Anda di halaman 1dari 4

Mutiara hikmah dari panggung sejarah Islam #21:

Keikhlasan jendral pasukan Islam terbesar di


Afrika Barat
Muhib Al-Majdi
Kamis, 9 Agustus 2012 18:24:02

(Arrahmah.com) Kaum muslimin di Afrika Barat dan Afrika Utara gempar oleh
gugurnya sang gubernur dan jendral pasukan Islam, Zuhair bin Qais Al-Balawi dalam
pertempuran di Barqah, dekat Benghazi, Libia. Dengan puluhan pasukan berkudanya,
Zuhair nekad menyerang angkatan laut imperium Romawi Timur yang tengah
mengangkut para tawanan muslim ke atas kapal.
Gugurnya sang jendral beserta puluhan prajuritnya menyadarkan kaum muslimin bahwa
penaklukan Islam di benua Afrika Utara belumlah tuntas. Selain kerajaan musyrik Barbar
yang tangguh, kekuatan imperium Romawi Timur dan sekutu-sekutunya masih cukup
kuat untuk memerangi pasukan Islam.
Sebuah rombongaan yang terdiri dari para tokoh kaum muslimin di Afrika Utara segera
berangkat ke Damaskus. Mereka memohon kepada khalifah Abdul Malik bin Marwan
untuk segera menyelamatkan sisa-sisa kaum muslimin dan pasukan Islam dari serangan
pasukan Barbar dan imperium Romawi Timur.
Melalui kajian yang mendalam terhadap berbagai aspek, khalifah lantas mengambil
sebuah keputusan penting. Katanya, "Aku tidak mengetahui ada orang yang lebih
mampu mengurus Afrika selain Hassan bin Nu'man Al-Ghasssani."
Siapakah gerangan Hasan bin Nu'man Al-Ghassani yang disebut-sebut oleh khalifah
Abdul Malik bin Marwan sebagai orang yang paling mampu mengendalikan Afrika Utara
ini?
Nama lengkapnya adalah Hassan bin Nu'man bin Mundzir Al-Azdi Al-Ghassani, berasal
dari bangsa Arab Azd, suku Ghassan. Ia termasuk generasi tabi'in senior yang sempat
meriwayatkan hadits dari khalifah Umar bin Khathab. Hassan dikenal sebagai seorang
jagoan perang, ahli strategi perang, pemberani dan komandan yang brilian. Sebagian
besar usianya dihabiskan sebagai gubernur dan jendral Islam di wilayah Afrika Utara
yang begitu luas.
Khalifah Mu'awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu 'anhu mengutusnya sebagai komandan
perang dan gubernur Islam untuk wilayah Afrika Utara pada tahun 57 H. Orang-orang

