Anda di halaman 1dari 30

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA
--------------------RISALAH SIDANG
PERKARA NOMOR 29/PUU-XIII/2015

PERIHAL
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009
TENTANG PENERBANGAN
TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA
MENDENGARKAN KETERANGAN DPR
(IV)

JAKARTA
SENIN, 4 MEI 2015

MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
-------------RISALAH SIDANG
PERKARA NOMOR 29/PUU-XIII/2015
PERIHAL
Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan [Pasal 118
ayat (1) huruf b dan ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
PEMOHON
1. Sigit Sudarmaji
ACARA
Mendengarkan Keterangan DPR (IV)
Senin, 4 Mei 2015, Pukul 13.42 15.00 WIB
Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI,
Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat
SUSUNAN PERSIDANGAN
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Anwar Usman
Maria Farida Indrati
Patrialis Akbar
Wahiduddin Adams
I Gede Dewa Palguna
Suhartoyo
Aswanto
Manahan Sitompul

Fadzlun Budi S.N.

(Ketua)
(Anggota)
(Anggota)
(Anggota)
(Anggota)
(Anggota)
(Anggota)
(Anggota)
Panitera Pengganti

Pihak yang Hadir:


A. Pemohon:
1. Sigit Sudarmaji
B. Pemerintah:
1. Mualimin Abdi
2. Suprasetyo
3. Yurlis Hasibuan
4. Muzafar
5. Muhammad Alwi
C. Ahli dari Pemerintah:
1. H.K. Martono
D. Saksi dari Pemerintah:
1. Shadrach M. Nababan
E. DPR:
1. Abdul Hakim

ii

SIDANG DIBUKA PUKUL 13.42 WIB


1.

KETUA: ANWAR USMAN


Sidang Perkara Nomor 29/PUU-XIII/2015 dibuka dan dinyatakan
terbuka untuk umum.
KETUK PALU 3X
Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera
untuk kita semua. Agenda sidang untuk hari ini Perkara Nomor 29/PUUXIII/2015 adalah untuk mendengarkan keterangan DPR, dan
mendengarkan keterangan ahli dari presiden ya, dan satu orang saksi.
Namun sebelumnya dipersilakan Pemohon untuk memperkenalkan diri.

2.

PEMOHON: SIGIT SUDARMAJI


Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Saya
Pemohon, nama Sigit Sudarmaji. Saya hadir seorang diri. Terima kasih,
Yang Mulia.

3.

KETUA: ANWAR USMAN


Ya, dari Presiden atau Kuasanya?

4.

PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI


Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat
siang, salam sejahtera untuk kita semua. Dari Pemerintah atau yang
mewakili Presiden, saya sendiri Mualimin Abdi selaku Direktur Jenderal
Hak Asasi Manusia, kemudian di sebelah kiri saya Pak Suprasetyo, Beliau
adalah Direktur Jenderal Perhubungan Udara. Kemudian sebelah kanan
ada Pak Umar Aris, Beliau adalah staf ahli di bidang hukum di
Kementerian Perhubungan. Kemudian ada Pak Yurlis Hasibuan, Beliau
salah satu direktur di Kementerian Perhubungan. Kemudian yang paling
ujung Pak Muhammad Alwi, Beliau juga salah seorang direktur. Sebelah
kirinya, Pak Muzafar, juga salah satu seorang direktur. Kemudian di
belakang ada rekan-rekan dari Kementerian Perhubungan dan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Yang Mulia, sebagaimana janji Pemerintah pada masa lalu pada
persidangan yang lalu, hari ini sudah hadir di hadapan Yang Mulia ada
satu ahli yaitu Prof. Martono sudah hadir. Kemudian ada saksi, Pak S.
Nababan juga sudah hadir. Kemudian di belakang juga kami hadirkan
beberapa pramugari untuk ikut memberikan dukungan begitu agar apa
1

pengalaman bersidang di Mahkamah Konstitusi mungkin 10 apa 15 yang


saya hadirkan. Mohon maaf para pramugari kalau hari ini tidak kerja,
tapi ini untuk masa depan mereka juga. Terima kasih, Yang Mulia.
5.

KETUA: ANWAR USMAN


Enggak, enggak terbang ini para pramugari?

6.

PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI


Ya. Minta izin kepada pilotnya. Terima kasih, Yang Mulia.

7.

KETUA: ANWAR USMAN


Ya, baik. Terima kasih. Dari DPR, silakan.

8.

DPR: ABDUL HAKIM


Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera
untuk kita semua ini. Yang Mulia, DPR sedang melaksanakan reses di
daerah pemilihan masing-masing dan saya mewakili teman-teman dari
DPR yaitu saya Abdul Hakim, Nomor Anggota A94, dari fraksi Partai
Keadilan Sejahtera, Komisi V DPR Republik Indonesia. Terima kasih,
Yang Mulia.

9.

KETUA: ANWAR USMAN


Komisi perhubungan ya?

10.

DPR: ABDUL HAKIM


Ya.

11.

KETUA: ANWAR USMAN


Baik. Terima kasih. Sebelum kita mendengar keterangan Ahli dan
Saksi, ya kita dengarkan dulu keterangan dari DPR. Ya, silakan di podium
di podium.

12.

DPR: ABDUL HAKIM


Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Majelis
Mahkamah Konstitusi yang terhormat, Yang Mulia Majelis Hakim
Mahkamah Konstitusi, hadirin wal hadirat yang berbahagia. Saya tidak
akan membacakan seluruh keterangan Dewan Perwakilan Rakyat
2

Republik Indonesia atas permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor


1 Tahun 2009 tentang Penerbangan terhadap Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Saya hanya izinkan sebagai
membacakan sebagian saja, Yang Mulia. Terutama bagian c dari
keseluruhan keterangan yang disampaikan oleh DPR.
Keterangan DPR Republik Indonesia terhadap dalil Para Pemohon
sebagaimana diuraikan dalam permohonan a quo, DPR Republik
Indonesia menyampaikan keterangan sebagai berikut.
1. Kedudukan hukum legal standing Para Pemohon. Menanggapi
permohonan Pemohon a quo, DPR berpandangan bahwa Pemohon
harus dapat membuktikan terlebih dulu, apakah benar Para Pemohon
sebagai pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya dirugikan atas berlakunya ketentuan yang
dimohonkan untuk diuji? Khususnya dalam mengkonstruksikan adanya
kerugian terhadap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya
sebagai dampak dari diberlakukannya ketentuan yang dimohonkan
untuk diuji. Terhadap kedudukan hukum (legal standing) tersebut,
DPR menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua/Majelis Hakim
Mahkamah Konstitusi Yang Mulia untuk mempertimbangkan dan
menilai, apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal
standing) atau tidak? Sebagaimana yang diatur oleh Pasal 51 ayat (1)
Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi dan berdasarkan
Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan
Perkara Nomor 011/PUU-V/2007.
2. Pengujian Undang-Undang Penerbangan. Terhadap permohonan
pengujian Pasal 118 ayat (1) huruf b dan Pasal 118 ayat (2) UndangUndang Penerbangan, DPR menyampaikan keterangan sebagai
berikut.
1. Bahwa transportasi memiliki posisi yang penting dan strategis,
dan hal ini tercermin kepada kebutuhan mobilitas seluruh
masyarakat di semua sektor dan wilayah. Peran sektor
transportasi sebagai penggerak roda perekonomian Indonesia di
semua aspek kehidupan, bangsa dan negara, serta mempererat
hubungan antara bangsa.
2. Bahwa pentingnya transportasi tercermin pada semakin
meningkatnya kebutuhan jasa angkutan bagi mobilitas orang
serta barang, dari dan ke seluruh pelosok tanah air, bahkan dari
dan ke luar negeri. Transportasi juga berperan sebagai
penunjang, pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan bagi
daerah yang berpotensi namun belum berkembang.
3. Bahwa menyadari pentingnya peran transportasi tersebut, maka
penyelenggaraan penerbangan harus ditata dalam satu kesatuan
sistem transportasi nasional, secara terpadu dan mampu
mewujudkan penyediaan jasa transportasi yang seimbang dengan
tingkat kebutuhan dan tersedianya pelayanan angkutan yang
3

4.

5.

6.

7.

