Mendeteksi autokorelasi
1. Metode Grafik
Metode ini merupakan metode yang paling sederhana untuk mendeteksi autokorelasi.
Sekaligus merupakan langkah awal untuk mendeteksi autokorelasi. Dengan metode grafik,
untuk mendeteksi autokorelasi pada data time series dilakukan dengan cara memplotkan
e t terhadap waktu (t) atau e t dengan e t1 . Nilai e t ini merupakan pendekatan
untuk melihat gangguan atau disturbansi populasi, yang tidak dapat diamati secara langsung.
Apa itu
et ?
et
et
terhadap t atau
et
dengan
terjadi. Jika terdapat pola-pola yang sistematis, maka diduga ada autokorelasi. Sebaliknya,
jika tidak terdapat pola yang sistematis (atau bersifat acak), maka tidak ada autokorelasi.
Ada beberapa pola et ini, diantaranya sebagai berikut:
-
et
tahun
adanya
autokorelasi
positif.
-
Gambar (c) menunjukkan pola gerakan kebawah dan ke atas secara konstan. Ini
menunjukkan adanya autokorelasi negatif.
Gambar (d) menunjukkan pola yang tidak beraturan, yang menunjukkan tidak adanya
autokorelasi
o Gambar (e) menunjukkan pergerakan dari kiri bawah ke kanan atas yang
menunjukkan autokorelasi positif (jika data pada gambar a atau b diplot
terhadap e t1 , bukan terhadap waktu,
akan menghasilkan gambar e ini).
o Gambar (f) menunjukkan pergerakan dari
kiri atas ke kanan bawah yang
menunjukkan adanya autokorelasi negatif
(jika data pada gambar c diplot terhadap et1,
bukan
terhadap
waktu,
akan
menghasilkan gambar f ini).
Contoh:
Misalnya kita ingin melihat pengaruh tingkat bunga (X
dalam persen) terhadap investasi (Y dalam milyar Rp). Data yang kita gunakan selama 16
tahun, mulai dari tahun 1993 sampai 2008, seperti yang terlihat pada tabel berikut ini (kolom
2 untuk Y dan kolom 3 untuk X)
Tahap-tahap yang kita lakukan adalah sebagai berikut:
-
Tahap 1. Bentuk persamaan regresi tersebut dengan variabel bebas adalah tingkat
bunga dan variabel terikat adalah investasi. Hasil persamaan regresinya sebagai
berikut
o Y = 403,212 14,421X
Tahap 2. Hitung . Hasil perhitungan untuk seluruh tahun diberikan pada kolom
(4).
et
Tahap 4. Plot
et
et
pada sumbu horizontal (sebenarnya bisa juga dipertukarkan, hanya agak susah
melihatnya). Grafik yang didapatkan grafik sebagai berikut:
et
e t tahun berikutnya.
et
Setelah itu lakukan plot seperti plot antara et dengan tahun. Perbedaannya
adalah, jika sebelumnya sumbu horizontal dari plot kita adalah tahun, maka
sekarang
sumbu
horizontalnya adalah e t1 .
Klik Analyze > Regression > Linear. Akan muncul tampilan berikut:
3.
Horizontal.
muncul
tampilan
Y = 403,212 14,421X
Selanjutnya, pada tabel tersebut juga dimunculkan standard error, t stat, P-value,
confidence level untuk 95% (karena kita tidak mengganti default nilai ini pada tahap
sebelumnya).
Pada
RESIDUAL
OUTPUT
diberikan
nilai Y prediksi dan
nilai residual (et) yang
menjadi
fokus
perhatian kita dalam
mendeteksi
autokorelasi.
Selain itu, karena tadi
kita
menconteng
pilihan residuals plots,
maka akan ditampilkan
plot residual sebagai berikut
Jika dilihat grafik diatas, agak rumit untuk mengambil kesimpulan mengenai pola
residualnya (apalagi karena contoh datanya sedikit). Untuk itu, kita bisa merubah
grafik tersebut menjadi
grafik garis dengan
cara klik kanan grafik
tersebut.
Kemudian
klik Change Chart
Type, dan Klik Line.
Selanjutnya pilih jenis
grafik
garis
yang
diinginkan.
Hasilnya
akan menjadi seperti ini
Terlihat hasil yang kita peroleh, sama dengan cara manual dan dengan menggunakan
SPSS sebelumnya.
>0
(ada autokorelasi)
Statistik Uji :
Setelah mendapatkan statistik uji. Langkah selanjutnya adalah membandingkan dengan tabel
DW. Tabel DW tediri atas dua nilai, yaitu batas bawah (dL) dan batas atas(dl) dan batas
bawah(du). Berikut beberapa keputusan setelah membandingkan DW.
Bila d < dL tolak H0; Berarti ada korelasi yang positif atau kecenderungannya r= 1
Bila dL < d < dU kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa
Bila dU < d < 4 dU jangan tolak H0; Artinya tidak ada korelasi positif maupun
negatif
Bila 4 dU < d < 4 dL kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa
Bila d > 4 dL tolak H0; Berarti ada korelasi negatif
tabel durbin-watson
Perhatikan tabel berikut untuk aplikasi rumusnya.
