Anda di halaman 1dari 28

Organic brain syndrome

Organic brain syndrome (OBS) is a general term used to describe decreased


mental function due to a medical disease, other than a psychiatric illness. It is
often used synonymously (but incorrectly) with dementia.

Causes
Disorders associated with OBS include:

Brain injury caused by trauma


o Bleeding into the brain (intracerebral hemorrhage)
o Bleeding into the space around the brain (subarachnoid
hemorrhage)
o Blood clot inside the skull causing pressure on brain (subdural
hematoma)
o Concussion

Breathing conditions
o Low oxygen in the body (hypoxia)
o High carbon dioxide levels in the body (hypercapnia)

Cardiovascular disorders
o Abnormal heart rhythm (arrhythmias)
o Brain injury due to high blood pressure (hypertensive brain injury)
o Dementia due to many strokes (multi-infarct dementia)
o Heart infections (endocarditis, myocarditis)
o Stroke
o Transient ischemic attack (TIA)

Degenerative disorders

o Alzheimer's disease (also called senile dementia, Alzheimer's type)


o Creutzfeldt-Jacob disease
o Diffuse Lewy Body disease
o Huntington's disease
o Multiple sclerosis
o Normal pressure hydrocephalus
o Parkinson's disease
o Pick's disease

Dementia due to metabolic causes

Drug and alcohol-related conditions


o Alcohol withdrawal state
o Intoxication from drug or alcohol use
o Wernicke-Korsakoff syndrome (a long-term effect of excessive
alcohol consumption or malnutrition)
o Withdrawal from drugs (especially sedative-hypnotics and
corticosteroids)

Infections
o Any sudden onset (acute) or long-term (chronic) infection
o Blood poisoning (septicemia)
o Brain infection (encephalitis)
o Meningitis (infection of the lining of the brain and spinal cord)
o Prion infections such as mad cow disease
o Late-stage syphillis

Other medical disorders

o Cancer
o Kidney disease
o Liver disease
o Thyroid disease (high or low)
o Vitamin deficiency (B1, B12, or folate)
Other conditions that may mimic organic brain syndrome include:

Depression

Neurosis

Psychosis

Symptoms
Symptoms can differ based on the disease. In general, organic brain syndromes
cause:

Agitation

Confusion

Long-term loss of brain function (dementia)

Severe, short-term loss of brain function (delirium)

Exams and Tests


Tests depend on the disorder, but may include:

Blood tests

Electroencephalogram (EEG)

Head CT scan

Head MRI

Treatment

Treatment depends on the disorder. Many of the disorders are treated mainly with
rehabilitation and supportive care to assist the person in areas where brain
function is lost.
Medications may be needed to reduce aggressive behaviors that can occur with
some of the conditions.

Outlook (Prognosis)
See the specific disorder. Some disorders are short-term and treatable, but many
are long-term or get worse over time.

Possible Complications
People with OBS often lose the ability to interact with others or function on their
own.

When to Contact a Medical Professional


Call your health care provider if:

You have been diagnosed with organic brain syndrome and you are
uncertain about the exact disorder.

You have symptoms of this condition.

You have been diagnosed with OBS and your symptoms become worse.

Alternative Names
OBS; Organic mental disorder (OMS); Chronic organic brain syndrome

References
Knopman DS. Alzheimer's disease and other dementias. In: Goldman L, Ausiello
D, eds. Cecil Medicine. 23rd ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2007:chap
425.

Update Date: 2/16/2012


Updated by: Luc Jasmin, MD, PhD, Department of Neurosurgery at Cedars-Sinai
Medical Center, Los Angeles, and Department of Anatomy at UCSF, San
Francisco, CA. Review provided by VeriMed Healthcare Network. Also reviewed
by David Zieve, MD, MHA, Medical Director, A.D.A.M., Health Solutions, Ebix,
Inc.

Gangguan Skizofrenia Merupakan Gangguan Psikosis Fungsional


Posted by psychologymania Juli 11, 2011 Tinggalkan Sebuah
Komentar

Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental


berulang yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan oleh
kemunduran fungsi sosial, fungsi kerja, dan perawatan diri. Skizofrenia
merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamin,
yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling
lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik
diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi
(keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra).
Pada pasien penderita, ditemukan penurunan kadar transtiretin atau pre-albumin
yang merupakan pengusung hormon tiroksin, yang menyebabkan permasalahan
pada fluida cerebrospinal. Skizofrenia bisa mengenai siapa saja.
Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1%
populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. 75% Penderita skizofrenia mulai
mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang
berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering
terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian
dari tahap penyesuaian diri. Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan
psikososial sangat penting karena semakin lama ia tidak diobati, kemungkinan
kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya terapi semakin kuat.
Seseorang yang mengalami gejala skizofrenia sebaiknya segera dibawa ke
psikiater dan psikolog.
Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang
dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih
gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada
segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka
prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia)
(Dep.Kes.1992).Banyak pembahasan yang telah dikeluarkan para ahli sehubungan

dengan timbulnya skizofrenia pada lanjut usia (lansia). Hal itu bersumber dari
kenyataan yang terjadi pada lansia bahwa terdapat hubungan yang erat antara
gangguan parafrenia, paranoid dan skizofrenia. Parafrenia lambat (late
paraphrenia) digunakan oleh para ahli di Eropa untuk pasien-pasien yang
memiliki gejala paranoid tanpa gejala demensia atau delirium serta terdapat gejala
waham dan halusinasi yang berbeda dari gangguan afektif.
Skizofrenia terjadi dengan frekuensi yang sangat mirip di seluruh dunia.
Skizofrenia terjadi pada pria dan wanita dengan frekuensi yang sama. Gejalagejala awal biasanya terjadi pada masa remaja atau awal dua puluhan. Pria sering
mengalami awitan yang lebih awal daripada wanita.
Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu:
a) Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)
b) Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau minum, dsb)
c) Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-minta, dsb)
d) Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran)
e) Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel)
Pada umumya, gangguan skizofrenia yang terjadi pada lansia adalah skizofrenia
paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam pelayanan keluarga, para lansia
dengan gangguan kejiwaan tersebut menjadi kurang terurus karena perangainya
dan tingkahlakunya yang tidak menyenangkan orang lain, seperti curiga
berlebihan, galak, bersikap bermusuhan, dan kadang-kadang baik pria maupun
wanita perilaku seksualnya sangat menonjol walaupun dalam bentuk perkataan
yang konotasinya jorok dan porno (walaupun tidak selalu).
Gangguan Jiwa Afektif
Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya
gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh ketergangguan
keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:
a. Gangguan Afektif tipe Depresif Gangguan ini terjadi relatif cepat dalam
beberapa bulan. Faktor penyebabnya dapat disebabkan oleh kehilangan atau
kematian pasangan hidup atau seseorang yang sangat dekat atau oleh sebab
penyakit fisik yang berat atau lama mengalami penderitaan.Gangguan ini paling
banyak dijumpai pada usia pertengahan, pada umur 40 50 tahun dan kondisinya

