Oleh
ALI MAHMUDI
NPM : 102426067 SP
Oleh
ALI MAHMUDI
NPM : 102426067 SP
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui dan diperiksa untuk dipertahankan dihadapan Tim penguji
Skripsi Program Studi S I keperawatan Stikes Dehasen
Bengkulu,
Juli 2012
Pembimbing I
Pembimbing II
ABSTRAK
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang sangat besar dan
serius. Hipertensi merupakan gangguan kesehatan di mana keadaan ini tidak dapat di
sembuhkan tetapi dapat di kontrol dengan pola hidup yang sehat. Faktor lingkungan yang
berhubungan dengan tekanan darah tinggi diantaranya adalah stres. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan stres dengan kejadian tingkat hipertensi di Puskesmas
Nusa Indah.
Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan menggunakan desain crosssectional. Dengan jumlah sampel yang diambil sebanyak 91 orang dengan tehnik
pengambilan sampel menggunakan accidental sampling yaitu teknik penentuan sampel
secara kebetulan bertemu dengan peneliti yang berobat di puskesmas Nusa Indah.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret April. Data yang di analisa adalah stress dah
tingkat hipertensi.
Dari hasil analisa 91 responden maka diperoleh bahwa responden yang mengalami
stress sebanyak 77 orang, 14 orang lainnya tidak strres dan yang mengalami hipertensi
berat 49, hipertensi sedang 28, hipertensi ringan 14 orang. Sedangkan dari hasil analisis
Chi Square diperoleh nilai p = 0,029 < = 0,05, sehingga secara statistik Ha di terima
berarti ada hubungan yang signifikan antara stress dengan kejadian tingkat hipertensi.
Disarankan kepada pihak puskesmas di harapkan dapat mengembangkan organisasi
lebih lanjut dan dapat meningkatkan pelayanan terutama dalam bidang promosi
kesehatan, agar dapat menambah pengetahuan tentang penyakit hipertensi.
KATA PENGATAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah maka
penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan
Program S-1 Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesahatan Dehasen Bengkulu yang
berjudul Hubungan Stres Dengan Kejadian Tingkat Hiperensi di Puskesmas Nusa Indah
Kota Bengkulu Tahun 2012.
Dalam penyusunan Skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan
yang bermanfaat dari berbagai pihak, oleh karena itu perkenankanlah penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1.
Ibu Hj. Dra. Ice Rakizah Syafrie, M. Kes. selaku Ketua STIKES Dehasen Benguklu.
2.
Bpk Ns. Yusran Hasymi, S.Kep. M.Kep. Sp. KMB. selaku Pembimbing I yang
telah memberi masukan dan dukungan dalam penyusunan Skripsi ini.
3.
Ibu Dessy Sundari, S.Kp. M.Pd selaku Pembantu Ketua I STIKES Dehasen
Bengkulu dan pembimbing II yang selalu memberikan motivasi dengan penuh
perhatian sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan.
4.
Bpk Heru Laksono, SKM. MPH selaku penguji I yang telah menyediakan waktu
dan arahan beserta kritik dan saran dalam penyelesaiaan skripsi.
5.
Bpk A. Tarmizi Daud, S. Sos. SKM. M.Kes selaku penguji II yang telah
menyediakan waktu dan arahan beserta kritik dan saran dalam penyelesaiaan skripsi.
6.
Kedua orang tuaku yang telah memberikan dorongan baik materil maupun doa
dan semangat kepada penulis.
7.
Seluruh Dosen dan Staf Institusi Pendidikan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Dehasen Bengkulu yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan untuk penulis
dalam mengikuti pendidikan di STIKES Dehasen Bengkulu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas mereka yang
telah memberikan bantuan kepada penulis untuk penyusunan Skripsi ini. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa pembuatan dan penyusunan Skripsi ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan untuk kesempurnaan Skripsi ini.
Bengkulu,
Juli 2012
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN..................................................................................
ii
ABSTRAKS ..............................................................................................................
iii
iv
vi
ix
xi
BAB
BAB
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...............................................................................
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep hipertensi .........................................................................
10
12
12
15
17
22
22
23
24
28
31
32
33
37
39
39
40
3.2
41
3.3
41
42
43
3.6
43
3.7
45
48
4.1.1.
4.1.2.
4.2.
50
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
54
54
No Tabel
Tabel 2.1
Tabel 3.1
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Judul Tabel
Klasifikasi Hipertensi
Definisi Operasional
Distribusi Frekuensi berdasarkan stress pasien yang berobat
di puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2012
Distribusi Frekuensi berdasarkan tingkat hipertensi pasien
yang berobat di puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu
Tahun 2012
Hubungan Stress dengan kejadian tingkat hipertensi di
Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2012.
Halaman
8
40
48
48
49
DAFTAR BAGAN
No Bagan
Judul Bagan
Halaman
Bagan 2.1
Bagan 3.1
Variable penelitian
Desain penelitian
38
39
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Judul lampiran
Permohonan menjadi responden
Pernyataan menjadi responden
Kuisioner alat ukur tingkat stress
Surat pra penelitian/izin pengambilan data
Surat Kesbanglinmas Propinsi Bengkulu
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari
berbagai indikator, yang meliputi indikator angka harapan hidup, angka kematian,
angka kesakitan dan status gizi masyarakat (Bustan, 2007).
