Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1.

Efektivitas Kerja Mesin


Fungsi mesin- mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi

akan mengalami penurunan efektivitas sejalan dengan semakin bertambahnya usia


mesin dan kemampuan mesin dan peralatan tersebut.Oleh karena itu, kelancaran
proses produksi dan efektivitas mesin, perlu adanya pemeliharaan yang dilakukan
secara continus dan berkesinambungan. Overall Eguipment Effectiveness (OEE)
merupakan salah satu metode yang dikembangkan di Jepang yang dapat
digunakan untuk menghitung tingkat efektivitas penggunaan mesin atau peralatan
sebagai usaha mengemelinasi kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh tidak
efektifnya pengggunaan mesin atau peralatan.(Wati, 2009)
Mesin merupakan pengubah energi yang beroperasi berdasarkan prinsipprinsip logis, rasional, dan bahkan matematis. Untuk mendukung aktivitas
produksi secara lebih berhasil dan berdaya guna, maka keberadaan suatu
organisasi perawatan mesin cukup punya arti tersendiri. Pada dasarnya apa yang
diharap dari keberadaan perawatan mesin tidak lain adalah untuk meningkatkan
efektivitas mesin. Hal ini bisa dimungkinkan, karena dengan perawatan mesin
maka dapat ditekan ongkos produksi disamping itu dapat pula ditingkatkan
kapasitas produksi suatu mesin hingga estimate umur ekonomisnya.(Wati,2009)
Perbaikan efektivitas kerja mesin merupakan suatu sistem pemeliharaan
perlatan secara menyeluruh yang melibatkan partisipasi karyawan dan departemen
melalui penerapan berbagai metode pemeliharaan dengan mempertimbangkan

11

12

aspek ekonomi, efektivitas dan efesiensi biaya pemeliharaan. Efektivitas (tepat


saran) merupakan upaya untuk mencapai tujuan dengan waktu yang cepat dan
tepat yaitu upaya yang dilakukan dengan perbaikan yang diorganisir dan
dilaksanakan berdasarkan orientasi ke masa depan, dengan pengendalian dan
dokumentasi mengacu pada rencana yang telah disusun sebelumnya. Sedangkan
efesiensi (tepat guna) merupakan upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan
dengan memperhatikan segala aspek, atau faktor-faktor yang ditimbulkan dalam
penyelesian masalah (Wati, 2009).
2.2.

Manajemen perawatan
Manajemen perawatan adalah semua tindakan yang dibutuhkan untuk

memelihara suatu unit mesin atau alat didalamnya atau memperbaiki sampai pada
kondisi tertentu yang bisa diterima (Dhillon 2006)
2.2.1.

Pengertian Perawatan
Perawatan (Maintenance) merupakan suatu fungsi dalam suatu industri

manufaktur yang sama pentingnya dengan fungsi-fungsi lain seperti produksi. Hal
ini karena apabila kita mempunyai mesin atau peralatan, maka biasanya kita
selalu berusaha untuk tetap dapat mempergunakan mesin atau peralatan sehingga
kegiatan produksi dapat berjalan lancar. Dalam usaha untuk dapat menggunakan
terus mesin atau peralatan agar kontinuitas produksi dapat terjamin, maka
dibutuhkan kegiatan kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang meliputi:
a
b
c
d

Kegiatan pengecekan.
Meminyaki (lubrication).
Perbaikan atau reparasi atas kerusakan-kerusakan yang ada.
Penyesuain atau penggantian spare part atau komponen.

