20 Kesungguhan Imam Abu Hanifah Menjaga Amanah
20 Kesungguhan Imam Abu Hanifah Menjaga Amanah
rumahnya, aku belum pernah melihatnya tidur di atas kasur (di waktu malam). Aku juga
tidak pernah melihatnya mandi junub walau hanya sekali, baik di waktu siang maupun
malam.
Jika hari Jum'at, ia berangkat untuk shalat Subuh, lalu kembali ke rumahnya dan
mengerjakan shalat Dhuha secara ringan. Hal itu karena ia berangkat pagi-pagi benar ke
masjid jami' untuk shalat Jum'at. Ia akan mandi Jum'at, lalu memakai minyak wangi dan
berangkat shalat Jum'at.
Selain itu, aku tidak pernah melihatnya makan di waktu siang. Biasanya ia makan di
waktu sore, tidur sedikit sekali di waktu malam, kemudian berangkat ke masjid untuk
shalat Subuh."
Pengalaman yang dilihat oleh budak perempuan itu selama empat bulan di rumah imam
Abu Hanifah memang merupakan sebuah kenyataan yang sebenarnya. Budak itu tidak
melebih-lebihkan ceritanya. Abu Hanifah biasa menghabiskan waktu malamnya dalam
shalat malam, membaca Al-Qur'an dan sampai Shubuh wudhunya tidak batal. Di waktu
malam, ia hanya sedikit tidur.
Asad bin Amru berkata, "Sesungguhnya Abu Hanifah melaksanakan shalat Isya' dan
Subuh dengan satu wudhu selama empat puluh tahun."
Salah seorang muridnya, Abdul Hamid Al-Himani, pernah tinggal di rumah imam Abu
Hanifah selama enam bulan penuh. Ia menceritakan pengalamannya tentang Abu
Hanifah, "Saya tidak pernah melihatnya shalat Shubuh melainkan dengan wudhu shalat
Isya', dan ia mengkhatamkan Al-Qur'an setiap malam pada waktu sahur." (Siyaru
A'lam an-Nubala', 6/400)
Bukti-bukti nyata tentang sifat amanah imam Abu Hanifah sangatlah banyak dan
terkenal karena diabadikan oleh para sejarawan Islam dalam karya-karya mereka.
Salah satu kisah di atas mengajarkan kepada kita bagaimana seorang ulama menjaga
amanah dengan memberi tampungan rumah, makanan dan minuman kepada seorang
budak perempuan milik kawannya selama empat bulan penuh. Gratis tanpa memungut
biaya sedikit pun.
Dalam waktu selama itu, sang ulama tidak pernah meminta sang budak perempuan itu
untuk mengerjakan pekerjaan dalam rumahnya, baik pekerjaan ringan maupun berat.
Padahal ia hanyalah seorang budak yang biasa disuruh-suruh secara gratis tanpa upah.
Bahkan sang ulama tidak pernah sekalipun memandang wajah budak perempuan itu.
Semua urusan yang berkaitan dengan kebutuhan budak itu diserahkannya kepada istri
atau budaknya sendiri.
Subhanallah, sebuah contoh yang sangat hebat tentang menjaga amanah, sekaligus
menjaga diri dari fitnah godaan wanita. Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anhuma
bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam mengingatkan,
"Setelah aku meninggal, aku tidak pernah meninggalkan sebuah fitnah (godaan) yang
lebih berbahaya bagi kaum lelaki selain fitnah (godaan) kaum wanita." (HR. Bukhari
no. 5096 dan Muslim no. 2741)
Wallahu a'lam bish-shawab
Referensi:
Abu Abdillah Husain bin Ali Ash-Shaimari Al-Hanafi, Akhbaru Abi Hanifah wa Ashabihi,
1/50-51, Beirut: Dar 'Alamil Kutub, cet. 2, 1405 H.
Muhammad bin Utsman Adz-Dzahabi, Siyaru A'lam an-Nubala', 6/390-403, Beirut:
Muassasah Ar-Risalah, cet. 3, 1405 H
(muhib almajdi/arrahmah.com)