Referat Kortikosteroid Sistemik
Referat Kortikosteroid Sistemik
PENDAHULUAN
Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis
yang sangat luas. Kortikosteroid sering disebut sebagai life saving drug. Manfaat dari
preparat ini cukup besar tetapi karena efek samping yang tidak diharapkan cukup
banyak, maka dalam penggunaannya dibatasi termasuk dalam bidang dermatologi
kortikosteroid merupakan pengobatan yang paling sering diberikan kepada pasien. 1,2
Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh
kelenjar adrenal. Hormon ini dapat mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar
gula darah, otot dan resistensi tubuh.3,4
Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar
yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Berbagai jenis kortikosteroid sintetis
telah dibuat dengan tujuan utama untuk mengurangi aktivitas mineralokortikoidnya
dan
meningkatkan
aktivitas
antiinflamasinya,
misalnya
deksametason
yang
mempunyai efek antiinflamasi 30 kali lebih kuat dan efek retensi natrium lebih kecil
dibandingkan dengan kortisol. Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat
dibagi dua yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal. Kortikosteroid
topikal adalah obat yang digunakan di kulit pada tempat tertentu dan merupakan
terapi topikal yang memberi pilihan untuk para ahli kulit dengan menyediakan banyak
pilihan efek pengobatan yang diinginkan, diantaranya termasuk melembabkan kulit,
melicinkan, atau mendinginkan area yang dirawat. 3,4,5
Sebagian besar khasiat yang diharapkan dari pemakaian kortikosteroid adalah
sebagai antiinflamasi, antialergi atau imunosupresif. Karena khasiat inilah
kortikosteroid banyak digunakan dalam bidang dermatologi. Dibidang dermatologi
pada umumnya lebih ditekankan sebagai obat antialergi. Terapi dengan obat ini bukan
merupakan terapi kausal melainkan terapi pengendalian atau paliatif saja, kecuali
pada insufisiensi korteks adrenal. Sejak kortikosteroid digunakan dalam bidang
dermatologi, obat tersebut sangat menolong penderita. Berbagai penyakit yang dahulu
lama penyembuhannya dapat dipersingkat, misalnya dermatitis, penyakit berat yang
dahulu dapat menyebabkan kematian, misalnya pemfigus, angka kematiannya dapat
ditekan berkat pengobatan dengan kortikosteroid, demikian pula sindrom StevensJhonson yang berat dan nekrolisis epidermal toksik.3,6
Definisi
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di
bagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik
(ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini berperan pada banyak
sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem
kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan
protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku.8
Kelenjar adrenal terdiri dari 2 bagian yaitu bagian korteks dan medulla,
sedangkan bagian korteks terbagi lagi menjadi 2 zona yaitu fasikulata dan
glomerulosa. Zona fasikulata mempunyai peran yang lebih besar dibandingkan zona
glomerulosa. Zona fasikulata menghasilkan 2 jenis hormon yaitu glukokortikoid dan
mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek
utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata,
sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti.
Prototip untuk golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan
glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon,
triamsinolon, dan betametason.3,9
Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya
terhadap keseimbangan air dan elektrolit menimbulkan efek retensi Na dan deplesi K,
sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Oleh
karena itu mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi. Prototip dari golongan
ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat
anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9 -fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini
hormon
steroid
sama-sama
mempunyai
rumus
bangun
BAB II
KORTIKOSTEROID SISTEMIK
1.
Farmakokinetik
Dalam korteks adrenal kortikosteroid tidak disimpan sehingga harus disintesis
terus menerus. Bila biosintesis berhenti, meskipun hanya untuk beberapa menit saja,
jumlah yang tersedia dalam kelenjar adrenal tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
normal. Oleh karenanya kecepatan biosintesisnya disesuaikan dengan kecepatan
sekresinya. Berikut adalah tabel yang menunjukkan kecepatan sekresi dan kadar
plasma kortikosteroid terpenting pada manusia.1,9
Kecepatan sekresi
Kortisol
Aldostero
Kadar plasma
dalam keadaaan
(g/100ml)
optimal (mg/hari)
20
0,125
Jam 08.00
16
0,01
Jam 16.00
4
-
n
Pada pemeriksaan sampel dengan tes saliva sebanyak 4 kali dalam satu hari
yaitu sebelum sarapan pagi hari, siang, sore hari dan pada malam hari sebelum tidur.
