Anda di halaman 1dari 10

Dampak Tumpahan Minyak Montara Di Laut Timor dan Cara Penanganannya

Ivan Riza Maulana_26020112130034


Jurusan Ilmu Kelautan ,Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Diponegoro,Semarang
Kupang (ANTARA News) - Penanganan pencemaran Laut Timor akibat tumpahan
minyak dari ladang minyak Montara di Blok Atlas Barat pada 21 Agustus 2009, mulai
memasuki titik terang. Hal ini mulai tampak setelah tim nasional penanganan tumpahan
minyak di Laut Timor merumuskan tiga hal terkait dengan penyelesaian masalah dimaksud
pada Selasa (2/2) di Jakarta, kata pemerhati masalah Laut Timor Ferdi Tanoni di Kupang,
Rabu.
Tanoni yang juga Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) mengemukakan hal
tersebut ketika dikonfirmasi terkait hasil pertemuan tim nasional yang dihadirinya bersama
unsur terkait lainnya di Kantor Kementerian Perhubungan Jakarta.
Pertemuan yang dipimpin Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Soenaryo
itu dihadiri pula unsur-unsur dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup,
Kementerian Kelautan dan Perikanan serta pihak terkait dari Nusa Tenggara Timur (NTT)
seperti Bupati Rote Ndao, Ketua Posko Penanggulangan Pencemaran Minyak di Laut Timor
untuk NTT dan Ketua YPTB.
Tanoni menjelaskan, tiga hal yang dirumuskan itu adalah mengkaji dampak lingkungan
dan sosial ekonomi akibat tumpahan minyak di Laut Timor melalui survei lanjutan, serta
menghitung seluruh biaya operasional penanggulangan kerugian lingkungan dan sosial
ekonomi akibat tumpahan minyak.
Rumusan berikutnya adalah memformulasikan hasil analisis dan dukungan data lainnya
guna penyusunan klaim ganti rugi akibat kebocoran Montara Well Platform (MWP) kepada
pihak yang bertanggung jawab, dalam hal ini perusahaan pengebor yang akan dikoordinasikan
oleh tim nasional.
"Ini sebuah langkah maju dan telah menuju pada suatu titik terang penyelesaian masalah
pencemaran minyak di Laut Timor secara menyeluruh," kata Tanoni yang juga penulis buku
"Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Ekonomi Politik Canberra-Jakarta" itu.

Tanoni yang juga mantan agen imigrasi Kedutaan Besar Australia itu mengaku sempat
bersitegang dengan Dirjen Perhubungan Laut Soenaryo, karena menuduhnya sebagai
provokator dalam membesar-besarkan masalah pencemaran minyak di Laut Timor.
Ia mengaku bahwa selama ini dirinya yang mengirim surat kepada pemerintah federal
Australia di Canberra serta pemerintah Indonesia di Jakarta terkait dengan masalah
pencemaran minyak di Laut Timor.
"Saya yang selama ini membuat surat-surat kepada pemerintah Indonesia dan Australia,
dan juga selalu bersama-sama dengan nelayan dan petani rumput laut setempat yang
menderita akibat tumpahan minyak yang hingga saat ini belum pernah mendapat perhatian
serius dari tim nasional," kata Tanoni polos.
Ia menambahkan, kehadirannya dalam pertemuan dengan tim nasional tersebut untuk
menyamakan persepsi tentang kebenaran pencemaran minyak di Laut Timor dan langkahlangkah lanjutan penanggulangan dan tuntutan ganti rugi terhadap operator ladang Montara,
PTTEP Australasia melalui pemerintah federal Australia.
Menurut dia, sudah merupakan tanggung jawab pemerintah federal Australia untuk
membela kepentingan masyarakat Timor bagian barat NTT yang selama perang dunia kedua
telah mengorbankan puluhan ribu nyawa untuk membendung lajunya pasukan Jepang yang
hendak menguasai Australia dari arah utara. (*)
Sumber: Antaranews.com