8.

selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, nyaman, dan


berdaya guna, dengan harga yang wajar.
Bahwa mengingat penting dan strategisnya peranan penerbangan
yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka pembinaannya
dilakukan oleh negara melalui pemerintah. Pembinaan tersebut
meliputi, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan.
Sidang Majelis yang terhormat.
Bahwa sektor penerbangan mempunyai karakteristik dan
keunggulan
tersendiri,
perlu
dikembangkan
dengan
memperhatikan sifatnya yang teknologi tinggi, padat modal,
manajemen yang handal, dan mampu meningkatkan pelayanan
yang lebih luas, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri.
Sektor penerbangan juga memerlukan jaminan keselamatan dan
keamanan yang optimal, penerbangan-penerbangan perlu ditata
dalam satu kesatuan sistem dilakukan dengan mengintegrasikan
dan mendinamisasikan unsur-unsurnya yang terdiri dari prasarana
dan sarana penerbangan, dan peraturan-peraturan, prosedur dan
metode sedemikian rupa sehingga terwujud suatu totalitas yang
utuh, berdaya guna, berhasil guna, serta dapat diterapkan.
Bahwa dalam rangka mewujudkan sektor penerbangan
sebagaimana diuraikan pada angka empat, maka Undang-Undang
Penerbangan menerapkan prinsip yang juga diterapkan oleh
negara-negara lain, yaitu tidak perlu banyak perusahaan
penerbangan, tetapi tidak mampu dan sangat lemah, lebih baik
sedikit tetapi kuat, bersaing pada tataran nasional, bersaing pada
tataran regional, dan global, serta mampu menunjang
pertumbuhan ekenomi nasional, small but strong. Karena itu
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 mengatur perusahaan
penerbangan harus kuat agar perusahaan penerbangan, menjadi
kuat persyaratan untuk mendirikan perusahaan penerbangan
harus berat.
Bahwa salah satu persyaratan dalam industri penerbangan adalah
diaturnya pembatasan minimum kepemilikan, dan penguasaan
pesawat udara yang tercantum dalam Pasal 118 ayat (1) huruf b,
Pasal 118 ayat (2) Undang-Undang Penerbangan. Pembatasan
tersebut bertujuan untuk memperkuat industri penerbangan yang
pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi baik di
daerah yang menjadi rute penerbangan niaga, berjadwal maupun
mendorong pertumbuhan bisnis angkutan udara itu sendiri.
Bahwa menurut DPR, adanya batasan tersebut diharapkan dapat
menciptakan mekanisme usaha yang transparan dan akuntabel
dalam
dunia
penerbangan,
namun
usaha
itu
tetap
mengedepankan prinsip kepentingan nasional, kesejahteraan
umum, serta memberikan rangsangan bagi pemerintah daerah
guna meningkatkan kegiatan ekonominya melalui sektor
4

penerbangan. Hal tersebut seperti disampaikan dalam pendapat


akhir salah satu fraksi DPR pada saat pembahasan UndangUndang Penerbangan, yaitu adanya batasan tersebut diharapkan
terciptanya mekanisme usaha yang transparan dan akuntabel
dalam
dunia
penerbangan,
namun
usaha
itu
tetap
mengedepankan prinsip kepentingan nasional, kesejahteraan
umum, serta memberikan rangsangan bagi pemerintah daerah
guna meningkatkan kegiatan ekonominya melalui sektor
penerbangan.
Sidang Majelis Yang Terhormat Yang Mulia Majelis Hakim
Mahkamah Konstitusi.
9. Bahwa di samping itu pembatasan minimum kepemilikan dan
penguasaan pusat udara, sebagaimana diatur dalam Pasal 118
ayat (1) huruf b dan Pasal 118 ayat (2) Undang-Undang
Penerbangan dimaksudkan untuk memberikan pelayanan yang
lebih baik kepada konsumen, sehingga pada akhirnya mampu
bersaing dengan maskapai lain, baik sesama maskapai nasional
maupun maskapai asing. Dalam risalah rapat pembahasan
rancangan Undang-Undang Penerbangan pada tingkat panitia
kerja (panja) tahun sidang 2008-2009, masa sidang pertama yang
dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 27 Agustus 2008 terdapat
pandangan dari salah satu fraksi DPR perihal persyaratan minimal
pemilikan dan penguasaan pesawat, yaitu banyak masyarakat
diterlantarkan jadi korban ketidaksediaan pesawat yang dia tidak
bisa lagi mengupayakan dalam waktu dekat pesawat pengganti
umpamanya. Ya, ini kan persyaratan yang kita inginkan,
perusahaan-perusahaan penerbangan ini semakin kuat di dalam
melayani masyarakat untuk melayani dalam negeri saja susah,
bagaimana dia bisa bersaing di dunia internasional.
10. Pengaturan pembatasan minimum kepemilikan dan penguasaan
pesawat udara diperlukan untuk mewujudkan perusahaan
penerbangan nasional yang kuat dengan ditunjukkan kesediaan
armada yang selalu siap siaga untuk melayani penumpang. Pada
saat perumusan substansi ini banyak terjadi perusahaan
penerbangan yang menelantarkan penumpang akibat pesawat
mengalami gangguan atau kerusakan sementara, perusahaan
penerbangan tersebut armada cadangannya tidak memadai untuk
mengantisipasi keterlambatan dan gangguan pesawat. Untuk
memperkuat perusahaan penerbangan, persyaratan juga harus
semakin berat, jadi perusahaan penerbangan itu minimal memiliki
5, menguasai 5. Jadi dengan demikian, kasus keterlambatan yang
menyebabkan banyak masyarakat diterlantarkan jadi korban
akibat ketersediaan pesawat yang tidak bisa diupayakan dalam
waktu dekat dengan pesawat pengganti. Yang tidak bisa
diupayakan dalam waktu dekat dengan pesawat pengganti.
5

Persyaratan yang diinginkan bertujuan perusahaan penerbangan


semakin kuat melayani masyarakat dan bersaing dengan
maskapai internasional. Perusahaan penerbangan harus ketat
persyaratannya, bukan tidak ingin memberikan kesempatan
kepada penguasa baru ... kepada pengusaha baru untuk
berkembang, akan tetapi perusahaan penerbangan adalah padat
modal, manajemen yang ketat, dan keselamatan yang tinggi.
11. Bahwa berdasarkan uraian di atas, DPR berpandangan ketentuan
Pasal 118 ayat (1) huruf b dan Pasal 118 ayat (2) Undang-Undang
Penerbangan tidak bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2), Pasal
281 ayat (2), Pasal 33 ayat (4), dan Pasal 34 ayat (3) UndangUndang Dasar Tahun 1945. Pembatasan hak setiap orang dalam
Undang-Undang Penerbangan bertujuan melindungi kepastian
dan hak konsumen penerbangan bila terjadi gangguan dan
keterlambatan dari perusahaan penerbangan yang selama ini
sering terjadi penelantaraan ... penelantaraan ... penelantaran ...
penelantaran. Mohon maaf, Yang Mulia Majelis Hakim. Jadi
selama ini sering terjadi penelantaran. Entah bahasa ini ... mau
ada atau pun tidak. Penumpang akibat tidak tersedianya pesawat
yang siap sedia.
12. Mengenai kekhawatiran Pemohon tentang adanya pelaku usaha
penerbangan asing yang tidak dikenalkan ketentuan terhadap
jumlah minimum kepemilikan dan penguasaan pesawat udara,
dan dikaitkan dengan adanya kebijakan open sky, akan semakin
mengancam konsumen usaha angkutan udara niaga berjadwal
nasional yang tidak memenuhi ketentuan batas minimum
kepemilikan pesawat, maka DPR berpendapat bahwa para pihak
yang melakukan kegiatan usaha angkutan udara niaga berjadwal
asing yang akan melintasi rute tertentu di wilayah Indonesia tetap
diikat oleh
ketentuan
perjanjian
bilateral
dan
tetap
memperhatikan atau mempertimbangkan prinsip berkeadilan dan
timbal balik. Kemudian pelaksanaannya juga secara bertahap, hal
ini sesuai bunyi Pasal 83 ... 86 ayat (6), perjanjian bilateral atau
multilateral, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
dan
mempertimbangkan kepentingan nasional berdasarkan prinsip
keadilan dan timbal balik. Demikian juga mengenai kebijakan
open sky yang diatur dalam Pasal 80 ayat (2) Undang-Undang
Penerbangan telah mengatur perjanjian bilateral atau multilateral
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
dan
mempertimbangkan kepentingan nasional berdasarkan prinsip
keadilan dan timbal balik.
13. Kebijakan open sky merupakan kesepakatan antarnegara yang
membuka persaingan bebas industri penerbangan dari maskapai
6

hingga operator bandara, namun kebijakan tersebut tetap dibatasi


oleh ketentuan Pasal 86 dan Pasal 90 Undang-Undang
Penerbangan, yaitu tetap mempertimbangkan kepentingan
nasional berdasarkan prinsip keadilan dan timbal balik.
Yang terakhir sidang Majelis yang terhormat, Majelis Hakim
Mahkamah Konstitusi yang kami muliakan.
14. DPR berpendapat bahwa berbagai persoalan atau permasalahan
yang berkaitan dalam sektor penerbangan, tantangan maupun
dinamikanya telah diantisipasi dengan sangat baik dan
komprehensif pada saat pembahasan rancangan Undang-Undang
Penerbangan, namun apabila saat ini norma pengaturan di dalam
Undang-Undang Penerbangan mengalami permasalahan atau
kendala di dalam pelaksanaannya, maka apa yang disampaikan
oleh
para
Pemohon
sebenarnya
bukanlah
persoalan
konstitusionalitas norma, menurut pandangan kami, tetapi hanya
merupakan persoalan implementasi norma yang diiringi dengan
kesiapan teknis, infrastruktur dan kebijakan dari stakeholder yang
terkait dalam penyelenggaraan angkutan penerbangan.
Demikian keterangan DPR RI kami sampaikan untuk menjadi
bahan pertimbangan bagi Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi untuk memeriksa, memutus, dan mengadili perkara a quo.
Demikan, terima kasih. Wabillahitaufik wal hidayah, wassalammualaikum
wr. wb.
13.