makin buruk pada lanjut usia (lansia). Pada usia pertengahan tersebut prosentase
wanita lebih banyak dari laki-laki, akan tetapi diatas umur 60 tahun keadaan
menjadi seimbang. Pada wanita mungkin ada kaitannya dengan masa menopause,
yang berarti fungsi seksual mengalami penurunan karena sudah tidak produktif
lagi, walaupun sebenarnya tidak harus begitu, karena kebutuhan biologis
sebenarnya selama orang masih sehat dan masih memerlukan tidak ada salahnya
bila dijalankan terus secara wajar dan teratur tanpa menggangu kesehatannya.
Gejala gangguan afektif tipe depresif adalah: sedih, sukar tidur, sulit
berkonsentrasi, merasa dirinya tak berharga, bosan hidup dan kadang-kadang
ingin bunuh diri. Beberapa pandangan menganggap bahwa terdapat 2 jenis depresi
yaitu Depresi tipe Neurotik dan Psikotik. Pada tipe neurotik kesadaran pasien
tetap baik, namun memiliki dorongan yang kuat untuk sedih dan tersisih. Pada
depresi psikotik, kesadarannya terganggu sehingga kemampuan uji realitas (reality
testing ability) ikut terganggu dan berakibat bahwa kadang-kadang pasien tidak
dapat mengenali orang, tempat, maupun waktu atau menjadi seseorang yang tak
tahu malu, tak ada rasa takut, dsb.
b. Gangguan Afektif tipe Manik Gangguan ini sering timbul secara bergantian
pada pasien yang mengalami gangguan afektif tipe depresi sehingga terjadi suatu
siklus yang disebut gangguan afektif tipe Manik Depresif. Dalam keadaan Manik,
pasien menunjukkan keadaan gembira yang tinggi, cenderung berlebihan sehingga
mendorong pasien berbuat sesuatu yang melampaui batas kemampuannya,
pembicaraan menjadi tidak sopan dan membuat orang lain menjadi tidak enak.
Kondisi ini lebih jarang terjadi dari pada tipe depresi. Kondisi semacam ini
kadang-kadang silih berganti, suatu ketika pasien menjadi eforia, aktif, riang
gembira, pidato berapi-api, marah-marah, namun tak lama kemudia menjadi sedih,
murung, menangis tersedu-sedu yang sulit dimengerti.
c. Neurosis Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia
(lansia). Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia)
karena disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan
yang ada sejak masa mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang
didapatkannya pada masa memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada
lanjut usia (lansia) berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam memasuki
tahap lanjut usia (lansia). Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala
utama dengan daya tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya yang baik.
Kepribadiannya tetap utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik,
namun secara kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Sebagai contoh : mandi
adalah hal yang biasa dilakukan oleh orang normal sehari 2 kali, namun bagi
orang neurosis obsesive untuk mandi, ia akan mandi berkali-kali dalam satu hari

dengan alasan tidak puas-puas untuk mandi. Secara umum gangguan neurosis
dapat dikategorikan sebagai berikut:
Neurosis cemas dan panic
Neurosis obsesif kompulsif
Neurosis fobik
Neurosis histerik (konversi)
Gangguan somatoform
Faktor resiko penyakit ini termasuk:
1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga
2. Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik, penarikan diri,
dan/atau impulsivitas.
3. Stress lingkungan
4. Kelahiran pada musim dingin. Faktor ini hanya memiliki nilai prediktif yang
sangat kecil.
5. Status sosial ekonomi yang rendah sekurang-kurangnya sebagian adalah karena
dideritanya gangguan ini
Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi penyebab
skizofrenia. Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok heterogen gangguan
yang mempunyai gejala-gejala serupa. Secara genetik, sekurang-kurangnya
beberapa individu penderita skizofrenia mempunyai kerentanan genetic herediter.
Kemungkinan menderita gangguan ini meningkat dengan adanya kedekatan
genetic dengan, dan beratnya penyakit, probandnya. Penelitian Computed
Tomography (CT) otak dan penelitian post mortem mengungkapkan perbedaanperbedaan otak penderita skizofrenia dari otak normal walau pun belum
ditemukan pola yang konsisten. Penelitian aliran darah, glukografi, dan Brain
Electrical Activity Mapping (BEAM) mengungkapkan turunnya aktivitas lobus
frontal pada beberapa individu penderita skizofrenia. Status hiperdopaminergik
yang khas untuk traktus mesolimbik (area tegmentalis ventralis di otak tengah ke
berbagai struktur limbic) menjadi penjelasan patofisiologis yang paling luas
diterima untuk skizofrenia.

Semua tanda dan gejala skizofrenia telah ditemukan pada orang-orang bukan
penderita skizofrenia akibat lesi system syaraf pusat atau akibat gangguan fisik
lainnya. Gejala dan tanda psikotik tidak satu pun khas pada semua penderita
skizofrenia. Hal ini menyebabkan sulitnya menegakkan diagnosis pasti untuk
gangguan skizofrenia. Keputusan klinis diambil berdasarkan sebagian pada:
1. Tanda dan gejala yang ada
2. Rriwayat psikiatri
3. Setelah menyingkirkan semua etiologi organic yang nyata seperti keracunan
dan putus obat akut.
Gejala Gejala
Indikator premorbid (pra-sakit) pre-skizofrenia antara lain ketidakmampuan
seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang tersenyum, acuh tak
acuh. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit melakukan pembicaraan terarah,
kadang menyimpang (tanjential) atau berputar-putar (sirkumstantial). Gangguan
atensi: penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan, atau
memindahkan atensi. Gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri
secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas,
mengganggu dan tak disiplin.
Secara umum, gejala-gejala yang muncul pada penderita skizofrenia adalah
sebagai berikut:
muncul delusi dan halusinasi. Delusi adalah keyakinan/pemikiran yang salah
dan tidak sesuai kenyataan, namun tetap dipertahankan sekalipun dihadapkan
pada cukup banyak bukti mengenai pemikirannya yang salah tersebut. Delusi
yang biasanya muncul adalah bahwa penderita skizofrenia meyakini dirinya
adalah Tuhan, dewa, nabi, atau orang besar dan penting. Sementara halusinasi
adalah persepsi panca indera yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya
penderita tampak berbicara sendiri tetapi ia mempersepsikan ada orang lain yang
sedang ia ajak berbicara.
kehilangan energi dan minat untuk menjalani aktivitas sehari-hari, bersenangsenang, maupun aktivitas seksual, berbicara hanya sedikit, gagal menjalin
hubungan yang dekat dengan orang lain, tidak mampu memikirkan konsekuensi
dari tindakannya, menampilkan ekspresi emosi yang datar, atau bahkan ekspresi
emosi yang tidak sesuai konteks (misalkan tiba-tiba tertawa atau marah-marah
tanpa sebab yang jelas).

