalomel jenuh yang dicelupkan ke dalam larutan yang pH-nya
disesuaikan. Elektroda indikator terdiri dari suatu lapisan tipis, membran kaca yang
sensitif terhadap pH disegel kedalam satu ujung dinding gelas yang berat atau tabung
plastik. Larutan asam hidroklorida dalam volume yang kecil yang dijenuhkan dengan
perak klorida terkandung didalam tabung (larutan di bagian dalam pada beberapa
elektroda merupakan suatu buffer yang mengandung ion klorida). Kawat perak pada
larutan ini membentuk suatu elektroda pembanding perak/perak klorida, yang terhubung

20

pada satu terminal alat pengukur potensial. Elektroda kalomel terhubung ke ujung lain
terminal.
Mekanisme timbulnya potensial pada elektroda membran kaca adalah karena H+
dapat bermigrasi menembus kaca pada elektroda sedangkan ion-ion lain tidak bisa,
sehingga untuk mencegah terjadinya migrasi lebih lanjut maka akan timbul suatu
potensial yang cukup besar. Penjelasan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
H+ (larutan) + Na+Gl- (membran) Na+ (larutan) + H+Gl- (membran)

H+Gl-(membran) H+(larutan) + Gl-(membran)

21

Membr
an

Larut
an

Batas
MembranLarutan

Figure 7 Elektroda Membran Kaca

Elektroda membran kaca ini memiliki beberapa kelebihan. Karena pada umumnya
potensial tidak tergantung pada ukuran fisik, elektroda-elektroda kaca dan kalomel bisa
dibuat cukup kecil untuk disisipkan kedalam volume larutan yang sangat kecil. Tidak ada
permukaan katalitis yang kehilangan aktivitasnya oleh kontaminasi, sebagaimana yang
mungkin terjadi dengan platina pada elektroda hidrogen. Nilai-nilai pH dari larutan yang
kurang tersangga dapat diukur secara akurat. Sehingga elektroda ini sangat cocok untuk
memonitor pH secara kontinu pada jangka waktu yang lama.
Elektroda membran kaca ini juga memiliki keterbatasan. Pada larutan dengan pH
yang sangat tinggi (contohnya 0.1 M NaOH, pH ~ 13, dimana [H +] sekitar 10-13 M dan
[Na+] sekitar 0.1 M), spesifitas untuk H+ hilang, ketergantungan terhadap pH berkurang,
dan potensial menjadi bergantung

a Na

22

3.2.2.2

Elektroda Selektif Ion (ESI)


Salah satu contoh elektroda selektif ion (ESI) adalah ESI kalsium. ESI kalsium

didasarkan pada suatu lapisan pelarut organik yang mengandung suatu fosfat organik
yang mengikat Ca2+ lebih kuat daripada banyak kation-kation lain dan memberikan suatu
manfaat bagi perpindahan Ca2+ melalui membran. Untuk ketahanan, membran cair
ditahan di antara pelat-pelat kaca berpori atau dengan suatu membran plastik yang hanya
melewatkan ion. Berikut ini gambar dari elektroda selektif ion kalsium :

Figure 8

3.3 ELEKTRODA KERJA


3.3.1 Elektroda oksigen tipe Clark
Elektroda Clark merupakan elektroda penentuan oksigen pada permukaan platinum
katalitik dengan menggunakan reaksi
O2 + 2 e + 2 H2O H2O2 + 2 OH
Gambar disamping merupakan skema alat elektroda Clark
(A) Pt
(B) Elektroda Ag/AgCl
(C) Elektrolit KCl
(D) Membran Teflon
(E) Cincin rubber
(F) Sumber tegangan
(G) Galvanometer
Figure 9 Skema alat elektroda oksigen Clark

23

Aliran elektron ke oksigen sebagai hasil dari oksidatif fosforilasi dapat


ditunjukkan menggunakan elektroda oksigen. Bagian bagian elektroda diisolasi dari
reaksi chamber oleh membran teflon tipis, membran tersebut bersifat permeabel untuk
molekul oksigen dan membantu gas ini bereaksi dengan katoda dimana elektrolitik
direduksi.

3.4 Hidrolisis alkaline


Hidrolisis alkaline merupakan proses kimia yang sederhana dimana molekul
terbagi menjadi dua senyawa penyusunnya melalui insersi molekul air (H2O), H+, dan
OH- antar atom dalam larutan dengan pH lebih besar dari 7, dengan persamaan reaksi
hidrolisis alkaline pada ikatan fosfodiester dalam RNA berikut

Figure 10 Hidrolisis alkaline pada ikatan fosfodiester dalam RNA

Dalam system sel, ikatan fosfodiester antara dua ribonukleotida dapat diputuskan melalui
hidrolisis alkaline karena adanya dua gugus hidroksi bebas. Hidrolisis
memberikan efek pada kestabilan dan waktu hidup RNA. Proses

alkaline

juga

hidrolisis ini terjadi di

alam saat jaringan dan bangkai hewan dikubur di dalam tanah yang netral atau pH
alkaline, dalam hal ini, hidrolisis alkaline dibantu oleh proses pembusukan dari
organisme tanah.

