Ni Nyoman Widiasih
1315351081
1315351085
1315351094
1315351095
1315351096
1315351097
NAMA DOSEN
I.
PENDAHULUAN
Perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama
penjajahan dilanjutkan dengan era merebut dan mempertahankan kemerdekaan sampai
dengan era mengisi kemerdekaan, menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai
dengan zamannya. Kondisi dan tuntutan yang berbeda tersebut ditanggapi oleh bangsa
Indonesia berdasarkan kesamaan nilai-nilai semangat kebangsaan kejuangan yang
senantiasa tumbuh dan berkembang yang dilandasi oleh jiwa, tekad dan semangat
kebangsaan. Kesemuanya itu tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses
terwujudnya NKRi dalam wadah Nusantara.
Bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa asing mulai tahun 1511 sampai dengan 1945
yaitu bangsa Portugis, Belanda, inggris dan Jepang. Selama penjajahan peristiwa yang
menonjol adalah tahun 1908 yang dikenal sebagai Gerakan Kebangkitan Nasional Pertama,
yaitu lahirnya organisasi pergerakan Budi Utomo yang dipelopori oleh Dr. Sutomo Dan Dr.
Wahidin Sudirohusodo, Dan 20 tahun kemudian pada tanggal 28 Oktober 1928 ditandai
dengan lahirnya Sumpah Pemuda sebagai titik awal dari kesadaran masyarakat untuk
berbangsa Indonesia, dimana putra putri bangsa Indonesia berikrar : BERBANGSA
SATU, BERTANAH AIR SATU, DAN BERBAHASA SATU : INDONESIA. Pernyataan
ikrar ini mempunyai nilai tujuan yang sangat strategis di masa depan yaitu persatuan dan
kesatuan Indonesia. Niiai yang terkandung selama penjajahan adalah Harga diri, solidaritas,
persatuan dan kesatuan, serta jati diri bangsa.
Dimulai dari tahun 1942 sampai dengan tahun 1949; dimana pada tanggal 8 Maret
1948 Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang me!alui Perjanjian Kalijati. Selama
penjajahan Jepang pemuda pemudi Indonesia dilatih dalam olah kemiliteran dengan tujuan
untuk membantu Jepang memenangkan Perang Asia Timur Raya. Pelatihan tersebut
melalui Seinendan, Heiho, Peta dan lain-lain, sehingga pemuda Indonesia sudah memiliki
bekal kemiliteran. Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu
disebabkan dibom atomnya kota Hirosima dan Nagasaki. Kekalahan Jepang kepada Sekutu
dan kekosongan kekuasaan yang terjadi di Indonesia digunakan dengan sebaik-baiknya
oleh para pemuda Indonesia untuk merebut kemerdekaan. Dengan semangat juang yang
tidak kenal menyerah yang dilandasi iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta
keikhlasan berkorban telah terpatri dalam jiwa para pemuda dan rakyat Indonesia untuk
RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan Perbedaan antara Imperialisme dengan Kolonialisme!
2. Jelaskan perjuangan terhadap penjajah di wilayah Aceh, Makasar, Kalimantan, Maluku,
Bali, Jawa, kemukakan faktor pencetus perjuangannya, hasil yang dicapai dan faktor
3.
4.
5.
6.
kesalahannya.
Jelaskan peran seorang dr. Snouck Horgroenje dalam penaklukan Aceh oleh Belanda!
Jelaskan apa itu Divide Et Impera!
Sebutkan sistem-sistem yang diterapkan oleh penjajah dalam menguasai nusantara!
Tunjukkan bukti-bukti perjuangan pada masa itu sebagai symbol penolakan terhadap
penjajahan!
7. Kaitkan masa perjuangan dengan nilai-nilai pancasila. Menurut saudara, apakah pada
masa itu telah ada pelaksanaan nilai pancasila?
8. Simpulkan faktor-faktor apa yang menyebabkan kegagalan perjuangan yang terjadi
pada masa itu!
III. TUJUAN
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui perbedaan dari Imperialisme dengan Kolonialisme.
