Ciri-ciri
Komodo tak memiliki indera pendengaran, Komodo menggunakan lidahnya untuk mendeteksi
rasa dan mencium stimuli, seperti reptil lainnya, dengan indera vomeronasal komodo dapat
mendeteksi keberadaan daging bangkai sejauh 49.5 kilometer. Sisik-sisik komodo memiliki
sensor yang terhubung dengan saraf yang memfasilitasi rangsang sentuhan.
Cara berkembang biak
Musim kawin terjadi antara bulan Mei dan Agustus, dan telur komodo diletakkan pada bulan
September. Selama periode ini, komodo jantan bertempur untuk mempertahankan betina
dan teritorinya dengan cara "bergulat" dengan jantan lainnya sambil berdiri di atas kaki
belakangnya. Pemenang pertarungan akan menjentikkan lidah panjangnya pada tubuh si
betina untuk melihat penerimaan sang betina. Betina akan meletakkan telurnya di lubang
tanah, mengorek tebing bukit atau gundukan sarang burung gosong berkaki-jingga yang
telah ditinggalkan. Di samping proses reproduksi yang normal, terdapat beberapa contoh
kasus komodo betina menghasilkan anak tanpa kehadiran pejantan (parthenogenesis)
Makanan
Komodo adalah hewan karnivora. Walaupun mereka kebanyakan makan daging bangkai, [4]
penelitian menunjukkan bahwa mereka juga berburu mangsa hidup dengan cara mengendapendap diikuti dengan serangan tiba-tiba terhadap korbannya. Ketika mangsa itu tiba di
dekat tempat sembunyi komodo, hewan ini segera menyerangnya pada sisi bawah tubuh atau
tenggorokan.[11] Komodo dapat menemukan mangsanya dengan menggunakan penciumannya
yang tajam, yang dapat menemukan binatang mati atau sekarat pada jarak hingga 9,5
kilometer.
KANTONG SEMAR
Genus Nepenthes (Kantong semar, bahasa Inggris: Tropical pitcher plant), yang termasuk
dalam familia monotipik, terdiri dari 130 spesies dan belum termasuk hibrida alami maupun
buatan. Genus ini merupakan tumbuhan karnivora di kawasan tropis Dunia Lama, kini meliputi
negara Indonesia , Republik Rakyat Tiongkok bagian selatan, Indochina, Malaysia, Filipina,
Madagaskar bagian barat, Seychelles, Kaledonia Baru, India, Sri Lanka, dan Australia.
Habitat dengan spesies terbanyak ialah di pulau Borneo dan Sumatra.
Tumbuhan ini dapat mencapai tinggi 15-20 m dengan cara memanjat tanaman lainnya,
walaupun ada beberapa spesies yang tidak memanjat. Pada ujung daun terdapat sulur yang
dapat termodifikasi membentuk kantong, yaitu alat perangkap yang digunakan untuk
memakan mangsanya (misalnya serangga, pacet, anak kodok) yang masuk ke dalam.
Pada umumnya, Nepenthes memiliki tiga macam bentuk kantong, yaitu kantong atas,
kantong bawah, dan kantong roset. Kantong atas adalah kantong dari tanaman dewasa,
biasanya berbentuk corong atau silinder, tidak memiliki sayap, tidak mempunyai warna yang
menarik, bagian sulur menghadap ke belakang dan dapat melilit ranting tanaman lain,
kantong atas lebih sering menangkap hewan yang terbang seperti nyamuk atau lalat,
kantong jenis ini jarang bahkan tidak ditemui pada beberapa spesies, contohnya N.
ampullaria. Kantong bawah adalah kantong yang dihasilkan pada bagian tanaman muda yang
biasanya tergelatak di atas tanah, memiliki dua sayap yang berfungsi sebagai alat bantu
bagi serangga tanah seperti semut untuk memanjat mulut kantong dan akhirnya tercebur
dalam cairan berenzim di dalamnya, adapun kantong roset, memiliki bentuk yang sama
seperti kantong bawah, namun kantong roset tumbuh pada bagian daun berbentuk roset,
contoh spesies yang memiliki kantong jenis ini adalah N. ampullaria dan N. gracilis. Beberapa
tanaman terkadang mengeluarkan kantong tengah yang berbentuk seperti campuran kantong
bawah dan kantong atas.
Tanaman ini memiliki penyebaran yang sangat luas dari pinggir pantai sampai dataran tinggi,
karena inilah nepenthes dibagi dalam dua jenis yaitu jenis dataran tinggi dan jenis dataran
rendah, walau kebanyakan spesies tumbuh di dataran tinggi. Spesies yang tercatat tumbuh
di ketinggian paling tinggi adalah N. lamii yaitu di ketinggian 3,520 m.
Kebanyakan spesies tumbuh di tempat dengan kelembaban tinggi dan cahaya dengan tingkat
menengah hingga tinggi. Beberapa spesies seperti N. ampullaria tumbuh di tempat yang
teduh dengan tidak terlalu banyak cahaya, sedangkan N. mirabilis tumbuh ditempat yang
terbuka dengan cahaya yang berlimpah. Tanah tempat tumbuh nepenthes biasanya miskin
hara dan asam. Beberapa spesies tumbuh di tempat yang sangat beracun bagi tanaman lain
seperti N. rajah yang tumbuh pada tanah dengan kandungan logam berat dan N.
albomarginata yang tumbuh pada pantai berpasir di zona yang terkena siraman air laut,
beberapa spesies tumbuh epifit seperti N. inermis yang tumbuh tanpa bersentuhan dengan
tanah.
CENDANA
Cendana, atau cendana wangi, merupakan pohon penghasil kayu cendana dan minyak cendana.
Kayunya digunakan sebagai rempah-rempah, bahan dupa, aromaterapi, campuran parfum, serta
sangkur keris (warangka). Kayu yang baik bisa menyimpan aromanya selama berabad-abad.
Konon di Sri Lanka kayu ini digunakan untuk membalsam jenazah putri-putri raja sejak abad ke9. Di Indonesia, kayu ini banyak ditemukan di Nusa Tenggara Timur, khususnya di Pulau Timor,
meskipun sekarang ditemukan pula di Pulau Jawa dan pulau-pulau Nusa Tenggara lainnya.
Cendana adalah tumbuhan parasit pada awal kehidupannya. Kecambahnya memerlukan pohon
inang untuk mendukung pertumbuhannya, karena perakarannya sendiri tidak sanggup
mendukung kehidupannya. Karena prasyarat inilah cendana sukar dikembangbiakkan atau
dibudidayakan.[2]
Kayu cendana wangi (Santalum album) kini sangat langka dan harganya sangat mahal. Kayu
yang berasal dari daerah Mysoram di India selatan biasanya dianggap yang paling bagus
kualitasnya. Di Indonesia, kayu cendana dari Timor juga sangat dihargai. Sebagai gantinya
sejumlah pakar aromaterapi dan parfum menggunakan kayu cendana jenggi (Santalum
spicatum). Kedua jenis kayu ini berbeda konsentrasi bahan kimia yang dikandungnya, dan oleh
karena itu kadar harumnya pun berbeda.
Kayu cendana dianggap sebagai obat alternatif untuk membawa orang lebih dekat kepada Tuhan.
Minyak dasar kayu cendana, yang sangat mahal dalam bentuknya yang murni, digunakan
terutama untuk penyembuhan cara Ayurveda, dan untuk menghilangkan rasa cemas.