menampilkan perilaku tidak terorganisir, misalnya menampilkan pose tubuh


yang aneh, pembicaraan yang tidak tertata dengan baik (bicara melompat-lompat
dari satu topik ke topik yang lain atau tidak nyambung).
Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya bisa dibagi menjadi dua kelas:
1. Gejala-gejala Positif
Termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif). Gejala-gejala ini
disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati oleh orang
lain.
2. Gejala-gejala Negatif
Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif karena merupakan kehilangan dari
ciri khas atau fungsi normal seseorang. Termasuk kurang atau tidak mampu
menampakkan/ mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya
dorongan untuk beraktivitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang
disenangi dan kurangnya kemampuan bicara (alogia).
Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita skizofrenia atau penyakit
psikotik yang lainnya, keberadaan skizofrenia pada grup ini sangat sulit dibedakan
dengan gangguan kejiwaan seperti autisme, sindrom Asperger atau ADHD atau
gangguan perilaku dan gangguan Post Traumatic Stress Dissorder. Oleh sebab itu
diagnosa penyakit psikotik atau skizofrenia pada anak-anak kecil harus dilakukan
dengan sangat berhati-hati oleh psikiater atau psikolog yang bersangkutan.
Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang merupakan faktor
predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian paranoid atau kecurigaan
berlebihan, menganggap semua orang sebagai musuh. Gangguan kepribadian
skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan ramah pada orang
lain serta selalu menyendiri. Pada gangguan skizotipal orang memiliki perilaku
atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran
magis yang berpengaruh pada perilakunya, persepsi pancaindra yang tidak biasa,
pikiran obsesif tak terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan, sangat
rinci dan ruwet atau stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh
dan inkoheren.
Tidak semua orang yang memiliki indikator premorbid pasti berkembang menjadi
skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk munculnya gejala
skizofrenia, misalnya stresor lingkungan dan faktor genetik. Sebaliknya, mereka
yang normal bisa saja menderita skizofrenia jika stresor psikososial terlalu berat
sehingga tak mampu mengatasi. Beberapa jenis obat-obatan terlarang seperti

ganja, halusinogen atau amfetamin (ekstasi) juga dapat menimbulkan gejala-gejala


psikosis.
Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun keluarga perlu
menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu
memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan.
Perawatan terpenting dalam menyembuhkan penderita skizofrenia adalah
perawatan obat-obatan antipsikotik yang dikombinasikan dengan perawatan terapi
psikologis.
Terapi Penyakit Skizofrenia
Pemberian obat-obatan
Obat neuroleptika selalu diberikan, kecuali obat-obat ini terkontraindikasi, karena
75% penderita skizofrenia memperoleh perbaikan dengan obat-obat
neuroleptika. Kontraindikasi meliputi neuroleptika yang sangat antikolinergik
seperti klorpromazin, molindone, dan thioridazine pada penderita dengan
hipertrofi prostate atau glaucoma sudut tertutup. Antara sepertiga hingga separuh
penderita skizofrenia dapat membaik dengan lithium. Namun, karena lithium
belum terbukti lebih baik dari neuroleptika, penggunaannya disarankan sebatas
obat penopang. Meskipun terapi elektrokonvulsif (ECT) lebih rendah dibanding
dengan neuroleptika bila dipakai sendirian, penambahan terapi ini pada regimen
neuroleptika menguntungkan beberapa penderita skizofrenia.
Pendekatan Psikologi
Hal yang penting dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan
dengan menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan
penderita untuk mengatasinya, dan adanya dukungan sosial. Intervensi psikososial
diyakini berdampak baik pada angka relaps dan kualitas hidup penderita.
Intervensi berpusat pada keluarga hendaknya tidak diupayakan untuk mendorong
eksplorasi atau ekspresi perasaan-perasaan, atau mempertinggi kewaspadaan
impuls-impuls atau motivasi bawah sadar.
Tujuannya adalah:
1. Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia.
2. Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu
penderita memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan otak.

3. Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak


berbahaya. Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps.
4. Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita.
Keterlibatan yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko relaps.
5. Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota keluarga
lainnya dan memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga.
Psikodinamik atau berorientasi insight belum terbukti memberikan keuntungan
bagi individu skizofrenia. Cara ini malahan memperlambat kemajuan. Terapi
individual menguntungkan bila dipusatkan pada penatalaksanaan stress atau
mempertinggi kemampuan social spesifik, serta bila berlangsung dalam konteks
hubungan terapeutik yang ditandai dengan empati, rasa hormat positif, dan ikhlas.
Pemahaman yang empatis terhadap kebingungan penderita, ketakutanketakutannya, dan demoralisasinya amat penting dilakukan.
Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang parah dan sulit ditangani. Penderita
skizofrenia tidak dapat disembuhkan secara total, dalam arti halusinasi dan delusi
tidak dapat hilang total, karena tanpa pengobatan yang terus-menerus dan
dukungan dari lingkungan, maka gejala-gejala skizofrenia dapat kembali muncul
saat individu berada dalam tekanan atau mengalami stres. Intervensi sejak dini
merupakan hal yang sangat penting dan bermanfaat dalam penanganan skizofrenia
demi mencegah perkembangan gangguan ke arah yang semakin parah.
Penanganan gangguan skizofrenia membutuhkan berbagai pendekatan selain
dengan obat-obatan, tetapi juga dengan terapi-terapi baik terapi individu,
kelompok (difokuskan pada keterampilan sosial, penyelesaian masalah, perubahan
pemikiran, dan keterampilan persiapan memasuki dunia kerja), maupun keluarga.
Dalam terapi keluarga, diberikan informasi dan edukasi mengenai skizofrenia dan
pengobatannya, selain itu terapi juga diarahkan untuk menghindarkan sikap saling
menyalahkan dalam keluarga, meningkatkan komunikasi dan keterampilan
pemecahan masalah dalam keluarga, mendorong penderita dan keluarga untuk
mengembangkan kontak sosial, dan meningkatkan motivasi penderita skizofrenia
dan keluarganya.
Prognosis Penyakit Skizofrenia
Fase residual sering mengikuti remisi gejala psikotik yang tampil penuh, terutama
selama tahun-tahun awal gangguan ini. Gejala dan tanda selama fase ini mirip
dengan gejala dan tanda pada fase prodromal; gejala-gejala psikotik ringan
menetap pada sekitar separuh penderita. Penyembuhan total yang berlangsung
sekurang-kurangnya tiga tahun terjadi pada 10% pasien, sedangkan perbaikan

yang bermakna terjadi pada sekitar dua per tiga kasus. Banyak penderita
skizofrenia mengalami eksaserbasi intermitten, terutama sebagai respon terhadap
situasi lingkungan yang penuh stress. Pria biasanya mengalami perjalanan
gangguan yang lebih berat dibanding wanita. Sepuluh persen penderita
skizofrenia meninggal karena bunuh diri.
Prognosis baik berhubungan dengan tidak adanya gangguan perilaku prodromal,
pencetus lingkungan yang jelas, awitan mendadak, awitan pada usia pertengahan,
adanya konfusi, riwayat untuk gangguan afek, dan system dukungan yang tidak
kritis dan tidak terlalu intrusive. Skizofrenia Tipe I tidak selalu mempunyai
prognosis yang lebih baik disbanding Skizofrenia Tipe II. Sekitar 70% penderita
skizofrenia yang berada dalam remisi mengalami relaps dalam satu tahun. Untuk
itu, terapi selamanya diwajibkan pada kebanyakan kasus.