2. Untuk mengetahui perjuangan terhadap penjajah yang dilakukan di seluruh nusantara.
3. Untuk mengetahui peran dr. Snouck Horgroenje dalam penaklukan Aceh oleh Belanda.
4. Untuk mengetahui pengertian dari Divide Et Impera.
5. Untuk mengetahui sistem-sistem yang diterapkan penjajah dalam menaklukan
nusantara.
6. Untuk mengetahui bukti-bukti yang ada sebagai simbol penolakan terhadap penjajah.
7. Untuk mengetahui kaitan masa perjuangan dengan nilai-nilai pancasila.
8. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan perjuangan.
IV. METODE PENULISAN
PEMBAHASAN
1. Kolonialisme berasal dari kata colunus (colonia) yang berarti suatu usaha untuk untuk
mengembangkan kekuasaan suatu negara diluar wilayah negara tersebut. Kolonialisme
pada umumnya bertujuan untuk mencapai dominasi ekonomi atas sumber daya,
manusia, dan perdagangan di suatu wilayah. Wilayah koloni umumnya adalah daerahdaerah yang kaya akan bahan mentah untuk keperluan negara yang melakukan
kolonialisme. Sedangkan, Imperialisme adalah usaha memperluas kekuasaan suatu
negara untuk menguasai negara lain. Imperialisme dapat dibagi menjadi dua macam,
yaitu imperialisme kuno dan imperialisme modern. Imperialisme kuno berlangsung
sebelum revolusi industri dan bertujuan untuk memiliki kekayaan (gold), mencapai
kejayaan (glory), dan menyebarkan agama (gospel). Spanyol dan portugis adalah
negara yang menjalankan imperialisme kuno. Sementara Inggris merupakan negara
yang menganut imperialisme modern.
Perbedaan kolonialisme dan imperialisme
Kolonialisme bertujuan untuk menguras habis sumber daya alam dari negara yang
bersangkutan untuk diangkut ke negara induk. Sedangkan, Imperialisme bertujuan
untuk menanamkan pengaruh pada semua bidang kehidupan negara yang bersangkutan.
2. Perjuangan-perjuangan yang ada di wilayah nusantara :
a. Perjuangan rakyat aceh melawan penjajah
Perang AcehBelanda atau disingkat Perang Aceh adalah perang
Kesultanan Aceh melawan Belanda dimulai pada 1873 hingga 1903. Kesultanan
Aceh menyerah pada januari 1903, tapi perlawanan rakyat Aceh dengan perang
gerilya terus berlanjut.
Pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda menyatakan perang kepada Aceh,
dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang
Citadel van Antwerpen. Pada 5 April 1873, Belanda mendarat di Pante
Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Khler, dan langsung
bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Khler saat itu membawa 3.198
tentara. Sebanyak 168 di antaranya para perwira.
Latar Belakang terjadinya perang aceh akibat dari Perjanjian Siak 1858,
Sultan Ismail menyerahkan wilayah Deli, Langkat, Asahan dan Serdang kepada
Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda, berada di
bawah kekuasaan Aceh. Belanda melanggar perjanjian Siak, maka berakhirlah
perjanjian London tahun 1824. Isi perjanjian London adalah Belanda dan
Britania Raya membuat ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah
di Asia Tenggara yaitu dengan garis lintang Singapura. Keduanya mengakui
kedaulatan Aceh. Aceh menuduh Belanda tidak menepati janjinya, sehingga
kapal-kapal Belanda yang lewat perairan Aceh ditenggelamkan oleh pasukan
Aceh. Perbuatan Aceh ini didukung Britania.
Dengan dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps menyebabkan
perairan Aceh menjadi sangat penting untuk lalu lintas perdagangan.
Ditandatanganinya Perjanjian London 1871 antara Inggris dan Belanda, yang
isinya, Britania memberikan keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil
tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka.
Belanda mengizinkan Britania bebas berdagang di Siak dan menyerahkan
daerahnya di Guyana Barat kepada Britania.
Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik
dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia dan Kesultanan Usmaniyah di
Singapura. Aceh juga mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun 1871.
