Anda di halaman 1dari 16

5

BAB II
LANDASAN TEORI

II.1.

Tinjauan Pustaka

II.1.1.

Diare

II.1.1.1. Definisi Diare


Diare adalah defekasi encer lebih dari 3x sehari dengan atau tanpa darah
dan/atau lender dalam tinja.
II.1.1.2. Epidemiologi
Diare akut lebih sering terjadi pada bayi dari pada anak yang lebih
besar.kejadian diare akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak
perempuan.penyakit ini ditularkan secara fekal oral melalui makanan dan
minuman yang tercemar di negara yang sedang berkembang. Prevalensi yang
tinggi dari penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar,
kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunya daya tahan tubuh
(McCormick MC, 1982).
Data United Nations Childrens Fund (UNICEF) dan World Health Organization
(WHO) pada 2009, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3
pada bayi, dan nomor 5 bagi segala umur. Data UNICEF memberitakan bahwa 1,5 juta anak
meningga dunia setiap tahunnya karena diare. Angka tersebut bahkan masih lebih besar dari
korban AIDS, malaria, dan cacar jika digabung. Hanya di beberapa negara berkembang 39 %
penderita mendapatkan penanganan serius.
II.1.1.3. Klasfikasi Diare
Diare dibedakan menjadi dua berdasarkan waktu serangan (onset) yaitu
diare akut dan diare kronik. Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi
yang meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat
mendadak datangnya, dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.
Diare kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan meningkatnya
frekuansi buang air besar yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau

berbulan-bulan baik secara terus-menerus atau berulang, dapat berupa gejala


fungsional atau akibat suatu penyakit berat.
II.1.1.4. Etiologi Diare
Penyebab diare dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian ialah penyabab
tidak langsung atau faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempercepat
terjadinya diare.
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi:

Keadaan gizi, hygiene dan sanitasi, sosial budaya, sosisal ekonomi,


kepadatan penduduk.

2. Penyebab diare

Infeksi
1) Bakteri : Shigela, Salmonella, Eschericia coli, golongan vibrio
2) Virus : Rotavirus
3) Parasit
Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia
Cacaing : ascaris, trichuris
Jamur :candida

Malabsorpsi

Alergi

Keracunan : bahan kimia

Imunodefisiensi

Sebab-sebab lain

II.1.1.5. Patofisiologi Diare


1. Diare osmotic : Terjadi peningkatan osmotik isi lumen usus.
2. Diare sekretorik : Terjadi peningkatan sekresi cairan usus.
3. Malabsorpsi asam empedu, malabsorpsi lemak : Terjadi gangguan
pembentukan misel empedu.

4. efek sistem pertukaran anion/ transport elektrolit aktif di enterosit:


Terjadi

penghentian

mekanisme

transport

ion

aktif

(pada

Na+K+ATPase) di enterosit, gangguan absorpsi Na+ dan air.


5. Motilitas dan waktu transit abnormal: terjadi motilitas yang lebih
cepat, tak teratur sehingga isi usus tidak sempat diabsorpsi.
6. Gangguan permeabilitas usus: Terjadi kelainan morfologi usus pada
membran epitel spesifik sehingga permeabilitas mukosa usus halus
dan usus besar terhadap air dan garam/elektrolit terganggu.
7. Eksudasi cairan, elektrolit dan mukus berlebihan: Terjadi peradangan
dan kerusakan mukosa usus
II.1.1.6. Pemeriksaan Diagnostik
Dengan pemeriksaan laboratorium dalam menegakkan diagnosis yang
tepat.
1. Pemeriksaan tinja
Makroskopis dan mikroskopis
Biakan kuman untuk mencari kuman penyebab
Tes resistensi terhadap berbagai antibiotika
Ph dan kadar gula jika diduga ada sigar intolerance
2. Pemeriksaan darah
Darah lengkap
Ph darah, cadangan alkali, dan elektrolite untuk menentukan
ganggguan keseimbangan asam basa
Kadar serum untuk mengethaui adanya gangguan faal ginjal
3. Doedental intunbation
Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan
kualitatif terutama pada diare kronik
II.1.2.

