Anda di halaman 1dari 16

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Populasi dunia diperkirakan meningkat dua kali lipat menjelang tahun 2033.
Di Asia, kebutuhan makanan diperkirakan melampaui tingkat kapasitas pasokan
menjelang tahun 2010. Kondisi ini merupakan tantangan besar bagi sistem pertanian.
Peralatan dan praktek pertanian tradisional mencapai batas efektifnya dalam
meningkatkan produk petanian. Seiring dengan perkembangan suatu Negara,
penduduk juga memerlukan makanan yang lebih banyak dan lebih berkualitas. Hal ini
diperparah dengan lahan pertanian yang semakin sempit dan menurun kualitasnya,
meningkatnya upah buruh dan menurunnya tenaga pertanian
Bioteknologi makanan (atau modifikasi genetika) menawarkan metode
tambahan untuk meningkatkan kelangsungan lahan pertanian yang ada dan
meningkatkan kualitas pasokan makanan. Keuntungan potensial yang dapat diperoleh
dari bioteknologi sangat banyak dan mencakup pemberian daya tahan terhadap hama
tanaman, meningkatkan panen tanaman dan mengurangi pemakaian pestisida kimia.
Pengolahan makanan dan kandungan makanan dengan memakai bioteknologi
memberikan berbagai bentuk makanan dan bahan makanan fermentasi yang banyak
dikonsumsi.
Tanaman produk bioteknologi telah banyak diperdagangkan di pasar.
Tanaman hasil rekayasa genetika tersebut menyerupai tanaman asalnya, tetapi
memiliki sifat-sifat tertentu yang menyebabkan tanaman tersebut lebih baik. Tanaman

tersebut memberikan keuntungan bagi petani dan konsumen. Petani memperoleh hasil
yang lebih tinggi dan peningkatan keleluasaan dalam pengelolaan tanaman,
sedangkan konsumen memperoleh hasil yang lebih menyehatkan, antara lain tanaman
ditanam dengan pestisida yang lebih sedikit dan atau sifat kandungan nutrisi yang
lebih menyehatkan. Tanaman produk bioteknologi yang telah disetujui untuk pangan
merupakan tanaman yang direkayasa untuk memiliki sifat seperti: (1) ketahanan
terhadap hama dan penyakit, (2) ketahanan terhadap herbisida, (3) perubahan
kandungan nutrisi dan (4) peningkatan daya simpan.
Dengan menggunakan teknologi biologi molekuler, gen yang diinginkan dapat
dipotong dari suatu genom tanaman dan disambung ke dalam genom lain melalui
suatu eksperimen yang unik, tanpa memindahkan gen-gen yang tidak diinginkan
selama proses (Fernandes dan Filho, 1993). Dengan memanfaatkan kemajuan
bioteknologi seperti rekayasa genetik, gen-gen yang bermanfaat dari sumber yang
berbeda seperti bakteri atau spesies tanaman lain yang samasekali tidak memiliki
kekerabatan dapat diisolasi dan gen tersebut dapat dimasukkan ke dalam tanaman
yang akan diperbaiki melalui metode transfer genetik (Seraj, 2001), sehingga tahapan
yang panjang untuk back crossing dan seleksi dapat dihilangkan
Perkembangan dan kemajuan yang dicapai dalam bidang biologi molekuler
telah melahirkan dan berkembangnya teknologi rekombinan DNA atau yang dikenal
dengan sebutan rekayasa genetik . Rekayasa genetik atau rekombinan DNA adalah
suatu kumpulan teknik-teknik eksperimental yang memungkinkan peneliti untuk
mengisolasi, mengidentifiksi dan melipatgandaan suatu fragmen dari material genetik