Akibat upaya diplomatik Aceh tersebut, Belanda menjadikannya sebagai alasan
untuk menyerang Aceh. Wakil Presiden Dewan Hindia Frederik Nicolaas
Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal perangnya datang ke Aceh dan meminta
keterangan dari Sultan Machmud Syah tentang apa yang sudah dibicarakan di
Singapura itu, tetapi Sultan Machmud menolak untuk memberikan keterangan.
Perang Aceh Pertama (1873-1874) dipimpin oleh Panglima Polim dan
Sultan Mahmud Syah melawan Belanda yang dipimpin Khler. Khler dengan
3000 serdadunya dapat dipatahkan, dimana Khler sendiri tewas pada tanggal
14 April 1873. Sepuluh hari kemudian, perang berkecamuk di mana-mana. Yang
paling besar saat merebut kembali Masjid Raya Baiturrahman, yang dibantu
tahun 1785, Pangeran Nata yang menjadi wali putra makota, mengangkat
dirinya menjadi raja dengan gelar Sultan Tahmidullah II (1785-1808) dan
membunuh semua putra almarhum Sultan Muhammad. Pangeran Amir, satusatunya pewaris tahta yang selamat, berhasil melarikan diri lalu mengadakan
perlawanan dengan dukungan pamannya Arung Turawe, tetapi gagal. Pangeran
Amir (kakek Pangeran Antasari) akhirnya tertangkap dan dibuang ke Srilangka.
Sebab umum :
Rakyat tidak senang dengan merajalelanya Belanda yang
mengusahakan perkebunan dan pertambangan di Kalimantan
Selatan.
Belanda terlalu banyak campur tangan dalam urusan intern
kesultanan.
Belanda bermaksud menguasai daerah Kalimantan Selatan karena
daerah ini ditemukan pertambangan batubara. (Karena ditemukan
Batubara di kota Martapura Belanda telah merencanakan untuk
memindah ibukota kesultanan ke kota Negara - bekas ibukota pada
zaman Hindu).
Sebab Khusus:
Karena Pangeran Hidayatullah yang seharusnya menjadi Sultan
Banjar tidak disetujui oleh Belanda yang kemudian menganggap
Tamjidullah sebagai sultan yang sebenarnya tidak berhak menjadi
sultan. Kemudian setelah Belanda mencopot Tamjidullah dari kursi
sultan, Belanda membubarkan Kesultanan Banjar.
Pangeran Hidayatullah dan Pangeran Antasari menggunakan
strategi perang gerilya dengan membuat kerajaan baru di pedalaman
dan membangun benteng-benteng pertahanan di hutan-hutan.
Perang ini mengakibatkan :
Bidang politik.
a) Daerah Kalimantan Selatan dikuasai sepenuhnya oleh
pemerintah kolonial Belanda.
b) Dibubarkannya negara Kesultanan Banjar.
Bidang ekonomi
oleh taktik licik pihak kolonial Belanda yang menuduh rakyat Sanur mencuri
barang-barang milik saudagar Cina yang diangkut oleh kapal Sri Komala
berbendera Belanda yang terdampar di pantai Sanur pada tahun 1904. Kwee Tek
Tjiang, pemilik barang telah membuat laporan palsu kepada utusan raja dan
menyatakan rakyat telah mencuri 3.700 ringgit uang perak serta 2.300 uang
kepeng. Laporan tanpa bukti itu tentu saja tidak dipercaya oleh utusan raja.
Karena utusan raja tidak mempercayai laporan palsu tersebut, pihak
kolonial Belanda mengeluarkan ultimatun yakni mendenda Raja Badung, I
Gusti Ngurah Denpasar (Badung merupakan otoritas tiga kerajaan, yakni
Kesiman, Denpasar dan Pemecutan) sebesar 3.000 ringgit (7.500 gulden). Jika
Raja Badung tidak mau membayar denda sampai batas tanggal yang ditentukan
9 Januari 1905, maka wilayah Badung akan diserang secara militer oleh pihak
kolonial Belanda. Karena rakyat Badung tidak bersalah, maka tantangan
tersebut diladeni dengan perlawanan.