Daun beluntas (Pluchea indica Less)

II.1.2.1. Deskripsi Daun Beluntas


Beluntas merupakan tumbuhan semak yang bercabang banyak, dan
berbulu lembut. Umumnya tumbuhan ini ditanam sebagai tanaman pagar, sayuran
atau tanaman obat-obatan. Tingginya 0,5-2 meter sehingga seringkali ditanam
sebagai pagar pekarangan, pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada

ketinggian 800 meter dari permukaan laut, tempatnya biasanya ditempat yang
penuh dengan panas matahari (K.Heyne, 1987).
II.1.2.2. Taksonomi Daun beluntas
Tanaman beluntas (Pluchea indica Less) yang diteliti dapat di
klasifikasikan sebagai berikut:
Kerajaan :
Divisi
:
Kelas
:
Ordo
:
Famili
:
Genus
:
Spesies
:

Plantae
Magnoliophyta
Magnoliopsida
Asterales
Asteraceae
Pluchea
P. indica

Nama binomial : Pluchea indica

Gambar 1. Pluchea indica Less.(Dok. Pribadi, 2013)


II.1.2.3. Nama beluntas (Pluchea indica Less)
Baluntas (Sunda), Luntas (Jawa) dan Lamutasa (Makasar), Timor
(Lenabou) dan Kalimantan (Nip) (K.Heyne,1987).

II.1.2.4. Fitokimia Beluntas

Kandungan kimia daun beluntas antara lain alkaloid, minyak atsiri, dan
flavonoid (Dharma,1985). Flavonoid dalam daun beluntas memiliki aktivitas
antibakteri

terhadap

Staphylococcus

sp,

Propionobacterium

sp

dan

Corynebacterium. Senyawa flavonoid mengandung suatu senyawa fenol. Fenol


merupakan suatu alkohol yang bersifat asam sehingga disebut juga asam karbolat.
Pertumbuhan bakteri Escherichia coli dapat terganggu disebabkan adanya suatu
senyawa fenol yang terkandung dalam ekstrak etanol daun beluntas (Purnomo,
2001).
a. Flavonoid
Flavonoid

merupakan

golongan

terbesar

dari

senyawa

polifenol, oleh karena itu larutan ekstrak yang mengandung


komponen flavonoid akan berubah warna jika diberi larutan basa
atau ammonia. Flavonoid dikelompokkan menjadi 9 kelas yaitu
anthosianin,

proanthosianin,

flavonol,

flavon,

gliko

flavon,

biflavonil, khalkon dan aurone, flavanon serta isoflavon.Flavonoid


pada tanaman berikatan dengan gula sebagai glikosida dan ada pula
yang berada dalam aglikon (Harborne 1987).
b. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit
sekunder

yang

terbentuk

berdasarkan

prinsip

pembentukan

campuran. Alkaloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis


aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa
cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar. Alkaloid merupakan
turunan yang paling umum dari asam amino. Secara kimia, alkaloid
merupakan suatu golongan heterogen. Secara fisik, alkaloid
dipisahkan dari kandungan tumbuhan lainnya sebagai garamnya dan
sering diisolasi sebagai kristal hidroklorida atau pikrat (Harborne,
1987).
c. Minyak atsiri
Minyak atsiri mempunyai kelebihan antara lain higienis,
kualitas aroma konsisten, tidak memberikan pengaruh warna pada
produk, bebas enzim dan tanin, dan stabil dalam penyimpanan.
Fraksi minyak atsiri merupakan senyawa antimikroba paling umum
yang terdapat di dalam tanaman yang diperoleh dari bahan tanaman

10

melalui destilasi uap dan atau dengan perlakuan dingin dan destilasi
vakum (Farrell, 1990).
II.1.2.5. Khasiat Daun Beluntas (Pluchea indicaLess)
Sebagai antibakteri (Ardiansya, 2002), zat antioksidan (Paini sri
widyawati, 2005).
II.1.3.