(DNA) dalam bentuk murninya. Manipulasi-manipulasi tersebut dilakukan secara in


vitro dengan menggunakan material-material biologi
Penggunaan kultur jaringan untuk pembiakan klonal didasarkan pada
anggapan bahwa jaringan secara genetik tetap stabil jika dipisahkan dari tumbuhan
induk dan ditempatkan dalam kultur. Pendapat ini sebahagian besar berlaku jika
tumbuhan dibiakkan dengan kuncup ketiak atau tunas liar yang secara langsung
dipisahkan dari tanaman. Walaupun demikian, apabila tunas terbentuk dari jaringan
kalus, sering terjadi penyimpangan.
Protoplas sel totipoten tanpa dinding sel dapat dihasilkan dengan mudah dan
telah dirancang suatu metode untuk menumbuhkannya menjadi jaringan kalus dan
dilanjutkan

menjadi

tanaman

kecil

yang

dapat

dikembangbiakan

secara

konvensional. Protoplas dapat dipisahkan dari jaringan tanaman, termasuk akar,


daun, buah, serbuk sari, bintil akar kacangan, organ penyimpanan dan jaringan kalus.
Jaringan daun sering digunakan karena hasil protoplas dari sumber ini cukup tinggi
dan seragam. Protoplas sering menghasilkan jaringan kalus yang kemudian dari
kalus ini diregenerasikan suatu tumbuhan yang lengkap. Sayangnya, keberhasilan
metoda ini kecil peluangnya untuk tanaman kacang-kacangan dan padi-padian.
Belakangan ini kemungkinan tanaman Medicago sativa (Alfafa) untuk beregenerasi
dari protoplasma menjadi tumbuhan lengkap peluangnya cukup tinggi dalam kondisi
pertumbuhan yang relatif sederhana. Hal ini memberi petunjuk penting bahwa usaha
dibidang kacang-kacangan akan dapat berkembang lebih cepat. Sebegitu jauh kita

masih belum mampu untuk mengembangkan tumbuhan dari jenis padi-padian dan
kacang-kacangan melalui pertumbuhan protoplasma.
Manfaat penting dari protoplasma dalam pemuliaaan tanaman terletak pada
beberapa sifatnya, yaitu : (1) protoplas dapat dihasilkan dan disaring untuk
membentuk banyak variasi. Meskipun protoplas yang terbentuk secara genetik
bersifat homogen, tetapi kalus yang merupakan keturunannya dapat menjadi tanaman
yang menunjukan perbedaan sifat-sifat yang cukup besar , (2) tidak adanya dinding
sel memudahkan fusi antara protoplas dan dengan demikian mengawali terjadinya
pembastaran. Fakta bahwa fusi dapat terjadi antara sel somatik yang bersifat diploid
yang memungkinkan pemulia tanaman merancang suatu teknik dengan baik, (3)
tidak adanya dinding sel juga memudahkan penyerapan DNA, sebagai fragmen atau
plasmid yang berasal dari bakteri, untuk menghasilkan tanaman dengan sifat-sifat
yang baru sama sekali. Meskipun tanaman yang diperbanyak secara vegetatif (klon)
umumnya mirip induknya, tetapi tidak berarti, bahwa semua klon secara genetik
bersifat serupa. Klon yang berbeda secara nyata dari induknya dapat terjadi, dan
dikenal sebagai varian somatik dan merupakan hasil perubahan genetik pada sel
merismatik yang menghasilkan semua atau sebagian tumbuhan baru. Dalam hal-hal
tertentu varian somatik dapat menjadi varietas baru yang penting, misalnya pada
jeruk manis. Beberapa mekanisme genetik dapat menyebabkan terjadinya variasi
somatik, antara lain : perubahan jumlah kromosom dalam inti, mutasi gen tunggal,
seperti kloroplas dan mitokondria.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembuatan tanaman transgenik?
2. Bagaimana pembuatan tanaman kentang transgenik?

II.

TUJUAN DAN MANFAAT


A. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui cara pembuatan tanaman transgenik


2. Mengetahui cara pembuatan tanaman kentang transgenik

D. Manfaat Penulisan
1. Pembaca terutama mahasiswa mengetahui cara pembuatan tanaman transgenik,
terutama pada tanaman kentang yang menjadi komoditas pangan sehingga diharapkan
dapat menambah ilmu pengetahuan.
2. Pembaca terutama mahasiswa mengetahui dampak tanaman kentang transgenik
baik dampak positif dan negatifnya yang akan mempengaruhi kehidupan manusia dan
lingkungan sehingga diharapkan dapat menggunakan pengetahuannya secara bijak.