24

PENENTUAN KONSENTRASI DAN KARAKTERISTIK

4.1 Prinsip penentuan konsentrasi poly (3-hidroksibutirat) (PHB)


menggunakan kombinasi biosensor amperometri berbasis enzim
dan hidrolisis alkaline.
Kegunaan biosensor amperometri berbasis enzim telah meningkat beberapa tahun
terakhir, yang disebabkan karena sifatnya yang sangat sensitive, cepat, akurat, ekonomis,
dan mudah dilakukan untuk pengukuran spesifik analit dalam matriks yang kompleks
seperti dalam darah, produk makanan, dan sampel lingkungan.
Pada penentuan konsentrasi poly(3-hidroksibutirat) (PHB) ini, diawali dengan
terdekomposisi nya PHB menghasilkan monomer 3-hidroksibutirat (3-HB) oleh hidrolisis
alkaline yang diikuti dengan penetralan oleh asam sehingga dihasilkan respon sinyal,
skema ilustrasi penentuan PHB ini yaitu

Figure 11Skema ilustrasi penentuan PHB

Produk 3-HB yang dihasilkan, diukur menggunakan biosensor 3-HB berbasis enzim.
Sensor 3-HB terbentuk dari 3-hidroksibutirat dehidrogenase (HBDH) dan salisilat
hidroksilase (SHL) yang terhenti pada elektroda oksigen Clark.
Prinsip pengukuran pada biosensor seperti yang ditunjukkan pada skema berikut

Figure 12 Skema ilustrasi biosensor 3-HB berbasis enzim

25

HBDH mengkatalisis spesifik dehidrogenasi 3-HB yang terdapat pada NAD +, dan
menghasilkan NADH, inisiasi dekarboksilasi ireversibel dan hidroksilasi salisilat oleh
SHL. Oksigen terlarut berperan sebagai material penting untuk aktivitas enzimatik pada
SHL, yang dikonsumsi menurut perbandingan konsentrasi 3-HB selama pengukuran.
Sinyal yang terdeteksi disebabkan oleh pemakaian oksigen terlarut oleh SHL, yang
ditangkap oleh elektroda Clark pada -0.6V terhadap Ag/AgCl. Kedua enzim ditangkap
oleh hidrogel poly(carbamoyl) sulfonate (PCS), yang diselipkan diantara membrane
dialysis dan membrane Teflon. Gangguan elektroaktif dieliminasi oleh membrane Teflon.
Elektroda oksigen Clark yang digunakan terdiri dari elektroda kerja Pt dan elektroda
pembanding Ag/AgCl pada potensial -0.6V Vs Ag/AgCl. Konsentrasi PHB ditentukan
oleh penurunan arus reduksi oksigen terlarut.

4.2 Karakteristik penentuan konsentrasi PHB


4.2.1 Pengaruh media dan temperatur pada produksi 3-HB.
Kondisi hidrolisis untuk pretreatment PHB perlu diteliti sebelum dilakukan
pengukuran agar hasil pengukuran bisa maksimal. Penentuan kondisi tersebut dilakukan
dengan cara mengatur larutan PHB terdekomposisi yang mengandung monomer 3-HB
pada pH sekitar 8 dengan menggunakan HCl dan diukur dengan biosensor 3-HB untuk
memperoleh persentase 3-HB yang dihasilkan. Perbandingan efek berbagai media
inkubasi hidrolisis pada temperatur ruang dengan konsentrasi PHB 21.5 g/L (sebanding
dengan 250 mM unit 3-HB) ditunjukkan pada kurva berikut

Figure 13 Kurva persentase 3-HB yang

dihasilkan dari hidrolisis PHB dalam media


yang berbeda pada termperatur ruang (22C)
(n = 3).