Pengaruh globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi dan industri
telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta
2007 penderita
hipertensi adalah 5.714 orang, pada tahun 2008 penderita hipertensi meningkat
menjadi 7.175, dan pada tahun 2009 penderita hipertensi meningkat kembali menjadi
9.375, sedangkan pada tahun 2010 terjadi peningkatan juga sebesar 10.887 (Profil
Dinas Kesehatan Kota Bengkulu 2007-2010). Berdasarkan hal tersebut angka
kejadian hipertensi dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan yang signifikan.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bengkulu tahun tahun 2010 yang
terdiri dari 8 kecamatan dan 19 Puskesmas, Puskesmas Nusa Indah merupakan
Hasil penelitian Sugiharto (2007) terdapat hubungan antara stress dengan kejadian
hipertensi yaitu orang yang stress kejiwaan mengalami hipertensi. Permasalahan lain
adalah pada beberapa keadaan seringkali emosi negatif seperti cemas dan depresi
timbul secara perlahan tanpa disadari dan individu tersebut baru menyadari saat
setelah timbul gejala fisik, seperti misalnya hipertensi. Jadinya dari uraian di atas,
jelaslah bahwa pengobatan hipertensi tidak hanya mengandalkan obat-obat dari
dokter maupun mengatur diet semata, namun penting pula untuk membuat tubuh kita
selalu dalam keadaan rileks dengan memberikan stimulus emosi positif ke otak kita.
Berbagai terapi telah diketahui dapat memberikan stimulus positif pada otak kita,
seperti misalnya meditasi, yoga, maupun terapi musik. Berbeda dengan yoga dan
meditasi ,terapi musik lebih mudah diaplikasikan tanpa batasan apapun.
Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan
stres dengan kejadian tingkat hipertensi di Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu
Tahun 2012.
Tujuan Umum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Konsep Hipertensi
2.1.1.
Pengertian
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah (TD), tekanan sistol lebih dari 140
mmHg dan tekanan diastole lebih dari 90 mmHg (Batubara, 2008)
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah kondisi medis dimana
tekanan darah dalam arteri melebihi batas normal (Hariwijaya, 2007).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan
pembuluh darah yang di tandai dengan peningkatan tekanan darah, hipertensi tak
ubahnya bom waktu, dia tidak mengirimkan sinyal-sinyal terlebih dahulu
(Marliani, 2007).
2.1.2.
jenis yaitu :
1.
Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder yang penyebabnya telah di ketahui umumnya
berupa penyakit atau kerusakan organ yang berhubungan dengan cairan tubuh,
misalnya ginjal yang tidak berfungsi, pemakaian kontrasepsi oral, dan
terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan
darah. Dapat di sebabkan oleh penyakit endokrin, penyakit jantung. Penyebab
hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada
kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon efinefrin (adrenalin) atau
norepinefrin (noradrenalin).
2.1.3.
Klasifikasi
Di Indonesia sendiri berdasarkan konsensus yang dihasilkan pada Pertemuan
Kategori
Sistol (mmHg)
Diastol (mmHg)
Optimal
< 120
< 80
Normal
< 130
< 85
140-159
90-99
140-149
90-94
160-179
100-109
180
110
140
< 90
140-149
< 90
2.1.4.
Jika hipertensi karena faktor genetik tidak dikendalikan dengan baik, maka
dapat menyebabkan kelainan pada jantung, otak, ginjal, dan pembuluh darah
tubuh berupa aterosklerosis kapiler. Karena ada hubungan antara hipertensi,
penyakit jantung koroner, dengan gagal ginjal khususnya gagal ginjal kronis.
Munculnya hipertensi, tidak hanya di sebabkan oleh tingginya tekanan darah.
Akan tetapi, ternyata juga karena adanya faktor risiko lain seperti komplikasi
penyakit dan kelainan pada organ target, yaitu jantung, otak, ginjal, dan pembuluh
darah. Hipertensi memang jarang muncul sendiri, lebih sering muncul dengan
faktor lain. Bila satu atau lebih faktor resiko tersebut ada pada penderita hipertensi
tentu akan meningkat resiko akibat hipertensi.
Adapun gejala hipertensi yang mungkin di alami antar lain :
1). Sering pusing kepala
2). Gampang marah
3). Sulit tidur dan sering gelisah
4). Sesak nafas
5). Leher belakang sering kaku
6). Gangguan penglihatan
7). Sulit berkomunikasi.
(Hariwijaya, 2007)
2.1.5.
Patofisiologi
2.1.6.
Pemerikasaan Diagnostik
Hipertrofi ventrikel kiri dapat dikaji dengan elektrikardiografi, protein
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan medis pada klien dengan hipertensi adalah
mencegah
terjadinya
morbiditas
dan
mortalitas
dengan
mencapai
dan
2. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf
simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya
adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin
3. Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan
daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita
yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma
bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol.
Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi
gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun
menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya).
Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran
pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.
4. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam
golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang
kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala
dan pusing.
5. Penghambat enzim konversi Angiotensin
Epidemiologi Hipertensi
Pada negara yang sudah maju, hipertensi merupakan masalah kesehatan yang
memerlukan penanganan yang baik karena angka morbiditas dan mortalitasnya
yang tinggi. Hipertensi lebih sering ditemukan pada pria terjadi setelah usia 31
tahun sedangkan pada wanita terjadi setelah umur 45 ( setelah menopause). Di Jawa
Barat prevalensi hipertensi pada laki laki sekitar 23,1% sedangkan pada wanita
sekitar 6,5%. Pada usia 50 59 tahun prevalensi hipertensi pada laki laki sekitar
53,8% sedangkan pada wanita sekitar 29% dan pada usia lebih dari 60 tahun
prevalensi hipertensi sekitar 64,5%. Menurut Indonesian Society of Hypertension
tahun 2007, secara umum prevalensi hipertensi di Indonesia pada orang dewasa
berumur lebih dari 50 tahun adalah antara 15%-20%. Survei faktor resiko penyakit
kardiovasculer oleh WHO di Jakarta menunjukkan di Indonesia prevalensi
hipertensi berdasarkan jenis kelamin dengan tekanan darah 160/90 mmHg pada pria
tahun 1988 sebesar 13,6%, tahun 1993 sebesar 16,5% dn pada tahun 2000 sebesar
12,1%. Sedangkan pada wanita prevalensi tahun 1988 mencapai 16%, tahun 1993
sebesar 17% dan tahun 2000 sebesar 12,2% (Kurnia, 2007).
b. Tempat
Prevalensi hipertensi ditiap daerah berbeda-beda tergantung pada pola
kehidupan masyarakatnya. Dari hasil riskesda (riset kesehatan dasar) 2007
diketahui prevalensi nasional hipertensi pada penduduk umur > 18 tahun sebesar
29,8%. Secara nasional 10 kabupaten/kota dengan prevalensi hipertensi pada
penduduk umur > 18 tahun tertinggi adalah Natuna (53,3%), Mamasa (50,6%),
Katingan (49,6%), Wonogiri (49,5%), Hulu sungai Selatan (48,2%), Rokan Hilir
(47,7%), Kuantan Sengigi (46,3%), Bener Meriah (46,1%), Tapin (46,1%) dan Kota
Salatiga (45,2%). Sedangkan prevalensi terendah terdapat di Jaya Wijaya (6,8%),
c. Waktu
Penderita hipertensi berdasarkan waktu berbeda pada setiap tahunnya.