Ekstraksi
Menurut Harborne (1987), ekstraksi merupakan proses penarikan

komponen atau zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu.
Proses ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan
yang mengandung komponen-komponen aktif.
Harborne (1987) mengelompokkan metode ekstraksi menjadi dua, yaitu
ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana terdiri atas:
1. Maserasi, yaitu metode ekstraksi dengan cara meredam sampel dalam pelarut
dengan atau tanpa pengadukan;
2. Perkolasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan;
3. Reperkolasi, yaitu perkolasi dimana hasil perkolasi digunakan untuk
melarutkan sampel di dalam perkulator sampai senyawa kimianya terlarut;
4. Diakolasi, yaitu perkolasi dengan penambahan tekanan udara.
Ekstraksi khusus terdiri atas:
1. Sokletasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan untuk melarutkan
sampel kering dengan menggunakan pelarut bervariasi;
2. Arus balik, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan dimana sampel
dan pelarut saling bertemu melalui gerakan aliran yang berlawanan;
3. Ultrasonik, yaitu metode ekstraksi dengan menggunakan alat yang
menghasilkan frekuensi bunyi atau getaran antara 25-100 KHz.
II.1.3.1. FaktorFaktorEkstraksi
a. Ukuran Bahan
Untuk mempermudah kontak antara bahan dengan pelarut,
bahan yang akan diekstrak sebaiknya memiliki luas permukaan yang

11

besar. Namun, bahan yang akan diekstraksi sebaiknya jangan terlalu


halus karena dapat menyebabkan pemampatan (Rustanti, 2009).
b. Lama dan Suhu Ekstraksi
Ekstraksi yang baik dilakukan pada kisaran suhu 20C sampai
80C (suhu yang digunakan harus di bawah titik didih pelarut).
Semakin lama waktu ekstraksi, kesempatan untuk bersentuhan
semakin besar sehingga hasil ekstraksi semakin bertambah banyak
(Rustanti, 2009).
c. Jenis dan Konsentrasi Pelarut
Sifat pelarut yang baik dalam ekstraksi tumbuhan terdiri atas
toksisitas rendah, mudah menguap pada suhu rendah, peningkatan
penyerapan fisiologis ekstraksi, tidak menyebabkan disosiasi ekstrak
(Tiwari et al., 2011). Pelarut ekstraksi yang sering digunakan adalah
aseton, etil klorida, etanol, heksana, isopropil alkohol, dan methanol
(Rustanti, 2009).
II.1.3.2. Bakteri Uji
Escherichia coli
Anggota flora normal usus kadang-kadang ditemukan dalam jumlah kecil
sebagai bagian flora normal saluran napas atas dan salurean genital. Bila terjadi
infeksi yang penting secara klinis biasanya disebabkan oleh E. coli. Bakteri hanya
patogen bila bakteri ini berada dalam jaringan diluar jaringan usus yang normal
atau ditempat yang jarang flora normal tempat infeksi saluran kemih, saluran
empedu, dan tempat lain dirongga abdomen tetapi setiap tempat anatomi
(bakteremia, kelenjar prostat, paru, tulang, meningens) dapat menjadi tempat
penyakit (jawet et al, 2008).
E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan
meningkat atau berada di luar usus. E.coli menghasilkan enterotoksin yang
menyebabkan beberapa kasus diare. E. coli berasosiasi dengan enteropatogenik
menghasilkan enterotoksin pada sel epitel (jawet et al, 2008).