ANALISIS ARTIKEL
Saat ini industri minyak dunia telah berkembang pesat, sehingga kecelakaan-kecelakaan
yang mengakibatkan tercecernya minyak dilautan hampir tidak bisa dielakkan. Pencemaran
minyak mempunyai pengaruh luas terhadap hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup disuatu
daerah.
Dari artikel yang telah dijabarkan sebelumnya maka dapat diketahui penyebab
pencemaran minyak di Laut Timor adalah akibat tumpahan minyak dari ladang minyak
Montara di Blok Atlas Barat.

Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung yang
menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak tenggelam dan
terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai.
Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh pada reproduksi, perkembangan,
pertumbuhan, dan perilaku biota laut, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan,
dengan sendirinya dapat menurunkan produksi ikan. Proses emulsifikasi merupakan sumber
mortalitas bagi organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan embrio karena pada
tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar.

Dampak Pencemaran Minyak di Laut


Secara garis besar, Dampak Pencemaran minyak dilaut dapat dibedakan menjadi 2

yaitu:
1)

Dampak Langsung
Pencemaran minyak mempunyai pengaruh langsung yang luas terhadap hewan dan
tumbuh tumbuhan yang hidup disuatu daerah, diantaranya:

a.

Matinya ikan laut


Banyaknya ikan yang mati di daerah yang mengalami pencemaran minyak di laut disebabkan
minyak yang tumpah ke laut tersebut terapung dan menutupi sebagian permukaan laut.
Tertutupnya sebagian permukaan laut tersebut mengakibatkan cahaya dan oksigen yang
tersedia di dalam laut berkurang. Hal tersebut mengakibatkan ikan akan berenang ke
permukaan laut untuk mendapatkan oksigen. Sebagian ikan akan mati keabisan oksigen dan
sebagian lagi mengalami keracunan akibat menempelnya minyak kebadan ikan saat ikan
berenang dipermukaan laut yang sudah tercemar oleh minyak.

b. Rusaknya mangrove dan daerah air payau juga rusak


Mangrove adalah tumbuhan yang ada di pesisir yang merupakan salah satu indikator
terjadinya pencemaran air laut di suatu daerah. Salah satunya adalah indikator untuk
pencemaran minyak yang terjadi di laut. Hutan mangrove akan mengalami kerusakan apabila
laut di daerah hutan mangrove tersebut tercemar minyak.
c. Rusaknya terumbu karang
Terumbu karang yang banyak terdapat dilaut akan mengalami kerusakan apabila terjadi
penemaran di laut, salah satunya adalah pencemaran oleh minyak. Minyak yang terapung di
permukaan laut akan mengurangi kadar oksigen dan cahaya yang ada di dasar laut dimana

terumbu karang ada. Hal tersebut menggangu kelangsungan hidup terumbu karang dan lamakelamaan akan mengakibatkan kerusakan dan kematian pada terumbu karang.
d. Tercemarnya burung laut
Minyak yang mengapung berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang diatas
permukaan air. Tubuh burung akan tertutup minyak. Untuk membersihkannya, mereka
menjilatinya. Akibatnya mereka banyak minum minyak dan mencemari diri sendiri.

2) Dampak Tidak Langsung


Sebagain besar dampak tak langsung biasanya sangat dirasakan dan dialami oleh pihak
manusia, diantaranya:
a. Menurunnya perekonomian nelayan dan masyarakat pesisir
Akibat rusaknya mangrove dan terumbu karang akan berdampak pada jumlah ikan dan
kepiting laut yang akan ditangkap oleh nelayan. Selain itu banyaknya ikan yang mati tercemar
limbah menambah sulitnya tangkapan yang dihasilkan oleh nelayan. Hal tersebut akan
mempengaruhi pendapatan dari nelayan. Pendapatan akan terus berkurang seiring banyaknya
ikan yang tercemar dan mati.
b. Gangguan kesehatan pada manusia
Pencemaran minyak akan banyak berdampak kepada kesehatan masarakat pantai. Selain
minyak yang sampai di daerah pesisir akan mengakibatkan iritasi pada kulit. Gangguan
kesehatan pada manusia juga dapat diakibatkan karena perekonomian masyarakat pantai yang
semakin menurun akibat berkurangnya tangkapan ikan dan kepiting laut, sehingga
kemampuan pembelian bahan pangan akan menurun yang berakibat menurunya imunitas dan
masyarakat pantai akan mudah mengalami gizi buruk dan gizi kurang serta berbagai macam
infeksi.