Studi morbiditas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), 2001 menunjukkan
bahwa prevalensi hipertensi mengalami peningkatan dari 96 per 1000 penduduk
pada tahun 1995 naik menjadi 110 per 1000 penduduk tahun 2001.
2.1.9.
2. Umur
Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat. Meskipun
hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada
orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit
meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami
pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut
disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi (Gunawan,
2001).
3. Jenis Kelamin
Prevalensi penderita hipertensi lebih sering ditemukan pada kaum pria daripada
kaum wanita, hal ini disebabkan pada umumnya yang bekerja adalah pria, dan
pada saat mengatasi masalah pria cenderung untuk emosi dan mencari jalan
pintas seperti merokok, mabuk minum minuman alkohol, dan pola makan yang
tidak baik sehingga tekanan darahnya dapat meningkat. Sedangkan pada wanita
dalam mengatasi, masih dapat mengatasinya dengan tenang dan lebih stabil.13
denyut nadi dan tekanan kontraksi otot jantung. Kopi juga berakibat buruk pada
penderita hipertensi karena kopi mengandung kafein yang meningkatkan debar
jantung dan naiknya tekanan darah. Minum kopi lebih dari empat cangkir kopi
sehari dapat meningkatkan tekanan darah sistolik sekitar 10 mmHg dan tekanan
darah diastolik sekitar 8 mmHg.
4. Konsumsi Alkohol
Alkohol juga sering dihubungkan dengan hipertensi. Orang yang minum alkohol
terlalu sering atau terlalu banyak memiliki tekanan darah yang lebih tinggi
daripada individu yang tidak minum atau minum sedikit. Menurut Hendra
Budiman dari FK-UNIKA Atmajaya, pada penelitian epidemiologi dengan
pendekatan cross sectional rata-rata tekanan darah meningkat bila intake alkohol
diatas tiga gelas per hari. Pada penderita hipertensi yang konsumsi alkoholnya
tinggi, tekanan darah akan menurun dengan menurunnya konsumsi alkohol.
5. Stres
Stres bisa bersifat fisik maupun mental, yang menimbulkan ketegangan dalam
kehidupan sehari hari dan mengakibatkan jantung berdenyut lebih kuat dan
lebih cepat, kelenjar seperti tiroid dan adrenalin juga akan bereaksi dengan
meningkatkan pengeluaran hormon dan kebutuhan otak terhadap darah akan
meningkat yang pada akhirnya akan mengakibatkan kenaikan tekanan darah.
Hubungan antara stres dan penyakit bukanlah hal baru, selama ber abad-abad
para dokter telah menduga bahwa emosi dapat mempengaruhi kesehatan
seseorang secara berarti. Diawal tahun 1970, ada dugaan bahwa semua penyakit
kesakitan yang terjadi, 60% nya berkaitan dengan stres. Berdasarkan temuan
terbaru tentang interaksi pikiran tubuh, diperkirakan bahwa sebanyak 80% dari
tekanan
darah,olah
raga
juga
dapat
menurunkan
berat
badan,membakar lebih banyak lemak dalam darah dan memperkuat otot (Kurnia,
2007).
2.2.
Stress
2.2.1.
Pengertian
Stres adalah suatu tekanan fisik maupun psikis atau kejadian yang tidak
menyenangkan yang terjadi pada diri dan lingkungan di sekitar berlangsung terus
menerus sehingga kita tidak dapat mengatasinya secara efektif. (Marliani, 2007).
Stres adalah apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat
tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang di bebankan itu, maka
tubuh akan berespon dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut, sehingga orang
tersebut dapat megalami stres. Stres adalah tanggapan tubuh yang sifatnya non
spesifik terhadap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu
berlebihan, maka hal ini yang dinamakan distres. Tubuh akan berusaha
menyelaraskan rangsangan atau manusia akan cukup cepat untuk pulih kembali
dari pengaruh-pengaruh pengalaman stres. Manusia mempunyai suplai yang baik
dari energi penyesuaian diri untuk dipakai dan di isi kembali bilamana perlu
(Yosep, 2009 ).
2.2.2.
Psikofisilogi Stres
Menurut shelly (2009) stres merupakan tanggapan non spesefik terhadap
Alarm
Resistance
Exhaustion
remaja, atau dewasa), sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau
menaggulangi stresor yang timbul. Namun, tidak semua mampu mengadakan
adaptasi dan mampu menanggulanginya, sehingga timbulah keluhan-keluhan
kejiwaan, antara lain depresi. Pada umumnya jenis stressor psikososial dapat
digolongkan sebagai berikut :
a. Perkawinan
Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stres yang di alami
seseorang, misalnya pertengkaran, perpisahan (saparation), perceraian,
kematian salah satu pasangan, ketidaksetiaan, dan lain sebagainya. Stresor
perkawinan ini dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi dan
kecemasan.
b. Problem orang tua
Permasalahan yang dihadapi orangtua, misalnya tidak punya anak,
kebanyakan anak, kenakalan anak, anak sakit, hubungan yang tidak baik
dengan mertua, ipar, besan, dan lain sebagainya. Permasalahan tersebut di atas
merupakan sumber stres yang pada gilirannya seseorang dapat jatuh dalam
depresi dan kecemasan.
c. Hubungan interpersonal
Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang
mengalami konflik, konflik dengan kekasih, antara atasan dan bawahan, dan
keuangan ini merupakan faktor yang membuat sesorang jatuh dalam depresi
dan kecemasan.
g. Hukum
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber
stres pula, misalnya tuntutan hukum, pengadilan, penjara dan lain sebagainya.