GANGGUAN PSIKOTIK DAN SKIZOFRENIA

GANGGUAN PSIKOTIK DAN SKIZOFRENIA


oleh :
Saifuddin Zuhri
Rizqon Karimah
Aminah Permata
Fitriyana Fauziah
Wardah Firdausi
BAB I
KAJIAN TEORI
Manusia sebagai makhluk yang memiliki banyak keterbatasan
kerapkali mengalami perasaan takut, cemas, sedih, bimbang, dan
sebagainya. Dalam psikologi, gangguan atau penyakit kejiwaan akrab
diistilahkan psikopatologi. Ada dua macam psikopatologi yakni neurosis
dan psikosis. Sementara dr. H. Tarmidzi membagi psikopatologi menjadi
enam macam, selain dua yang telah tersebut, ia mengemukakan yang
lainnya yaitu psikosomatik, kelainan kepribadian, deviasi seksual, dan
retardasi mental.
Psikosis adalah penyakit kejiwaan yang parah, karena di tingkatan ini
penderita tidak lagi sadar akan dirinya. Pada penderita psikosis
umumnya ditemukan ciri-ciri sebagai berikut:
Mengalami disorganisasi proses pikiran
Gangguan emosional
Disorientasi waktu, ruang, dan person
Terkadang disertai juga dengan halusinasi dan delusi
Psikosis bisa muncul dalam beberapa bentuk, diantaranya:
a) Schizophrenia, penyakit jiwa yang ditandai dengan kemunduran
atau kemurungan kepribadian

b) Paranoia, gila kebesaran atau merasa lebih dari segalanya


c) Maniac depressive psychosis, perasaan benar atau gembira yang
mendadak bisa berubah sebaliknya menjadi serba salah atau sedih
Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik, dengan
gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir.
Kadang-kadang berasa bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh
kekuatan dari luar. Penyakit ini timbul akibat ketidakseimbangan pada
salah satu sel kimia dalam otak. Skizofrenia adalah gangguan jiwa
psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau
respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi
normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan
halusinan (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra).
Kalau pada remaja, perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang
merupakan faktor predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian
paranoid atau kecurigaan berlebihan dan biasanya menganggap
semua orang sebagai musuh. Gangguan kepribadian skizoid yaitu
emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan ramah pada orang
lain serta selalu menyendiri. Pada gangguan skizotipal orang memiliki
perilaku atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek sempit, percaya halhal aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada perilakunya, persepsi
pancaindra yang tidak biasa, pikiran obsesif tak terkendali, pikiran
yang samar-samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet atau
stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh dan
inkoheren.
Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun
keluarga perlu menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu
mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru
bisa menyulitkan penyembuhan. Kesabaran dan perhatian yang tepat
sangat diperlukan oleh penderita skizofrenia. Keluarga perlu
mendukung serta memotivasi penderita untuk sembuh.
Simptom-simptom skizofrenia, antara lain:
1. Gangguan isi pikiran, delusi: kepercayaan yang salah macamnya:
Delusi referensi: kepercayaan bahwa tingkah laku orang lain atau
obyek tertentu atau kejadian tertentu diacukan kepada dirinya.
Delusi persekusi : kepercayaan bahwa ada orang atau orang-orang
akan mencelakan dirinya, keluarganya atau kelompoknya.
Delusi grandeur : merasa dirinya penting.
Delusi kemiskinan : merasa tidak mempunyai hal yang berharga.
Delusi menyalahkan diri.
Delusi control : merasa dirinya dikontrol oleh orang lain.
Delusi nihilisme : merasa dirinya, orang lain mupun dunia tidak ada.
Delusi ketidak setiaan : kepercayaan yang salah bahwa orang yang
dicintai tidak setia.
Delusi lain bahwa pikiran dapat disiarkan, diubah atau ditarik dari
pikiran oleh orang atau kekuatan luar.

Delusi somatic : kepercayaan yang keliru mengenai kerja badan,


percaya otaknya dimakan semut.
2. Gangguan gaya berfikir, berbahasa dan komunikasi :
Proses kognitif tidak teratur dan tidak fungsional, sehingga tidak ada
hubungan dan tidak logis.
Pengekspresian ide, piker dan bahasa begitu terganggu hingga tidak
dapat dimengerti.
Gangguan kognitif :
Inkoherensi : bicara ngawur
Tidak ada asosiasi
Neologisme : membuat kata-kata baru atau pengrusakan kata-kata
yang ada.
Bloking : tidak dapat melanjutkan pembicaraan (beberapa detik
beberapa menit)
Isi pembicaran yang sangat kurang.
Apa yang dikatakan atau yang ditulis tidak berarti.
Kadang mereka seperti bisu sampai berhari-hari.
3. Gangguan persepsi : halusinasi.
Halusinasi : persepsi palsu yang mencakup kelima pancaindera.
Bagi orangnya nampak nyata, terjadi secara spontan.
4. Gangguan afek. (afek : keadaan emosi)
Keadaan emosi yang berlawanan dengan rangsangnya.
5. Gangguan psikomotor
Tingkah laku aneh
Menunjukkan gangguan katatonik berupa :
Stupor katatonik : keadaan tidak respponsif terhadap rangsang luar.
Kekakuan katatonik : sikap badan yang kaku dan menolak usaha
untuk dipindahkan.
Excitement yang katatonik : gerakan badan yang tidak ada tujuannya
dan diulang-ulang.
6. Gangguan hubungan Interpersonal
Karena tingkah lakunya, orang tidak berinteraksi denagn penderita
ia tidak mampu berinteraksi dengan cara yang umum hidup dalam
dunia fantasi dan delusi.
7. Gangguan perasaan diri:
Bingung mengenai siapa dirinya, percaya bahwa dirinya dikontrol
orang atau kekuatan luar.
8. Gangguan motivasi
Tidak ada motivasi karena kurang dorongan atau perhatian atau
karena kebingungan adanya pilihan-pilihan yang mungkin.
Jika gangguan mitivasi dibarengi pikiran lacau dan obsesif maka
orang ini tidak akan dapat digerakkan.
Fase-fase schizophrenia, adalah:

1. Fase prodromal : periode sebelum periode aktif :


Individu menunjukkan gangguan- gangguan berfungsi social dan
interpersonal yang progresif.
Perubahan yang terjadi dapat berisi : penarikan sosial, ketidak
mampuan bekerja secara produktif, eksentrik, pakaian yang tidak rapi,
emosi myang tidak sesuai, perkembangan pikiran dan bicara yang
aneh, kepercayaan yang tidak biasa, pengalaman persepsi yang aneh,
hilangnya inisiatif dan energi.
2. Fase aktif : paling sedikit satu bulan.
Individu mengalami simtom psikotik : hakusinasi dan delusi, bicara
yang tidak teratur, demikian pula tingkah lakunya, tanda-tanda
penarikan diri.
3. Fase residual : simtom seperti pada fase sebelumnya ada, tetapi
tidak parah dan tidak mengganggu.
Sakit jiwa berat (psikologis atau gila) adalah suatu gangguan jiwa.
Pasien kehilangan daya nilai realistik atau reality test terganggu. Bukti
nyata reality test terganggu adalah adanya waham, halusinasi dan pola
perilaku yang kacau, tidak masuk akal dan tak bermanfaat disertai
tilikan yang buruk.
1. Gangguan Psikotik
Mungkin terdapat beda penafsiran tentang psikotik dengan apa yang
dihayati masyarakat. Gila dalam masyarakat adalah mereka yang
mengamuk, merusak atau tak bisa merawat diri sehingga compangcamping, dan akhirnya menggelandang. Apa yang dihayati oleh
masyarakat itu sebenarnya adalah daya nilai reality test terganggu
sudah dalam tahap akhir. Karena pada dasarnya pasien psikotik
(khususnya kelompok skizofrenia) bila tidak tepat dalam
penanganannya akan berlanjut dan dapat terjadi hal-hal tidak
diinginkan. Seseorang yang mengidap gangguan psikotik, khususnya
skizofrenia bisa melakukan tindakan yang tak terduga, walaupun
sebelumnya tak menunjukkan perilaku yang agresif.
Ganggguan psikotik lain :
1. Gangguan psikotik singkat :
Simtom psikotik singkat : 1 hari 1 bulan.
Kemudian dapat berfungsi secara normal (waktu terbatas)
Ada stressor yang diketahui ada yang tidak.
Di DSM IV ada yang disebut gangguan reaktif singkat yang
kejadiannya setelah melahirkan.
Perlakuan gangguan psikotik : kombinasi pengobatan dan psikoterapi.
2. Gangguan schizofreniform
Ada simtom psikotik, tetapi lama dan keparahannya kurang daripada
pada psikosis reaktif yang singkat (1-6 bulan, kalau lebih dari 6 bulan,
harus di diagnosis schizophrenia)