Penanggulangan Pencemaran Minyak di Laut


Penanggulangan pencemaran minyak di laut dapat menggunakan beberapa teknik
penanggulangan tumpahan minyak diantaranya in-situ burning, penyisihan secara mekanis,
bioremediasi, penggunaan sorbent dan penggunaan bahan kimia dispersan. Setiap teknik
ini memiliki laju penyisihan minyak berbeda dan hanya efektif pada kondisi tertentu.

a. Penyisihan Secara Mekanis


Penyisihan minyak secara mekanis melalui dua tahap. Tahap pertama adalah
melokalisir tumpahan dengan menggunakan booms, yaitu suatu bahan seperti pelampung
yang berfungsi untuk membatasi dan mencegah penyebaran minyak. Kemudian tahap kedua
adalah melakukan pemindahan minyak ke dalam wadah dengan menggunakan peralatan
mekanis yang disebut skimmer.
Upaya ini terhitung sulit dan mahal meskipun disebut sebagai pemecahan ideal
terutama untuk mereduksi minyak pada area sensitif, seperti pantai dan daerah yang sulit
dibersihkan dan pada jam-jam awal tumpahan. Sayangnya, keberadaan angin, alur dan
gelombang mengakibatkan cara ini menemui banyak kendala.
b. In-situ burning
In-situ burning adalah pembakaran minyak pada permukaan air sehingga mampu
mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari permukaan laut, penyimpanan dan pewadahan
minyak serta air laut yang terasosiasi, yang dijumpai dalam teknik penyisihan secara fisik.
Cara ini membutuhkan ketersediaan booms atau barrier yang tahan api.
Beberapa kendala dari in-situ burning adalah
a) Saat Pengapian
In-situ burning membutuhkan booms yang tahan api dan ignitor untuk pelaksanaannya.
Penyediaan alat-alat tersebut membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Ketika penyediaan
alat-alat tersebut, kemungkinan besar komponen minyak yang mudah terbakar telah
mengalami evaporasi. Hal ini menyebabkan pengapian menjadi sulit. Selain itu pembentukan
emulsi minyak dalam air dan penyebaran minyak karena angin dan arus juga mempersulit
pengapian.
b) Kondisi Optimum Pembakaran
Untuk membakar lapisan minyak pada permukaan laut perlu ketebalan minimal 2-3mm
untuk melawan efek pendinginan dari angin dan laut. Tetapi penyebaran minyak di laut
menyebabkan penipisan lapisan minyak menjadi kurang dari ketebalan minimal. Meskipun
ketebalan minyak dapat ditingkatkan dengan menggunakan booms, tetapi itu sangat sulit dan
membutuhkan waktu. Keadaan laut dapat membatasi keberhasilan pembakaran. Laut
berombak dapat memadamkan api itu sama sekali. Selain itu, lapisan minyak itu sendiri perlu
untuk mencapai suhu yang cukup tinggi untuk menjaga pembakaran api. Namun, minyak