Stres dibidang hukum sesorang jatuh dalam depresi dan kecemasan.
h. Perkembangan
Yang di maksud disini adalah masalah perkembangan baik fisik maupun
mental seseorang, misalnya masa remaja, masa dewasa, menopouse, usia
lanjut, dan lain sebagainya. Kondisi setiap perubahan fase-fase tersebut diatas,
untuk sebagian individu dapat menyebabkan depresi atau kecemasan, terutama
pada mereka yang mengalami menopause atau usia lanjut.
i. Penyakit fisik atau cidera
Sumber stres yang dapat menimbulkan kecemasan dan depresi disini
antara lain ; penyakit, kecelakaan, operasi/pembedahan, aborsi, dan lain
sebagainya. Dalam hal ini penyakit yang banyak menimbulkan depresi dan
kecemasan adalah penyakit kronis, jantung, kanker, dan sebagainya.
j. Faktor keluarga
Yang di maksud disini adalah faktor stres yang dialami oleh anak dan
remaja yang di sebabkan karena kondisi keluarga yang tidak baik (yaitu sikap
orang tua), misalnya :
1. Hubungan kedua orang tua yang dingin, atau penuh ketegangan, atau acuh
tak acuh.
2. Kedua orang tua jarang dirumah dan tidak ada waktu untuk bersama
dengan anaknya.
3. Komunikasi antara orang tua dan anaknya tidak baik.
4. Kedua orang tua berpisah atau bercerai.
5. Salah satu orang tua menderita gangguan jiwa/kepribadian.
6. Orangtua dalam pendidikan anak kurang sabar, pemarah, keras, dan
otoriter, dan lain sebagainya.
k. Lain-lain
Stresor kehidupan lainnya juga dapat menimbulkan depresi dan
kecemasan adalah antara lain, bencana alam, kebakaran, pemerkosaan,
kehamilan di luar nikah, dan lain sebagainya.
2.2.4.
Tahapan stres
Menurut Yosep (2009), gangguan stres biasanya timbul secara lamban,
tidak jelas kapan timbulnya dan seringkali kita tidak menyadari. Namun meskipun
demikian dari pengalaman praktik psikiatrik, parah ahli mencoba membagi stres
tersebut dalam enam tahapan. Setiap tahapan memperlihatkan sejumlah gejalagejala yang di rasakan oleh yang bersangkutan, hal mana berguna bagi seseorang
dalam rangka mengenali gejala stres sebelum memeriksakannya ke dokter.
Petunjuk-petunjuk tahapan stres tersebut sebagai berikut :
1. Stres tingkat 1
Tahapan ini merupakan tingkat stres yang paling ringan dan bisa disertai
dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :
a. Semangat besar.
b. Penglihatan tajam tidak sebagai mana biasanya.
c. Energi dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih
dari biasanya.
Tahapan ini biasanya menyenangkan dan orang lalu bertambah semangat, tapi
tanpa disadari bahwa sebenarnya cadangan energinya sedang menipis.
2. Stres tingkat II
Dalam tahapan ini dampak stres yang menyenangkan mulai menghilang
dan timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energi tidak lagi cukup
sepanjang hari. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan sebagai berikut :
a. Merasa letih sewaktu bangun pagi.
b. Merasa lelah sesudah makan siang.
c. Merasa lelah menjelang sore hari.
d. Terkadang gangguan dalam sistem pencernaan (gangguan usus, perut
kembung), kadang-kadang pula jantung berdebar-debar.
e. Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk (belakang leher).
f. Perasaan tidak bisa santai.
3. Stres tingkat III
Pada tahap ini keluhan keletihan semakin nampak disertai dengan gejalagejala :
a. Gangguan usus lebih terasa (sakit perut, mulas, sering ingin ke belakang)
b. Otot-otot terasa lebih tegang.
c. Perasaan tegang yang semakin meningkat.
d. Gangguan tidur (sukar tidur, sering terbangun di malam hari dan sukar
tidur kembali,, atau bangun terlalu pagi).
e. Badan terasa oyong, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai jatuh pingsan)
Pada tahap ini penderita sudah harus berkonsultasi pada dokter, kecuali
kalau beban stres atau tuntutan-tuntutan harus di kurangi, dan tubuh dapat
kesempatan untuk beristirahat atau relaksasi, guna memulihkan suplai energi.
4. Stress tingkat IV
Tahapan ini sudah menunjukan keadaan yang lebih buruk yang ditandai
dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit.
b. Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit.
c. Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi, pergaulan sosial, dan
kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat.
d. Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan, dan seringkali
terbangun dini hari.
e. Perasaan negativistik.
f. Kemampuan berkonsentrasi menurun tajam.
g. Perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan, tidak mengetahui mengapa.
5. Stress tingkat V
Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan IV di atas,
yaitu :
a. Keletihan yang mendalam (physical and psychological exhaition )
b. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang sederhana saja terasa kurang mampu.
c. Gangguan sistem pencernaan (sakit maag dan usus) lebih sering, sukar
buang air besar atau sebaliknya feses cair dan sering ke belakang.
d. Perasaan takut yang semakin menjadi, mirip panik.