KETUA: ANWAR USMAN


Ya, terima kasih, Bapak Ir. H. Abdul Hakim, nanti keterangan
tertulisnya akan diserahkan oleh petugas. Nanti petugas dari
Kesekretariatan Jenderal DPR ke Kepaniteraan, ya. Terima kasih sekali
lagi.
Selanjutnya dipersilakan untuk maju ke depan untuk diambil
sumpahnya, ahli Prof. Dr. H.K. Martono dan saksi Pak Nababan. Silakan
ke depan! Mundur, Pak.
Bapak Prof. Martono beragama Islam, ya. Bapak Nababan
beragama Kristen. Bersumpah dulu Ahli, mohon Yang Mulia Bapak
Wahiduddin.

14.

HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS


Mohon Prof, ikuti ucapan saya.
Bismillahirahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai
Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan
keahlian saya.

15.

AHLI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH:


Bismillahirahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai
Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan
keahlian saya.

16.

HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS


Terima kasih.

17.

KETUA: ANWAR USMAN


Ya, terima kasih. Untuk yang beragama Kristen, mohon Yang
Mulia Prof. Maria.

18.

HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI


Mohon ikuti saya.
Saya berjanji sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang
sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. Semoga Tuhan menolong
saya.

19.

SAKSI BERAGAMA KRISTEN BERSUMPAH:


Saya berjanji sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang
sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. Semoga Tuhan menolong
saya.

20.

HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI


Terima kasih.

21.

KETUA: ANWAR USMAN


Ya, terima kasih. Mohon kembali ke tempat duduk.
Untuk yang pertama kita dengarkan dulu keterangan Ahli dari
Prof. Martono, disilakan.

22.

AHLI DARI PEMERINTAH: H.K. MARTONO


Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis
Hakim Mahkamah Konstitusi. Sebelum saya mengemukakan testimoni
Pasal 118 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, perkenankan saya lebih
dahulu menayangkan biodata saya untuk menilai apakah saya tepat
sebagai ahli di bidang hukum udara, khususnya berkenaan dengan Pasal
8

118 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, yang


mengatur perusahaan penerbangan harus mempunyai 10 pesawat
udara, lima dimiliki dan lima dikuasai, yang mampu mendukung rute
penerbangan yang diberikan oleh pemerintah.
Ini mohon ditayangkan biodata saya supaya kita bisa menilai
apakah memang saya itu tepat tidak untuk ... seterusnya, ya, terus,
setop dulu. Jadi saya adalah dosen Fakultas Hukum Universitas
Tarumanegara. Pendidikan saya adalah dari Curug, kemudian Fakultas
Hukum Universitas Indonesia Tahun 1971, tamat. RSP University,
graduated tahun 1980. Doktor di bidang hukum di Universitas
Diponegoro, graduated tahun 2006. Sertificate of mediator of Supreme
Court of The Republic of Indonesia, short course.
Pengalaman, itu ... ya, berbagai sidang, seminar baik nasional
maupun internasional. Dan dulu adalah Kepala Bagian Hukum Direktur
Jenderal Perhubungan Udara, sudah pensiun kita mengabdikan diri
kepada perguruan tinggi. Kemudian akademik, produk akademik adalah
14 buku yang saya terbitkan, kemudian jurnal internasional itu ada tiga,
sekarang on the way. Current transport regulation in Indonesia, publish
di dalam Jurnal (suara tidak terdengar jelas) Linguistic, kemudian
Alliance tariff regulation in Indonesia, published volume 39 (suara tidak
terdengar jelas). Kemudian, international speaker, itu ada delapan
seminar di India, kemudian di Cina, kemudian di Kanada, dan di Korea,
dan juga di Indonesia.
Kita teruskan, kemudian juga narasumber Undang-Undang
Penerbangan, Alhamdulillah yang sekarang dimohon. Kemudian, sebagai
narasumber ... berikutnya adalah praktik pengalaman sebagai Ahli ada
27 kasus di pengadilan negeri, baik di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan,
Maupun di (...)
23.

KETUA: ANWAR USMAN


Ya, Ahli, ini sudah ada di meja Hakim, ya, langsung saja ke
materinya ()

24.

AHLI DARI PEMERINTAH: H.K. MARTONO


Baik, Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Konstitusi,
dengan mengacu kepada keterangan Presiden atas permohonan
pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
yang mengatur persyaratan perusahaan penerbangan berjadwal harus
mempunyai 10 unit pesawat udara, lima pesawat udara unit dimiliki, dan
lima dikuasai, yang dapat melayani rute penerbangan yang diberikan
oleh pemerintah.

Perlu dijelaskan bahwa untuk dapat memahami dengan baik


masalah tersebut, harus mengetahui latar belakang kondisi transportasi
pada waktu itu, suasana kebatinan, serta filosofi lahirnya Pasal 118
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009.
Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi, kondisi transportasi, suasana kebatinan, serta filosofi
menjelang pembahasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 sangat
memprihatinkan. Pada saat itu kebijakan pemerintah adalah relaksisasi,
mendirikan perusahaan penerbangan berjadwal maupun tidak berjadwal
sangat mudah. Untuk mendirikan perusahaan penerbangan cukup
mempunyai dua pesawat dikuasai, tidak perlu banyak modal, tidak perlu
memiliki pesawat udara, tidak perlu mempunyai flight operational officer,
tidak mempunyai pegawai administrasi, tidak mempunyai fasilitas
bongkar muat dan/atau untuk embarkasi maupun debarkasi penumpang,
barang. Kantornya di ruko, tetapi tidak ada pegawai administrasi.
Kantornya cukup di atas ... di (suara tidak terdengar jelas), sehingga
mudah mobilitas.
Terobosan demikian dimaksudkan untuk menghemat biaya agar
dapat bersaing dengan perusahaan penerbangan yang lain dengan tarif
yang sangat murah. Tarif murah memang menguntungkan bagi
masyarakat umum, tetapi juga tidak lepas dari dampak negatifnya.
Perusahaan penerbangan berjadwal maupun tidak berjadwal
berkembang dengan pesat, tetapi persaingan semakin berat.
Perang tarif tidak dapat dihindarkan, perusahaan saling
mematikan, yang dimakan lebih dahulu adalah transportasi darat. Bus
dari Jakarta ke Padang dan Medan gulung tikar karena tidak mampu
bersaing dengan transportasi udara. Transportasi kereta api dari Jakarta
ke Surabaya terseok-seok, sesudah transportasi darat lumpuh,
transportasi laut maaf, transportasi laut juga dimakan, sehingga kapal
Pelni terpaksa diserahkan kepada TNI AL karena tidak mampu
beroperasi.
Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi. Korban kebijakan relaksisasi tidak terbatas pada transportasi
darat, kereta api, maupun pelayaran, tetapi juga terhadap transportasi
udara sendiri. Setelah transportasi darat, kereta api, dan pelayaran
menjadi korban, persaingan perusahaan penerbangan pemain baru
dengan perusahaan penerbangan pemain lama, seperti Bouraq,
Seulawah, Sempati, Mandala, Zamrud, Indonesian Air Transport setelah
pemain lama luluh lantak, maka disusul persaingan antarperusahaan
penerbangan pemain baru. Mereka saling memakan dan akhirnya
bangkrut karena tidak mampu bertahan. Para pemain baru datang
dengan modal seadanya, tidak memiliki pesawat sendiri, tidak
profesional, tidak mempunyai kemampuan mengelola risiko yang
dihadapi. Larangan terbang ke Eropa banyak kecelakaan yang mencapai
puncaknya pada tanggal 1 Januari 2007 dengan jatuhnya Adam Air.
10