13

Ada dua jenis penurunan kemampuan mesin atau peralatan yaitu :


a

Natural Deterioration (Kerusakan alam) yaitu menurunnya kinerja mesin


atau peralatan secara alami akibat terjadi pemburukan atau keausan pada
fisik mesin atau peralatan selama waktu pemakaian walaupun penggunaan

secara benar.
Accelerated Deterioration (Kerusakan dipercepat) yaitu menurunnya
kinerja mesin atau peralatan akibat kesalahan manusia (human error)
sehingga dapat mempercepat keausan mesin atau peralatan karena
mengakibatkan tindakan dan perlakuan yang tidak seharusnya dilakukan
terhadap mesin atau peralatan.
Dalam usaha pencegahan untuk menghilangkan kerusakan yang timbul

ketika

proses

produksi

berjalan,

dibutuhkan cara

dan

metode

untuk

mengantisipasinya dengan melakukan kegiatan pemeliharaan mesin atau


peralatan.
Perawatan/pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga
mesin atau peralatan dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian atau
penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang
memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan. Jadi dengan adanya kegiatan
maintenance maka mesin atau peralatan dapat dipergunakan sesuai dengan
rencana

dan

tidak

mengalami kerusakan selama

dipergunakan

untuk

proses produksi atau sebelum jangka waktu tertentu direncanakan tercapai.


Hasil yang diharapakan dari kegiatan pemeliharaan mesin atau peralatan
(equipment maintenance) merupakan berdasarkan dua hal sebagai berikut:

14

Condition maintenance (Pemeliharaan kondisi) yaitu mempertahankan


kondisi mesin atau peralatan agar berfungsi dengan baik sehingga
komponen-komponen

yang

terdapat

dalam

mesin

jugaberfungsi

dengan umur ekonomisnya.


Replecemen tmaintenance (Pemeliharaan penggantian) yaitu melakukan
tindakan perbaikan dan penggantian komponen mesin tepat pada waktunya
sesuai dengan jadwal yang telah diencanakan sebelum kerusakan terjadi

2.2.2. Tujuan Perawatan


Perawatan (Maintenance) adalah kegiatan pendukung bagi kegiatan
komersil, maka seperti kegiatan lainnya,maintenance harus efektif, efisien dan
berbiaya rendah. Dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka mesin atau
peralatan produksi dapat digunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami
kerusakan selama jangka waktu tertentu yang telah direncanakan tercapai.
Beberapa tujuan perawatan yang utama antara lain:
1

Kemampuan berproduksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan

rencana produksi.
Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang
dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak

terganggu.
Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang diluar
batas dan menjaga modal yang di investasikan dalam perusahaan selama
waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijakan perusahaan mengenai

investasi tersebut.
Untuk mencapai tingkat biaya maintenance secara efektif dan efisien

keseluruhannya.
Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

15

Memaksimumkan

ketersedian

semua

peralatan

(mengurangi downtime).
Untuk memperpanjang umur atau masa pakai dari mesin atau peralatan.

2.3.

Jenis-Jenis Maintenance

2.3.1.

Planned Maintenance (Pemeliharaan Terencana)

sistem

produksi

Planned maintenance (pemeliharaa terencana) adalah pemeliharaan yang


terorganisir dan dilakukan dengan pemikiran ke masa depan, pengendalian dan
pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh karena
itu program maintenance yang akan dilakukan harus dinamis dan memerlukan
pegawasan dan pengendalian secara aktif dari bagian maintenance melalui
informasi dari catatan riwayat mesin atau peralatan.
Konsep planned maintenance ditujukan untuk dapat mengatasi masalah
yang dihadapi manajer dengan pelaksanaan kegiatan maintenance. Komunikasi
dapat diperbaiki dengan informasi yang dapat memberi data yang lengkap untuk
mengambil keputusan. Adapun data yang penting dalam kegiatan maintenance
antara lain laporan permintaan pemeliharaan, laporan pemeriksaan, laporan
perbaikan, dan lain-lain. Pemeliharaan terencana (planned maintenance) terdiri
dari tiga bentuk pelaksanaan, yaitu:
a

Preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan)


Preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak
terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan
fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam
proses produksi.