musyrik Barbar mengadakan perjanjian damai dengannya dan mereka membayar kharaj
(pajak hasil bumi) kepadanya. Ia menjadi gubernur Afrika Utara lebih dari 20 tahun.
Untuk menjalankan tugas penting mengembalikan wilayah-wilayah Afrika Utara ke dalam
pangkuan Islam, pada tahun 73 H panglima Hassan bin Nu'man berangkat dari
Damaskus dengan memimpin pasukan Islam terbesar dalam sejarah jihad di benua
Afrika, sebuah pasukan yang berkekuatan 40.000 mujahid.
Hassan bin Nu'man mempersiapkan seluruh persiapan militer di kota Fustat, Mesir.
Seluruh persenjataan, makanan, minuman, kendaraan, tenda dan persiapan perang
lainnya dilengkapi secara cermat. Ia memasang pasukan perintis, pasukan patroli, dan
pasukan pengawalan untuk mengamankan perjalanan yang sangat berat. Setiap saat
pasukan Barbar dan pasukan Romawi Timur bisa saja melakukan serangan mendadak.
Pasukan besar itu menempuh perjalanan jauh, dari Fustat di Mesir ke kota Qairawan,
Tunisia dengan seluruh persiapan militer dan resiko militer yang harus dihadapinya. Tak
kurang dari 1530 mil jarak yang ditempuh oleh pasukan besar itu selama kurang lebih 4
bulan.
Saat tiba di kota Qairawan dengan selamat, panglima Hassan segera melengkapi
persiapan perang pasukannya. Ia juga mengirim pasukan mata-mata untuk
mengumpulkan data selengkap-lengkapnya tentang kekuatan musuh, jumlah personil
dan persenjataannya, posisi musuh dan waktu pertempuran yang akan direncanakan.
Hampir enam bulan di sisa tahun 74 H itu, panglima Hassan mengisinya dengan
persiapan militer sebaik-baiknya.
Pada tahun 75 H, pasukan Hassan bergerak untuk merebut kembali wilayah-wilayah
Afrika Utara yang telah diduduki oleh pasukan Romawi Timur. Sisa-sisa pasukan Zuhair
bin Qais Al-Balawi bergabung dengannya. Bergerak dari kota Qairan, Tunisia menuju ke
arah timur, pasukan perintis Islam berhasil mencapai Tarablus (Tripoli) dan Barqah, Libia.
Mereka tidak mendapatkan perlawanan yang berarti dan penduduk setempat meminta
perdamaian dengan membayar jizyah.
Panglima Hassan bertekad menaklukkan pusat kekuatan kerajaan musyrik Barbar dan
Romawi Timur, yaitu kerajaan Kartagena. Pasukan Islam mengepung dengan ketat
aliansi pasukan musyrik Barbar dan Kristen Romawi Timur yang mempertahankan pusat
kerajaan Kartagena. Melihat kebulatan tekad pasukan Islam, pasukan musuh
meninggalkan pusat kerajaannya. Sebagian mereka melarikan diri ke pulau Sicilia dan
sebagian lainnya melarikan diri ke Andalus. Kartegna ditaklukkan oleh pasukan Hassan,
sebagian benteng dan tembok pertahanannya dirobohkan agar tidak dipergunakan oleh
pasukan musuh. Pasukan Islam kemudian kembali ke kota Qairawan.
Penduduk musyrik badui dan Barbad di pedalaman memanfaatkan kepulangan pasukan
Islam ke Qairawan untuk menduduki Kartagena. Pasukan Hassan terpaksa kembali
mengepung Kartagena. Melalui pertempuran sengit, pasukan Hassan kembali menguasai
Kartagena, menewaskan banyak pasukan musyrik dan menawan banyak lainnya.
Kekuatan pasukan Islam segera menjadi buah bibir yang menggetarkan nyali pasukan
musyrik di Afrika Utara dan Afrika Barat.
Meski Kartagena telah ditaklukkan, pasukan musyrik Barbar dan Kristen Romawi Timur
masih menguasai banyak kota dan benteng di sekitar Kartagena. Mereka bahkan

memobilisasikan kembali kekuatan militernya di kota Satfurah dan Benzart. Pasukan


Hassan menyerang kedua kota itu. Pasukan musuh bertempur mati-matian untuk
mempertahankan kedua kota, namun pasukan Islam bertempur dengan lebih keras lagi
sehingga kedua kota itu bisa ditaklukkan, Banyak prajurit musuh tewas dan tertawan
dalam pertempuran dahsyat itu.
Pasca kekalahan itu, pasukan Romawi Timur bertahan di kota Bajah, sementara pasukan
musyrik Barbar bertahan di kota Bunah. Pasukan Islam sendiri kembali ke kota Qairawan
untuk merawat prajurit yang terluka dan memulihkan kekuatan. Kemenangan pertama
pasukan Islam di Kartagena ini telah memaksa pasukan Romawi mengalami kemunduran
telak di benua Afrika. Adapun kemenangan kedua pasukan Islam di Kartagena, Satfurah
dan Benzart telah mencerai-beraikan pasukan musyrik Barbar dan Kristen Romawi Timur
ke berbagai daerah kecil dan pedalaman.
Pertempuran besar terakhir yang diterjuni oleh pasukan Hassan adalah peperangan
melawan pasukan musyrik Barbar yang dipimpin oleh ratunya, seorang dukun dan
peramal, di pegunungan Auras, Aljazair. Pasukan Romawi sangat takut terhadap sang
ratu dan peramal itu, sementara seluruh bangsa Barbar patuh kepadanya. Peperangan
berlangsung dengan dahsyat di pinggir sungai Ninei, di mana pasukan Hassan
mengalami kekalahan telak dan terus dikejar oleh pasukan ratu Barbar. Pasukan Islam
terusir dari batas negeri Barbar di Aljazair dan harus bertahan di Qairawan.
Kekalahan panglima Hassan di Aljazair membuatnya menyerahkan kekuasaan Qairawan
kepada wakilnya, Abu Shalih. Hassan sendiri memimpin sebagian kaum muslimin
membangun kekuatan di Barqah dan Sirte, Libia. Sementara itu khalifah Abdul Malik
mengirimkan pasukan tambahan kepada Hassan. Lima tahun penuh panglima Hassan
menyiapkan pasukan dan persiapan militernya untuk menyerang kembali ratu Barbar.
Lima tahun tanpa serangan itu nampaknya membuat gusar ratu Barbar. Ia
memerintahkan penduduk Barbar untuk menebang pepohonan dan menghancurkan
lahan pertanian agar tidak direbut oleh pasukan Islam. Tindakan semena-mena ratu
Barbar itu memaksa ribuan penduduk Kristen Romawi dan musyrik Barbar meninggalkan
Afrika, mencari selamat di pulau Sicilia, Andalusia dan wilayah kepulauan lain di Laut
Mediterania. Pasukan ratu Barbar itu juga melakukan perampokan dan penghancuran
benteng-benteng.
Pada saat yang sama, kaisar Romawi Timur mengirim pasukan besar untuk merebut
kembali Kartagena dna kota-kota sekitarnya. Pasukan besar Romawi itu menaklukkan
Kartagena pada tahun 78 H, menawan banyak kaum muslimin dan mengusir banyak
lainnya. Panglima Hassan hanya bisa menahan kesabarannya, sembari terus
mempersiapkan pasukannya lebih matang. Romawi dan Barbar sendiri tengah berbagi
kekuasaan di Kartagena dan sekitarnya.
Pada akhir tahun 81 H, akhirnya persiapan militer itu selesai. Pertempuran dengan
pasukan Barbar berlangsung dengan dahsyat. Kali ini panglima Hassan meraih
kemenangan telak dan ratu Barbar tewas di tangannya. Kedua anak ratu itu meminta
jaminan keamanan, namun panglima Hassan hanya memberi jaminan keamanan jika
pasukan Barbar menyerahkan 12.000 prajuritnya untuk berjihad bersama kaum
muslimin. Syarat itu disepakati kedua anak ratu Barbar. Maka kedua anak ratu Barbad