6. Stress tingkat VI
Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat
darurat. Tidak jarang penderita dalam tahapan ini dibawa ke ICCU. Gejalagejala pada tahapan ini cukup mengerikan :
a. Debar jantung terasa amat keras,hal ini disebabkan zat adrenalin yang
dikeluarkan, karena stress tersebut sangat tinggi dalam peredaran darah.
b. Nafas sesak, megap-megap.
c. Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran.
d. Tenaga untuk hal-hal yang ringan sekalipun tidak kuasa lagi, pingsan, atau
collaps
2.2.5.
tubuh baik fisiologis maupun psikologi. Di antara reaksi tubuh tersebut seperti
terjadi perubahan warna rambut yang semula hitam lambat laun dapat mengalami
perubahan warna menjadi kecoklatan dan kusam, perubahan ketajaman mata
seringkali
menurun
karena
kekenduran
pada
otot-otot
mata
sehungga
mempengaruhi fokus lensa mata, pada telinga terjadi gangguan seperti adanya
suara berdenging, pada daya pikir sering kali adanya penurunan konsentrasi dan
keluhan sering sakit kepala dan pusing, ekspresi wajah tampak tegang, mulut dan
bibir terasa kering, reaksi kulit yang dapat di temui sering berkeringan dan
kadang-kadang panas, dingin dan juga akan dapat menjadi kering atau gejala
lainnya seperti urtikaria, pada sistem pernafasan, sedangkan pada sistem
kardiovaskuler terjadi gangguan seperti berdebar-debar, pembuluh darah melebar
atau menyempit kadang-kadang terjadi kepucatan atau kemerahan pada muka dan
terasa kedinginan dan kesemutan pada daerah pembuluh darah perifer seperti pada
jari tangan atau kaki, sistem pencernaan juga mengalami gangguan seperti
lambung terasa kembung, mual, pedih, karena peningkatn asam lambung, pada
sistem perkemihan terjadi gangguan seperti adanya frekuensi buang air kecil yang
sering, pada otot dan tulang terjadi ketegangan dan terasa di tusuk-tusuk,
khusunya pada persendian dan terasa kaku. Pada sistem endokrin atau hormonal
seringkali di jumpai adanya peningkatan kadar gula dan terjadi penurunan libido
dan penurunan kegairahan pada seksual. (Sriati. A, 2007).
2.2.6.
Stress Scale 42 (DASS 42) oleh Livibond dan Lovobond (1995). Psychometric
Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) yang terdiri dari 42
item. DASS adalah seperangkat skala subyektif yang dibentuk untuk mengukur
status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS 42 dibentuk
Dampak stres
Orang yang mengalami stres dapat mengalami hanya untuk sementara waktu saja
atau dapat untuk waktu lama. Pada tahap yang terakhir stres psikologik akan
menampakkan diri dalam bentuk fisik dan sakit psikis. Kesehatan jiwa terrganggu.
Orang dapat menjadi agresif, dapat menjadi depresi, dapat menderita neurosis
cemas, dapat menderita gangguan psikosomatik, dapat tidak sehat badan, yaitu
menderita penyakit fisik :
1) Rambut
Warna rambut yang semula hitam pekat, lambat laun mengalami perubahan
warna menjadi kecoklat-coklatan serta kusam. Ubanan (rambut memutih)
terjadi sebelum waktunya, demikian pula dengan kerontokan rambut.
2) Mata
4) Daya pikir
Kemampuan bepikir dan mengingat serta konsentrasi menurun. Orang menjadi
pelupa dan seringkali mengeluh sakit kepala pusing.
5) Ekspresi wajah
Wajah seseorang yang stres nampak tegang, dahi berkerut, mimic nampak
serius, tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum/tertawa dan kulit muka
kedutan (tic facialis).
6) Mulut
Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum. Selain
daripada itu pada tenggorokan seolah-olah ada ganjalan sehingga ia sukar
menelan, hal ini disebabkan karena otot-otot lingkar di tenggorokan mengalami
spasme (muscle cramps) sehingga serasa tercekik.
7) Kulit
Pada orang yang mengalami stres reaksi kulit bermacam-macam; pada kulit
dari sebahagian tubuh terasa panas atau dingin atau keringat berlebihan. Reaksi
lain kelembaban kulit yang berubah, kulit menjadi lebih kering. Selain daripada
itu perubahan kulit lainnya adalah merupakan penyakit kulit, seperti
munculnya eksim, urtikaria (biduran), gatal-gatal dan pada kulit muka
seringkali timbul jerawat (acne) berlebihan; juga sering dijumpai kedua belah
tapak tangan dan kaki berkeringat (basah).
8) Sistem Pernafasan
Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat terganggu misalnya
nafas terasa berat dan sesak disebabkan terjadi penyempitan pada saluran
pernafasan mulai dari hidung, tenggorokan dan otot-otot rongga dada. Nafas
terasa sesak dan berat dikarenakan otot-otot rongga dada (otototot antar tulang
iga) mengalami spasme dan tidak atau kurang elastic sebagaimana biasanya.
Sehingga ia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik nafas. Stres juga
dapat memicu timbulnya penyakit asma (asthma bronchiale) disebabkan
karena otot-otot pada saluran nafas paruparu juga mengalami spasme.
9) Sistem Kardiovaskuler
Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat terganggu
faalnya karena stres. Misalnya, jantung berdebar-debar, pembuluh darah
melebar
(dilatation)
atau
menyempit
(constriction)
sehingga
yang
sebutan penyakit maag. Selain gangguan pada lambung tadi, gangguan juga
dapat terjadi pada usus, sehingga yang bersangkutan merasakan perutnya
mulas, sukar buang air besar atau sebaliknya sering diare.
11) Sistem Perkemihan.
Orang yang sedang menderita stres faal perkemihan (air seni) dapat juga
terganggu. Yang sering dikeluhkan orang adalah frekuensi untuk buang air
kecil lebih sering dari biasanya, meskipun ia bukan penderita kencing manis
(diabetes mellitus).
12) Sistem Otot dan tulang
Stres dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada otot dan tulang
(musculoskeletal). Yang bersangkutan sering mengeluh otot terasa sakit (keju)
seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang. Selain daripada itu keluhan-keluhan
pada tulang persendian sering pula dialami, misalnya rasa ngilu atau rasa kaku
bila menggerakan anggota tubuhnya. Masyarakat awam sering mengenal gejala
ini sebagai keluhan pegal-linu.