12

Escherichia coli berasal dari kingdom Eubacteria, filum Proteobacteria,


kelas Gamma Proteobacteria, ordo Enterobacteriales, familia Enterobacteriaceae
dan genus Escherichia (Karsinah,Lucky H.M, 1994).
a. Morfologi dan Identifikasi
E coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang
pendek, ukuran 0,4-0,7 m x 1,4 m dan bersifat anaerob fakultatif,
memiliki flagel peritrik atau nonmotil (Mikrobiologi kedokteran UI,
1994. Jawetz et al, 2008).
E. coli tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa
dipakai di laboratorium mikrobiologi, Pada media yang dipergunakan
untuk isolasi kuman enteric. Sebagian besar strain E.coli tumbuh
sebagai koloni yang meragi laktosa (mikrobiologi kedokteran UI,
1994). Biakan E. coli membentuk koloni sirkular, konveks, dan halus
dengan tepi yang tegas. Pada biakan endo agar koloni tampak
metalik ,dan pada biakan agar EMB koloni menunjukkan warna
pelangi yang berkilau(Jawetz et al, 2008).
E. coli adalah anggota flora normal usus. E. coli menjadi
patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat
atau berada di luar usus. E. coli menghasilkan enterotoksin yang
menyebabkan beberapa kasus diare. E. coli berasosiasi dengan
enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel (Jawetz et
al, 2008).
b. Struktur Antigen
E. coli memiliki antigen O dan H. Antigen O adalah bagian
terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri dari unit
polisakarida yang berulang. ditemukan:150 tipe antigen O,90 tipe
antigen K dan 50 tipe antigen H. (mikrobiologi kedokteran UI, 1994).
Antigen O resistan terhadap panas dan alkohol dan biasanya terdeteksi
oleh aglutinasi bakteri. Antibodi terhadap antigen O terutama adalah
IgM. Kadang-kadang, antigen O berkaitan dengan penyakit yang
spesifik pada manusia misalnya E.coli tipe O spesifik ditemukan pada

13

diare dan infeksi saluran kemih.Selain antigen O, terdapat pula antigen


K, antigen K pada E.coli merupakan polisakarida. Antigen K dapat
mengganggu aglutinasi dengan antiserum O dan berpengaruh pada
virulensi (jawet etz al, 2008).
c. Enzim dan Toksin
Enzim yang diproduksi E.coli antara lain kolisin, semacam
senyawa antibakteri yang aktif melawan bakteri dari spesies lain
maupun bakteri yang berasal dari spesies yang sama atau serumpun.
d. Penyakit yang Ditimbulkan dan Patogenesis
1. Infeksi saluran kemih
E.coli adalah penyebab infeksi saluran kemih paling sering
pada sekitar 90% infeksi. Gejala dan tanda-tandanya aantara lain
berkemih, disuria, hematuria dan pluria. E. coli nefropatogenik
secara khas menghasilkan hemolisin, piolonefritis ditimbulkan oleh
pilus tipe spesifik, pilus p, yang berikatan dengan zat golongan P.
2. Diare.
Ada lima kelompok galur E. coli yang menyebabkan diare, yaitu :
E. coli Enteropatogenik (EPEC)
EPEC penyebab penting diare pada bayi, khususnya di
negara berkembang. EPEC sebelumnya dikaitkan dengan wabah
diare pada anak-anak di negara maju. EPEC melekat pada sel
mukosa usus halus. Faktor yang diperantarai oleh kromosom
meningkatkan

perlekatan.

Terdapat

kehilangan

mikrovili

(penumpulan), pembentukan tumpuan filament aktin atau


struktur mirip mangkuk dan kadang-kadang EPEC masuk ke
dalam sel mukosa (jawet etz al, 2008).
E. coli Enterotoksigenik (ETEC)
ETEC penyebab yang sering dari diare wisatawan dan
penyebab diare pada bayi di negara berkembang. Faktor
kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia menimbulkan
pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil. (jawet et al, 2008).

14

E. coli Enteroinvasif (EIEC)


EIEC menimbulkan penyakit yang sangat mirip dengan
shigelosis. Penyakit yang paling sering pada anak-anak di
negara berkembang dan para wisatawan yang menuju negara
tersebut. Galur EIEC bersifat non-laktosa atau melakukan
fermentasi laktosa dengan lambat serta bersifat tidak dapat
bergerak. EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel
epitel mukosa usus. (Jawetz et al, 2008).
E. coli Enterohemoragik (EHEK)
EHEK menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek
sitotoksisnya pada sel Vero, suatu ginjal dari monyet hijau
Afrika. EHEC menimbulkan colitis hemoragik, diare yang berat
dan pada sindroma hemolitik uremik, suatu penyakit yang
mengakibatkan

gagal

ginjal

akut,

anemia

hemolitik

mikroangiopati, dan trombositopenia (Jawetz et al, 2008).