16

Dengan demikian semua fasilitas produksi yang diberikan preventive


maintenance akan terjamin kelancarannya dan selalu diusahakan dalam
kondis atau keadaan yang siap dipergunakan untuk setiap operasi atau
proses produksi pada setiap saat. Sehingga dapatlah dimungkinkan
pembuatan suatu rencana dan jadwal pemeliharaan dan perawatan yang
sangat cermat dan rencana produksi yang lebih tepat.
b

Corrective maintenance (Pemeliharaan Perbaikan )


Corrective maintenance adalah suatu kegiatan

maintenance yang

dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau kelalaian pada mesin atau


peralatan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik.
c

Predictive maintenance
Predictive maintenance adalah tindakan-tindakan maintenance yang
dilakukan pada tanggal yang ditetapkan berdasarkan prediksi hasil analisa
dan evaluasi data operasi yang diambil untuk melakukan predictive
maintenance itu dapat berupa data getaran, temperature, vibrasi, flowrate,
dan lain-lainnya. Perencanaan predictive maintenance dapat dilakukan
berdasarkan data dari operator dilapangan yang diajukan melalui work
order ke departemen maintenance untuk dilakuakan tindakan tepat
sehingga tidak akan merugikan perusahaan.

2.3.2.

Unplanned Maintenance (Pemeliharaan Tak Terencana)


Unplanned maintenance biasanya berupa breakdown atau emergency

maintenance. Breakdown atau emergency maintenance (pemeliharaan darurat)


adalah tindakan maintenance yang tidak dilakukan pada mesin peralatan yang

17

masih dapat beroperasi, sampai mesin atau peralatan tersebut rusak dan tidak
dapat berfungsi lagi. Melalui bentuk pelaksanaan pemeliharaan tak terencana ini,
diharapkan penerapan pemeliharaan tersebut akan dapat memperpanjang umur
dari mesin atau peralatan, dan dapat memperkecil frekuensi kerusakan.
2.3.3.

Autonomous Maintenance (Pemeliharaan Mandiri)


Autonomous maintenance atau pemeliharaan mandiri merupakan suatu

kegiatan untuk dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi mesin atau


peralatan melalui kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh operator untuk
memelihara mesin atau peralatan yang mereka tangani sendiri. Prinsip-prinsip
yang terdapat pada lima S, merupakan prinsip yang mendasari kegiatan
autonomous maintenance yaitu :
a

Seiri (clearingup): Menyingkirkan benda-benda yang tidak diperlukan.

Seiton (organazing): Menempatkan benda-benda yang diperlukan dengan


rapi.

Seiso (cleaning): Membersikan peralatan dan tempat kerja.

Seikatsu (standarizing): Membuat standar kebersihan, pelumasan dan


inspeksi.

Shitsuke (training and discipline): Meningkatkan skill dan moral.


Autonomous maintenance diimplementasikan melalui 7 langkah yang akan

membangun keahlian yang dibutuhkan operator agar mereka mengetahui tindakan


apa yang harus dilakukan.
Tujuh langkah kegiatan yang terdapat dalam autonomous maintenance adalah :
1

Membersihkan dan memeriksa (clean and inspect).

18

Membuat standar pembersihan dan pelumasan.

Menghilangkan sumber masalah dan area yang tidak terjangkau (elim


ineteproblem and anaccesible area).

Melaksanakan pemeliharaan mandiri (conduct autonomous maintenance).

Melaksanakan pemeliharaan menyeluruh (conduct general inspection).

Pemeliharaan mandiri secara penuh (fully autonomous maintenance).

Pengorganisasian dan kerapian (organization and tidines)

2.4.

Tugas dan Pelaksanaan Kegiatan Maintenance


Menurut (Assauri 2004), semua kegiatan dari pada pemeliharaan dapat

digolongkan ke dalam salah satu dari lima tugas pokok yang berikut:
1

Inspeksi (Inspections)
Kegiatan inpeksi meliputi kegiatan pengecekan dan pemeriksaan secara
berkalas (routine schedule check) terhadap mesin atau peralatan sesuai
dengan rencana yang bertujuan untuk mengetahui apakah perusahaan
selalu mempunyai fasilitas mesin atau peralatan yang baik untuk
menjamin kelancaran proses produksi.