13) Sistem Endokrin
Gangguan pada sistem endokrin (hormonal) pada mereka yang mengalami
stres adalah kadar gula yang meninggi, dan bila hal ini berkepanjangan bisa
mengakibatkan yang bersangkutan menderita penyakit kencing manis (diabetes
mellitus); gangguan hormonal lain misalnya pada wanita adalah gangguan
menstruasi yang tidak teratur dan rasa sakit (dysmenorrhoe).
( Sriati . A, 2008).
2.2.8.
meningkatnya
tekanan
darah
secara
bertahap.
Apabila
stres
menjadi
jantung koroner, kanker, paru-paru, kecelakaan, pengerasan hati dan bunuh diri.
(Hariwijaya, 2007).
Perubahan
disebabkan oleh stres akut, bila berulang secara intermiten beberapa kali, dapat
menyebabkan suatu adaptasi struktural hipertropi kardiovaskuler. Bila stress
berkepanjangan akan mempengaruhi tekanan darah pada penderita hipertensi.
Stress akan mempengaruhi peningkatan tekanan darah, jika penderita hipertensi
mengalami stress, cenderung akan tetap tekanan darahnya bahkan bisa bertambah
tinggi atau menjadi berat tingkat hipertensinya. Bila ini terjadi pada tingkat
vaskuler akan ada peningkatan tahanan (resistensi), yang disebabkan peningkatan
rasio dinding pembuluh dengan lumennya. Hal ini kemudian mempertinggi
pengaruh homodinamik tekanan. Kemungkinan besar bahwa faktorfactor tropik
neurohormonal adalah penting dalam perkembangan hipertensi jangka panjang
yang mengikuti perpanjangan stres penginduksi hipertensi. Misalnya, suatu
penelitian yang baru-baru ini menunjukkan bahwa angiotensin II, suatu hormon
yang sering meningkat dalam situasi-situasi yang penuh stres, menyebabkan
peningkatan sintesis protein dalam sedian sel otot polos vaskuler (pembuluh
darah). Efek ini dapat menyebabkan hipertropi endothelial dan agaknya
menurunkan ukuran lumen, sehingga menyebabkan peningkata tekanan.
Disamping itu peningkatan atheroslerosis sering kali tampak pada orang setelah
stres kronik penginduksi hipertensi, yang juga mengurangi lumen dan dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah yang irreversibel. Dengan munculnya
teknik-teknik baru dalam bidang biologi seluler dan molekuler, mungkin akan
Kerangka Konsep
Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang akan diteliti yang didasarkan
atas opini peneliti dan kemungkinan dapat dilaksanakannya penelitian, maka dapat
disusun kerangka konsep sebagai berikut :
Bagan 2.1. Kerangka Konsep
Variable independent
Stress
2.4.
Variable dependent
Kejadian tingkat
hipertensi
Hipertensi Berat
Hipertensi Sedang
Hipertensi Ringan
Hipotesis
Ha : Ada hubungan stress dengan kejadian tingkat hipertensi di puskesmas Nusa
Indah Bengkulu.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
Desain Penelitian
Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian secara
survey analitik dengan menggunakan desain cross-sectional yang merupakan rencana
penelitian dengan menggunakan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan
(sekali waktu) antara variable bebas dengan variable tergantung, (Hidayat, 2002).
Bagan 3.1. Desain Penelitian
Stres
Pasien
Hipertensi
Normal
Hipertensi
Hipertensi
ringan
sedang
Hipertensi
berat
Hipertensi
ringan
Hipertensi
sedang
Hipertensi
berat
3.2.
Definisi operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional
No
1
Variabel
Definisi
operasional
Independen
Stres
Alat
Ukur
Cara Ukur
Pasien
yang Kuisioner Wawancara
mengalami stress
dimana kondisi
pasien mengalami
beban
yang
sangat berat tetapi
pasein tidak dapat
mengatasi
hal
tersebut
yang
terukur
dengan
DAAS 42.
Dependen
Pasien Yang telah Medical Study
Tingkat di
diagnosa record
dokumentasi
Hipertensi
dokter
dengan
hipertensi
dan
tercatat di register
Puskesmas Nusa
Indah Bengkulu
dengan kategori
hipertensi berat,
sedang
dan
ringan.
3.3.
Hasil Ukur
Skala
Ukur
Stress = > 30
Normal = 0-29
Ordinal
0 = Hipertensi
ringan
1 = hipertensi
sedang
2 = hipertensi
berat
Ordinal
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang akan di teliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi (Notoatmojo, 2002). Pada penelitian ini sampel
diambil secara accidental sampling, Pengambilan sampel ini dilakukan dengan
mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia selama
penelitian.
Di hitung menggunakan rumus :
=
=
1102
1 + 1102 (0,1)
1102
1 + 11,02
= 1102
12,02
= 91
Ket :
N = Jumlah Populasi
n = jumlah Sampel
(d)= Derajat Kepercayaan (0,1)
3.4.
3.6.
Etika Penelitian
Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting
dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan
manusia, maka segi etika penelitian harus di perhatikan. Masalah etika yang harus
diperhatikan antara lain adalah :
1. informed concent
Informed concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan
responden dengan memberikan lembar persetujuan. Informed concent tersebut
b. Analisis Bivarat
Analisa bivarat adalah analisa yang di gunakan untuk melihat hubungan
antara variabel dependen dengan variable independen secara bersamaan
dengan menggunakan analisa statistic Chi-Square (X) dan apabila ada cell
yang kurang dari 5 menggunakan Fishers Exact Test, dengan derajat
kemaknaan (), dan tingkat signifikan 95%.
Data diolah dengan menggunakan sistem komputerisasi. Dengan criteria
hasil :
Ha : Di terima apabila p 0,05, berarti ada hubungan yang signifikan antara
stress terhadap kejadian tingkat hipertensi di Puskesmas Nusa Indah
Bengkulu
Ha : Di tolak apabila p > 0,05, berarti tidak ada hubungan yang signifikan
antara stres terhadap kejadian tingkat hipertensi di Puskesmas Nusa
Indah Bengkulu
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Penelitian
No
1.
2.