Begitu jatuh, semua pesawat udara ditarik pemiliknya, sehingga Adam


Air tidak dapat beroperasi sekaligus bangkrut. Pada saat itu, transportasi
nasional terkesan naik kereta api tabrakan, naik kapal laut tenggelam,
naik pesawat udara jatuh.
Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi. Memperhatikan kondisi transportasi, suasana kebatinan pada
saat itu, filosofi Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009
adalah seperti negara-negara lain, tidak perlu banyak perusahaan
penerbangan yang tidak mampu bersaing. Lebih baik sedikit perusahaan
penerbangan, tetapi mampu bersaing pada tataran nasional, regional,
maupun global, dan mampu menunjang pertumbuhan ekonomi nasional,
small but strong. Karena itu, untuk mendirikan perusahaan penerbangan
harus kuat.
Di samping itu, Undang-Undang Penerbangan berpikir berpikir
kebangsaan jangka panjang, seperti filosofi dunia penerbangan, tidak
berpikir individu, jangka pendek yang semata-mata mencari keuntungan.
Agar perusahaan penerbangan kuat dengan mengacu pada filosofi
kebangsaan jangka panjang, maka untuk mendirikan perusahaan
penerbangan harus memenuhi syarat lima pilar. Masing-masing adalah
modal, saham majority tunggal, mayoritas tunggal, single majority,
jaminan bank, personel profesional, dan mempunyai, yaitu memiliki dan
menguasai satu daerah yang mencukupi untuk melayani rute maupun
wilayah operasi yang diberikan oleh pemerintah.
Kelima pilar tersebut didukung oleh prinsip-prinsip operasional
penerbangan, masing-masing safety, sesuai dengan Pasal 44 huruf a
Konferensi Chicago, security, regulated industry, compliences, law
enforcement, high technology, dan just culture. Di samping itu, UndangUndang Nomor 1 Tahun 2009 juga memberi kesempatan perusahaan
penerbangan bergabung dengan sesama perusahaan penerbangan
dalam negeri atau perusahaan penerbangan asing agar kuat dan mampu
bersaing pada tataran nasional, regional, maupun global.
Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi. Modal. Industri penerbangan adalah bisnis modal padat
modal (capital intensive) karena itu untuk mendirikan perusahaan
penerbangan harus memiliki modal yang kuat. Pengalaman
membuktikan, kecelakaan Adam Air tanggal 1 Januari 2007 merupakan
bukti perlunya modal perusahaan penerbangan yang kuat. Sebagai
akibat kecelakaan pesawat udara Adam Air pada tanggal 1 Januari 2007,
para kreditur menagih piutang mereka pada Adam Air. Utang Adam Air
antara lain terdiri atas, gaji pegawai, para pekerja, asuransi awak
pesawat udara, asuransi pesawat udara, bahan bakar, efficiency turbine,
ground handling, passenger handling, REM handling, biaya pendaratan,
asuransi Jamsostek, pelayanan navigasi penerbangan, asuransi pihak
ketiga, pengembalian tiket yang sudah dibeli (advance booking), utang
Adam Air dari BRI, biaya parkir, biaya pendaratan, biaya penyimpanan
11

pesawat negara, perawatan gedung, administrasi, biaya perkantoran,


utang, dan lain-lain sebagainya mencapai pada saat itu Rp435 ... maaf,
Rp436,5 miliar. Sementara itu, modal Adam Air hanya diperkirakan,
menurut informasi, hanya Rp300 miliar. Akhirnya, rakyat menjadi korban
karena piutangnya tidak terbayar kembali.
Saham mayoritas tunggal kita kenal sebagai single majority share.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 mendorong agar perusahaan
penerbangan bergabung sesama perusahaan penerbangan nasional atau
perusahaan penerbangan dengan perusahaan penerbangan asing agar
kuat dan mampu bersaing pada tataran nasional, regional, maupun
global.
Dalam hal perusahaan penerbangan nasional bergabung dengan
perusahaan penerbangan asing, maka perusahaan penerbangan nasional
harus menguasai saham mayoritas tunggal (single majority share).
Sehingga perusahaan penerbangan dapat menguasai efektif kontrol
dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
Dalam praktik Undang-Undang Penanaman Modal Asing itu adalah
perusahaan nasional itu harus 51%, praktiknya dibagi-bagi. Katakanlah
35%, kemudian 16% nasional, 49% asing. Dampaknya adalah
kekuasaan ... penguasaan itu adalah efektif kontrolnya berada di asing.
Karena itu, Undang-Undang Penerbangan menekankan 51% tidak boleh
dibagi, tidak boleh dipecah-pecah.
Jaminan bank, ini merupakan pilar yang ketiga. Sebelum jaminan
bank ... sebelumnya, jaminan bank tidak diatur dalam Undang-Undang
Nomor 83 Tahun 1958, maupun Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992.
Tetapi mengingat peran penting jaminan bank, maka jaminan bank
diatur dalam Pasal 109 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009. Bahkan
dalam praktik setiap kegiatan penunjang penerbangan diharuskan ada
jaminan bank.
Profesionalisme. Sumber daya manusia yang profesional
merupakan salah satu komponen keselamatan penerbangan. Karena itu
sumber daya manusia di bidang penerbangan merupakan salah satu pilar
untuk mendirikan perusahaan penerbangan. Semua personil
penerbangan di bidang transportasi udara, teknisi pesawat udara, awak
pesawat udara, operasi penerbangan, navigasi penerbangan, bandar
udara, keamanan dan keselamatan penerbangan harus profesional,
disiplin, bertanggung jawab, cakap, serta tertib dibuktikan dengan
sertifikat yang diperoleh dari pendidikan dan/atau pelatihan yang
dilakukan oleh yang ... yang dilakukan oleh institusi yang telah diakui di
instansi pemerintah.
Agar mencapai tujuan tersebut, Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2009 mengatur kebijakan dan persiapan, serta pengembangan sumber
daya manusia di bidang penerbangan yang meliputi perencanaan sumber
daya manusia, pendidikan dan/atau pelatihan sumber daya manusia,

12

perluasan lapangan kerja, dan pembinaan, serta pemantauan dan


evaluasinya.
Mempunyai armada atau pesawat udara ... mempunyai ...
memiliki dan menguasai. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009
mensyaratkan untuk mendirikan perusahaan penerbangan berjadwal
harus mempunyai 10 unit pesawat udara, lima unit pesawat udara
dimiliki, lima unit pesawat udara dikuasai yang dapat melayani rute yang
diberikan oleh pemerintah. Sedangkan untuk penerbangan tidak
berjadwal, harus mempunyai tiga unit pesawat udara, satu unit pesawat
udara dimiliki, dua unit pesawat udara dikuasai yang dapat menunjang
wilayah operasi yang dilayani.
Kebijakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 adalah untuk
mendirikan perusahaan penerbangan dilakukan secara bertahap dari
perusahaan penerbangan tidak berjadwal, kemudian meningkat menjadi
perusahaan penerbangan berjadwal dengan maksud untuk menampung
masyarakat yang modalnya terbatas dapat mendirikan perusahaan
penerbangan tidak berjadwal.
Persyaratan kepemimpinan pesawat udara adalah mutlak
diperlukan karena pesawat udara adalah rohnya Undang-Undang
Penerbangan. Tidak ada perusahaan penerbangan tanpa memiliki
pesawat udara.
Berdasar filosofi kebangsaan dan jangka panjang tersebut ...
tersebut di atas, apabila seluruh perusahaan penerbangan di Indonesia
tidak memiliki pesawat udara, transportasi udara nasional di Indonesia
sangat riskan karena pemilik pesawat udara dapat menarik pesawat
udara mereka setiap saat mereka mau. Apabila hal ini terjadi, maka
transportasi udara nasional akan kacau, chaos. Hal ini dibuktikan dengan
ditariknya ... dengan kecelakaan Adam Air. Begitu kecelakaan pesawat
udara, mereka ditarik pemiliknya. Karena itu, DPR bersama dengan
pemerintah menyetujui Pasal 118.
Mungkin sekedar kita ingatkan pada waktu Amerika Serikat itu ...
apa itu ... ada kasus di Irak, Amerika Serikat menyerukan semua kapal
siap-siap untuk ditarik kembali. Pasal 118 tadi mengatakan pemegang
izin usaha angkutan udara (suara tidak terdengar jelas) wajib memiliki
dan menguasai pesawat udara dengan jumlah tertentu, pesawat udara
dengan jumlah tertentu sebagaimana dimaksud adalah angkutan udara
niaga berjadwal memiliki paling sedikit lima unit pesawat udara, dan
menguasai paling sedikit lima pesawat udara dengan jenis yang
mendukung kelangsungan usaha sesuai dengan rute yang diberikan oleh
pemerintah. Untuk angkutan udara tidak berjadwal memiliki paling tidak
satu unit pesawat udara dan menguasai paling sedikit dua unit pesawat
udara dengan jenis yang mendukung kelangsungan hidup usaha sesuai
dengan daerah operasi daripada perusahan penerbangan tidak
berjadwal.