Kegiatan Teknik (Engineering)


Kegiatan teknik meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru
dibeli dan kegiatan pengembangan komponen atau peralatan yang perlu
diganti, serta melakukan penelitian-penelitian terhadap kemungkinan
pengembangan komponen atau peralatan, juga berusaha mencegah
terjadinya kerusakan.

19

Kegiatan Produksi
Kegiatan produksi merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya
yaitu dengan memperbaiki seluruh mesin atau peralatan produksi.

Kegiatan Administrasi
Kegiatan administrasi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan
pencatatan-pencatatan

mengenai

biaya-biaya

yang

terjadi

dalam

melakukan kegiatan pemeliharaan, penyusunan planning dan schedulling,


yaitu rencana kapan kegitan suatu mesin atau peralatan tersebut harus
diperiksa, di servis dan diperbaiki.
5

Pemeliharaan Bangunan
Kegiatan pemeliharaan bangunan merupakan kegiatan yang tidak termasuk
dalam kegiatan teknik dan produksi dari bagian maintenance

2.5.
2.5.1.

Total Productive Maintenance (TPM)


Pendahuluan
Manajemen pemeliharaan mesin atau peralatan modern dimulai dengan

apa yang disebut preventive maintenance yang kemudian berkembang menjadi


productive maintenance. Kedua metode pemeliharaan ini umumnya disingkat
dengan PM dan pertama kali diterapkan oleh industri-industri manufaktur di
Amerika Serikat dan pusat segala kegiatannya ditempatkan satu departemen yang
disebut maintenance departement.
Preventive

maintenance mulai dikenal pada tahun 1950-an, yang

kemudian berkembang seiring dengan perkembanagan teknologi yang ada dan


kemudian pada tahun 1960-an muncul apa yang disebut productive maintenance.

20

Total productive maintenance (TPM) mulai dikembangkan pada tahun


1970-an pada perusahaan dinegara Jepang yang merupakan pengembang konsep
maintenance yang diterapkan pada perusahaan industri manufaktur Amerika
Serikat yang disebut Preventive maintenance. Seperti dapat dilihat masa periode
perkembangan PM di Jepang dimana periode tahun 1950-an juga bisa
dikatagorikan sebagai periode breakdown maintenance.
Mempertahankan kondisi mesin atau peralatan yang mendukung
pelaksanaan proses produksi merupakan komponen yang penting dalam
pelaksanaan pemeliharaan unit produksi. Tujuan pemeliharaan produktif
(productive maintenance) adalah untuk mencapai apa yang disebut dengan
profitable PM.
2.5.2. Pengertian Total Productive Maintenance (TPM)
TPM adalah hubungan kerja sama yang erat antara perawatan dan
organisasi produksi secara menyeluruh bertujuan untuk meningkatkan kualitas
produksi, mengurangi weast, mengurangi biaya produksi, meningkatkan
kemampuan peralatan dan pengembangan dari keseluruhan sistem perawatan pada
perusahaan manufaktur. Secara menyeluruh definisi dari

total

producti

vemaintenance mencakup lima elemen yaitu sebagai berikut:


1

TPM bertujuan untuk menciptakan suatu sistem preventive maintenance


(PM) untuk memperpanjang umur penggunaan mesin/peralatan.

TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektifitas mesin/peralatan secara


keseluruhan (overall effectiveness).

21

TPM dapat diterapkan pada berbagai departemen (seperti engineering,


bagian produksi,bagian maintenance.

TPM melibatkan semua orang mulai dari tingkatan manajemen tertinggi


hingga para karyawan atau operator lantai produksi.