Pada pagi hari kadar kortisol yang paling tinggi dibandingkan waktu lainnya yang
membuat orang menjadi lebih semangat dalam menjalani aktivitasnya. Orang yang
ssehat pengeluaran kortisol mengikuti kurva dimana dapat dibuat grafik mulai
menurunnya kadar kortisol hingga kadar terendah yaitu pada pukul 11 malam
dibuktikan dengan seseorang yang dapat beristirahat dengan cukup.12
2.
Mekanisme Kerja
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.
Molekul hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di
jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami
perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin.
Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis
protein ini merupakan perantara efek fisiologis steroid. Pada beberapa jaringan,
misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan sintesis protein spesifik;
pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas hormon steroid merangsang
sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel-sel limfoid, hal ini
menimbulkan efek katabolik.1,3,9,11
serangkaian interaksi yang komplek dengan molekul adhesi sel, khususnya yang
berada pada sel endotel dan dihambat oleh glukokortikoid. Sesudah pemberian dosis
tunggal glukokortikoid dengan masa kerja pendek, konsentrasi neutrofil meningkat ,
sedangkan limfosit, monosit dan eosinofil dan basofil dalam sirkulasi tersebut
berkurang jumlahnya. Perubahan tersebut menjadi maksimal dalam 6 jam dan
menghilang setelah 24 jam. Peningkatan neutrofil tersebut disebabkan oleh
peningkatan aliran masuk ke dalam darah dari sum-sum tulang dan penurunan migrasi
dari pembuluh darah, sehingga menyebabkan penurunan jumlah sel pada tempat
inflamasi.1
Glukokortikoid juga menghambat fungsi makrofag jaringan dan sel penyebab
antigen lainnya. Kemampuan sel tersebut untuk bereaksi terhadap antigen dan
mitogen diturunkan. Efek terhadap makrofag tersebut terutama menandai dan
membatasi kemampuannya untuk memfagosit dan membunuh mikroorganisme serta
menghasilkan tumor nekrosis factor-a, interleukin-1, metalloproteinase dan activator
plasminogen. Selain efeknya terhadap fungsi leukosit, glukokortikoid mempengaruhi
reaksi inflamasi dengan cara menurunkan sintesis prostaglandin,leukotrien dan
platelet-activating factor. 1
3. Penggunaan Klinik
Pada pemberian kortikosteroid sistemik yang paling banyak digunakan adalah
prednison karena telah lama digunakan dan harganya murah. Bila ada gangguan hepar
digunakan prednisolon karena prednison dimetabolisme di hepar menjadi prednisolon.