III. PEMBAHASAN

Transgenik adalah tanaman yang telah direkatasa bentuknya maupun


kualitasnya melalui penyisipan gen atau DNA binatang,bakteri,mikroba,atau virus
untuk tujuan tertentu. Secara biologi tanaman transgenik adalah suatu produk
rekayasa genetika melalui transformasi makhluk hidup lain kedalam tanaman yang
tujuannya untuk menghasilkan tanaman baru yang memiliki sifat unggul yang lebih
baik dari tanaman sebelumnya.
Sebelum melakukan perubahan genetik hal penting pertama yang harus
dilakukan adalah memahami karakter yang diinginkan pada level molekular. Ini
biasanya membutuhkan isolasi dari protein tertentu dan hampir pasti membutuhkan
identifikasi dari gen khusus serta analisis mengenai bagaimana ekspresinya dikontrol.
Hal terakhir sangat krusial jika gen-gen yang akan diintroduksi akan diekspresikan
secara tepat dalam syarat-syarat dari level, jaringan dan waktu tertentu, dan produk
yang akan dituju terhadap kompartemen subselular yang tepat (Shaw, 1988)
Proses pembuatan tanaman transgenik sebelum dilepas ke masyarakat telah
melalui hasil penelitian yang panjang ,studi kelayakan dan uji lapangan dengan
pengawasan yang ketat ,termasuk analisis dampak lingkungan untuk jangka pendek
dan jangka panjang.

Berdasarkan kelompok masyarakat yang pro dan kontra

terhadap tanaman transgenik memiliki manfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan

penduduk ,tetapi manfaat tersebut belum teruji ,apakah lebih besar manfaatnya atau
kerugiannya .
Cara pembuatan tanaman transgenik adalah gen yang telah diisolasi dan
kemudian dimasukkan kedalam sel tanaman.Melalui suatu sistem tertentu ,sel
tanaman yang membawa gen tersebut dapat dipisahkan dari sel tanaman yang tidak
membawa gen.Tanaman pembawa gen ini kemudian ditumbuhkan secara normal
.Tanaman inilah yang disebut sebagai tanaman transgenik karena ada gen asing yang
telah dipindahkan dari makhluk hidup lain ke tanaman tersebut .
Tanaman transgenik merupakan hasil rekayasa gen dengan cara disisipi satu
atau sejumlah gen .Gen yang dimasukkan itu disebut transgene,bisa diisolasi dari
tanaman tidak sekerabat atau spesies yang lalin sama sekali .Transgene umumnya
diambil dari organisme yang memiliki sifat unggul tertentu .Misal pada proses
membuat jagung Bt tahan hama, pakar bioteknologi memanfaatkan gen bakteri tanah
Basillus thuringiensis (Bt) penghasil racun yang mematikan bagi hama tertentu .Gen
Bt ini dimasukkan ke rangkaian gen tanama jagung .Sehingga tanama resipien atau
jagung juga mewariskan sifat toksis bagi hama .Ulat atau hama penggerek jagung Bt
akan mati
Untuk membuat suatu tanaman transgenik, pertama-tama dilakukan identifikasi
atau pencarian gen yang akan menghasilkan sifat tertentu (sifat yang diinginkan). Gen
yang diinginkan dapat diambil dari tanaman lain, hewan, cendawan, atau bakteri.

Setelah gen yang diinginkan didapat maka dilakukan perbanyakan gen yang disebut
dengan istilah kloning gen. Pada tahapan kloning gen, DNA asing akan dimasukkan
ke dalam vektor kloning (agen pembawa DNA), contohnya plasmid (DNA yang
digunakan untuk transfer gen). Kemudian, vektor kloning akan dimasukkan ke dalam
bakteri sehingga DNA dapat diperbanyak seiring dengan perkembangbiakan bakteri
tersebut. Apabila gen yang diinginkan telah diperbanyak dalam jumlah yang cukup
maka akan dilakukan transfer gen asing tersebut ke dalam sel tumbuhan yang berasal
dari bagian tertentu, salah satunya adalah bagian daun.
Transfer gen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode senjata
gen, metode transformasi DNA yang diperantarai bakteri Agrobacterium tumefaciens,
dan elektroporasi (metode transfer DNA dengan bantuan listrik).
1. Metode senjata gen atau penembakan mikro-proyektil
Metode ini sering digunakan pada spesies jagung dan padi. Untuk
melakukannya, digunakan senjata yang dapat menembakkan mikro-proyektil
berkecepatan tinggi ke dalam sel tanaman. Mikro-proyektil tersebut akan
mengantarkan DNA untuk masuk ke dalam sel tanaman. Penggunaan senjata gen
memberikan hasil yang bersih dan aman, meskipun ada kemungkinan terjadi
kerusakan sel selama penembakan berlangsung.
2. Metode transformasi yang diperantarai oleh Agrobacterium tumefaciens
Bakteri Agrobacterium tumefaciens dapat menginfeksi tanaman secara alami
karena memiliki plasmid Ti, suatu vektor (pembawa DNA) untuk menyisipkan gen
asing. Di dalam plasmid Ti terdapat gen yang menyandikan sifat virulensi untuk