Simtom psiko afektif :


Apabila ada simtom-simtom yang sifatnya schizofrenik dan afektif.
DSM IV: ada simtom depresi mayor atau periode manik dan simtom
delusi dan halusinasi.
3. Gangguan delusional
Penderita dapat berfungsi sesuai, hanya ada satu gejala yaitu delusi.
Delusi sistematik dan menonjol, tettapi tidak aneh seperti pada
schizophrenia.
Ada 5 subtipe :
1) Erotomania: delusi bahwa orang lain biasanya orang penting sangat
mencintai dirinya. Disamping itu biasanya ada simtom depresi atau
mania.
2) Gangguan delusi kebesaran : merasa bahwa dirinya orang yang
sangat penting (merasa dirinya ratu adil).
3) Gangguan delusi iri : ada delusi bahwa pasangannya tidak setia.
4) Gangguan delusi persekutori : merasa bahwa dirinya akan dianiaya,
merasa dirinya akan dibunuh.
5) Gangguan delusi somatic : merasa bahwa dirinya mempunyai
penyakit yang membahayakan atau bahwa akan mati. Kepercayaan ini
ekstrim dan tidak dapat diubah.
4. Gangguan psikotik bersama.
Bila seorang atau lebih banyak orang mengembangkan system
delusional sebagai akibat hubungan yang dekat dengan orang yang
delusional. Kalau dua orang disebut folie a deux. Sering terjadi tiga
orang atau lebih, atau seluruk keluarga . jadi seakan-akan orang
terjangkit karena dekat, kalau pisah yang terjangkit dapat kembali
normal.
2. Perilaku Kacau
Kewajiban umum dan dasar manusia dalam masyarakat lingkungan
kehidupan serta rumah tangga adalah bekerja untuk mendapatkan
nafkah, atau bekerja sesuai fungsinya, walaupun bukan untuk
mendapatkan uang atau materi. Kewajiban dalam rumah tangga,
kehidupan sosial dalam masyarakat yaitu bersosialisasi dan
penggunaan waktu senggang.
Pada penderita psikotik fungsi pekerjaan sering tak bisa dijalankan
dengan seksama, tak mau bekerja sesuai kewajiban dan
tanggungjawab dalam keluarga, atau tak mampu bekerja sesuai
dengan tingkat pendidikan. Sering terjadi tak mau, tak mampu bekerja
dan malas.
Dalam kehidupan sosial sering ada penarikan diri dari pergaulan sosial
atau penurunan kemampuan pergaulan sosial. Misalnya setelah sakit
stres berat menarik diri dari organisasi sosial kemasyarakatan, atau
sering terjadi kemunduran kemampuan dalam melaksanakan fungsi
sosial dan pekerjaannya.
Pada penggunaan waktu senggang orang normal bisa bercengkrama

dengan anggota keluarga atau masyarakat, atau membuat program


kerja rekreasi dan dapat menikmatinya. Namun pada penderita
gangguan jiwa berat keadaan tersebut dilewatkan dengan banyak
melamun, malas, bahkan kadang-kadang perawatan diri sehari-hari
dilalaikan seperti makan, minum, mandi, dan ibadah.
3. Waham
Waham adalah isi pikir (keyakinan atau pendapat) yang salah dari
seseorang. Meskipun salah tetapi individu itu percaya betul, sulit
dikoreksi oleh orang lain, isi pikir bertentangan dengan kenyataan, dan
isi pikir terkait dengan pola perilaku individu. Seorang pasien dengan
waham curiga, maka pola perilaku akan menunjukkan kecurigaan
terhadap perilaku orang lain, lebih-lebih orang yang belum dikenalnya.
Bisa terjadi kecurigaan kepada orang sekitarnya akan meracuni atau
membunuh dia. Akibat waham curiga ini pada orang yang sebelumnya
bersifat emosional agresif. Ia bisa membunuh orang karena wahamnya
kalau tidak dibunuh, ia akan dibunuh. Atau ia akan diracuni dan dibuat
celaka oleh orang yang dibunuhnya.
4. Halusinasi
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa ada rangsangan. Pasien
merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap
meskipun tak ada sesuatu rangsang pada kelima indera tersebut.
Halusinasi dengar adalah gejala terbanyak pada pasien psikotik (99 %).
Pasien psikotik yang nalar (ego)-nya sudah runtuh, maka halusinasi
tersebut dianggap real dan tak jarang ia bereaksi terhadap halusinasi
dengar. Bila halusinasi berisi perintah untuk membunuh ia pun akan
melaksanakan pembunuhan. Ini memang banyak terjadi pada pasien
psikotik yang membunuh keluarganya sendiri. Sebaliknya halusinasi
yang memerintah untuk bunuh diri tak jarang pasien pun akan bunuh
diri.
5. Illusi
Illusi adalah sensasi panca indera yang ditafsirkan salah. Pasien
melihat tali bisa ditafsirkan sebagai seekor ular. Illusi ini sering terjadi
pada panas yang tinggi dan disertai kegelisahan, dan kadang-kadang
perubahan kesadaran (delirium). Illusi juga sering terjadi pada kasuskasus epilepsi (khususnya epilepsi lobus temporalis), dan keadaankeadaan kerusakan otak permanen.
Misalnya seorang petinju di Malang terungkap di pengadilan ia
menderita epilepsi. Ia membunuh anaknya sendiri yang masih tidur di
kasur dengan parang, karena menganggap anaknya adalah seekor
kucing yang sedang tidur. Juga kasus seorang ibu yang menyiram anak
balitanya dengan air panas di Semarang beberapa waktu yang lalu,
dan akhirnya si anak meninggal dunia. Ia melihat dan merasa
menyiram hewan.
6. Tilikan Yang Buruk
Pasien psikotik merasa dirinya tidak sakit, meskipun sudah ada bukti