26

Kurva diatas menunjukkan bahwa 3-HB yang dihasilkan dari PHB dengan hidrolisis pada
air 2 kali destilasi ataupun dalam kondisi asam selama 4 jam pada temperatur ruang, tidak
signifikan. Produksi 3-HB yang signifikan diperoleh pada media alkaline. Semakin
meningkatnya konsentrasi alkaline yang digunakan pada daerah pengukuran, 3-HB yang
dihasilkanpun meningkat, sehingga KOH 6M dipilih untuk digunakan sebagai media
hidrolisis penentuan ini.
Pengaruh temperatur hidrolisis pada 3-HB yang dihasilkan dari PHB, dengan
konsentrasi PHB 21.5 g/L (250 mM unit 3-HB) dalam KOH 6M pada berbagai range
temperatur dari 4o sampai 500C ditunjukkan pada kurva berikut

Figure 14 Kurva persentase 3-HB yang dihasilkan

dari hidrolisis PHB dalam KOH 6M selama 1 jam


pada berbagai temperatur

Dari kurva diatas diketahui bahwa semakin tinggi temperatur hidrolisis yang digunakan
dalam daerah pengukuran maka persentase 3-HB yang dihasilkan akan semakin
meningkat. Pada temperature 500C, menunjukkan kondisi hidrolisis yang relative tepat,
aman dan tercepat pada daerah temperature yang diukur sehingga kondisi temperature ini
digunakan untuk penentuan konsentrasi PHB ini.

4.2.2 Pengaruh waktu hidrolisis pada produksi monomer 3-HB


Perbandingan persentase produksi 3-HB dari berbagai konsentrasi PHB (125
sampai 500 mM unit 3-HB) dengan hidrolisis dalam KOH 6M pada temperatur 500C
dengan perioda waktu yang berbeda, ditunjukkan pada kurva berikut

27

Figure 15 Kurva persentase 3-HB yang dihasilkan dari PHB dengan berbagai konsentrasi

hidrolisis dalam KOH 6M pada 50oC untuk periode waktu yang berbeda

Seperti yang ditunjukkan pada kurva diatas, untuk berbagai kondisi pengukuran, semakin
lama waktu hidrolisis, persentase 3-HB yang dihasilkan semakin meningkat dan menjadi
jenuh pada 30 menit. Pada kurva juga ditunjukkan kondisi konsentrasi PHB yang berbeda
beda menghasilkan persentase 3-HB yang hampir sama untuk waktu hidrolisis yang
sama. Sehingga dengan demikian, konsentrasi PHB sebanding dengan konsentrasi 3-HB
yang dihasilkan dan juga sebanding dengan respon arus yang dites oleh biosensor
berbasis enzim, yang mengindikasikan bahwa konsentrasi PHB yang tidak diketahui
dapat ditentukan melalui prosedur hidrolisis ini.

4.2.3 Pengaruh konsentrasi PHB pretreated


Respon arus pada berbagai konsentrasi PHB yang menggunakan sensor 3-HB
berbasis enzim dengan hidrolisis dalam KOH 6M pada 50 0C selama 30 menit dan 10
menit, ditunjukkan pada kurva berikut

Figure 16 Kurva respon arus pada berbagai konsentrasi PHB dengan waktu hidrolisis selama

(a) 30 menit dan (b) 10 menit.

Kedua kurva diatas menunjukkan penurunan arus katodik karena pemakaian oksigen
terlarut oleh SHL dan HBDH dalam lapisan enzim setelah penambahan larutan PHB
pretreated, dan reduksi arus katodik sebanding dengan konsentrasi PHB.
Dengan membandingkan respon arus pada kedua kurva dengan waktu hidrolisis
30 menit dan 10 menit, menunjukkan perbedaan persentase 3-HB yang dihasilkan, respon
biosensornya berbeda untuk konsentrasi PHB yang sama dengan menggunakan periode
28

waktu hidrolisis yang berbeda. Selain itu, respon dari sensor bienzim 3-HB-nya cepat (2s)
dengan kemampuan reproduksi yang tinggi dan waktu recovery yang singkat (2 menit).
Arus background keadaan mantap menurun setelah penambahan larutan PHB pretreated
dan mencapai keadaan stationer dalam waktu 30 detik. Waktu total pengukuran
menggunakan sensor 3-HB untuk PHB pretreated hanya memerlukan waktu kurang dari
4 menit yang bergantung pada waktu hidrolisis. Metode ini lebih cepat dibandingkan
dengan menggunakan metode konvensional.

4.2.4 Hubungan konsentrasi PHB terhadap respon arus


Gambar berikut menunjukkan kurva kalibrasi untuk PHB pretreated menggunakan sensor
3-HB berbasis enzim

Figure 17 Kurva kalibrasi PHB menggunakan kombinasi biosensor berbasis enzim dan

hidrolisis alkaline dalam KOH 6M pada 500C untuk (a) 30 menit dan (b) 10 menit (n=3)