Kortikosteroid yang memberi banyak efek mineralkortikoid jangan dipakai pada
pemberian long term (lebih daripada sebulan). Pada penyakit berat dan sukar menelan,
misalnya toksik epidermal nekrolisis dan sindrom Stevens-Jhonson harus diberikan
kortikosteroid dengan dosis tinggi biasa secara intravena. Jika masa kritis telah diatasi
dan penderita telah dapat menelan diganti dengan tablet prednison.6
Pengobatan kortikosteroid pada bayi dan anak harus dilakukan dengan lebih
hati-hati. Penggunaan pada anak-anak memiliki efektifitas yang tinggi dan sedikit
efek samping terhadap pemberian kortikosteroid topikal dengan potensi lemah dan
dalam jangka waktu yang singkat. Sedangkan pada bayi memiliki risiko efek samping
yang tinggi karena kulit bayi masih belum sempurna dan fungsinya belum
berkembang seutuhnya. Secara umum, kulit bayi lebih tipis, ikatan sel-sel
epidermisnya masih longgar, lebih cepat menyerap obat sehingga kemungkinan efek
toksis lebih cepat terjadi serta sistem imun belum berfungsi secara sempurna Pada
bayi prematur lebih berisiko karena kulitnya lebih tipis dan angka penetrasi obat
topikal sangat tinggi.2,11 Pada geriatri memiliki kulit yang tipis sehingga penetrasi
steroid topikal meningkat. Selain itu, pada geriatric juga telah mengalami kulit yang
atropi sekunder karena proses penuaan. Kortikosteroid topikal harus digunakan secara
tidak sering, waktu singkat dan dengan pengawasan yang ketat.1,2
Kortikosteroid dapat menyebabkan gangguan mental bagi penggunanya. Ratarata dosis yang dapat menyebabkan gangguan mental adalah 60 mg/hari, sedangkan
dosis dibawah 30 mg/hari tidak bersifat buruk pada mental penggunanya. Bagi
pengguna yang sebelumnya memiliki gangguan jiwa dan sedang menggunakan
pengobatan kortikosteroid sekitar 20% dapat menginduksi timbulnya gangguan
mental sedangkan 80% tidak.17
4. Dosis Dan Mekanisme Pemberian
Pada saat memilih kortikosteroid topikal dipilih yang sesuai, aman, efek
samping sedikit dan harga murah, disamping itu ada beberapa faktor yang perlu di
pertimbangkan yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit yaitu
stadium penyakit, luas/tidaknya lesi, dalam/dangkalnya lesi dan lokalisasi lesi. Perlu
juga dipertimbangkan umur penderita3,11
Kortikosteroid secara sistemik dapat diberikan secara intralesi, oral,
intramuskular, intravena. Pemilihan preparat yang digunakan tergantung dengan
keparahan penyakit. Pada suatu penyakit dimana kortikosteroid digunakan karena
efek samping seperti pada alopesia areata, kortikosteroid yang diberikan adalah
kortikosteroid dengan masa kerja yang panjang. Kortikosteroid biasanya digunakan
setiap hari atau selang sehari. Initial dose yang dugunakan untu mengontrol penyakit
rata-rata dari 2,5 mg hingga beberapa ratus mg setiap hari. Jika digunakan kurang dari
3-4 minggu, kortikosteroid diberhentikan tanpa tapering off. Dosis yang paling kecil
dengan masa kerja yang pendek dapat diberikan setiap pagi untuk meminimal efek
samping karena kortisol mencapai puncaknya sekitar jam 08.00 pagi dan terjadi
umpan balik yang maksimal dari seekresi ACTH. Sedangkan pada malam hari
kortikosteroid level yang rendah dan dengan sekresi ACTH yang normal sehingga
dosis rendah dari prednison (2,5 sampai 5mg) pada malam hari sebelum tidur dapat
digunakan untuk memaksimalkan supresi adrenal pada kasus akne maupun
hirsustisme.