-
Kolom (5) adalah kuadrat dari kolom 1. Kemudian jumlahkan kolom 5 ini. Jumlah
kolom 5 akan jadi penyebut dalam rumus kita.
Setelah mendapatkan nilai d ini, bandingkan nilai d dengan nilai-nilai kritis dari dL
dan dU dari tabel statistik Durbin-Watson. Tabel statistik Durbin-Watson ini biasanya
ada pada lampiran-lampiran buku statistik.
Berbagai program statistik juga sudah menyediakan perhitungan untuk statisik d dari
Durbin-Watson ini. Diantaranya , program SPSS.
o Untuk mendapatkan nilai d dari program SPSS, setelah anda memasukkan
variabel Dependent dan Variabel Independent seperti berikut ini:
4. Uji Run
Uji durbin Watson juga memiliki kelemahan ketika berada antara nilai dL dan dU atau
antara (4-dU) dan (4-dL) maka keputusannya autokorelasi tidak bisa diketahui mempunyai
autokorelasi apa tidak. Sehingga dilakukan uji lain bisa dengan metode grafik atau metode
formal lainnya. Salah satu uji formal yaitu uji run.
Run test sebagai bagian dari statistik non-parametrik dapat digunakan untuk menguji
apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi atau tidak. Jika antar residual tidak
terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run
Test digunakan untuk melihat apakah residual terjadi secara random atau tidak.
Menurut pemahaman saya, uji run test akan memberikan kesimpulan yang lebih pasti jika
terjadi masalah pada Durbin Watson Test yaitu nilai d terletak antara dL dan dU atau
diantara (4-dU) dan (4-dL) yang akan menyebabkan tidak menghasilkan kesimpulan yang
pasti atau pengujian tidak meyakinkan jika menggunakan DW test. Seperti contoh dibawah
ini.
Dengan T=27, K=5, dL = 1.08364, dU = 1.75274. artinya dL < d < dU = Tidak ada
Dimana:
N=jumlah observasi
N1=jumlah run positif(+)
N2=jumlah run negatif(-)
Dalam melakukan pengujian hipotesis, digunakan analisis interval kepercayaan :
E(run)-1,96 <= run <= E(run)+1,96 run
Keputusan:
Apabila nilai Run berada diantara interval tersebut maka terima H0sehingga disimpulkan
residualnya random dan tidak adanya unsur autokorelasi.
Contoh soal (lain)
Studi Kasus...
Data Jumlah Penduduk Miskin dan Faktor-faktor Penyebabnya
pada setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur
Jumlah
Laju
Penduduk
NO
Pertumbuhan
Miskin
Ekonomi (%)
(Ribu Jiwa)
1
2
105.4
113
6.52
6.13
Jumlah
Pengangguran
(Jiwa)
3031
18898
Angka
Rata-rata
Lama
Sekolah
(Tahun)
6.79
6.73
Jumlah
Laju
Penduduk
NO
Pertumbuhan
Miskin
Ekonomi (%)
(Ribu Jiwa)
20 80.2
21 149.1
5.83
6.19
Jumlah
Pengangguran
(Jiwa)
9217
21476
Angka
Rata-rata
Lama
Sekolah
(Tahun)
7.62
6.43
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
107.8
105.4
135.5
232.8
306.7
140.8
311.4
175.1
131.9
105.2
276.6
199.3
145.4
125.4
166.4
151.6
102.3
6.1
6.82
6.81
6.53
6.22
5.92
6.16
6.63
5.64
5.62
6.46
6.76
6.19
6.81
6.31
6.75
5.92
8312
19021
13276
28634
56425
15459
31472
32415
645
11289
1219
27678
83603
26381
32175
18364
19282
7.32
7.99
7.41
7.61
6.86
6.1
6.65
6.91
5.6
6.17
5.15
6.4
9.87
7.93
7.87
7.21
7.07
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
227.2
225.8
220.5
193.8
255.6
285.4
179.2
256.6
24.9
10.1
48.4
41.4
168.8
8.9
10.4
195.6
9.7
12.26
6.62
6.9
6.93
5.44
5.33
5.84
5.73
5.91
6.33
6.52
6.04
6.33
6.56
6.92
7.08
7.06
20723
17116
21615
45199
25008
7868
15471
11343
9923
4371
34085
5444
5956
4623
8342
9139
5418
6.65
6.36
7.12
8.63
5.19
4.03
5.81
5.31
10.19
9.84
11.12
8.46
8.9
9.76
10.5
10.01
8.44
Sekarang Perhatikan output runs test berikut ini, nilai yang dibandingkan adalah Asymp.
Sig. (2-tailed) yaitu 0,869.
Hasil run test menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2tailed) > 0.05 yang berarti Hipotesis nol gagal ditolak.
Dengan demikian, data yang dipergunakan cukup
random sehingga tidak terdapat masalah autokorelasi
pada data yang diuji.
4.
Uji
Breusch-Godfrey(BG)/Lagrange
Multiplier(LM)
Jika data observasi di atas 100 data sebaiknya ujin
ini.