Kurva diatas menunjukkan hubungan linier antara respon arus dan konsentrasi PHB dari
0.5 -110 mg/L (kemiringan : 1.76 nA/(mg/L), R2 = 0.9937, n = 3) untuk waktu hidrolisis
30 menit (a) dan 1.0-160 mg/L (kemiringan: 1.20 nA/(mg /L), R 2 = 0.9978, n = 3) untuk
waktu hidrolisis 10 menit (b). Meningkatnya kejenuhan pada (a) 120 mg/L dan (b) 180
mg/L disebabkan karena oksigen duplet oleh reaksi enzimatik, yang mengindikasikan
tidak ada arus yang dihasilkan pada elektroda Clark. Untuk penentuan limit deteksi, pada
larutan netral KOH 6M dan HCl 6M dengan perbandingan volume 1:1, ditambahkan KCl
3M (30 L) sebagai larutan blanko kedalam sel pengukuran untuk menentukan sinyal
blanko. Limit deteksi pada system dengan hidrolisis PHB selama 30 menit, menghasilkan
rata rata sinyal blanko plus 3 kali standar derivasi pada rata rata sinyal blanko, yaitu

29

(a) 0.3 mg/L PHB dan (b) 0.5 mg/L PHB. Metode ini memiliki rata rata kemampuan
reproduksi yang tinggi pada (a) 98.6% (b) 97.7%, yang dihasilkan dari analisis
konsentrasi PHB yang berbeda dari 0-300 ml/L sebanyak 3 kali.
Keseluruhan karakteristik penentuan PHB menggunakan kombinasi biosensor
berbasis enzim dan hidrolisis alkaline ditunjukkan pada table berikut
Tabel 1

Karakteristik

Dengan hidrolisis 30 menit

Dengan hidrolisis 10 menit

Waktu deteksi (menit)


< 40
< 15
Daerah linier (mg/L)
0.5-110
1.0-160
Sensitifitas (nA/(mgL-1))
1.76
1.20
Limit deteksi (mg/L)
0.3
0.5
Reproduksibilitas (%)
98.6
97.7
Stabilitas
17 hari untuk separuh hidup sensor bienzim 3-HB
spesifisitas
Spesifik, bebas dari gangguan elektroaktif
Metoda ini menghasilkan pengukuran yang cepat, hanya memerlukan waktu
beberapa menit dengan waktu hidrolisis yang singkat dan waktu pengukuran sensor yang
cepat. Selain itu, metoda ini juga memiliki daerah deteksi yang sensitive dan limit deteksi
yang kecil, dan juga penentuan PHB dengan waktu hidrolisis 30 menit memiliki daerah
deteksi yang kecil dan waktu pengukuran yang lebih lama dibandingkan dengan
menggunakan waktu hidrolisis 10 menit, yang memiliki sensitifitas yang lebih tinggi dan
limit deteksi yang lebih kecil. Metode ini juga menunjukkan rata rata reproduksibilitas
yang tinggi yaitu lebih dari 97%. Dari hasil sebelumnya, diketahui sensor berbasis enzim
memiliki stabilitas yang baik, yaitu diatas 50% pada inisial respon untuk 17 hari dengan
menggunakan larutan buffer pada 40C setelah pengukuran. Dengan menggunakan
membrane Teflon, pengukuran PHB pretreated pada biosensor berbasis enzim,
pengukuran akan bebas dari berbagai gangguan elektroaktif. Karena metode ini bekerja
mendeteksi biosensor dengan reaksi enzimatik spesifik dan relative cepat pretreatmentnya, maka metode ini lebih cepat dan akurat dibandingkan metoda konvensional untuk
penentuan PHB.

KESIMPULAN dan DAFTAR PUSTAKA

30

5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan dari makalah ini yaitu metoda kombinasi biosensor berbasis enzim
dan hidrolisis alkaline merupakan metoda yang cepat, sensitive, akurat, sederhana, dan
tepat untuk penentuan konsentrasi Poly (3-hidrroksibutirat).

5.2 Daftar Pustaka

31

Harvey,David..Modern Analytical Chemistry. New York : Mc-Graw Hill De Pauw


Skoog, Holler, Nieman. 1998. Principle of Instrumental Analysis, fifth edition. Brace
College Publishers
Matthew, Van Hold and Ahern. Biochemistry Second Eddition. Addison Willey.
http://www.rsc.org/publishing/journals/AN/amperometric.asp
http://www1.eere.energy.gov/inventions/pdfs/oxygen.pdf
http://www.epa.gov/heasd/edrb/biochem/biosensors.htm
http://www.sciencedirect.com/science/polyhidroxybutyrate.htm
http://www.wipo.int/pctdb/Clark-electrode.en
http://www.ingentaconnect.com/content/3-hydroxybutyrate-dehidrogenase.htm
http://www.answers.com/topic/alkaline-hydrolysis
http://www.animallab.com/articles/menbrane-Teflon.asp
http://www.seafish.org/upload/file/waste_utilisation/Alkaline%20Hydrolysis.pdf
http://www.jstage.jst.go.jp.pdf
http://www.lsbu.ac.uk/amperometric.htm

32

Anda mungkin juga menyukai