Maka pecahlah Puputan Badung dengan korban gugur di pihak rakyat
mencapai 7.000 orang, termasuk para raja dan kerabat istana serta para
pahlawan dari ketiga puri, Kesiman, Denpasar dan Pemecutan. Pasukan Belanda
dipimpin Rost Van Toningen, berhasil menduduki wilayah Badung. Namun para
wartawan perang yang dibawa pihak Belanda melaporkan bahwa Puputan
Badung ini merupakan pembantaian massal yang dilakukan militer Belanda
terhadap rakyat sipil yang tidak bersenjata.
4. Puputan Klungkung
Dua tahun setelah Puputan Badung, tanggal 28 April 1908 kembali terjadi
perang puputan melawan kolonial Belanda. Perang puputan yang dikenal
dengan Puputan Klungkung ini merupakan perang puputan terakhir masa
kerajaan di Bali. Perang yang menandai jatuhnya seluruh wilayah Bali ke
tangan belanda ini dipicu oleh kesewenang-wenangan Belanda dalam membuat
peraturan yang tentu merugikan rakyat Bali. Di pihak Klungkung dipimpin oleh
Raja Klungkung Ida I Dewa Agung Jambe, yang sekaligus gugur dalam
peperangan.
Kemenangan Belanda kali ini merupakan obat penawar sakit hati yang
harus diterima Belanda ketika menggempur wilayah Klungkung di Desa
kusamba sekitar setengah abad sebelumnya.
5. Puputan Margarana
Setelah Indonesia merdeka, pada masa-masa perang kemerdekaan kembali
terjadi perang puputan di wilayah Kabupaten Tabanan. Adalah Desa Marga,
Kecamatan Marga, menjadi tempat bersejarah yang menandai bagaimana rakyat
Indonesia, khususnya rakyat Bali gigih menentang segala bentuk penjajahan. Di
tempat pertempuran secara puputan terakhir ini, kini ditandai dengan situs candi
yang dikenal dengan Candi Margarana. Marga adalah tempat kejadiannya,
sedangkan rana berarti perang atau pertempuran.
Pada tanggal 20 November 1946, terjadi pertempuran habis-habisan antara
pasukan Ciung Wanara dibawah pimpinan Let. Kol. I Gusti Ngurah Rai
melawan pasukan NICA (pasukan yang dibonceng penjajah Belanda).
Pertempuran sengit diatas kebun jagung di Banjar Kelaci itu membuat I Gusti
Ngurah Rai beserta segenap pasukannya gugur dalam membela tanah air, NKRI.
f. Perjuangan rakyat Jawa melawan penjajah
Perjuangan Sultan Agung
Adalah raja mataram yang paling terkenal. Untuk mengusir belanda,
Sultan Agung mengerahkan 10.000 prajurit ke Batavia, namun serangan ini
gagal. Sebab, Belanda mendapat bantuan dari daerah lain.
Belajar dari kegagalan yang pertama , tahun 1629 Sultan Agung
menyerang lagi, namun serangan ini pun mengalami kegagalan, karena
belanda membakar gudang-gudang beras persediaan bahan makanan bagi
prajurit mataram. Akibatnya prajurit mataram kekurangan bahan makanan
dan terjangkit berbagai macam penyakit.
Walaupun telah 2 kali mengalami kegagalan , Sultan Agung telah
menujukan kepada Belanda bahwa bangsa Indonesia tidak mau dijajah.
Beliau berjuang untuk kepentingan bangsa dan negara.
Perjuangan Untung Suropati
Wilayahnya dari Jawa Tengah sampai Jawa Timur. Perlawanan Untung
Suropati dipicu oleh ketidak adilan dan penghianatan bangsa Belanda
terhadap Bangsanya. Perlawanannya dimulai tahun 1686 di Jawa Barat,
kemudian diteruskan ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di jawa Tengah
Untung Suropati mendapat bantuan dari Sunan Amangkurat II . Dikartasura,
Untung suropati berhasil mengusir pasukan Belanda dan membunuh
pimpinannya Kapten Tack. Setelah sebagian daerah Jawa Timur berhasil
Yogyakarta
berkeinginan
mengusir
Belanda.