TPM merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan PM


melalui manajemen motivasi.

2.5.3. Manfaat dari Total Produtive Maintenance (TPM)


Manfaat dari studi apalikasi TPM secara sistematik dalam rencana kerja
jangka panjang pada perusahaan khususnya menyangkut faktor-faktor berikut:
1

Peningkatan produktivitas dengan menggunakan prinsip-prinsip TPM


akan meminimal kan kerugian-kerugian pada perusahaan.

Meningkatkan kualitas dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada


mesin/peralatan dan downtime mesin dengan metode terfokus.

Waktu delivery ke konsumen dapat ditepati, karena produksi yang tanpa


gangguan akan lebih mudah untuk dilaksanakan.

Biaya produksi rendah karena rugi dan pekerjaan yang tidak memberi nilai
tambah dapat dikurangi.

Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik.

Meningkatkan motivasi

kerja, karena hak dan

didelegasikan oleh setiap orang.


2.6.

OEE (Overall Equipment Effectiveness)

2.6.1.

Definisi OEE (Overall Equipment Effectiveness)

tanggung jawab

22

Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah total pengukuran terhadap


performance yang berhubungan dengan availability dari proses produktivitas dan
kualitas. Pengukuran OEE menunjukkan seberapa baik perusahaan menggunakan
sumber daya yang dimiliki temasuk peralatan,pekerja dan kemamapuan untuk
kemampuan untuk memuaskan konsumen dalam hal pengiriman yang sesuai
dengan spesifikasi kualitas menurut konsumen.
Menurut Ljungberg (1989), Total Productive Maintenance (TPM)
tergantung kepada tiga konsep antara lain adalah sebagai berikut:
1. Memaksimalkan penggunaan peralatan secara efektif.
2. Perawatan secara otomatis oleh operator.
3. Kelompok aktivitas kecil.
Dari tiga hal tersebut OEE dapat digunakan untuk mengabungkan operasi,
perawatan dan manajemen dari peralatan manufaktur dan sumber daya.Penelitian
ini menyatakan bahwa keakuratan performansi data peralatan merupakan kunci
sukses dan memperpanjang umur efektivitas dari aktivitas TPM. Apabila peralatan
gagal dan menjadi alasan produksi gagal maka hal itu tidak dapat dipahami,karena
beberapa kegiatan dari TPM tidak dapat digunakan dengan optimal untuk
menyelesaikan masalah utama perusahaan.Kegagalan produksi, bersamaan
dengan biaya tak langsung dengan biaya tersembunyi.
Menurut Nakajima (1988) menyatakan bahwa OEE adalah sebuah alat
untuk mengukur keberadaan dari tersembunyi. Juga memperkirakan bahwa
pengunaan OEE yang paling efektif adalah selama proses berlangsung dengan
pengunaan dari peralatan dasar kendali kualitas, seperti diagram pareto.
Pengunaan dapat menjadi penting untuk keberadaan dari sistem pengukuran
performansi perusahaan.
2.6.2.

Tujuan dari OEE (overall equipment Effectiveness)

23

Menurut Ljungberg (1989), overall equipment effectiveness dapat


digunakan dalam beberapa jenis tingkatan pada sebuah lingkungan perusahaan
yaitu:
1. OEE dapat digunakan sebagai benchmark untuk mengukur rencana
perusahaan dalam performansi.
2. Nilai OEE, perkiraan dari suatu aliran produksi, dapat digunakan untuk
membandingkan garis

performansi melintang dari perusahaan, maka

akan terlihat aliran yang tidak penting.