adanya perubahan perilaku yang jelas tidak wajar. Pasien tak mau
minum obat atau tak mau diajak berobat, atau bila ada waham
dianggap mau diracuni. Keadaan merasa tidak sakit ini yang
mempersulit pengobatan, apalagi keluarga juga mengiyakan karena
merasa tak sakit ia tak mau mencari pengobatan.
Tilikan yang buruk ini merupakan ciri khas pasien psikotik. Di sini peran
keluarga penting, kalau memang menemukan gejala tersebut seperti
waham, halusinasi dan illusi, segera berkonsultasi kepada tenaga
kesehatan jiwa.
7. Psikosis di Masyarakat
Menurut penelitian WHO prevalensi gangguan jiwa dalam masyarakat
berkisar satu sampai tiga permil penduduk. Misalnya Jawa Tengah
dengan penduduk lebih kurang 30 juta, maka akan ada sebanyak
30.000-90.000 penderita psikotik. Bila 10% dari penderita perlu
pelayanan perawatan psikiatrik ada 3.000-9.000 yang harus dirawat.
Tetapi tidak semua bisa dirawat karena kapasitas pelayanan perawatan
psikiatrik di Jateng masih di bawah 1.000 tempat tidur. Sisa yang tidak
terawat berada dalam masyarakat dan pasien ini seharusnya perlu
pengawasan yang seksama. Pasien psikotik yang mungkin tenang
terkadang tak terduga akan menjadi agresif tanpa stressor psikososial
yang jelas.
Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda semua pasien psikotik
(skizofrenia) dirawat di Rumah Sakit Jiwa seumur hidup (dibuat koloni).
Hal ini sekarang menjadi stigma masyarakat, bahwa RSJ identik dengan
gila. Tetapi sekarang situasi sudah berbeda, tidak semua pasien dapat
dirawat di RSJ. Mereka yang fase aktif gangguan psikotiknya dirawat,
sedang yang tenang dipulangkan namun masih dalam pengawasan
dalam bentuk perawatan jalan. Fase aktif adalah pasien-pasien yang
menunjukkan perilaku yang membahayakan diri atau membahayakan
lingkungannya, dan mudah dikenali gejalanya. Pada fase tenang pasien
dapat beradaptasi dengan lingkungannya, meskipun terbatas.
Perjalanan psikiatrik tidak terbatas pada Rumah Sakit Jiwa yang ada,
tetapi di Rumah Sakit Umum pun ada pelayanan psikiatrik yang
dilakukan oleh psikiater. Yakni pelayanan integrasi dan konsultasi
psikiatri di RSU, mengingat jumlah psikiater yang ada belum memadai
sesuai kebutuhan.
Ciri-ciri penderita psikotik antara lain:
1. Penarikan diri dari pergaulan sosial, banyak di dalam rumah, malu
keluar rumah.
2. Tak mampu bekerja sesuai dengan fungsinya. Di rumah tak mau
bekerja, atau bekerja sekedarnya saja karena diperintah, setelah itu
tak mau mengerjakan tugas yang diberikan.
3. Berpikir aneh, dangkal, berbicara tak sesuai dengan keadaan situasi
keseharian, bicara ngelantur.
4. Dalam pergaulan ada riwayat gejala waham atau halusinasi dan

illusi.
5. Perubahan perilaku yang nyata, misalnya tadinya ceria menjadi
melamun, perilaku aneh-aneh yang sebelumnya tidak pernah dijalani.
6. Kelihatan menjadi murung dan merasa tak berdaya.
7. Sulit tidur dalam beberapa hari, atau bisa tidur yang terlihat oleh
keluarganya, tetapi pasien merasa sulit atau tidak bisa tidur.
BAB II
KASUS
Epilepsi Perlu Pengobatan Intensif
Sewaktu kecil Sadid adalah seorang anak yang aktif, banyak bicara,
mudah marah, dan suka berkelahi. Demikian pula di sekolah, Sadid
sering bolos dan bila marah merusak barang-barang yang ada di
dekatnya seperti membanting gelas atau piring.
Sejak usia 10 tahun Sadid sering mengalami pengalaman yang aneh,
seperti bermaksud ke rumah Hafidz, tetapi tanpa disadari ke rumah
Seno. Ketika sadar di rumah Seno, ia segera kembali ke rumah Hafidz.
Ia sering merasa asing di kamarnya sendiri dan ketika berada di rumah
orang yang dikenalinya dengan baik. Ketika bersepeda ia sering jatuh
tanpa disadarinya.
Keluhan yang disampaikan Sadid adalah sakit kepala. Semasa remaja,
Sadid juga masih sering melakukan perbuatan tanpa disadarinya,
misalnya naik pohon kemudian kebingungan tidak bisa turun atau
nyemplung ke dalam kolam tanpa tujuan yang jelas. Meskipun semasa
kecilnya terkenal nakal, namun untuk mengaji dan shalat cukup rajin.
Menjelang dewasa, Sadid mulai berubah menjadi pendiam dan sulit
bergaul. Sejak dua tahun lalu, tingkah laku Sadid semakin aneh seperti
mengurung diri di kamar, bicara mulai kacau dan sulit dimengerti.
Suatu hari, Sadid pernah mencoba untuk terjun ke dalam sumur, dan
ketika ditanya takut karena ada yang akan membunuhnya. Sadid
mengatakan ia sering bermimpi merasa dikepung, ada orang yang
mengejar dan akan membunuhnya. Kakek Sadid juga menderita
gangguan jiwa dan pernah dirawat di rumah sakit jiwa sebanyak lima
kali.
BAB III
ANALISA KASUS
Psikotik adalah gangguan jiwa yang dapat diturunkan. Menurut statistik
yang dibuat oleh Kalman, jika salah seorang orang tua menderita
psikotik (misal skizofrenia), kemungkinan anak-anaknya menderita
psikotik adalah sebesar 12%. Anak-anak lain yang tidak menderita
psikotik tetap mengandung bibit penyakit tersebut dan mempunyai
risiko untuk mengalami gangguan yang lebih besar. Bibit itu akan