Perang
perundingan
untuk
menangkap
Pangeran
Diponegoro.
memahami latar belakang militansi orang Aceh. Untuk itulah Belanda menggunakan
kemampuan seorang pakar budaya yang berkelas. Pakar itu bernama Prof Dr C Snouck
Hurgronje, seorang antropolog yang ahli tentang Islam, bahasa Arab, dan bidang
kebudayaan umumnya. Misi utama Snouck Hurgronje adalah menaklukkan Aceh.
Nama lengkapnya, Christian Snouck Hurgronje, lahir 8 Februari 1857 di Tholen,
Oosterhout, Belanda. Orang Aceh menyebutnya sebagai Tuan Seunuet. Hal itu
disebabkan oleh misinya yang bersifat merusak atau melibas yang dalam bahasa
Aceh disebut seunuet. Pada 9 Juli 1891, ia berangkat ke Aceh dan sejak 16 Juli 1891
hingga 4 Februari 1892 menetap di Banda Aceh. Setelah itu, ia kembali lagi ke
Batavia. Antara tahun 1898 hingga 1903, ia sering pergi ke Aceh untuk membantu Van
Heutsz dalam menaklukkan Aceh. Snouck Hurgronje ditugaskan untuk menyelidiki
mengapa orang Aceh begitu gigih mempertahankan tanah airnya. Untuk memperoleh
pemahaman tentang kebudayaan Aceh, Snouck Hurgronje melakukan penelitian
lapangan dan menghasilkan sebuah karya etnografi penting. Hasil kajiannya kemudian
dibukukan dalam dua jilid buku yang begitu terkenal, yaitu De Atjehers (1892-1893),
yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris The Achehenese (1906). Selain
itu, C. Snouck Hurgronje juga meneliti kebudayaan Gayo, yang kemudian
menghasilkan karya etnografi yang berjudul Het Gajoland en Zijne Bewoners (1930).
Setelah melakukan studi mendalam tentang semua yang terkait dengan masyarakat
Aceh, Snouck Hurgronje menulis laporan panjang yang berjudul kejahatan-kejahatan
Aceh. Hasil kajiannya tentang Aceh ini kemudian dijadikan dasar pengambilan
keputusan oleh pihak pemerintah kolonial Belanda dalam rangka menaklukkan Aceh.
Pada bagian pertama laporannya, Snouck Hurgronje menjelaskan tentang kultur
masyarakat Aceh, peran Islam, ulama, dan peran tokoh pimpinannya. Ia menegaskan
bahwa yang berada di belakang perang dahsyat Aceh dengan Belanda adalah para
ulama. Snouck Hurgronje menegaskan bahwa Islam harus dianggap sebagai faktor
negatif, karena dialah yang menimbulkan semangat fanatisme agama di kalangan
pejuang Aceh. Apabila dimungkinkan, disarankan pembersihan ulama di tengah
masyarakat, sehingga Islam tidak lagi punya kekuatan di Aceh. Snouck Hurgronje
membagi Islam yang dipraktekkan oleh masyarakat Aceh atas tiga bagian, yaitu ibadah,
muamalah, dan politik. Terhadap ibadah harus diberi toleransi kepada orang Aceh.
Adapun terhadap yang berhubungan dengan politik, haruslah dihadapi dengan kekuatan
senjata. Bagian kedua laporannya adalah usulan strategis soal militer. Snouck
Hurgronje mengusulkan dilakukannya operasi militer di desa-desa di Aceh untuk
melumpuhkan perlawanan rakyat yang menjadi sumber kekuatan ulama. Snouck
Hurgronje melemparkan provokasi bahwa yang berhak memimpin Aceh bukanlah
uleebalang, tapi ulama. Snouck Hurgronje kemudian mendekati dan memengaruhi
ulama untuk memberikan fatwa agama, tetapi fatwa-fatwa itu diarahkan bagi politik
adu domba Belanda. Kekeliruan lain yang dilakukan oleh Snouck Hurgronje adalah
menyelewengkan pemahaman Hadih Maja hukom ngon adat, lagee zat ngon sifeut
(hukum (Islam) dengan adat seperti zat dengan sifat). Cara tersebut dilakukan sebagai
upaya pendangkalan pemahaman masyarakat Aceh terhadap Islam yang kaffah. Hal itu
dimaksudkan untuk mengurangi sikap fanatisme masyarakat Aceh terhadap agamanya.