13

Persyaratan kepemilikan pesawat udara tersebut merupakan


kebijakan terbuka yang disepakati oleh DPR dengan pemerintah berdasar
kewenangan yang diatur dalam undang-undang. Setelah memperhatikan
segala aspek untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan
penerbangan, tersedianya transportasi udara nasional, dan memberi
kesempatan kepada masyarakat untuk ikut berperan di dalam
penyelenggaraan transportasi udara.
Sebagai bahan perbandingan dalam hukum internasional
sebagaimana diatur dalam Konferensi Chicago Pasal 44 yang mengatur
ada 96 pasal tidak ada satu pasal pun yang mengatur mengenai
persyaratan mendirikan perusahaan penerbangan. Semua mengatur
dalam masalah-masalah keselamatan penerbangan, tapi tidak mengatur
persyaratan jumlah pesawat udara.
Di negara-negara ... karena itu diserahkan kepada negara masingmasing, sebagai perbandingan, di Kanada itu dia mensyaratkan juga
mengenai dalam bentuk jumlah dana. Di India itu mensyaratkan kalau
enggak salah ada lima pesawat udara, sedangkan di Cina tidak
mensyaratkan. Indonesia lebih baik lagi karena mensyaratkan disamping
dana juga pesawat udara.
Persyaratan kepemilikan modal transportasi udara sangat berbeda
dengan transportasi darat, laut, maupun kereta api karena mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda diantara modal transportasi tersebut.
Justru perbedaan tersebut mempunyai nilai tambah saling mengisi satu
terhadap yang lain. Perbedaan persyaratan tersebut bukan berarti
diskriminasi, sebab norma diskriminasi dilarang di dalam Undang-Undang
Penerbangan yang mengalir dari Pasal 2 Undang-Undang Charter,
kemudian Pasal 28 dan Pasal 15 Konferensi Chicago, dan sekaligus
masuk ke Undang-Undang Penerbangan.
Demikian atas berkenan dan perhatian Yang Mulia Ketua dan
Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, saya
ucapkan banyak terima kasih. Assalamualaikum wr. wb.
25.

KETUA: ANWAR USMAN


Terima kasih, mohon kembali ke tempat. Selanjutnya Saksi Pak
Nababan disilakan.

26.

SAKSI DARI PEMERINTAH: SHADRACH M. NABABAN


Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Yang Mulia
Majelis Hakim Konstitusi. Curriculum vitae saya sudah disampaikan
melalui (suara tidak terdengar jelas) sehingga saya tidak perlu
memperkenalkan diri. Ringkasnya kami tamat sekolah penerbangan
tahun 1971 dan selama 1971 sampai 2013 kami berkecimpung di dalam

14

penerbangan, dan sekarang mengajar untuk menjadi instruktur di


training centre.
Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi, perkenankan saya selaku
saksi fakta menerangkan secara sistematis menurut pola 4P (Philosophy,
Policy, Procedure, Practice) tentang penerbangan menurut apa yang
saya ketahui, yang saya alami, dan saya rasakan sebagai berikut.
Di tataran philosophy, lingkungan alam kegiatan penerbangan
atau environment berlangsung di ruang udara sehingga penerbangan
tersebut sekaligus harus bergerak di media tiga dimensi horizontal,
vertikal, dan lateral, atau menjadi empat dimensi bilang dihitung dengan
waktu atau time. Sehingga untuk mempertahankan keberadaannya,
kegiatan ini harus terus menerus mempertahankan kecepatan tertentu
yang relatif tinggi (high speed), tunduk pada hukum aerodinamika.
Oleh karena itu, penerbangan sejatinya selalu terancam bahaya
pemusnah akibat dari tiga energi yang melekat pada dirinya, yaitu energi
potensial karena ia berada pada ketinggian dan gravitasi, energi kinetis
akibat dari adanya kecepatan versus gesekan maupun benturan, dan
energi panas akibat adanya bahan bakar yang dia bawa versus
terjadinya kebakaran.
Dalam penerbangan dikenal adagium anything that can happen, it
will. Faktor manusia, pilot, awak pesawat, lainnya dan seluruh
penumpang, Selama penerbangan berlangsung, sedang berada di luar
kodrat kehidupannya dan hanya dapat bertahan hidup karena mereka
ditopang oleh teknologi. Semakin tinggi meninggalkan permukaan bumi,
bukan hanya suhu dan tekanan udara yang berubah di atmosfir, tetapi
juga jumlah oksigen semakin menipis sehingga di atas 10.000 kaki
manusia tidak lagi dapat bernafas dengan normal.
Kemudian wahana atau pesawat terbang. Harus senantiasa laik
terbang (air worthy) sejak ia meninggalkan daratan, selama berada di
udara, sampai dengan ia kembali mendarat di mana saja di permukaan
bumi ini karena benda apa pun yang berada di ruang udara yang
dipengaruhi oleh gravitasi bumi, ia akan dengan cara apa pun kembali ke
permukaan bumi (what goes up, must goes down).
Pilot yang mengeksekusi penerbangan itu dulu disebut the right
staff karena tidak semua orang mempunyai bakat, talenta, dan bisa
menjadi pilot yang mempunyai airmanship, yaitu knowledge, skill, dan
experience yang mumpuni dan senantiasa menjaga dirinya fit to fly
physically dan mentally. Sehingga senantiasa tidak pernah terlambat
melakukan corrective actions dan mengambil keputusan terbaik bagi
keselamatan penerbangannya, Pasal 55 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2009.
Jadi pilot adalah manusia yang sejak rekrutmen, pendidikan dan
pelatihan, menjalankan tugas terbang harus terus menerus merawat,
mempertahankan profisiensinya every six months, sampai dengan ia

15

mencapai masa purna tugasnya. Di sini ada adagium, the sky is the vast
place but there is no room for error.
Oleh karena itu, nyatalah bahwa penerbangan itu sangat spesifik
dan mempunyai karakteristik yang sangat unik, yang tidak layak bila
dipersamakan dengan model transportasi lain dan status tersebut
menuntut adanya pengaturan khusus yang harus diutamakan. Mohon
maaf, saya mengutip adagium hukum, lex specialis derogate legi
generalis.
Yang Mulia Majelis Hakim. Di tataran policy, aspek flight safety
merupakan hal yang mutlak (paramount importance) dalam segala segi
yang berkaitan dengan penerbangan dan mengikat kepada semua
perilaku penerbangan ini mulai dari regulator (civil efficient authority),
manufacture, perancang dan pembuat pesawat terbang, operator
penerbangan, lembaga pelayanan penerbangan, dan semua unit usaha
atau unit kerja penunjang penerbangan. Sampai kepada setiap personil
penerbangan yaitu pilot, mekanik, dan ATC, dan lainnya.
Dunia bersepakat melalui 19 anexis to Chicago convention untuk
mengaturnya secara ketat (highly regulated). Adanya harmonisasi
peraturan perundang-undangan nasional dengan internasional untuk
memastikan penerapan SARP (Standard and Recommended Practices).
Hal ini adalah menjadi tanggung jawab masing-masing negara yang di
IKO disebut sebagai contracting state. Lebih lanjut diterangkan oleh
Saksi/Ahli Prof. Martono tadi. Disebutkan highly regulated karena semua
aspek, faktor, komponen sampai kepada parameter di dalam
penerbangan diatur alias ada standarnya. Ada operating limitationnya
maksimal maupun minimal dan ada pula batas usianya atau lifetime
limitnya.
Yang ketujuh, diperlukan tingkat profesionalisme yang tinggi
karena hazard yang jumlahnya ribuan itu apabila tidak dikelola dengan
baik akan menimbulkan errors atau jumlahnya ratusan, dan bila errors
yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan insiden yang
jumlahnya puluhan, dan bila insiden tidak dilakukan mitigasi, akan
berakibat sebuah accident. Pencegahan atau preventive actions ini dapat
dicapai melalui pendidikan dan pelatihan khusus dan pelatihan khusus
dan periodic. Sertifikasi dan pengawasan yang ketat (safety over side)
dan harus menggunakan pesawat terbang setipe yang akan dia awaki.
Namun di dalam perkembangannya, kini dapat menggunakan prasarana
diklat modern seperti CBT (Computer Base Training), IPT (Integrated
Procedure Training), sarana yang sudah mendekati copy layout.
Kemudian FBS (Fix Base Simulator) yang bentuknya sudah persis dengan
ruang kemudi dan FFS (Full Flight Simulator) adalah FBS yang dilengkapi
dengan motion enam axis.
Diperlukan sistem yang ketat dan penerapan budaya keselamatan
just culture sehingga diperoleh kemajuan nyata di bidang efisien safety
sampai tahun 1970-an toleransi satu kecelakaan per 1.000 penerbangan.
16