diturunkan pada generasi berikutnya. Inilah yang dialami Sadid. Selain


itu, timbulnya penyakit ini dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan.
Gejala-gejala psikotik yang ditemukan pada Sadid antara lain adanya
bicara kacau yang dapat berupa gangguan asosiasi, merasa curiga ada
yang mengejar dan akan membunuhnya (waham) dan adanya
penarikan diri dari lingkungan sosial (social withdrawl).
Adanya waham kejar ini memungkinkan seorang penderita dapat
melakukan tindakan membahayakan, bagi dirinya sendiri seperti terjun
ke dalam sumur atau membahayakan orang lain yaitu menyerang
orang lain.
Meskipun Sadid mengalami penurunan kesadaran dan gangguan jiwa
berat (psikotik), namun masih mampu salat dan membaca Alquran. Hal
ini menjadi bukti bahwa gangguan jiwa berat atau psikotik tidak
mempengaruhi kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya.
Namun demikian, pasien tidak mampu menggunakan kemampuan dan
keterampilan yang dimilikinya untuk sesuatu yang berguna. Penurunan
kesadaran yang dialami oleh Sadid besar kemungkinan adalah suatu
serangan yang dahulu dikenal sebagai epilepsi atau yang oleh
masyarakat awam disebut sakalor atau ayan.
Epilepsi ada yang disertai dengan gejala kejang-kejang, mula-mula
berteriak lalu pingsan seluruh badan dan keluar ludah berbusa.
Kadang-kadang berdarah karena lidah tergigit. Sesudah kira-kira satu
menit penderita bernapas kembali dan sadar. Epilepsi tipe lain
gejalanya berupa serangan penurunan kesadaran dalam beberapa
detik. Kadang ia bergumam, masih mendengar apa yang dibicarakan
tetapi tidak dapat menjawab. Setelah beberapa detik, ia sadar kembali
melanjutkan pekerjaan.
Epilepsi tipe psikomotor atau epilepsi lobus temporalis kadang-kadang
langsung, tidak didahului oleh serangan kejang-kejang atau penurunan
kesadaran. Gejala-gejala gangguan psikiatrik menonjol, sehingga
sering kali sulit dibedakan dengan gangguan psikotik yang fungsional.
Semasa kecil Sadid adalah anak nakal. Pada epilepsi sering dijumpai
apa yang disebut psikopatisasi, terutama bila gangguan telah dijumpai
dalam waktu yang lama dan frekuensi serangan tinggi.
Dari uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan mungkin Sadid
adalah seorang penderita eplepsi psikomotor dengan disertai gejalagejala psikotik. Gangguan ini telah dideritanya sejak kecil, sering
mengalami brown out (lebih ringan dari black out) dan sering pula
mengalami "keadaan mimpi" atau "kedaaan dini". Dalam keadaan
mimpi, pasien dapat melakukan tindakan yang merusak atau gejalagejala aneh lainnya. Sesudah melakukan perbuatan, pasien mengalami
"amnesia sempurna".
Gejala-gejala yang dialami Sadid dapat dikategorikan dalam psikotik.
Psikotik dapat muncul dalam beberapa bentuk, yaitu:
1. Skizofrenia adalah penyakit jiwa yang ditandai kemunduran atau

kemurungan kepribadian. Berdasarkan fase Sadid telah berada pada


fase aktif. Karena individu mengalami simtom psikotik, halusinasi,
delusi, bicara dan tingkah laku tidak teratur serta tanda-tanda
penarikan diri.
2. Paranoid adalah gila kebesaran atau merasa lebih dari segalanya.
Individu yang mempunyai kepribadian paranoid kemungkinan terdapat
waham, namun gejala itu hanya sekilas.
3. Maniac depressive psychosis adalah kondisi inidividu di mana
perasaan gembira yang mendadak bisa berubah sebaliknya.
Upaya yang perlu dilakukan adalah segera membawa Sadid ke fasilitas
psikiatri untuk menentukan diagnosis kemungkinan dan pengobatan
yang adekuat. Perawatan yang intensif (rawat inap), tampaknya
diperlukan bagi Sadid. Berbagai pemeriksaan akan dilakukan sesuai
indikasi, misalnya pemeriksaan Electro Enceplalografi dan CT Scan,
atau bahkan bila diperlukann MRI (Magnetic Resonance Imaging).
Dokter yang memeriksa akan menentukan apakah gejala-gejala
psikotik yang ditampilkan merupakan bagian dari epilepsinya atau
merupakan gangguan yang terpisah.
BAB III
KESIMPULAN
Psikosis adalah penyakit kejiwaan yang parah, karena di tingkatan ini
penderita tidak lagi sadar akan dirinya. Pada penderita psikosis
umumnya ditemukan ciri-ciri sebagai berikut:
mengalami disorganisasi proses pikiran
gangguan emosional
disorientasi waktu, ruang, dan person
terkadang disertai juga dengan halusinasi dan delusi
Psikosis bisa muncul dalam beberapa bentuk, diantaranya:
a) Schizophrenia, penyakit jiwa yang ditandai dengan kemunduran
atau kemurungan kepribadian
b) Paranoia, gila kebesaran atau merasa lebih dari segalanya
c) Maniac depressive psychosis, perasaan benar atau gembira yang
mendadak bisa berubah sebaliknya menjadi serba salah atau sedih
Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik, dengan
gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir.
Penyakit ini timbul akibat ketidakseimbangan pada salah satu sel kimia
dalam otak. Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim
dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan
menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti
dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinan (persepsi tanpa
ada rangsang pancaindra).
Dari uraian tersebut di atas diketahui bahwa gejala-gejala psikotik yang
diderita pada subjek antara lain adanya bicara kacau yang dapat

berupa gangguan asosiasi, merasa curiga ada yang mengejar dan akan
membunuhnya (waham) dan adanya penarikan diri dari lingkungan
sosial (social withdrawl). Sehingga dapat disimpulkan subjek adalah
seorang penderita eplepsi psikomotor dengan disertai gejala-gejala
psikotik. Gangguan ini telah dideritanya sejak kecil, sering mengalami
brown out (lebih ringan dari black out) dan sering pula mengalami
"keadaan mimpi" atau "kedaaan dini". Dalam keadaan mimpi, pasien
dapat melakukan tindakan yang merusak atau gejala-gejala aneh
lainnya. Sesudah melakukan perbuatan, pasien mengalami "amnesia
sempurna".
DAFTAR PUSTAKA
Arif Setiadi Imam. (2006). Skizofrenia Memahami Dinamika Keluarga
Pasien. Bandung: Aditama.
Firdaus Jimmi, Muhammad Syukri, dkk. (2005). SCHIZOPHRENIA,
sebuah panduan bagi keluarga skizofrenia. Yogyakarta: Dozz.
http://www.suaramerdeka.com/harian/0509/05/ragam1.htm
http://chikastuff.wordpress.com/2007/03/26/skizofrenia-penyakitspliting-personality/
http://klinis.wordpress.com/

GANGGUAN AFEKTIF
Merupakan gangguan pada afeksi (emosi) atau mood (suasana hati)
seseorang. Dan penderita dapat mengalami depresi atau manik
(kegirangan yang tidak wajar) atau dapat bergantian antara manik dan
depresif (Atkinson dkk, 1992).
1. Depresi
Penyebab depresi adalah kegagalan di sekolah, di tempat kerja, atau
kegagalan dalam hal cinta.Dan depresi dianggap abnormal ketika
depresi tersebut di luar kewajaran dan berlanjut sampai saat di mana
kebanyakan orang sudah dapat pulih kembali (Atkinson dkk,1992).
Depresi pada orang normal seperti keadaan murung (kesedihan,patah
hati, dan patah semangat) ditandai dengan tidak puas, menurunnya
aktivitas, dan pesimisme. Sedangkan depresi abnormal seperti
ketidakmauan yang ekstrim untuk merespon stimulus dan disertai
menurunnya nilai diri, ketidakmampuan, delusi, dan putus asa.
(Chaplin,1995).
Dan penderita depresi tidak mampu mengambil keputusan untuk
memulai suatu kegiatan ataua memusatkan perhatiannnya.dan
ekstrimnya penderita dapat disertai adanya kecemasan dan bisa
mencoba bunuh diri. (Atkison dkk,1992).
2. Episode Manik
Manik dapat diartikan sebagai tingkah laku
berang,keras,bangis,kasar,tidak terkontrol,yang disertai tindakan
motorik yang berlebihan dan perilaku impulsif. Dan dikategorikan
menjadi episode manik ringan (Hipomania) dan episode parah (Mania).
Pada episode ringan, penderita penuh dengan energi,antusias, dan
percaya diri.dan perilaku manik dibandingkan dengan orang normal
seringkali lebih mengekspresikan kebencian daripada kegembiraan.
Dan pada episode parah (mania), penderita amat bersemangat dan
harus selalu aktif. Jika orang lain menggangunya aktivitasnya,maka ia
akan marah dan akan menjadi ganas.Penderita ini selain mengalami
disorientasi,juga sering mengalami delusi.
3. Gangguan Manik-Depresif
Gangguan Manik-Depresif seringkali disebut dengan istilah gangguan