Dermatitis
sehari
Prednison 4x5 mg atau 3x10mg
Deksametason 6x5 mg
Eritrodermia
Reaksi lepra
Prednison 3x10 mg
DLE
Prednison 3x10 mg
Pemfigoid bulosa
Prednison 40-80 mg
Pemfigus vulgaris
Prednison 60-150 mg
Pemfigus foliaseus
Prednison 3x20 mg
Pemfigus eritematosa
Prednison 3x20 mg
Psoriasis pustulosa
Prednison 4x10 mg
Reaksi
Prednison 20-40 mg
Jarish-
Herxheimer
Dosis yang tertulis ialah dosis patokan untuk orang dewasa menurut
pengalaman, tidak bersifat mutlak karena bergantung pada respons penderita. Dosis
untuk anak disesuaikan dengan berat badan / umur. Jika setelah beberapa hari belum
tampak perbaikan, dosis ditingkatkan sampai ada perbaikan.6
5. Monitor Pengobatan
Dasar evaluasi yang digunakan sebelum dilakukan pengobatan kortikosteroid
untuk mengurangi potensi terjadinya efek samping adalah riwayat personal dan
keluarga dengan perhatian khusus kepada penderita yang memiliki predisposisi
diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, glaukoma dan penyakit yang terpengaruh dengan
pengobatan steroid. Tekanan darah dan berat badan harus tetap di ukur. Jika dilakukan
pengobatan jangka lama perlu dilakukan pemeriksaan mata, test PPD, pengukuran
densitas tulang spinal dengan menggunakan computed tomography (CT), dual-photon
absorptiometry, atau dual-energy x ray absorptiometry (DEXA).2
Sedangkan selama penggunan kortikosteroid tetap perlu dilakukan evaluasi
diantaranya menanyakan kepada pasien terjadinya poliuri, polidipsi, nyeri abdomen,
demam, gangguan tidur dan efek psikologi. Penggunaan glukokortikoid dosis besar
mempunyai kemungkinan terjadinya efek yang serius terhadap afek bahkan psikosis.
Berat badan dan tekanan darah tetap selalu di monitor. Elektrolit serum, kadar gula
darah puasa, kolesterol, dan trigliserida tetap diukur dengan regular. Pemeriksaan tinja
perlu dilakukan pada kasus darah yang menggumpal. Selain itu, pemeriksaan lanjut
pada mata karena ditakutkan terjadinya katarak dan glaukoma.2
Tabel 4. Hal-hal yang perlu di monitor selama penggunaan glukokortikoid jangka
panjang2
No.
1.
Efek samping
Hipertensi
Monitor
Tekanan darah
2.
Berat badan
3.
Reaktivasi infeksi
4.
Abnormalitas metabolik
5.
Osteoporosis
Densitas tulang
6.
Mata
Katarak
bulan)
Glaukoma
7.
Ulkus peptik
Pertimbangkan pengunaan antagonis H2 atau
proton pump inhibitor
8.
1. Saluran cerna
2. Otot
3. Susunan saraf
pusat
mudah
tersinggung,
psikosis,
paranoid,
5. Kulit
6. Mata
7. Darah
8. Pembuluh darah
9. Kelenjar adrenal
bagian kortek
10.
Metabolisme
protein,
dan lemak
11. Elektrolit
KH
Kehilangan
protein
(efek
katabolik),
12.Sistem
immunitas
Efek samping pada tulang terjadi umumnya pada manula dan wanita saat
menopause. Efek samping lain adalah sindrom Cushing yang terdiri atas muka bulan,
buffalo hump, penebalan lemak supraklavikula, obesitas sentral, striae atrofise,
purpura, dermatosis akneformis dan hirsustisme. Selain itu juga gangguan menstruasi,
nyeri kepala, psedudotumor serebri, impotensi, hiperhidrosis, flushing, vertigo,
hepatomegali dan keadaan aterosklerosis dipercepat. Pada anak memperlambat
pertumbuhan.6
Pada pengobatan jangka panjang harus waspada terhdap efek samping,
hendaknya diperiksa tekanan darah dan berat badan (seminggu sekali) terutama pada
usia diatas 40 tahun dan pemeriksaan laboratorium Hb, jumlah leukosit, hitung jenis,
L.E.D, urin lengkap kadar Na dan K dalam darah, gula darah (seminggu sekali), foto
toraks, apakah ada tuberkulosis paru (3bulan sekali).6
Pada penggunan kortikosteroid topikal efek samping dapat terjadi apabila :3,11
1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.
2. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau
penggunaan sangat oklusif.
Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat
potensiasinya, tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari
potensi, kecuali mungkin merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik.