Sampai tahun 1990, toleransi tersebut sudah menjadi satu kecelakaan


per 100.000 penerbangan dan sesudah itu hingga sekarang toleransinya
sudah mencapai 1 kecelakaan per 1.000.000 penerbangan.
Oleh karena itulah penerbangan kini menjadi moda transportasi
yang paling aman di dunia bila dihitung dengan perbandingan antara
jumlah korban (number of fatalities) dengan jumlah penumpang yang
diangkut (total passengers carry get out).
Yang Mulia. Di tataran prosedures, kelaikan kelaikudaraan
(airworthiness) pesawat terbang dilakukan sertifikasi dan validasi sejak
tahap rancang bangun, proses produksi, registrasi, pengoperasian, dan
perawatan (schedule maintenance), dan unschedule maintenance setiap
pesawat terbang. Personil penerbangan, khususnya pilot, harus
melakukan medical examination dan propisiasi cek sebanyak dua kali
dalam setahun. Cross check tersebut membutuhkan sarana diklat, yaitu
pesawat terbang yang dengan kemajuan terknologi sudah dapat
dilakukan dengan sintetik, flight simulation training device, atau flight
simulator.
Sebelas. Otoritas penerbangan tunduk dan melaksanakan law
enforcement setiap diktum pada peraturan perundang-undangan yang
telah dinyatakan berlaku.
Yang Mulia Majelis Hakim, di tataran practices. Menjalankan
kegiatan penerbangan dengan doktrin, dengan urutan safety, regularity,
passenger comfort, dan economy. Personal penerbangan melakukan
penerbangan dengan etika profesi, disiplin, dan taat (SOP). Operator
penerbangan pengelola Bandar udara, lembaga penyedia pelayanan
navigasi, lembaga pelayanan meterologi, dan lembaga pelayanan search
and rescue harus menjalankan kewajibannya, terutama untuk menjaga
peringkat keselamatan penerbangan. Otoritas penerbangan harus
melakukan pembinaan, regulasi, organisasi, sistem, operasional, dan
kompetensi SDM, khususnya safety oversight secara konsisten dan
berkesinambungan.
Dengan pemahaman 15 butir di atas, maka saya berbicara untuk
diri saya dan rekan pilot lainnya telah merasakan betul bahwa ketentuan
yang mensyaratkan kemampuan perusahaan penerbangan untuk
memberikan iklim kerja dan fasilitas, sarana, prasarana pendidikan
pelatihan untuk mencapai dan mempertahankan kompetensi, kualitas
keputusan yang yang diambil demi keselamatan penerbangan,
profesionalisme telah memberinya rasa nyaman dalam kehidupan
dalam kegiatan kehidupan yang dinamis dan penuh tantangan ini.
Adapun jumlah minimum kepemilikan yang dipersyaratkan
tersebut adalah untuk memastikan adanya kemerdekaan untuk
mengatur pelaksanaan kewajiban memenuhi mematuhi regulasi,
fleksibilitas dalam penjadwalan operasional, dan tanggung jawab untuk
memberikan pelayanan transportasi yang dijanjikan kepada masyarakat.
Untuk penerbangan komersial, jumlah tersebut, lima unit pesawat
17

terbang yang dimiliki, memenuhi keekonomisan (economically visible)


untuk membeli atau membeli satu flight simulator yang harganya
memang mahal itu. Pemilihan flight simulator tersebut berdampak positif
pada utilisasi pilot karena akan mengurangi atau menghilangkan travel
time untuk training di luar negeri, membuka lapangan tenaga kerja
domestik, dan menghemat devisa yang bila dibandingkan harus
mengirim mereka pergi ke luar negeri.
Hal ini sekaligus membuat kami, para pilot, merasa nyaman
karena kemampuan perusahaan yang ditunjukkan dengan memenuhi
ketentuan tersebut akan sedikit banyak menutup godaan bagi
perusahaan untuk mencari celah menurunkan margin keselamatan
penerbangan demi alasan finansial, apalagi profit. Terima kasih.
27.

KETUA: ANWAR USMAN


Ya. Terima kasih, Pak Nababan. Dari Kuasa Presiden, apa ada halhal yang ingin ditanyakan?

28.

PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI


Saya kira cukup, Yang Mulia.

29.

KETUA: ANWAR USMAN


Cukup, baik. Dari Pemohon?

30.

PEMOHON: SIGIT SUDARMAJI


Ada beberapa pertanyaan, Yang Mulia.

31.

KETUA: ANWAR USMAN


Ya, silakan. Pada Ahli atau Saksi? Dua-duanya?

32.

DPR: ABDUL HAKIM


Mohon maaf, Yang Mulia. Saya harus kembali ke dapil. Izin ()

33.

KETUA: ANWAR USMAN


Oh, ya, baik. Ya, silakan. Pak Abdul Hakim, silakan. Terima kasih,
Pak.
Ya, silakan, Pemohon.

18

34.

PEMOHON: SIGIT SUDARMAJI


Baik. Mungkin kepada Saksi terlebih dahulu, Yang Mulia.
Capt, mohon izin bertanya mungkin. Tadi dikaitkan masalah selalu
beberapa paparan terdahulu selalu dikaitkan bahwa problem utama
yang berkait dengan masalah kepemilikan ini adalah pelayanan
masyarakat, dalam hal ini khususnya delay, cancel, yang seperti juga
tadi disampaikan oleh dari perwakilan DPR.
Faktanya, saat ini yang sering kita dengar bahwa dan sering
terjadi bahwa delay-delay itu justru terjadi pada suatu maskapai yang
mempunyai jumlah pesawat sangat banyak, sudah lebih dari 10.
Mungkin Pak Captain bisa menjelaskan, kenapa bisa itu terjadi?
Karena tadi di diasumsikan bahwa kalau kita punya sedikit pesawat,
itu berarti ketersediaan pesawat dan segala macam itu akan susah. Tapi,
kenapa kok yang realitanya, yang yang kita hadapi saat ini justru
kasus seperti itu lebih sering terjadi kepada perusahaan penerbangan
yang sudah memiliki lebih dari 10 pesawat? Terima kasih.

35.

KETUA: ANWAR USMAN


Sekaligus ke ()

36.

PEMOHON: SIGIT SUDARMAJI


Ya, Yang Mulia?

37.

KETUA: ANWAR USMAN


Saksi?

38.

Sekaligus ke Ahli. Atau enggak masih ada di pertanyaan untuk

PEMOHON: SIGIT SUDARMAJI


Sementara untuk Saksi itu dulu, mungkin.

39.

KETUA: ANWAR USMAN


Ahli?

40.

PEMOHON: SIGIT SUDARMAJI


Untuk kepada Pak Prof. Martono, ada beberapa catatan yang
mungkin harus saya inginkan penjelasan lebih detail lagi. Tadi sempat
disebutkan bahwa mungkin mohon izin dibacakan. Bahwa kebijakan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 adalah untuk mendirikan
19

perusahaan penerbangan yang dilakukan secara bertahap dari


perusahaan penerbangan tidak berjadwal. Kemudian, meningkat menjadi
perusahaan penerbangan berjadwal dengan maksud untuk menampung
masyarakat yang modalnya terbatas dan seterusnya. Mohon penjelasan
soal itu karena yang Pemohon ketahui bahwa penerbangan tidak
berjadwal dan penerbangan berjadwal adalah benar-benar dua dua
jenis penerbangan yang diatur secara terpisah, mulai dari awal untuk
menjadi pengusaha penerbangan berjadwal, saya tidak harus menjadi
perusahaan niaga tidak berjadwal dan sebaliknya. Mungkin bisa
dijelaskan, Pak. Terima kasih, Pak.
41.