3. Jika proses permesinan dilakukan secara individual, OEE dapat
mengidentifikasi mesin mana yang mempunyai performansi buruk,
bahkan mengindikasikan fokus dari sumber daya TPM.
2.6.3. Perhitungan OEE (Overall Equipment Effectiveness)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aplikasi Overall Equipment
Effectiveness di perusahaan adalah dengan menghitung komponen OEE ,yaitu:
1. Availability Ratio
Elemen Availability Ratio yang digunakan untuk mengukur nilai OEE adalah
dengan memperhatikan total waktu kerusakan yang dihasilkan dari
unscheduled down time, proses set-up dan kerusakan yang tidak terencana
lainnya. Faktor penting Avaibility adalah Loading Time dan Operating Time,
Loading Time adalah total waktu produksi dalam sehari, yang dapat dipisahkan
dalam beberapa aktivitas yaitu:
a) Menunggu untuk penyeleseian pesanan, Tenaga kerja yang tidak tersedia
b)
c)
d)
e)

untuk menggantikan operator yang istirahat.


Aktivitas rencana pemeliharaan.
Proses perbaikan.
Perawatan mesin oleh operator.
Pelatihan operator.
Dengan demikian formula yang digunakan

Availability Ratio adalah :

untuk

menghitung

24

Availability Ratio = (operating time) / (loading time)


Operating time = loading time down time
2. Performance Ratio
Performance merupakan ukuran perbandingan actual speed dari peralatan
untuk kecepatan yang ideal. Performance merupakan bagian dari OEE yang
mungkin dikalkulasikan dalam beberapa cara yang berbeda.Performance
merupakan hasil net operating time dan operating time. Operting time
merupakan peralatan yang menunjuk pada ketidakcocokkan antara ideal speed
dengan actual operating, Net operating time merupakan ukuran perkalian
antara jumlah produksi dengan actual cycle time dibagi dengan operating time.
Dengan demikian formulasinya adalah:
Performance Ratio = (Processed amount X Theoritical cycle time)
3. Quality Ratio
Quality Ratio dapat digunakan untuk menunjukkan proporsi produksi yang
tidak sempurna dengan volume produksi total, Quality meliputi kegagalan pada
tahap produksi biasanya pada mesin khusus atau garis produksi.
4. Processed Amount
Processed Amount adalah hasil dari proses produksi yang berlangsung,
kalkulasi Quality diidentifikasi dari kegagalan kualitas, jumlah produk cacat
untuk kegagalan kualitas selama proses produksi.Departemen membuat sebuah
target untuk Quality adalah 99,5 %. Hal ini merupakan catatan penting bahwa
sebuah target dianggap dari kegagalan produk yang diidentifikasikan selama
proses pemesinan, pengumpulan data secara efektif dianggap sebagai kunci
untuk memperbaiki pengukuran kualitas.kunci untuk perbaikan kualitas adalah:
Dari ketiga factor diatas maka untuk perhitungan Overall Eguipment
Effectiveness (OEE) adalah :
OEE=Availability Ratio(%) X Performance Ratio(%)X Quality Ratio(%)

25

Dalam perhitungan OEE perlu dilakukan perhitungan Down Time dari


mesin.

Gambar 2.1. Perhitungan OEE (Sumber:www.oee.com/World-class-oee.hmtl)


Keterangan:

Startup Loss, dikategorikan sebagai quality loss karena adanya


scrap/reject saat startup produksi yang disebabkan oleh kekeliruan setup
mesin, proses warm-up yang kurang, dan sebagainya.

Setup atau Adjustment Loss, dikategorikan sebagai downtime loss karena


adanya waktu yang tercuri akibat waktu setup yang lama yang
disebabkan oleh changeover produk, tidak adanya material (material
shortages), tidak adanya operator (operator shortages), adjustment mesin,
warm-up time, dan sebagainya.

Cycle Time Loss, dikategorikan sebagai speed loss karena adanya


penurunan kecepatan proses yang disebabkan oleh beberapa hal, misal:
mesin sudah aus, di bawah kapasitas yang tertulis pada name plate-nya, di
bawah kapasitas yang diharapkan, ketidakefisienan operator, dan
sebagainya.

