Anda di halaman 1dari 11

PENGGUNAAN OBAT

RASIONAL

TUJUAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL

Untuk menjamin pasien


mendapatkan pengobatan yang
sesuai
dengan kebutuhannya, untuk periode
waktu yang adekuat dengan
harga yang terjangkau

Penggunaan
obat
dapat
diidentifikasi
rasionalitasnya dengan menggunakan Indikator 8
Tepat dan 1 Waspada. Indikator 8 Tepat dan 1
Waspada tersebut adalah Tepat diagnosis, Tepat
Pemilihan Obat, Tepat Indikasi, Tepat Pasien,
Tepat Dosis, Tepat cara dan lama pemberian,
Tepat harga, Tepat Informasi dan Waspada
terhadap Efek Samping Obat. Beberapa pustaka
lain merumuskannya dalam bentuk 7 tepat tetapi
penjabarannya tetap sama. Melalui prinsip
tersebut, tenaga kesehatan dapat menganalisis
secara sistematis proses penggunaan obat yang
sedang berlangsung. Penggunaan obat yang
dapat dianalisis adalah penggunaan obat melalui
bantuan tenaga kesehatan maupun swamedikasi

1. Tepat Diagnosis
Penggunaan obat harus berdasarkan penegakan diagnosis yang tepat.
Ketepatan diagnosis menjadi langkah awal dalam sebuah proses pengobatan
karena ketepatan pemilihan obat dan indikasi akan tergantung pada diagnosis
penyakit pasien. Contohnya misalnya pasien diare yang disebabkan
Ameobiasis maka akan diberikan Metronidazol. Jika dalam proses penegakkan
diagnosisnya tidak dikemukakan penyebabnya adalah Amoebiasis, terapi tidak
akan menggunakan metronidazol.
Pada pengobatan oleh tenaga kesehatan, diagnosis merupakan wilayah kerja
dokter. Sedangkan pada swamedikasi oleh pasien, Apoteker mempunyai peran
sebagai second opinion untuk pasien yang telah memiliki self-diagnosis.

2. Tepat pemilihan obat


Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan
pemilihan obat yang tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat
ditimbang dari ketepatan kelas terapi dan jenis obat yang
sesuai dengan diagnosis. Selain itu, Obat juga harus
terbukti manfaat dan keamanannya. Obat juga harus
merupakan jenis yang paling mudah didapatkan. Jenis obat
yang akan digunakan pasien juga seharusnya jumlahnya
seminimal mungkin.
Contoh:
Gejala demam terjadi pada hampir semua kasus infeksi
dan infl amasi. Untuk sebagian besar demam, pemberian
parasetamol lebih dianjurkan, karena disamping efek
antipiretiknya, obat ini relatif paling aman dibandingkan
dengan antipiretik yang lain. Pemberian antiinfl amasi non
steroid (misalnya ibuprofen) hanya dianjurkan untuk
demam yang terjadi akibat proses peradangan atau infl
amasi.
3. Tepat indikasi
Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai

4. Tepat pasien
Obat yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan kondisi
individu yang bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit
penyerta seperti kelainan ginjal atau kerusakan hati, serta kondisi
khusus misalnya hamil, laktasi, balita, dan lansia harus
dipertimbangkan dalam pemilihan obat. Misalnya Pemberian obat
golongan Aminoglikosida pada pasien dengan gagal ginjal akan
meningkatkan resiko nefrotoksik sehingga harus dihindari
5. Tepat Dosis
Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh,
terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan,
khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempit,
akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis
yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi
yang diharapkan.

6. Tepat Interval Waktu Pemberian


Cara pemberian obat hendaknya dibuat
sesederhana mungkin dan praktis, agar
mudah ditaati oleh pasien. Makin sering
frekuensi pemberian obat per hari
(misalnya 4 kali sehari), semakin rendah
tingkat ketaatan minum obat. Obat yang
harus diminum 3 x sehari harus diartikan
bahwa obat tersebut harus diminum
dengan interval setiap 8 jam.

7. Tepat harga
Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau untuk keadaan
yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat merupakan
pemborosan dan sangat membebani pasien, termasuk peresepan
obat yang mahal. Contoh Pemberian antibiotik pada pasien ISPA
non pneumonia dan diare non spesifik yang sebenarnya tidak
diperlukan hanya merupakan pemborosan serta dapat
menyebabkan efek samping yang tidak dikehendaki.l
8. Tepat informasi
Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau
digunakan pasien akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan
keberhasilan pengobatan. Misalnya pada peresepan Rifampisin
harus diberi informasi bahwa urin dapat berubah menjadi berwarna
merah sehingga pasien tidak akan berhenti minum obat walaupun
urinnya berwarna merah.

9. Tepat lama pemberian


Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya
masingmasing. Untuk Tuberkulosis dan Kusta, lama pemberian
paling singkat adalah 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol
pada demam tifoid adalah 10-14 hari. Pemberian obat yang
terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya akan
berpengaruh terhadap hasil pengobatan
10. Waspada terhadap efek samping
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu
efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat
dengan dosis terapi, karena itu muka merah setelah
pemberian atropin bukan alergi, tetapi efek samping
sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di wajah. Pemberian
tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak kurang dari 12
tahun, karena menimbulkan kelainan pada gigi dan tulang
yang sedang tumbuh.

PENGGUNAAN OBAT
YANG TIDAK RASIONAL
Penggunaan obat yang tidak rasional sering dijumpai
dalam praktek sehari-hari. Peresepan obat tanpa
indikasi yang jelas; penentuan dosis, cara, dan lama
pemberian yang keliru, serta peresepan obat yang
mahal merupakan sebagian contoh dari
ketidakrasionalan peresepan. Penggunaan suatu obat
dikatakan tidak rasional jika kemungkinan dampak
negatif yang diterima oleh pasien lebih besar dibanding
manfaatnya. Dampak negatif di sini dapat berupa:
a. Dampak klinik (misalnya terjadinya efek samping
dan resistensi kuman),
b. Dampak ekonomi (biaya tidak terjangkau)

Anda mungkin juga menyukai