Dengan ini efek samping hanya bisa dielakkan sama ada dengan bergantung pada
steroid yang lebih lemah atau mengetahui dengan pasti tentang cara penggunaan,
kapan, dan dimana harus digunakan jika menggunakan yang lebih paten. Secara
umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae atrofise,
telangiektasis,
purpura,
dermatosis
akneformis,
hipertrikosis
setempat,
Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini
menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan
menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan
intradermal yang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot
hemorrhage. Ini nantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang
terlihat seperti usia kulit prematur.
Efek Vaskular
Efek ini termasuk :
1. Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan vasokontriksi
pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.
2. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darah
yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema, inflamasi
lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.
Terjadi efek samping bergantung pada dosis, lama pengobatan macam
kortikosteroid. Pada pendek (beberapa hari/minggu) umumnya tidak terjadi efek
samping yang gawat. Sebaliknya pada pengobatan jangka panjang (beberapa
bulan/tahun) harus diadakan tindakan untuk mencegah terjadi efek tersebut, yaitu :6
BAB III
KESIMPULAN
Kortikosteroid merupakan pengobatan yang paling sering diberikan kepada
pasien. Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
1. Abidin Taufik. Oral Corticosteroid. 2009. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/13461798/Oral-Kortikosteroid
2. Freeberg. M. Irwin, Eisen. Z. Atrhur, Wolff. Klaus, dkk. Fitzpatricks Dermatology
in General Medicine. Volume II B. Sixth Edition. Newyork; Mc Graw-Hill Medical
Publishing Division. 2003; 2381-2387, 2322-2327
3. Maftuhah. Husni, Abidin. Taufik, Oral Kortikosteroid. 2009. Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/13461799/kortikosteroid-topikal
4. Sutarman Putu Ngakan, Roma Julius. Pengaruh Kortikosteroid Terhadap Sistem
Imun. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedoteran Universitas Hasanuddin
Rumah Sakit Ujumg Pandang. Cermin Dunia Kedokteran No.85;1993. Diunduh dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PengaruhKortikosteroid085.pdf/13Pengaruh
Kortikosteroid085.html
5. Sularsito Adi Sri Dr, dkk. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Erupsi Obat
Alergik. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 1995; 23-26
6. Djuanda. A, Hamzah. M, Aisah. S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima,
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007; 337-347
7. Agusni Indropo. Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal. Bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Soetomo.
Surabaya; 2001. Diunduh dari
http://ojs.lib.unair.ac.id/index.php/bipkk/article/viewFile/191/191
8. Doctorology Indonesia. Kortikosteroid dan Efek Sampingnya. 2009.
http://doctorology.net/?p=61
9. Ganiswarna G Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta : Balai penerbit
FKUI, 1995 ; 484-500
10. Polito Andrea; Aboab Jrme; Annane Djillali, PhD. Adrenal insufficiency in
sepsis. 2009.Diunduhdari http://infoomega3.wordpress.com/2008/05/17/omega-3-3/
11. Ashari Irwan. Kortikosteroid Topikal. 2009. Diunduh dari
http://irwanashari.blogspot.com/2009/02/kortikosteroid-topikal.html
12. Stress, Insomnia and the Adrenal Glands (Cortisol and DHEA). 2009. Diunduh
dari http://www.nutritionalmedicine.org.uk/phdi/p1.nsf/supppages/franklin?
opendocument&part=6
13. http://img.medscape.com/fullsize/migrated/550/721/apt550721.fig1.gif
14. http://www.microbiologybytes.com/iandi/1b.html
15. E health links. Synthetic Glucocoticoids. 2009. Diunduh dari
http://www.endotext.org/adrenal/adrenal14/ch01s02.html
16. Hati-hati, Obati Penyakit Kulit pada Anak. Agustus 2003. Diunduh dari
http://www.kompas.com
17. Hall W.C Richard, M.D. Psychiatric Adverse Drug Reactions:
Steroid Psychosis. 2009. Diunduh dari
http://www.janela1.com/vh/docs/v0002511.htm
18. Corticosteroid. 2009. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1063590treatment