26

Chokotei Loss, dikategorikan sebagai speed loss karena adanya minor


stoppage yaitu mesin berhenti cukup sering dengan durasi tidak lama
biasanya tidak lebih dari lima menit dan tidak membutuhkan personel
maintenance. Ini dikarenakan mesin hang sehingga harus reset, adanya
pembersihan

atau

pengecekan,

terhalangnya

sensor,

terhalangnya

pengiriman, dan sebagainya.

Breakdown Loss, dikategorikan sebagai downtime loss karena adanya


kerusakan mesin dan peralatan, perawatan tidak terjadwal, dan sebagainya.

Defect Loss, dikategorikan sebagai quality loss karena adanya reject


selama produksi berjalan.
Dari keenam kerugian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga jenis

kerugian terkait dengan proses produksi yang harus diantisipasi, yaitu:


1. Downtime loss yang mempengaruhi Availability Rate,
2. Speed loss yang mempengaruhi Performance Rate, dan
3. Quality loss yang mempengaruhi Quality Rate atau disebut juga FTT (first
time through).
Japan Institute Of Plant Maintenance (JIPM) telah menetapkan standar
nilai benchmark, yang telah dipraktekkan secara luas di seluruh dunia, Berikut
OEE benchmark.

Jika OEE = 100%, produksi dianggap sempurna, hanya memproduksi


produk tanpa cacat, bekerja dalam performance yang cepat, dan tidak

down time.
Jika OEE = 85%, produksi dianggap kelas dunia, bagi banyak p

27

erusahaan, skor ini merupakan skor yang cocok untuk dijadikan goal

jangka panjang.
Jika OEE = 60%, produksi dianggap wajar, tapi menunjukkan ada ruang

yang besar untuk Improvement.


Jika OEE = 40%, produksi dianggap memiliki skor yang rendah, tapi
dalam kebanyakan kasus dengan mudah di Improve melalui pengukuran
langsung
Untuk standar benchmark word class yang dianjurkan untuk JIPM, yaitu

OEE = 85% ditunjukkan dengan tabel yang perlu dicapai masing-masing factor
OEE :
Tabel 2.1. Standar Benchmark Word Class
OEE factor

World class

Avaibility

90 %

Performance

95 %

Quality

99 %

Overall OEE

85 %

(Sumber:www.oee.com/World-class-oee.hmtl)
Standar benchmark world class OEE tersebut relatif karena pada
beberapa buku dan perusahaan menunjukkan standar skor yang berbeda, standar
word class ini selalu didorong lebih tinggi sejalan meningkatnya persaingan dan
harapan. Misal jika di pabrik sepatu mungkin quality rate>90% dapat diterima,
tapi jika di pabrik ban pesawat terbang quality rate 99.9% atau setara ~3
mungkin merupakan minimal word class, dan tentu saja bagi perusahaan yang
mempunyai program kualitas six sigma tidak akan puas dengan quality rate
99.9%.

28

Jonsson, P. 1999, menyatakan bahwa kontribusi terbesar OEE adalah


sederhana, namun tetap komprehensif, mengukur efisiensi internal dan dapat
bekerja sebagai indikator proses perbaikan berkelanjutan. Kemudian Ljungberg
(1998) menambahkan bahwa OEE juga merupakan cara efektif menganalisis
efisiensi sebuah mesin tunggal atau sebuah sistem permesinan terintegrasi
(Tangen,2004,p.64). Bagaimanapun suatu perusahaan menginginkan peralatan
produksinya dapat beroperasi 100% tanpa ada downtime, pada kinerja 100% tanpa
ada speed losses, dengan output 100% tanpa ada reject.
Dalam kenyataannya, hal ini sangat sulit tapi bukan tidak mungkin hal ini
dapat dicapai. Menghitung OEE merupakan salah satu komitmen untuk
mengurangi kerugian-kerugian dalam peralatan produksi maupun proses melalui
aktivitas TPM.

Anda mungkin juga menyukai