E. coli Enteroagregatif (EAEC)
EAEC menyebabkan diare akut dan kronik pada
masyarakat di negara berkembang. EAEC menghasilkan
enterotoksin dan hemolisin (Jawetz et al, 2008).
3. Sepsis
Bila pertahanan pejamu yang normal tidak adekuat, E. coli
dapat masuk ke peredaran darah dan menyebabkan sepsis (Jawetz
et al, 2008).
4. Meningitis.
E. coli dan Streptococcus sp merupakan penyebab utama
meningitis pada bayi. Antigen dari K1 bereaksi-silang dengan
polisakarida kapsular grup B dari N. meningitidis (Jawetz et al,
2008).
e. Diagnosis lab

15

Metode ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay),


hibridasi DNA-DNA pada koloni kuman atau langsung pada tinja.
II.3.2.1. Mekanisme Aktivitas Antibakteri
Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau
bahkan mematikan bakteri. Antibakteri hanya dapat digunakan jika mempunyai
sifat toksik selektif, artinya dapat membunuh bakteri yang menyebabkan penyakit
tetapi tidak beracun bagi penderitanya (Jawetz et al, 2008).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri terbagi dalam lima
kelompok, yaitu:
a. Toksisitas selektif, yaitu menghambat metabolisme sel bakteri akibat
adanya zat kimia yang dapat mengganggu reaksi biokimia sehingga
terganggunya metabolisme sel atau akibat gangguan pada enzim
bakteri yang menyebabkan metabolisme menurun, energi menurun
sehingga

mengakibatkan

terhambatnya

pertumbuhan

dan

perkembangan sel bakteri bahkan kematian sel.


b. Menghambat sintesis dinding sel mikroba yaitu struktur dinding sel
dapat dirusak dengan cara menghambat pembentuknya atau
mengubanya setelah selesai terbentuk.
c. Mengganggu

keutuhan

membran

sel

mikroba

sehingga

mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel


karena membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu
di dalam sel serta mengatur aliran keluar masuknya bahan-bahan
tertentu di dalam sel lain sedangkan membran sel memelihara
integritas komponen-komponen seluler.
d. Menghambat sintesis protein sel mikroba sebab hidupnya suatu sel
bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein dan asam
nukleat dalam keadaan alamiahnya. Kondisi atau substansi yang
mengubah keadaan ini, yaitu denaturasi protein dan asam nukleat
yang dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Suhu tinggi
dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat mengakibatkan
koagulasi (denaturasi) ireversibel komponen-komponen seluler.

16

e. Menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba karena DNA, RNA,


dan protein memegang peranan amat penting di dalam proses
kehidupan normal sel sehingga apabila terdapat gangguan apapun
pada pembentukan atau fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan
kerusakan total pada sel (Tortora & Case, 2001; Tanu, 2007;
Ardhyasari, 2013).

II.1.4.

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri


a. Nutrisi
Mikroorganisme memerlukan berbagai nutrisi untuk sintesis
organisme baru secara biologis, diantaranya senyawa karbon untuk
biosintesis, nitrogen sebagai komponen utama protein dan asam
nukleat, sulfur untuk membentuk koenzim, fosfor sebagai komponen
ATP dan koenzim, serta mineral untuk fungsi enzim bakteri (Jawetz
et al, 2008).
b. Temperatur
Bakteri membutuhkan suhu optimal untuk pertumbuhannya
karena pada suhu yang sangat tinggi dan sangat rendah dapat
mempengaruhi kecepatan perrtumbuhan dan dapat membunuh
mikroorganisme. Sebagian besar organisme yaitu bersifat mesofilik
yang tumbuh dengan baik pada suhu 30-37oC (Jawetz et al, 2008).
c. Aerasi
Organisme obligat aerob secara spesifik membutuhkan
oksigen sebagai akseptor hidrogen dan menjadi sensitif terhadap
hambatan oksigen. Organisme yang bersifat fakultatif, dapat hidup
secara aerob maupun anaerob. Hasil dari metabolisme aerob adalah
senyawa yang reaktif, yaitu hidrogen peroksida (H2O2) dan
superoksida (O2-). Dengan adanya besi (Fe), kedua senyawa tersebut
dapat membentuk radikal hidroksil (OH) yang dapat merusak setiap
makromolekul biologis (Jawetz et al, 2008).
d. Konsentrasi Ion Hidrogen (pH)