dan 12.000 prajuritnya pun masuk Islam. Merekalah yang menyertai pasukan Islam
berjihad mengusir tentara Romawi dari bumi Afrika barat.
***
Ketika Walid bin Abdul Malik menjadi khalifah, di antara kebijakannya adalah memecat
panglima Hassan. Maka Hassan berangkat ke Damaskus untuk menemui khalifah dengan
membawa harta benda, hadiah-hadiah dan perhiasan yang sangat banyak. Kepada
khalifah, Hassan mengatakan:

"Wahai amirul mukminin, saya keluar semata-mata sebagai mujahid yang berperang
karena Allah, dan orang seperti saya tidak akan berkhianat."
Semua harta benda, hadiah dan perhiasan yang sangat banyak dan tak ternilai harganya
itu diserahkannya kepada khalifah agar dimasukkan ke baitul mal. Khalifah segera
memanggil bendahara negara untuk menginventarisasi harta yang diserahkan oleh
Hassan.
Selain itu khalifah juga memerintahkan Hassan untuk kembali ke Afrika Barat dan
melanjutkan tugasnya sebagai gubernur. Namun Hassan sudah merasa cukup dengan
puluhan tahun yang dilaluinya sebagai gubernur dan panglima perang di Afrika Barat.
Dengan tegas, Hassan bersumpah dan menolak pengangkatan dirinya kembali sebagai
gubernur Afrika Barat. (Siyaru A'lam an-Nubala', 4/294)
Sungguh sebuah keikhlasan dan sikap amanah yang luar biasa. Usianya dihabiskan di
medan jihad demi mendakwahkan Islam di bumi Afrika Utara. Lebih dari 20 tahun ia
menjabat sebagai gubernur, namun ia tidak memiliki tabungan harta kekayaan sedikit
pun. Semua hartanya diserahkan kepada baitul mal. Dan ia menghabiskan sisa usianya
sebagai komandan angkatan laut Daulah Umawiyah melawan pasukan Romawi di Laut
Mediterania.
Imam Adz-Dzahabi menulis, "Ia dipanggil dengan julukan asy-syaikh al-amin, orang tua
yang bisa dipercaya, karena sifat amanah dan keluhuran akhlaknya."
Referensi:
Abdurrahman bin Abdul Hakam Al-Mishri, Futuh Mishra wa Afriqiya, 1/227-229, Kairo:
Maktabah Ats-Tsaqafah Ad-Diniyah, cet. 1, 1415 H.
Muhammad bin Utsman Adz-Dzahabi, Tarikhul Islam, 4/162 dan 5/392-393, Beirut;
Darul Kitab Al-Arabi, cet. 2, 1413 H.
(muhib almajdi/arrahmah.com)

Anda mungkin juga menyukai