Stress
Frekuensi
(f)
70
21
91
Stress
Normal
Jumlah
Persentase
(%)
76,9
23,1
100
pasien (76,9 %)
mengalami stres.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi berdasarkan tingkat hipertensi pasien yang
berobat di puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2012
No
Tingkat Hipertensi
1.
2.
3.
Hipertensi Berat
Hipertensi Sedang
Hipertensi Ringan
Jumlah
Frekuensi
(f)
49
28
14
91
Persentase
(%)
53,8
30,8
15,4
100
Stress
Normal
Jumlah
Tingkat Hipertensi
Hipertensi
Hipertensi
Hipertensi
Berat
Sedang
Ringan
F
43
6
49
%
61,4
28,6
F
18
10
28
%
25,7
47,6
F
9
5
14
%
12,9
23,8
Total
f
70
21
91
%
100 7,017
100
100
P
Value
0,03
Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 70 orang yang mengalami stress ada
43 (61,4%) responden mengalami hipertensi berat, dari 21 responden yang tidak
mengalami stress terdapat 10 (47,6%) responden mengalami hipertensi sedang. Dari
Hasil uji statistik menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara stress
dengan kejadian tingkat hipertensi di Puskesmas Nusa Indah Bengkulu tahun 2012 (P
= 0,03).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sugiharto (2007) terdapat
hubungan antara stress dengan kejadian hipertensi yaitu orang yang stress kejiwaan
mengalami hipertensi. Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, yang dapat
meningkatkan tekanan darah secara bertahap yang berarti semakin stress seseorang
akan semakin tinggi tekanan darahnya. Permasalahan lain adalah pada beberapa
keadaan seringkali emosi negatif seperti cemas dan depresi timbul secara perlahan
tanpa disadari dan individu tersebut baru menyadari saat setelah timbul gejala fisik,
seperti misalnya hipertensi.
Stres merupakan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini mempengaruhi
meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila stres menjadi berkepanjangan
dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap atau semakin tinggi. Penyakit hipertensi
timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor. Faktor utama yang lebih berperan
terhadap timbulnya hipertensi tidak di ketahui dengan pasti. Pencegahan penyakit
hipertensi yang efektif antara lain dapat dilakukan dengan menjalankan gaya hidup
sehat. Stres adalah rasa takut dan cemas dari perasaaan dan tubuh kita terhadap
perubahan di lingkungan. Secara fisiologis, bila ada sesuau yang mengancam,
kelenjar pituitary otak mengirimkan alarm dan hormon kekelenjar endokrin, yang
kemudian mengalirkan hormon adrenalin dan hidrokortison kedalam darah.
Hasilnya, tubuh menjadi siap untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan yang
muncul. Secara alamiah yang kita rasakan adalah degup jantung yang berpacu lebih
cepat, dan keringat dingin yang biasanya mengalir di tengkuk.
Kondisi psikis seseorang dapat mempengaruhi tekanan darah, misalnya kondisi
psikis seseorang yang mengalami stres atau tekanan. Respon tubuh terhadap stres
disebut alarm yaitu reaksi pertahanan atau respon perlawanan. Kondisi ini ditandai
dengan peningkatan tekanan darah, denyut jantung, laju pernapasan, dan ketegangan
otot. Selain itu stres juga mengakibatkan terjadinya peningkatan aliran darah ke otototot rangka dan penurunan aliran darah ke ginjal, kulit, dan saluran pencernaan. Stres
akan membuat tubuh lebih banyak menghasilkan adrenalin, hal ini membuat jantung
bekerja lebih kuat dan cepat (Lawson.R, 2007).
Memang dalam kondisi stres tubuh langsung menyesuaikan diri terhadap
tekanan yang datang. Inilah sebabnya banyak dikatakan bahwa stres yang melebihi
daya tahan atau kemampuan tubuh biasanya. Akan tetapi, penyesuaian tubuh ini
dapat menyebabkan gangguan baik fisik maupun psikis. Adanya hormon adrenalin
dan hidrokortison yang di hasilkan sebagai reaksi tubuh terhadap stres bila
berlebihan dan berlangsung dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan rangkaian
reaksi dari organ tubuh yang lain.
Perubahan fungsional tekanan darah pada beberapa tempat dapat disebabkan
oleh stres akut, bila berulang secara intermiten beberapa kali, dapat menyebabkan
suatu adaptasi struktural hipertropi kardiovaskuler. Stres merupakan aktivitas saraf
simpatis, peningkatan ini mempengaruhi meningkatnya tekanan darah secara
bertahap. Apabila stres menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah
menjadi tetap atau semakin tinggi. Begitupula stres yang di alami penderita
hipertensi akan mempengaruhi peningkatan tekanan darahnya yang cenderung akan
tetap tekanan darahnya bahkan bisa bertambah tinggi atau menjadi berat tingkat
hipertensinya. Bila ini terjadi pada tingkat vaskuler akan ada peningkatan tahanan
(resistensi), yang disebabkan peningkatan rasio dinding pembuluh dengan lumennya.
Hal ini kemudian mempertinggi pengaruh homodinamik tekanan. Kemungkinan
besar
bahwa
faktorfactor
tropik
neurohormonal
adalah
penting
dalam
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian tentang hubungan stress dengan kejadian tingkat hipertensi
di Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2012. dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
5.1.1. Hampir seluruh pasien hipertensi yang berobat (76,9 %) di Puskesmas
Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2012 mengalami stres.
5.1.2. Sebagian responden pasien hipertensi yang berobat (53,8 %) di Puskesmas
Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2012 mengalami hipertensi berat.
5.1.3. Ada hubungan yang signifikan antara stress dengan kejadian tingkat
hipertensi di Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2012, (p = 0,03).
5.2.
Saran
1.4.4.
lebih lanjut dan dapat meningkatkan pelayanan terutama dalam bidang promosi
kesehatan, agar dapat menambah pengetahuan tentang penyakit hipertensi. Dan
membuat poster-poster tentang hipertensi.
1.4.5.