KETUA: ANWAR USMAN


Cukup, ya? Ya, dari meja Hakim? Ya, Yang Mulia Pak Palguna.
Silakan.

42.

HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA


Saya bertanya kepada Prof. Martono, ini selaku Ahli. Saya sudah
membaca buku Beliau ketika saya masih S1, ya. Hukum angkutan udara
dan hukum udara. Begini, Prof. Saudara Ahli yang ingin saya tanyakan,
memang tidak ada praktik, ya, di negara-negara lain tentang ketentuan
seperti yang diatur di dalam Pasal 118 Undang-Undang Penerbangan ini,
ya, sehingga kita tidak bisa juga membuat perbandingan apple to apple,
begitu juga dengan negara lain, tetapi yang mau saya tanya itu begini,
Prof. menurut keahlian Prof Martono, apakah pada waktu pembahasan
undang-undang ini, ada enggak perdebatan yang cukup intensif begitu?
Yang mengaitkan pengaturan dalam Pasal 118 ini dengan ketentuan
tentang safety regulation di dalam convention the laminex convention
of Chicago yang kita tahu itu adalah berkenaan dengan keselamatan
penerbangan sipil, ya. Apakah itu juga menjadi salah satu acuan,
sebagaimana yang tadi disampaikan oleh Capten kalau enggak salah
yang berkaitan dengan soal jam terbang maksimum misalnya, gitu.
Seberapa sih kemampuan manusia misalnya untuk satu hari itu terbang,
gitu, ini kan sangat berkaitan dengan itu, saya kira. Karena kalau kita
mengatakan konstitusional atau tidak landasan ketentuan yang seperti
ini kan bagaimana kita membuat penafsiran, kalau kita tidak ada
sedikit acuanlah, gitu. Paling tidak ada acuannya ke ketentuan
internasional yang di mana kita menjadi contracting party istilah dalam
konvensi itu. Saya kira cuma itu pertanyaan saya, Yang Mulia. Terima
kasih.

43.

KETUA: ANWAR USMAN


Sebelah kiri, ya, silakan Yang Mulia Pak Patrialis.
20

44.

HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR


Saya mau konfirmasi pada Pak Nababan. Sebelum di garuda,
Bapak dari Pilot di mana Pak? Pernah di swasta enggak, Pak?

45.

SAKSI DARI PEMERINTAH: SHADRACH M. NABABAN


Boleh langsung dijawab?

46.

HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR


Ya.

47.

SAKSI DARI PEMERINTAH: SHADRACH M. NABABAN


Terima kasih, saya tamat dari Curug Tahun 1971 dan langsung
bekerja di Garuda sampai saya berhenti di tahun 2013, tetapi di tahun
1999 di 1998 karena ada krisis ekonomi. Saya sempat mengambil cuti
di luar tanggungan selama 3 tahun, terima kasih.

48.

HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR


Pernah di pilot lain, Pak?

49.

SAKSI DARI PEMERINTAH: SHADRACH M. NABABAN


Waktu cuti di luar tanggungan, saya pernah di Korea dan
kemudian di Awer.

50.

HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR


Oke, konfirmasi lagi, ada misalnya di Korea atau di tempat lain,
itu armadanya semuanya banyak atau ada yang kurang dari lima?

51.

SAKSI DARI PEMERINTAH: SHADRACH M. NABABAN


Mengenai perusahaan penerbangan yang lain, saya tidak
mengetahui. Tetapi Korean Air itu memiliki banyak sekali pesawat
terbang ()

52.

HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR


Oke.

21

53.

SAKSI DARI PEMERINTAH: SHADRACH M. NABABAN


Dan tidak tahu berapa yang harus dimiliki mereka memiliki
statis.

54.

HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR


Oke. Saya mau tanya ini, Pak, satu pesawat itu, ya, itu secara
wajar bisa diterbangkan dan harus masuk kepada perawatan itu kira-kira
berapa lama? Penerbangannya.

55.

SAKSI DARI PEMERINTAH: SHADRACH M. NABABAN


Mohon maaf, sesuai dengan jadi perawatan pesawat terbangan
itu ada dua macam, yang pertama disebut schedule maintenance jadi
sudah berjadwal dan unschedule maintenance, mungkin yang Bapak
pertanyakan adalah schedule maintenance ()

56.

HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR


Ya, schedule maintenance.

57.

SAKSI DARI PEMERINTAH: SHADRACH M. NABABAN


Itu untuk A check itu 100 jam dan itu membutuhkan pekerjaan
sekitar 5 jam. Untuk B check itu 500 jam setelah dia mengakumulasikan
terbang 500 jam dan pekerjaannya mungkin diperkirakan sekitar 12 jam.
Lalu untuk C check itu sekitar 3000 jam atau sekitar diperlukan hari
kerja 12 hari. Dan D check itu 24000 jam dan untuk itu dibutuhkan
sekitar 2 bulan. Jadi memang kalau kita lihat dengan schedule
maintenance saja, apabila kita hanya punya satu pesawat atau dua
pesawat itu sudah menjadi repot, tetapi kalau kita sudah punya minimal
lima, maka itu sudah bisa diatur sedemikian rupa sehingga tidak akan
mengganggu kegiatan operasional dan juga pelayanan. Terima kasih.

58.

HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR


Baik. Ya, makanya saya tadi mengikuti pertanyaan dari Pemohon
ini korelasinya. Kalau punya pesawat banyak saja bisa delay, apalagi
kalau hanya satu pesawat, kan begitu. Artinya pesawat ini mesti harus dservice, harus ada mantanance-nya, kan begitu Pak, ya. Itu saja saya
mau konfirmasi. Terima kasih, Yang Mulia.

22

59.

KETUA: ANWAR USMAN


Tadi yang dimaksud itu Pak Nababan, ya, bukan Prof. Martono.
Untuk saksi sekalian, kalau ditanggapi tadi pertanyaan dari Pemohon.

60.

SAKSI DARI PEMERINTAH: SHADRACH M. NABABAN


Baik, terima kasih. Saya dulu?

61.

KETUA: ANWAR USMAN


Ya, Pak Nababan, Saksi.

62.

SAKSI DARI PEMERINTAH: SHADRACH M. NABABAN


Pemohon bertanya mengenai jumlah pesawat dengan kaitannya
dengan keterlambatan. Memang keterlambatan yang terjadi itu tidak
serta-merta ditentukan oleh jumlah pesawat, tetapi kalau kita tahu
bahwa utilisasi pesawat terbang itu, itu tidak ada satu rute hanya dipakai
satu pesawat. Idealnya sebetulnya setiap satu pesawat itu bisa antara 10
jam sampai 12 jam sehari baru dia mempunyai nilai ekonomis. Nah,
kalau ada keterlambatan dari satu sektor akan mengakibatkan tentu
keterlambatan lagi di sektor yang berikutnya. Dan keterlambatan di
perusahaan penerbangan itu bukan hanya (suara tidak terdengar jelas)
on control tapi ada juga yang di luar kendalinya. Jadi misalnya cuaca,
faktor traffic, izin untuk berangkat, dan sebagainya, itu juga merupakan
sesuatu yang membuat keterlambatan. Tetapi yang di dalam kontrolnya
mereka itu bisa bermacam-macam dan banya sekali dan utamanya
mengenai kondisi pesawat terbang. Nah, kalau kondisi pesawat terbang
ini bisa dijamin, tentu keterlambatan itu menjadi lebih kecil. Jadi dengan
perkiraan lima itu kalau misalnya satu saja pesawatnya grondit, maka
masih ada 80% bisa beroperasi. Tetapi kalau dua, itu menurun lagi.
Nah, memang penyediaan suku cadang itu juga kadang-kadang
menjadi masalah dan mungkin Pemohon juga mungkin paham bahwa
bisa pesawat yang sedang tidak dioperasikan bisa juga dipinjam dulu
sebentar spare part-nya ke ... untuk melayani penerbangan tersebut
sehingga tidak menjadi prolonged delay.
Nah, ini jawaban saya terhadap ... bahwa banyaknya ... semakin
banyak jumlah pesawat itu juga tidak menghilangkan faktor-faktor yang
membuat delay tadi. Jadi kalau misalnya delay-nya itu di luar dari kendali
perusahaan penerbangan, itu ya memang mau pesawatnya 1000 ya
tetap saja enggak bisa. Nah, jadi semacam itu. Jadi oleh karena itu, di
dalam penyampaian saya tadi, saya lebih kepada bagaimana awak
pesawat yang mengawaki ... yang digunakan oleh perusahaan
penerbangan tersebut harus dipelihara atau harus diberikan kesempatan
23