menyebabkan penyakit tanaman tertentu. Gen asing yang ingin dimasukkan ke dalam
tanaman dapat disisipkan di dalam plasmid Ti. Selanjutnya, A. tumefaciens secara
langsung dapat memindahkan gen pada plasmid tersebut ke dalam genom (DNA)
tanaman. Setelah DNA asing menyatu dengan DNA tanaman maka sifat-sifat yang
diinginkan dapat diekspresikan tumbuhan.
3. Metode elektroporasi
Pada metode elektroporasi ini, sel tanaman yang akan menerima gen asing
harus mengalami pelepasan dinding sel hingga menjadi protoplas (sel yang
kehilangan dinding sel). Selanjutnya sel diberi kejutan listrik dengan voltase tinggi
untuk membuka pori-pori membran sel tanaman sehingga DNA asing dapat masuk ke
dalam sel dan bersatu (terintegrasi) dengan DNA kromosom tanaman. Kemudian,
dilakukan proses pengembalian dinding sel tanaman.
Setelah proses transfer DNA selesai, dilakukan seleksi sel daun untuk
mendapatkan sel yang berhasil disisipi gen asing. Hasil seleksi ditumbuhkan menjadi
kalus (sekumpulan sel yang belum terdiferensiasi) hingga nantinya terbentuk akar dan
tunas. Apabila telah terbentuk tanaman muda (plantlet), maka dapat dilakukan
pemindahan ke tanah dan sifat baru tanaman dapat diamati.
Herbisida dan pestisida memiliki potensi bahaya bagi pencemaran lingkungan,
sementara tanaman transgenik dapat menurunkan penggunaan bahan kimia berbahaya
bagi lingkungan untuk mengendalikan gulma dan hama. (Wolfenbarger dan Phifer,
2000). Sebagai contoh, berkurang frekuensi perlakuan dapat membawa berkurangnya
pencemaran pestisida jika paralel dengan berkurangnya jumlah pestisida dan

herbisida yang digunakan. Konflik klaim telah banyak terjadi tentang pengaruh
tanaman toleran herbisida di Amerika Serikat (Carpenter dan Gianessi, 2000).
Dengan tidak adanya dokumentasi yang diterbitkan di mana asumsi dan validitas dari
argumen tersebut dapat diperiksa, maka tidak ada kesimpulan yang bisa ditarik
(Wolfenbarger dan Phifer, 2000).
Tanaman toleran herbisida memungkinkan petani untuk meninggalkan
penggunaan herbisida pra tumbuh. Pergeseran ke pengendalian gulma pascatumbuh
ini dapat meningkatkan praktek pengolahan tanpa olah dan konservasi tanah,
menurunkan erosi tanah, kehilangan air, dan meningkatkan bahan organik tanah
(Cannell dan Hawes, 1994).
Penelitian yang dilakukan oleh Yamada, dkk (2002) ini dilakukan untuk
mendapatkan tanaman kentang yang toleran terhadap herbisida, dimana herbisida
yang masuk ke dalam jaringan tanaman dapat dimetabolis atau didegradasi oleh suatu
enzim tertentu sehingga tidak lagi bersifat toksik. Tujuan penelitian ini adalah
mengurangi polusi di lingkungan pertanian akibat residu herbisida yaitu dengan
meniadakan residu herbisida didalam tanaman budidaya.
Penelitian ini menggunakan teknik rekayasa genetika, dengan beberapa
konstruksi gen yang terdiri dari: promotor tembakau PR1a, PRT (modifikasi dari
PR1a), unit transkripsi berupa gen CYP1A1 cDNA tikus atau gen CYP1A1 cDNA
tikus ditambah gen Yeast dan terminator berupa Nos Terminator serta marker berupa
gen GUS dan NPT II. Konstruksi gen ini kemudian disisipkan ke dalam situs ClaI
dari vektor plasmid pB1121.