bipolar, karena penderita beralih dari satu kutub perasaan ke kutub


perasaan lainnya. Ada beberapa jenis yaitu gangguan efektif ringan,
gangguan efektif neurotik, dan psikisis afektif.
Gangguan Afektif Ringan
Jenis gangguan penting yang termaksud dalam kategori ini adalah
Depresi normal,yakni dukacita (grief) atau kepedihan.Gangguan ini
merupakan proses psikologis mengikuti pengalaman kehilangan
(loss) sesuatu yang berharga, seperti kematian sesorang kekasih,putus
cinta,perceraian,kehilangan pekerjaan. Ciri-ciri atau tanda-tanda orang
yang mengalami depresi normal adalah sebagai berikut :
Tidak beraksi terhadap peristiwa-peristiwa lain yang secara normal
akan membangkitkan respon yang kuat, tenggelam dalam fantasi
tentang situasi yang menimbulkan kepuasan namun yang kini sudah
berlalu, dan akhirnya kembali mampu memberikan respon terhadap
dunai luar, kesedihan berkurang, gairah bangkit kembali, dan kembali
melibatkann diri dalam kehidupan sehari-hari.Depresi melibatkan 3
variabel psikologis pokok yakni (a) ketergantungan, di mana penderita
merasa butuh bantuan atau dukunhan dari orang lain; (b) kritik-diri, di
mana penderita membesar-besarkan kesalahan atau kekurangan yang
ada pada dirinya; dan (c) inefficacy perasaan tidak berdaya
Gangguan Afektif Neurotik
Gangguan afektif neurotic adalah gangguan emosi atau mood yang
mengakitbatkan fungsi dan aktivitas penderita sangat terhambat,
namun tidak sampai mengalami putus kontak dengan realitas. Jenis
yang penting adalah depresi neurotic penderita beraksi terhadap
situasi yang menekan dengan dengan kepedihan dan kepatahan hati
yang luar biasa dan (sering) tidak dapat di pulihkan sesudah sekian
lama.Ciri-cirinya adalah putus asa, sedih tak bersemangat,tingkat
kecemasan tinggi, aktivitas diri berkurang, selera dan gairah
menghilang, prakarsa menghilang, mengeluh sulit berkonsentrasi
,susah tidur dan suka terjaga di tengah malan dan tidak dapat tertidur
kembali, merasakan keluhan-keluhan somatic tertentu,merasa tegang,
gelisah,dan menunjikkan sikap bermusuhan terhap lingkungan
social,tidak mampu mengerjakan tugas dan senang memandang
dengan tatapan kosong.
Psikosis Afektif
Gangguan ini berbeda dengan depresi neurotic dalam 2 hal. Pertama
gangguan ini mempengaruhi keselurahan kepribadian penderita. Kedua
penderita kehilangan kontak dengan realitas.Ada beberapa gangguan
yang termaksud dalam kategori ini.
Gangguan Depresi Mayor.
Ini adalah gangguan afektif berat yang hanya meliputi
depresi.Gangguan ini dapat berlansung sekali atau berulang-ulang.Ada
beberapa sub-jenisnya.
1) Gangguan depresi mayor subakut, dengan cirri-ciri: semangat hidup

menghilang,aktivitas mental maupun fisik menjadi lamban,dibutuhkan


usaha keras untuk melaksanakan pekerjaan.diliputi perasaan tidak
berharga,gagal,berdosa,dan bersalah,kehilangan selera
makan,sehingga berat badan menurun dan terserang ganguuan
pencernaan, berbicara drngan suara monoton dan hemat dalam
berkata-kata, senang duduk sendiri dan mengenang masa lalu,lelah,
sembelit dan susah tidur.
2) Gangguan depresi mayor akut, dengan ciri-ciri:berangsur-angsur
menjadi tidak aktif, cenderung mengisolasi diri,tidak mau
berbicara,dan sangat lambat memberikan respon, merasa bersalah
dan tidak berharga, gelisah, mondar-mandir dan meremas-remas
tangan, merasa bertanggungjawab terhadap masalah atau musibah
yang terjadi dalam masyarakat, putus asa,kadang-kadang di sertai
halusinasi.
3) Stupor depresi atau Multisme,yakni keadaan diam mematung
dengan cirri-ciri lain: sama sekali tidak responsive dan tidak aktif,tidak
bisa turun dari tempat tidur dan sama sekali acuh tak acuh terhadap
sesuatu yang berlangsung di sekitarnya, harus di tolong jika ingin
buang besar,mengalami halusinasi dan delusi.
Gangguan Aktif Bipolar
Ada yang menyebutnya (kraepelin 1899) psikologis depresifmanik.Gejalanya berupa rangkaian sekarang rasa gembira dan sedih
yang ekstrem, diselingi jeda keadaan normal. Corak gangguannya
ditentukan oleh perasaan apa yang mendominasi:depresif manic atau
campuran. Ada beberapa subjenisnya.
a. Mania subakut, dengan ciri-ciri: diliputi perasaan gembira bertaraf
sedang dan sifat overaktif, sangat percaya pada kemampuan dan
pengetahuannya, serta senang menyampaikan pendapat apa saja
kepada siapa saja, proses berpikirnya cepat dan selalu menyibukkan
dengan berbagai kegiatan.
b. Mania akut, dengan ciri-ciri: omongan besar, bersikap dictator, dan
senang memerintah siapa saja. Mudah marah prilakunya menjadi serba
kasar-keras dan bengis, senang berjalan mondar mandir, bernyanyi
keras-keras, membentur-benturkan kepalanya ke tembok, kendali
moralnya sama sekali hilang,sehingga bicaranya sangat jorok, senang
memamerkan aurat dan berbuat tidak senonoh.
c. Mania disertai delirium atau kekacauan mental dengan ciri-ciri:
Prilakunya kacau, liar, dan bengis,pikirannya kacau dan mengalami
delusi, berjalan mondar mandir, bernyanyi-nyanyi, berteriak-teriak,
mengacung-acungkan tangan selama berhari-hari. Kadang tidak mau
makan dan lain waktu dapat menghabiskan semua makanan,
prilakunya kotor dan tidak memiliki rasa malu, kehilangan berat badan
serta rentan terhadap serangan jantung, stroke dan aneka penyakit
lain.
Penyebab dari semua gangguan di atas dapat berasal dari kondisi

bawaan,terpicu oleh stress,ciri kepribadian tertenti,kecenderungan


untuk memandang segala sesuatu serba negative, perasaan bersalah,
sebagai kiat mempertahankan ego dari stress.

Anda mungkin juga menyukai