Bagi Akademik
Kepada pihak akademik di harapkan dapat meningkatkan keterampilan
yang berhubungan dengan hipertensi dan dapat menambah jumlah sampel yang
lebih luas agar dapat hasil yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Bruner and sudarth. (2002). Keperawatan medical bedah. Edisi ke VIII. EGC : Jakarta
Corwin, Elizabeth. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Depkes, RI. (2003). Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan
Penyakit Tidak Menular. Jakarta.
Dinkes Kota Bengkulu. (2010). Laporan tahunan Dinas Kesehatan Kota Bengkulu Tahun
2010. Bengkulu.
Gunawan. (2001). Hipertensi, Jakarta: PT Gramedia.
Hariwijaya, M. (2007). Pencegahan dan pengobatan penyakit kronis. Edsa Mahkota :
Jakarta
Hidayat, A, A. (2009). Pengantar konsep dasar keperawatan. Salemba medika : Jakarta
Januari 2012.
Seriati . A. (2008). Tinjauan tentang stres.Universitas padjajaran : Jatinagor.
STIKES Dehasen Bengkulu (2012). Buku Pedoman Karya Tulis Ilmiah. Bengkulu
Shelly, Tailor, et. Al. (2009). Psikologi Sosial Edisi keduabelas. Jakarta : Media Group.
Utaminingsi, W. R. Mengenal dan mencegah penyakit diabetes, hipertensi, Jantungdan
hipertensi untuk hidup lebih berkualitas. Media ilmu :Yokyakarta.
Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Rapika Aditama.
WHO and JNC 7. Klasifikasi Hipertensi. Diakses dari www. Serene. Me. Uk. Pada
tanggal 12 Desember 2011
KUISIONER
Nama Inisial
Umur
Jenis kelamin
Diagnosa Medis
Petunjuk pengisian : Kuisioner ini terdiri dari berbagai pernyataan yang mungkin sesuai
dengan pengalaman saudara/I dalam menghadapi situasi hidup
sehari-hari, terdapat empat pilihan jawaban yang di sediakan untuk
setiap pertanyaan yaitu :
0 : Tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah
1 : Sesuai dengan saya dengan tingkatan tertentu, atau kadang-kadang
2 : Sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan, atau lumayan sering
3 : Sangat sesuai dengan saya, atau sering sekali.
Selanjutnya saudara/i di minta untuk menjawab dengan cara member tanda silang
X pada salah satu kolom yang paling sesuai dengan pengalaman bapak/ibu selama satu
minggu belakangan ini. Tidak ada jawaban yang benar ataupun salah, karena itulah isilah
sesuai keadaan diri saudara/I yang sesungguuhnya yaitu berdasarkan jawaban pertama
yang terlintas dalam pikiran saudara/i.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Pertanyaan
Saya merasa bahwa diri saya menjadi marah karena halhal sepele
Saya merasa bibir saya sering kering
Saya sama sekali tidak dapat merasakan perasaan positif
Saya mengalami kesulitan bernafas (misalnya : seringkali
terengah-engah atau tidak dapat bernafas padahal tidak
melakukan aktivitas fisik sebelumnya)
Saya sepertinya tidak kuat lagi untuk melakukan suatu
kegiatan
Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu
situasi
Saya merasa goyah ( misalnya kaki terasa mau copot)
Saya merasa sulit untuk bernafas
Saya menemukan diri saya berada berada dalam situasi
yang membuat saya merasa sangat cemas dan saya akan
merasa sangat lega jika semua ini berakhir
Saya merasa tidak ada hal yang bisa saya harapkan di
masa depan
Saya menemukan diri saya mudah merasa menyesal
Saya merasa tidak menghabiskan banyak energy untuk
merasa cemas
Saya merasa sedih dan tertekan
Saya menemukan diri saya menjadi tidak sabar ketika
mengalami penundaan (misalny : kemacetan lalu lintas
menunggu sesuatu)
Saya merasa lemas seperti mau pingsan
Saya merasa kehilangan minat akan segala hal
Saya merasa bahwa saya tidak berharga sebagai seorang
manusia
Saya merasa bahwa saya mudah tersinggung
Saya berkeringat secara berlebihan (misalnya : tangan
berkeringat) padahal temperature tidak panas atau tidak
melakukan aktivitas fisik sebelumnya
Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
Lampiran :
HASIL PENGOLAHAN DATA
HUBUNGAN STRES DENGAN KEJADIAN TINGKAT HIPERTENSI
DI PUSKESMAS NUSA INDAH KOTA BENGKULU
TAHUN 2012
1. Analisa Univariat
Frequency Table
Statistics
tingkat
hipertensi
91
0
.0000
.0000
1.0000
stres
N
Valid
Missing
25
50
75
Percentiles
91
0
.0000
.0000
.0000
STRES
Valid
stres
normal
Total
Frequency
70
21
91
Percent
76.9
23.1
100.0
Valid Percent
76.9
23.1
100.0
Cumulative
Percent
76.9
100.0
Tingkat Hipertensi
Valid
Hipertensi ringan
Hipertensi Sedang
Hipertensi berat
Total
Frequency
14
28
49
91
Percent
15.4
30.8
53.8
100.0
Valid Percent
15.4
30.8
53.8
100.0
Cumulative
Percent
15.4
46.2
100.0
2. Analisa Bivariat
Crosstabs
Case Processing Summary
Valid
N
STRES * TINGKAT
HIPERTENSI
Percent
91
100.0%
Cases
Missing
N
Percent
0
.0%
Total
N
Percent
91
100.0%
STRES
stres
normal
Total
TINGKAT HIPERTENSI
Hipertensi
Hipertensi
Hipertensi
ringan
sedang
berat
9
18
43
12.9%
25.7%
61.4%
5
10
6
23.8%
47.6%
28.6%
14
28
49
15.4%
30.8%
53.8%
Count
% within STRES
Count
% within STRES
Count
% within STRES
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value
7.017a
7.136
5.633
2
2
Asymp. Sig.
(2-sided)
.030
.028
.018
df
91
Risk Estimate
Value
Odds Ratio for STRES
(stres / normal)
Total
70
100.0%
21
100.0%
91
100.0%