untuk tetap profesional dan kompetensinya terjamin. Nah, ini yang


menurut saya tadi dengan adanya minimum minimal pesawat terbang
tadi, itu kewajiban mereka untuk melakukan pelatihan. Mohon maaf, ini
pilot itu umurnya cuma 6 bulan, jadi mereka harus selalu kroscek setiap
6 bulan.
Nah, ini hanya bisa dilakukan mereka harus dikirim ke luar negeri
kalau alat itu belum ada di Indonesia. Kalau menggunakan pesawat,
pasti lebih mahal dan tidak semua silabus bisa dikerjakan di pesawat
terbang. Misalnya masjid terbakar, enggak mungkin disimulasi di
pesawat terbang. Oleh karena itu, memang sintetic flight training device
ini memang sangat penting karena bisa disimulasikan semua kejadiankejadian yang diperlukan. Oleh karena itu, kalau mereka dikirimi ke luar
negeri, mereka harus traveling time lagi kan? Apalagi kalau dikirimnya ke
Irlandia sana, itu sudah habis berapa hari itu hitungannya untuk jalan.
Nah, belum lagi kalau soal lapangan kerja dan kemudian devisa yang
harus pergi. Nah, kapan mereka bisa mampu untuk membeli yang mahal
ini? Alat ini mahal, kapan bisa dibeli? Setelah mereka mempunyai lima
pesawat terbang, itu jumlah krunya itu yang dia harus kirim-kirim ini lalu
dibandingkan dengan investasi membeli alat simulater tadi itu sudah
menjadi ekonomis. Lebih bagus dia beli karena kalau dia kirim-kirim
bahkan lebih mahal.
Di situlah pertemuannya, Pak. Terima kasih.
63.

KETUA: ANWAR USMAN


Baik, terima kasih. Langsung ke Prof. Martono. Silakan. Miknya
dihidupkan dulu. Pencet miknya.

64.

AHLI DARI PEMERINTAH: H.K. MARTONO


Maaf, Yang Mulia, menjawab pertanyaan Pemohon. Itu kebijakan
yang dilakukan oleh Pemerintah tadi adalah pertama kali adalah tidak
berjadwal. Kalau sudah mampu dan sudah baru berubah menjadi
berjadwal. Itu kita tampung waktu diskusi. Saya sudah pensiun jadi
diskusi di dalam pembicaraan tadi begitu. Lebih lanjut bagaimana
kebijakan yang fakta yang sekarang itu nanti bisa tambah dengan dari
perhubungan udara begitu.
Jadi, itu ada kita tampung, kita serap dari diskusi pada saat
pembahasan tadi. Kebetulan adalah saya nara sumber di dalam
pembahasan itu. Jadi, kira-kira tahapannya pertama adalah tidak
berjadwal dulu karena itu persyaratan lebih gampang hanya tiga
pesawat udara mempunyai satu dimiliki, dua dikuasai. Kalau ini sudah
oke, berjalan baru nanti baru diizinkan lagi untuk berjadwal dan
sebagainya. Kira-kira begitu pola pikirnya. Itu kita tampung di dalam
pembahasan waktu membahas undang-undang tadi.
24

Pertanyaan dari Yang Mulia Hakim Konstitusi Mahkamah


Konstitusi tadi mengenai acuan. Konvensi Chicago itu ada 96 pasal itu
sebagai konstitusi penerbangan sipil internasional, tapi tidak ada satu
pasal pun yang mengatur masalah persyaratan jumlah pesawat udara
karena itu subject to on tergantung pada Pasal 1 tadi yaitu tergantung
hukum internasional masing-masing. Nah, hukum nasional masingmasing tadi sudah dikemukakan kalau di kan ada di dalam bentuk
dana, kemudian di India itu jumlah pesawat, Indonesia itu di samping
dana saja. Nah, acuannya adalah semata-mata kecelakaan daripada
Adam Air. Kita tahu bahwa Undang-Undang Penerbangan itu disiapkan
sesudah kondisi yang sangat mengerikan tadi. Kita mengacu kepada
kasus Adam Air. Begitu jatuh enggak ampun itu terus ditarik saja,
kelepek gitu. Nah, kalau kita itu semua perusahaan penerbangan di
Indonesia tidak memiliki apa yang terjadi. Kemarin itu sebagai ilustrasi
waktu Indonesia itu agak tegang waktu penyadapan Amerika Serikat itu.
Saya itu hati saya kok deg-degan. Kalau ini ditarik kelepek itu 40%, anu
itu nasional itu chaos itu.
Nah, inilah terus juga itu acuannya itu justru itu yang sangat
mengerikan itu adalah kasus Adam Air itu. Kita lihat dari modalnya, dari
pesawatnya, dari profesionalismenya. Kalau yang lainnya itu single
majority itu adalah acuannya lain, bukan itu. Jadi, sekali lagi undangundang itu lahir karena kondisi pada saat itu tahun 2007 itu begitu
sangat mengerikan. Itu adalah masalah itu tadi saya kemukakan bahwa
kondisi pada saat itu ada polemik. Kalau naik kereta api tabrakan, kalau
naik kapal laut tenggelam, kalau pesawat jatuh. Banyak kecelakaan dan
sebagainya sudah ada korban itu betul-betul itu yang merupakan diskusi
yang sangat hangat pada saat membahas itu. Jadi, filosofinya ke sana
itu. Kita berpikir, kita itu berpikir bukan individu jangka pendek hanya
mencari untung. Dalam dunia penerbangan itu berpikir jangka panjang,
safety.
Kita tahu itu KLM itu didirikan tahun 1919 sekarang masih eksis
karena apa pikiran jangka panjang, tapi kalau pikiran-pikiran individu
enggak peduli nanti pokoknya saya dapat untung segera kira-kira begitu.
Itu enggak dipikir gitu. Oleh karena itu, kita berpikir harus jangka
panjang, kebangsaan jangka panjang. In case terjadi apa-apa barangkali
sebagai ilustrasi juga waktu Amerika Serikat itu dengan Irak apa yang
terjadi. Ameriksa Serikat menghimbau semua kapal-kapal yang di luar
tadi siap-siap untuk ditarik menghadap Irak. Hal-hal semacam itu yang
oleh karena itu kita berpikir jangka panjang. Itu diskusi memang ramai
memang ramai, tapi acuannya adalah kasus Adam Air. Begitu banyak
kecelakaan terjadi kita enggak boleh terbang ke Eropa, karena apa?
Karena keselamatan itu enggak terjamin dan sebagainya. Kira-kira
begitu. Itu semua acuannya kita diskusi cukup ramai pada saat itu
menjelang itu. Saya kira demikian. Terima kasih.

25

65.

KETUA: ANWAR USMAN


Ya. Terima kasih, Prof. Dari Pemerintah apa masih ada ahli atau
saksi yang diajukan?

66.

PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI


Cukup, Yang Mulia.

67.

KETUA: ANWAR USMAN


Cukup, baik. Dari Pemohon juga cukup ya?

68.

PEMOHON: SIGIT SUDARMAJI


Mohon izin satu pertanyaan lagi. Satu atau dua.

69.

KETUA: ANWAR USMAN


Kepada siapa?

70.

PEMOHON: SIGIT SUDARMAJI


Kepada Prof. Martono sebagai Ahli mungkin.

71.

KETUA: ANWAR USMAN


Saya rasa sudah cukup sudah jelas ya. Ya, sudah jelas semuanya
itu ya.

72.

PEMOHON: SIGIT SUDARMAJI


Terima kasih, Yang Mulia.

73.

KETUA: ANWAR USMAN


Kalau memang tidak ada lagi ahli maupun saksi, maka kepada
Pemohon dan Presiden melalui kuasanya bisa menyerahkan kesimpulan
pada hari Selasa tanggal 12 Mei 2015 paling lambat jam 17.00 WIB.
Nanti bisa langsung diserahkan kepada Kepaniteraan. Kalau memang
tidak ada lagi hal-hal yang ingin disampaikan maka kepada para ahli dan
saksi Pemohon, juga dari Pemerintah, Mahkamah mengucapkan terima
kasih sehingga persidangan ini bisa sampai kepada tahap terakhir
sidang terakhir dan tinggal penyerahan kesimpulan.

26

Dengan demikian sidang selesai dan sidang ditutup.


KETUK PALU 3X
SIDANG DITUTUP PUKUL 15.00 WIB
Jakarta, 4 Mei 2015
Kepala Sub Bagian Risalah,
t.t.d.
Rudy Heryanto
NIP. 19730601 200604 1 004

Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah
Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.

27

Anda mungkin juga menyukai