17

Sebagian besar organisme (neutralofil) memiliki kisaran pH


optimal yang sempit antara pH 6,0-8,0 untuk dapat hidup dengan
baik (Jawetz et al, 2008).
e. Tekanan Osmotik dan Kekuatan Ionik
Pada sebagian besar mikroorganisme faktor-faktor seperti
tekanan osmotik dan konsentrasi garam harus dikendalikan.
Organisme yang memerlukan konsentrasi garam tinggi disebut
halofilik, sedangkan organisme yang memerlukan tekanan osmotik
tinggi disebut osmofilik (Jawetz et al, 2008).
II.5.

Uji Aktivitas Antibaktreri


Aktivitas antibakteri diukur secara in vivo untuk menentukan potensi

agen antibakteri dalam larutan, efektivitasnya dalam tubuh atau jaringan, dan
kerentanan mikroorganisme tertentu terhadap obat dengan konsentrasi tertentu.
Hal ini tidak hanya melibatkan obat dan parasit tapi juga pejamu sebagai faktor
ketiga. (Jawetz et al, 2008).
a. Hubungan obat dan patogen.
Hubungan obat dan patogen dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu lingkungan, yang dapat dipengaruhi oleh keadaan
aktivitas metabolik, distribusi obat, lokasi organisme yang diuji, dan
konsentrasi zat dalam tubuh pejamu.
b. Hubungan patogen dan pejamu
Hubungan patogen dan pejamu dapat dipengaruhi oleh
perubahan respons jaringan, perubahan respons imun dan perubahan
flora normal mikroba yang rentan.
c. Hubungan obat dan pejamu
Hubungan obat dan pejamu berkaitan dengan uji farmakologi
obat.

18

II.2.

Kerangka Teori
Escherichia coli
enterotoksigenik
Diinfeksikan
pada mencit
putih
Jumlah E.coli
dalam usus
meningkat lebih
Menjadi patogen

E.coli menghasilkan
enterotoksin
Toksin meningkatkan kegiatan
nikotinamid adenine pada dinding sel usus

Meningkatkan sekresi aktif anion


klorida beserta air, bikarbonat,
natrium dan kalium.

Diare
Diberikan ekstrak daun
beluntas 8,75mg/kgbb,
17,5 mg/kgbb, 35mg/kgbb

Flavonoid

alkaloid

Diberikan antimikroba
levofloxacine dan obat
diare loperamide

19

Lapisan dinding
sel tidak utuh

Perubahan komponen
organik dan transfort nutrisi
bakteri

Lisis bakteri

Bakteri mati dan toksin


berkurang

Motilitas usus
menurun
Sembuh

II.3.

Kerangka Konsep
Variabel Independen

Variabel Dependen

Pemberian ekstrak daun beluntas


(Pluchea indica Less.) pada
mencit

Hambatan pertumbuhan E.coli


pada mencit

Variabel Perancu:
Nutrisi
pH lambung
Suhu ruang

Variabel Perancu
Bagan 2. Kerangka konsep
Keterangan:
: Variabel mempengaruhi hasil penelitian secara langsung.
: Variabel mempengaruhi hasil penelitian secara tidak langsung dan
dapat dikendalikan
II.4.

Hipotesis Penelitian

I.

H0: Tidak terdapat efektivitas antibakteri ekstrak daun beluntas (Pluchea


indica Less.) terhadap E.coli secara in vivo.

20

II.

H1: Terdapat efektivitas antibakteri ekstrak daun beluntas (Pluchea indica


Less.) terhadap E.coli secara in vivo.

Anda mungkin juga menyukai