menjadi lebih tipis karena volatilisasi dan penghapusan fraksi ringan, efek pendinginan dari
angin dan laut akhirnya memadamkannya api. Sebagai hasilnya sebagian besar minyak
mungkin tidak terbakar di laut.
c) Asap
Asap hitam yang dihasilkan oleh in-situ burning dapat terbawa angin menuju ke area
padat penduduk dan bisa mengganggu aktifitas. Asap yang dihasilkan juga menyebabkan
polusi udara.
d) Residu
Residu pembakaran yang tenggelam di dasar laut dapat membunuh ikan yang ada dalam
laut dan juga merusak terumbu karang.
c. Bioremediasi
Cara ketiga adalah bioremediasi yaitu mempercepat proses yang terjadi secara alami,
misalkan dengan menambahkan nutrien, sehingga terjadi konversi sejumlah komponen
menjadi produk yang kurang berbahaya seperti CO2, air dan biomass. Bioremediasi
merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Saat
bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi
polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang
disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi,
dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya
menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Selain memiliki dampak
lingkungan kecil, cara ini bisa mengurangi dampak tumpahan secara signifikan.
Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut:
a) Biostimulasi
Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air atau tanah
yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada
di dalam air atau tanah tersebut
b) Bioaugmentasi
Mikroorganisme

yang

dapat

membantu

membersihkan

kontaminan

tertentu

ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering digunakan
dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Namun ada beberapa hambatan yang

ditemui ketika cara ini digunakan. Sangat sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar
agar mikroorganisme dapat berkembang dengan optimal. Para ilmuwan belum sepenuhnya
mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang
dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.
Kekurangan dari bioremediasi hanya bisa diterapkan pada pantai jenis tertentu, seperti
pantai berpasir dan berkerikil, dan tidak efektif untuk diterapkan di lautan karena bahan
bioremediasi akan cepat diencerkan dan hilang di laut. Meskipun bioremediasi dapat
meningkatkan laju degradasi minyak, tetapi proses tersebut masih terlalu lambat untuk
mencegah sebagian besar minyak mencapai garis pantai. Bioremediasi tidak cocok untuk
lapisan minyak yang tebal karena oksigen yang dibutuhkan hanya tersedia di permukaan
minyak saja.
d. Sorbent
Cara keempat dengan menggunakan sorbent yang bisa menyisihkan minyak melalui
mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pad permukaan sorbent) dan absorpsi (penyerapan
minyak ke dalam sorbent). Sorbent ini berfungsi mengubah fasa minyak dari cair menjadi
padat sehingga mudah dikumpulkan dan disisihkan.
Sorbent harus memiliki karakteristik hidrofobik,oleofobik dan mudah disebarkan di
permukaan minyak, diambil kembali dan digunakan ulang. Ada 3 jenis sorbent yaitu organik
alami (kapas, jerami, rumput kering, serbuk gergaji), anorganik alami (lempung, vermiculite,
pasir) dan sintetis (busa poliuretan, polietilen, polipropilen dan serat nilon).
e. Dispersan
Cara kelima dengan menggunakan dispersan kimiawi yaitu dengan memecah lapisan
minyak menjadi tetesan kecil (droplet) sehingga mengurangi kemungkinan terperangkapnya
hewan ke dalam tumpahan. Dispersan kimiawi adalah bahan kimia dengan zat aktif yang
disebut surfaktan (berasal dari kata : surfactants = surface-active agents atau zat aktif
permukaan). Surfaktan dirancang khusus menggunakan bahan kimia yang memiliki sifat
hidrofilik (suka air) dan oleophilic (menyukai minyak) sehingga bisa menurunkan tegangan
permukaan. Gugus oleofil biasanya biasanya adalah rantai hidrokarbon yang larut dalam
minyak, sedangkan gugus hidrofil adalah kelompok ionik yang larut dalam air.