Gen CYP1A1 digunakan karena merupakan gen penghasil enzim yang


terlibat dalam metabolisme xenobiotic, yang cukup efektif untuk mendetoksifikasi
obat-obatan pada liver mamalia. Diharapkan dengan kontrol promotor PR1a
tembakau yang merupakan inducible promoter dengan aktivator atau pengaktif
berupa aplikasi Benzothiadizole (BTH), akan memberikan suatu mekanisme toleransi
terhadap herbisida BTH ini.
Transfer gen dilakukan dengan menggunakan vektor bakteri Agrobacterium
tumefaciens strain LB4404. Gen ditransfer ke dalam tanaman kentang in vitro
kultivar May Queen
Identifikasi terintegrasinya transgen ke dalam tanaman kentang dilakukan
dengan dengan PCR, kemudian tanaman PCR positif dikulturkan selama 3 minggu di
dalam media MS yang mengandung herbisida BTH, untuk kemudian dilakukan
seleksi untuk tanaman yang mempunyai toleransi tinggi. Tanamantanaman tersebut
digunakan untuk analisis lebih lanjut.
Tanaman transgenik yang diaplikaskan dengan BTH memperlihatkan toleransi
yang lebih tinggi terhadap herbisida Phenylurea, Chlortoluron dan Metabenzthiazuron
dibandingkan dengan tanaman non transgenic.

IV.

KESIMPULAN

Sebelum melakukan perubahan genetik hal penting pertama yang harus


dilakukan adalah memahami karakter yang diinginkan pada level molekular. Ini
biasanya membutuhkan isolasi dari protein tertentu dan hampir pasti membutuhkan
identifikasi dari gen khusus serta analisis mengenai bagaimana ekspresinya dikontrol.
Hal terakhir sangat krusial jika gen-gen yang akan diintroduksi akan diekspresikan
secara tepat dalam syarat-syarat dari level, jaringan dan waktu tertentu, dan produk
yang akan dituju terhadap kompartemen subselular yang tepat.
Tahap kedua, gen-gen yang diinginkan harus ditransfer dan digabungkan ke
dalam DNA sel target. Beberapa metode tersedia dan transformasi tanaman dapat
dilakukan melalui transfer gen langsung atau dimediasi melalui vektor molekul DNA
atau liposom

DAFTAR PUSTAKA

Cannell, R.Q. & Hawes, J.D. (1994). Trends in tillage practices in relation to
sustainable crop production with special reference to temperate climates. Soil
Tillage Research, 30, 245 282.

Carpenter, J. & Gianessi, L. (2000). Herbicide use on roundup ready crops. Science,
287, 803-804.

Fernandes, K. V. S., and J. X. Filho. 1993. Plant Molecular Biology and Genetic
Engineering: Prospects for The Brazilian Northeast. R. Bras. Fisiol. Veg., 5(2)
: 187 191, 1993
Marcheti, S., et al. 2000. Soybean Kunitz, C-II and PI-IV inhibitor genes confer
different levels of insect resistance to tobacco and potato transgenic plant.
Theor.Appl.Genet Vol 101:519-526
Wolfenbarger, L.L. & Phifer, P.R. (2000). The ecological risks and benefits of
genetically engineered plants. Scie,nce 290 : 2088-2093
Yamada, T., et al. 2002. Inducible Cross Tolerance to Herbicides in Transgenic Potato
Plants with The Rat CYP1A1 Gene. Theor.Appl.Genet. Vol 104:308-314

TUGAS TERSTRUKTUR
BIOTEKNOLOGI PERTANIAN

Oleh:
Imam Prasetio
NIM A1L012060

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2014

Anda mungkin juga menyukai