Dengan itu diharapkan, masyarakat Aceh tidak lagi memusuhi Belanda. Hasil penelitian
atau karya-karya etnografi itu menjadi bahan untuk memahami Aceh dan berdasarkan
pemahaman tersebut, Snouck Hurgronje memberikan nasihat-nasihatnya kepada pusat
kekuasaan Hindia Belanda di Batavia (Jakarta). Ia dianggap seorang yang melakukan
tugas intelijen dengan cara ilmiah. Hal yang demikian menyebabkan ia tetap hidup
dalam perbincangan yang kontrovesial, baik di Eropa maupun di Indonesia.
4. Pengertian secara definitif Divide et impera atau Politik pecah belah adalah kombinasi
strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga
kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil
yang lebih mudah ditaklukan. Dalam konteks lain, politik pecah belah juga berarti
mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar
yang lebih kuat.
5. Kedatangan bangsa-bangsa Barat ke dunia timur, khususnya Indonesia telah
memberikan banyak perubahan dalam berbagai segi kehidupan bangsa. Sebagai contoh,
sebelum kedatangan dan penguasaan bangsa Barat di Indonesia, sistem pemerintahan,
struktur birokrasi, dan sistem hukum yang berlaku adalah sistem pribumi. Sistem
pemerintahan yang dimaksud adalah sistem pemerintahan berbentuk kerajaan atau
kesultanan. Struktur birokrasi yang didominasi oleh kekuasaan raja atau sultan,
kemudian dibantu oleh orang-orang kepercayaan yang berada di bawahnya, seperti
Penasihat Kerajaan, Patih, Menteri, dan Panglima.Struktur pemerintahan yang telah
lama berjalan sebelum kedatangan kaum imperialis tersebut merupakan suatu bentuk
birokrasi yang menuntut ketaatan penuh dari bawahan (rakyat) kepada atasan (raja /
sultan dan para pembantunya), namun tidak menjadikan rakyat terbebani. Sebaliknya,
membentuk hubungan antara raja dengan rakyat yang dikenal dengan nama patronclient. Patron memiliki hak yang lebih baik kedudukannya, kebesarannya,
kehormatannya dan segala hak-hak istimewanya. Sebaliknya client, memiliki
kewajiban untuk mengabdi, menghormati, dan taat kepada patron yang dianggap
sebagai pelindungnya. Patron ini biasanya sebagai atasan dan client sebagai bawahan.
Hubungan patron-client dapat diibaratkan hubungan bapak-anak. Jadi, raja harus
merasa dirinya sebagai bapak yang harus menaungi rakyatnya sebagai anak. Kalaupun
rakyat bekerja untuk raja, itu semata-mata bagian dari pengabdian anak terhadap
bapaknya. Keadaan itu mencerminkan sistem politik tradisional. Oleh karena itu, secara
umum dengan pola hubungan patron-client ini raja memiliki wibawa yang tinggi dan
rakyat berada dalam kehidupan yang sejahtera. Ketika kolonialisme dan imperialisme
masuk ke Indonesia, sistem pemerintahan tradisional tadi diganti oleh sistem
pemerintahan kolonial. Dalam sistem kolonial ini, pihak penjajah berperan sebagai
pihak yang menguasai dan menjajah, sementara pihak pribumi harus tunduk atas segala
peraturan yang diterapkan pihak kolonial. Hubungan patron-client tidak lagi
menggambarkan hubungan antara seorang ayah dan anak yang saling mengayomi,
tetapi lebih pada bentuk penguasaan satu pihak ke pihak lainnya. Dalam praktiknya
mengakibatkan kerugian di satu pihak (pribumi) dan keuntungan di pihak lain
(penjajah). Sistem baru yang diterapkan oleh bangsa kolonialis tersebut, secara umum
membawa perubahan pada struktur masyarakat yang selama ini berlaku. Dalam
kehidupan kerajaan, sistem kolonial sangat merugikan bagi pembesar-pembesar yang
selama ini berkuasa. Meskipun sebagian jabatan dalam kerajaan ada yang masih
dipertahankan, namun tetap saja posisi kerajaan yang sebelumnya sebagai institusi
paling atas harus tunduk pada pemerintahan kolonial yang berkuasa saat itu.
Kedudukan dan kewibawaan raja digeser oleh penguasa baru yang berkulit putih. Abad
ke-19 dan awal abad ke-20, Indonesia sudah berada pada penguasaan bangsa Belanda.
Oleh karena itu sistem pemerintahan yang diterapkannya pun adalah sistem
pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Kekuasaan tertinggi saat itu dipegang dan
diatur oleh pemerintahan kerajaan Belanda. Namun demikian, dalam hal-hal tertentu
Pemerintah Hindia-Belanda banyak menggunakan jasa pihak pribumi. Dalam
pelaksanaan struktur pemerintahan dari atas ke bawah, Belanda menyusun bentuk
pemerintah, yaitu:
a. Pemerintahan yang dipegang oleh kaum pribumi yang dinamakan dengan
Pangreh Praja (PP). Pejabat yang duduk dalam Pangreh Praja adalah Bupati,
Patih, Wedana, dan Asisten Wedana.
b. Pemerintahan yang dipegang oleh orang-orang Belanda yang disebut dengan
Binenland Bestuur (BB), antara lain Gubernur Jenderal, Residen, Asisten
Residen, dan Controleur182
c. Pemerintahan Zelfbestuur yaitu kerajaan yang berada di luar struktur
pemerintahan kolonial. Struktur Birokrasi Pemerintahan Hindia Belanda.
Berdasarkan struktur birokrasi di atas, Asisten Residen setaraf dengan jabatan
Patih,Controleur setingkat dengan Asisten Wedana, dan Asisten Wedana setaraf
dengan Asisten Controleur. Bupati diangkat oleh Gubernur Jenderal atas
rekomendasi dari Residen dan Asisten Residen. Awalnya para bupati itu dipilih
dan diangkat berdasarkan keturunan, terutama diambil dari anak laki-laki
pertama dalam keluarga, tetapi kemudian sesuai dengan perkembangan
kekuasaan pemerintahan kolonial, pengangkatan bupati dilengkapi dengan
beberapa persyaratan, terutama persyaratan pendidikan.
6. Bukti yang merupakan simbol penolakan penjajahan :
Semua perjanjian-perjanjian yang pernah di tanda tangani oleh bangsa Indonesia
baik yang menguntungkan maupun yang merugikan Indonesia yang merupakan bukti
penolakan adanya penjajahan yang terjadi di wilayah nusantara.
7. Nilai-nilai perjuangan yang terkandung dalam merebut dan mempertahankan
kemerdekaan adalah sebagai berikut :
1. Nilai perjuangan relegius (iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa).
2. Nilai perjuangan rela dan ikhlas berkorban.
3. Nilai perjuangan tidak mengenal menyerah.
4. Nilai perjuangan harga diri.
5. Nilai perjuangan percaya diri.
6. Nilai perjuangan pantang mundur.
7. Nilai perjuangan patriotisme.
8. Nilai perjuangan heroisme.
7. https://sites.google.com/site/sejarahber/sejarah-perjuangan-rakyat-indonesia-meraihkemerdekaan
8. http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Banjar
9. http://www.beritabali.com/index.php/page/berita/dps/detail/2011/08/17/5-PerangPuputan-Melawan-Penjajah/201107020339
10. http://indriyanasaputri.blogspot.com/2013/04/ilmu-pengetahuan-sd-kelas-5.html