Dispersants terdiri dari tiga kelompok komponen utama;


agen aktif permukaan (surfaktan),
pelarut (berbasis hidrokarbon dan air),
agen penstabil.
Saat dibubuhkan pada minyak yang mengapung di atas air laut, dispersan akan berada
antara permukaan minyak dan air laut. Selanjutnya, gugus oleofil pada dispersan akan
berikatan dengan minyak dan gugus hidrofil akan berikatan dengan air. Akhirnya, tegangan
permukaan antara minyak dan air laut berkurang sehingga membantu terbentuknya droplet.
Kemungkinan droplet bisa bergabung kembali bila minyak terdispersi secara alami. Namun,
keberadaan dispersan mampu mencegah proses penggabungan itu. Akibatnya droplet
terstabilisasi. Juga, dispersan mampu mencegah pembentukan kembali slick. Kecepatan
droplet berkurang untuk kembali mengapung ke permukaan dikarenakan ukurannya mengecil.
Oleh karenanya, droplet akan tetap berada pada kolom air pada waktu yang cukup lama.
Dispersant memiliki tingkat toksisitas yang sangat rendah atau bahkan tidak beracun
bagi kehidupan laut. Menurut banyak penelitian laboratorium di Australia, keracunan akut
yang disebabkan oleh minyak yang terdispersi biasanya bukan disebabkan oleh bahan
dispersan tetapi disebabkan oleh kandungan dalam minyak itu sendiri.
Dibandingkan cara penanggulangan yang lain, penggunaan dispersan dalam upaya
penanggulangan tumpahan minyak memeliki kelebihan yaitu: pertama, mengurangi pengaruh
negatif slick terhadap daerah pantai, habitat sensitif mamalia, burung dan lainnya. Kedua,
proses cepat dengan daerah jangkauan yang luas dan penyisihan minyak besar. Ketiga,
mempercepat proses degradasi alami. Hal ini bisa terjadi akibat pembentukan droplet
berukuran kecil akan memperluas permukaan minyak sehingga paparan terhadap oksigen dan
bakteri meningkat. Kondisi ini menstimulasi kolonisasi dan biodegradasi minyak terdispersi
meskipun dalam kondisi lingkungan rendah nutrien. Keempat, tidak membutuhkan
pengolahan dan disposal minyak dikarenakan proses degradasi minyak berlangsung secara in
situ, sehingga bisa menghemat biaya. Kelima, dapat digunakan pada kondisi gelombang
tinggi dan arus laut kuat karena akan menambah keefektifan dispersi. Kondisi ini justru
menjadi kendala bila memakai teknik penyisihan secara mekanis.
Selain berbagai kelebihan, ada kekurangan seperti pertama, potensi menimbulkan
dampak negatif bagi sejumlah organisme laut akibat efek toksik oleh minyak terdispersi.

Kedua, efektifitas dispersan terbatas oleh waktu karena semakin lama minyak berada di
permukaan laut maka akan semakin besar jumlah minyak yang mengalami pelapukan.
Aplikasi dispersan hanya efektif pada awal-awal terjadinya tumpahan. Tidak lebih dari 27 jam
setelah kejadian. Karena keterbatasan ini maka seringkali ditambahkan demulfiser untuk
memecah emulsi.

Daftar Pustaka

Anonim. 2009. Definisi/Pengertian Laut, Jenis/Macam Laut & Fungsi/Peran/Manfaat Laut. [


Serial

Online].

http://organisasi.org/definisi-pengertian-laut-jenis-macam-laut-fungsi-

peran-manfaat-laut. (19 April 2014).


Anonim.

2009.

Pencemaran

Laut.

[Serial

Online].

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/cc0e2169cf018b8219c78a90281688fe31b7f
094.pdf. (19 April 2014).
___*. 2010. Penanganan Pencemaran Laut Timor Memasuki Titik Terang. Antaranews.
Arya Wardhana, W. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Ed.III. Yogyakarta: ANDI
Kristanto, Philip. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi.
Pujiati, Rahayu Sri. 2013. Ekologi Masyarakat Perkebunan dan Pantai. Jember: Jember
University Press.
Resosoedarmo, S, Kartawinata, K, dan Apriliani Soegiarto. 1990. Pengantar Ekologi.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai