Anda di halaman 1dari 24

40

BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Data Umum
1.

Karakteristik Tempat Pengambilan Data


Ruang Seruni RSUD Kab.Kediri terdiri dari 2 kamar perawatan. Sisi
utara untuk wanita dan sisi selatan untuk pria. Utara terdiri dari 10 bed
tempat tidur, dan Selatan terdiri dari 10 bed tempat tidur.

2.

Pengkajian
a.

Biodata
1)

Identitas Pasien
Nama Pasien

: Tn. P

Nama Panggilan

:P

Umur

: 78 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Pendidikan

: SD

Diagnosa Medis

: Stricture Uretra

Tanggal MRS

: 19-12-2013

Tanggal Pengkajian

: 26-12-2013

Alamat

: Jl. Jagalan Dsn. Gurah Kediri

Pekerjaan

: Wiraswasta

Ruang

: Seruni Rsud Kab. Kediri Pare

Tanggal Pengkajian

: 26-12-2013

41

b.

Keluhan Utama
Px sudah terpasang kateter Sistovik. kesadaran px 2-3-2

c.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pada tanggal 18 Desember 2013 keluarga Px mengatakan sebelum
dirujuk ke RSUD Pare, Px ingin berkemih. Pada waktu BAK Px
merasakan sakit dan urine yang keluar hanya menetes sedikit serta
berwarna merah. Akhirnya istri Px membawa ke puskesmas untuk
periksa lalu oleh pihak puskesmas Px dirujuk ke RSUD Pare dan
sekarang dirawat di ruang Seruni.

d.

Riwayat Penyakit Masa Lalu


Keluarga Px mengatakan Px pernah dirawat di RSUD Pare 6 bulan
yang lalu dengan sakit sama seperti yang dialami sekarang. Di RSUD
Pare Px dilakukan TUR P.

e.

Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga Px mengatakan bahwa Px tidak mempunya penyakit
keturunan seperti (DM, Jantung, dll).

f.

Genogram

42

Gambar 3.1 Genogram


Keterangan :
: Laki-laki meninggal

: Pasien

: Perempuan meninggal

: Tinggal serumah

: laki-laki

: Garis keturunan

: perempuan
g.

Data Psiko Sosial Spiritual


Psiko

: Keluarga Px mengatakan dengan keadaan Px sekarang Px


tidak dapat beraktifitas.

Social

: Hubungan keluarga dengan Px baik. Hubungan Px dengan


perawat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya baik.

Spiritual : Keluarga dan Px menerima dengan ikhlas dengan apa


yang diderita Px, karena semua adalah cobaan dari Tuhan
YME.
h.

Pola Sehari-Hari
1) Kebutuhan Nutrisi
Table 3.1 Kebutuhan Nutrisi
Di Rumah

Di Rumah Sakit

3x sehari

3x sehari

Pagi, siang, malam

Pagi, siang, malam

1 porsi habis (piring)

Px terpasang selang NGT

Lauk pauk cukup


Minum kurang lebih 6-9 gelas air

1 Gelas 200-300 ml (habis)


Minum kurang lebih 3 gelas air

putih

putih sehari
2) Istirahat Tidur

43

Tabel 3.2 Istirahat Tidur


2x sehari

Di Rumah

Di Rumah Sakit
Px hanya berbaring setiap saat Px

Siang : 13.00-16.00 WIB

dapat tidur

Malam : 22.00-04.00
Nyenyak
3) Eliminasi
a) BAB
Tabel 3.3 Eliminasi BAB
2x sehari

Di Rumah

Di Rumah Sakit
Tidak tentu terkadang 2 hari sekali

Pagi, sore

Konsistensi cair

Konsistensi padat
b) BAK
Tabel 3.4 Eliminasi BAK
Di Rumah
Sebelum sakit BAK

Di Rumah Sakit
Dikandung kemih Px terpasang

Px tidak ada hambatan semenjak

alat Sistovik

sakit BAK
Px terganggu dan Px merasakan
sakit BAK

4) Kebersihan
Table 3.4 Kebersihan
Di Rumah
Mandi 2x sehari pagi dan sore,

Di Rumah Sakit
Px hanya diseka

44

keramas 2 hari sekali

1 hari 1 kali
Pagi

5) Lain-lain
Tidak ada masalah
i.

Keadaan/Penampilan Umum Pasien


Keadaan umum pasien sangat lemah. Tangan kanan terpasang infus
PZ. Lubang hidung sebelah kanan terpasang selang NGT. Di
suprapubik pasien terpasang alat Sistovik. Px terlihat kotor dan tidak
rapi.

j.

Tanda-Tanda Vital
Suhu Tubuh

: 37, 2 0C

Denyut Nadi

: 76 x/m

Tekanan Darah

: 150/100 mmHg

Pernafasan

: 18 x/m

TB/BB

: Tidak Terkaji

k.

Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan Kepala dan Leher
Mata

: Mata Simetris, reaksi pupil (+) terhadap cahaya.

Hidung

: Terpasang selang NGT di lubang hidung sebelah


kanan.

Mulut

: Mulut Kotor, terdapat bekas darah.

Telnga

: Telinga bersih, simetris, warna coklat, tidak


didapatkan benjolan

2) Pemeriksaan Integumen/ Kulit dan Kuku.

45

Dari keseluruhan tidak ada luka babras dan lesi pada daerah
integument Px Dikubitus (-) kuku Px panjang dan kotor. Tidak
terdapat nyeri tekan CRT < 2 detik, tidak ada sianosis
3) Pemeriksaan Payudara dan Ketiak (bila diperlukan)
Tidak ada pembesaran kelenjar limfa, tidak ada nyeri tekan
4) Pemeriksaan Thorak/ Dada
a) Thorax
Inspeksi

: Bentuk simetris, tidak terdapat lesi atau


benjolan, tidak ada penggunaan otot bantu

Palpasi

: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada krepitasi.

b) Paru
Palpasi

: Tidak ada nyeri tekan pada daerah dada


taktil fremitus simetris.

Auskultasi

: Ronkhi (-) Whezing (-)

c) Jantung
Inspeksi

: Tidak ada pembesaran Jantung, ictus cordis


tidak terlihat.

Palpasi

: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada


pembesaran jantung.

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: Sura tunggal S1 S2 lup dup, tidak ada suara


tambahan

5) Pemeriksaan Abdomen

46

Inspeksi

: Bentuk datar, tidak ada benjolan, tidak ada


pembesaran hepar, terdapat luka
pembedahan pemasangan kateter sistovik di
suprapubik, warna luka kecoklatan,
keadaan luka kering.

Palpasi

: Tidak ada nyeri tekan.

Perkusi

: tympani

Auskultasi

: Bising usus 12 x/m

6) Pemeriksaan Kelamin dan Sekitarnya (bila diperlukan)


a) Genetalia
Inspeksi

: Genetalia Px kotor, warna kecoklatan, pada


suprapubik terpasang alat cyctovic kateter
(+).

Palpasi

: Tidak terdapat nyeri tekan

b) Anus
Inspeksi

: Tidak ada luka di daerah rectal, tidak ada


hemorrhoid.

7) Pemeriksaan Muskuluskeletal
Inspeksi

: Tidak ada lesi dan benjolan, tidak terdapat


odema

Palpasi

: Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada


krepitasi.

8) Pemeriksaan Neurologi
a) Olfaktorius

: Tidak terkaji (Pemeriksaan Penghidung).

47

b) Optikus

: Tidak terkaji (Pemeriksaan Penglihatan).

c) Okulomotoris

: Kelopak mata normal, pupil mengecil jika


cahaya masuk (Pemeriksaan kelopak mata).

d) Troklearis

: Pupil semakin menyempit ketika objek


mendekat (Pemeriksaan pupil mata).

e) Abdusen

: Tidak terkaji (Pemeriksaan penglihatan


ganda).

f)

Trigeminus

g) Facialis

: Tidak terkaji (Pemeriksaan sensai wajah).


: Normal, wajah Px simetris (Pemeriksaan
otot-otot ekspresi wajah).

h) Auditorius

: Pendengaran

Normal

(Pemeriksaan

pendengaran).
i)

Glosofaring

: Tidak terkaji (Pemeriksaan gerak palatum).

j)

Vagus

: Tidak terkaji (Pemeriksaan reflek muntah


dan batuk).

k) Aksesorius

Pergerakan

otot

aksesorius

(Pemeriksaan kekuatan otot).


l)

Hiploglosus

: Tidak terkaji (Pemeriksaan lidah).

9) Pemeriksaan status mental


GCS

: 2-3-2

Verbal

:2

Motorik

:3

baik.

48

Visual
l.

:2
Pemeriksaan Penunjang Medis

Tabel 3.5 Pemeriksaan Penunjang Medis


Type

H/L

Unit

Hb
Lekosit

10, 1
8, 0

gr/dl
103/m

Hematokrit
Trombosit
Glukosa
SGOT
SGPT
Ureum
Creatinin
Bun

32, 7
174
66
8, 8
2, 8
248
13, 2
116

%
103 ml
mg/dl
U/L
U/L
mg/dl
mg/dl
mg/dl

m.

n.

Value

L
L
H
H
H

Normal
Range
(10-8)
(4, 3-10,
3)
(45-50)
(150-400)
(70-115)
(6-37)
(6-42)
(10-50)
(0, 6-1, 2)
(4-20)

Penatalaksanaan/Terapi
1) Ceftriaxone

2 x 1 gram Inj. IV

2) Santagesik

3 x 1000 mg Inj. IV

3) Gentamisin

1 x 80 mg Inj. IV

4) Uresix

2 x 40 mg Inj. IV

5) Ranitidin

2 x 50 mg Inj. IV

6) PZ : D5

2:2

Harapan Pasien/Keluarga Sehubungan Dengan Masalah


Keluarga Px berharap agar Px segera sembuh dan bisa pulang. Dan
dapat beraktifitas seperti sediakala.

o.

Discharge Planning
1) Mengnjurkan Px agar tidak banyak bergerak.
2) Mengajurkan Px untuk minum obat teratur.
3) Menganjurkan Px untuk kontrol rutin setelah KRS.

49

4) Menganjurkan Px untuk meningkatkan makan dan minum.


5) Tidak terjadi infeksi
6) Suhu tubuh dalam batas normal
7) Tidak timbul komplikasi

50

3.

Analisa Data
Tabel 3.6 Analisa Data Diagnosa Keperawatan

NO.

KELOMPOK DATA

1.

Ds : Keluarga Px mengatakan
ada luka operasi di
daerah bawah perut Px.
Do : Di area suprapubik
terpasang kateter Sistovik
Keadaan luka :
Warna luka kecoklatan
Keadaan luka sudah mulai
mengering
Luka terletak pada area
suprapubik
Leukosit 8, 0 103/m
TTV

: TD : 150/100 mmHg
RR : 18 x/m
N : 76 x/m
S : 37, 2 0C

KEMUNGKINAN
PENYEBAB

MASALAH

BPH
Resiko Tinggi

infeksi
Perubahan pola
kemih

Retensi urine

Dilakukan tindakan
pembedahan

Post Sistovik

Resiko tinggi
infeksi

51

4.

Daftar Prioritas Masalah

Tabel 3.7 Daftar Prioritas Diagnosa Keperawatan yang Muncul Dari


Kasus
NO.
1.

DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Resiko Tinggi infeksi
b/d tempat masuknya
organisme sekunder
akibat pembedahan.

TANGGAL
MUNCUL
26-12-2013

TANGGAL
TERATASI
28-12-2013

TANDA
TANGAN

52

5.

Rencana Asuhan Keperawatan


Tabel 3.8 Rencana Asuhan Keperawatan

NO.
1.

TUJUAN
KRITERIA-STANDAR
Resiko Tinggi infeksi b/d tempat Tujuan:
masuknya organisme sekunder Klien tidak mewujudkan
akibat pembedahan.
tanda-tanda infeksi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

KH :
1. Px tidak mengalami
tanda tanda infeksi :
Rubor, kalor, dolor,
tumor, fungsiolesa
2. Ttv dalam batas
normal.
S : (36 37, 5)C
N : 60-100 x/m
RR : 16-22 X/m
TD : 120/80 140/90
mmhg

INTERVENSI
1.

2.

Awasi tanda
vital, perhatikan
demam ringan,
menggigil, nadi
pernapasan cepat
gelisah.
Observasi
drainase dan luka,
sekitar kateter
suprapubik.

RASIONALISASI
1. Untuk mengetahui
gejala awitan
timbulnya infeksi dan
menentukan
intervensi selanjutnya
2. Mengetahui keadaan
luka pasien dan
menentukan tindakan
perawatan luka yang
efektif pada klien
sesuai keadaan
lukanya
3. Mencegah terjadinya
infeksi silang pada
luka

3.

Lakukan
perawatan luka
dengan
menggunakan teknik 4. Mencegah terjadinya
aseptik dan septik.
infeksi serta menjaga
keamanan dari luka
4.
Berikan
pasien
perawatan steril pada
luka pemasangan
Sistovik

5. Merupakan tindakan
medis untuk

TANDA
TANGAN

53

NO.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

TUJUAN
KRITERIA-STANDAR

INTERVENSI

5.

Kolaborasi
dengan pemberian
antibiotik sesuai
indikasi.

RASIONALISASI
mencegah tumbuhya
bakteri yang dapat
menyebabkan
terjadinya infeksi

TANDA
TANGAN

54

6. Catatan Tindakan Keperawatan


Tabel 3.9 Catatan Tindakan Keperawatan
NO.
1.

NO.
TGL.
DIAG. PELAKS.
1.
26-12-2014 1.
08.05 WIB

08.20 WIB

2.

08.00 WIB

3.

27-12-1013 1.
08.05 WIB

08.20 WIB

2.

3.
08.30 WIB

4.
5.

08.00 WIB

6.

JENIS TINDAKAN
Mengukur tanda tanda vital
klien mulai dari peningkatan
tekanan darah dan suhu untuk
mengenali gejala awitan infeksi
S : 37, 2C
TD : 150/100 mmHg
N : 76 x/m
Mengkaji drainase dan keadaan
luka, sekitar kateter dan
suprapubik.
Berkolaborasi dalam pemberian
antibiotik
Inj. Ceftriaxone 1x1 gram
Mengukur tanda tanda vital
klien mulai dari peningkatan
tekanan darah dan suhu untuk
mengenali gejala awitan infeksi
S : 37, 3 C
TD : 140/90 mmHg
N : 76 x/m
Mengkaji drainase dan keadaan
luka,
sekitar
kateter
dan
suprapubik.
Keadaan luka sudah mulai
mengering
dengan
warna
kecoklatan derta tidak ada
rembesan pus dan darah pada
balutan.
Mengganti balutan tiap satu hari
sekali.
Membersihkan dan pengeringan
kulit.
Melaksanakan perawatan steril
pada luka
Berkolaborasi dalam pemberian
antibiotik.
Inj. Ceftriaxone 1x1 gram

28-12-1013 1. Px meninggal
6.

Catatan Perkembangan
Tabel 3.10 Catatan Perkembangan

TANDA
TANGAN

55

NO.
1.

NO.
TGL./
CATATAN
DIAG.
JAM
PERKEMBANGAN
1.
26-12-2013 S : 13.00 WIB O : keadaan luka sudah mulai kering
Warna kecoklatan
Luka bearada pada area
suprapubik
S
: 37, 2C
N
: 76x/m
TD
: 130/80 mmHg
GCS : 2 3 2
Leukosit : 8, 0 103/m
A : masalah belum teratasi
P : pertahankan intervensi 1-5

TANDA
TANGAN

27-12-2013 S : 13.00 WIB O : keadaan luka sudah mulai kering


Warna kecoklatan
S
: 37C
N
: 76x/m
TD
: 130/80 mmHg
GCS : 2 3 2
Leukosit : 8, 0 103/m
A : masalah belum teratasi
P : pertahankan intervensi 1-5

28-12-2013 Pasien meninggal

B. PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan dan membahas tentang hasil
pengamatan asuhan keperawatan pada pasien Tn. P dengan bph Post op
sistostomi di Ruang Seruni RSUD Kab.Kediri, tanpa mengesampingkan

56

masalah-masalah keperawatan yang muncul berdasarkan tinjauan pustaka


dengan penerapan proses.
1. Pengkajian keperawatan
Dalam tahap pengkajian atau pengumpulan data mengenai kasus
BPH Post cystotomi, menurut tinjauan pustaka dengan kasus hampir
ditemukan prinsip yang sama dan ada pula yang tidak sama.
a. Sirkulasi
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi;
pada kasus postoperasi BPH yang terjadi karena kekurangan volume
cairan. (Doenges, 2000). Sedangkan pada pasien tidak didapatkan
adanya gangguan pada pemenuhan cairan tubuh.
Penulis mengungkapkan bahwa hal itu terjadi karena saat
dilakukan perawatan di Rumah Sakit pasien telah mendapat asupan
cairan parenteral maupun oral sesuai dengan advis dokter sehingga
pasien tidak mengalami adanya gangguan pada pemenuhan cairan
tubuh.
b. Integritas Ego
Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu
integritas egonya karena memikirkan bagaimana akan menghadapi
pengobatan yang dapat dilihat dari tanda-tanda seperti kegelisahan,
kacau mental, perubahan perilaku. (Doenges, 2000). Pada pasien tidak
didapatkan adanya kegelisahan dan kekacauan mental, namun
didapatkan adanya perubahan perilaku yaitu dalam bertingkahlaku
pasien lebih berhati-hati dan melindungi area tubuh yang sakit, asien
terlihat kurang aktif karena memang didapatkan adanya penurunan
kesadaran.

57

Penulis mengungkapkan hal itu terjadi karena adanya


penurunan kesadaran (GCS 2-3-2) pada klien sehingga tidak
didapatkan adanya kegelisahan, hanya saja pasien bergerak seperlunya
jika ketidaknyamanan mulai muncul.
c. Eliminasi
Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali
dialami oleh pasien dengan postoperasi BPH sistostomi yang terjadi
karena tindakan invasif serta prosedur pembedahan sehingga perlu
adanya

observasi drainase kateter untuk mengetahui adanya

perdarahan dengan mengevaluasi warna urin. Evaluasi warna urin,


contoh : merah terang dengan bekuan darah, perdarahan dengan tidak
ada bekuan, peningkatan viskositas, warna keruh, gelap dengan
bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga ada kemungkinan
terjadinya konstipasi. Pada postoperasi BPH sistostomi, karena
perbuhan pola makan dan makanan. (Doenges, 2000). Pada pasien
ditemukan data adanya gangguan rasa nyaman nyeri pada saat ingin
berkemih, kesulitan dalam berkemih, dan jumlah urin mengalami
penurunan dengan berkurangnya frekuensi berkemih. pada saat BAB
pasien juga mengalami adanya gangguan yaitu tidak tentu pada setiap
harinya biasanya dua hari sekali baru bisa BAB.
Menurut penulis dalam hal ini didapatkan adanya kesesuaian
antara tinjauan pustaka dengan kasus yang didapatkan baik mengenai
gangguan pada eliminasi baik eliminasi urin maupun eliminasi alvi.
Kesamaan itu terjadi karena memang pada pasien dengan kasus BPH
selalu didapatkan gangguan pada masalah eliminasi urin, namun tidak
semua pasien mengalami gangguan eliminasi alvi.

58

d. Pemeriksaan fisik post op


Di bagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan status kesehatan umum dan
pemeriksaan fisik head to toe :
1) Status kesehatan Umum perlu menyebutkan :
a) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk. Nadi dapat meningkat pada keadaan
klien kesakitan. Peningkatan suhu perlu dicurigai adanya
infeksi (Doenges, 2000). Pada pasien didapatkan peningkatan
tekanan darah yaitu 160/100 mmHg, akan tetapi suhu berada
pada batas normal, yaitu 37,2 C.
Penulis mengungkapkan adanya kesesuaian antara teori
dengan kasus yang ada yaitu tandatanda vital terdapat
peningkatan pada tekanan darah. Meskipun pada pengkajian
diperoleh suhu dalam batas normal, di sini diharapkan tetap
dipantau mengenai adanya peningkatan suhu tubuh, hal itu
menunjang untuk terjadinya resiko infeksi pada klien.
2) Pemeriksaan Head To Toe.
a) Integumen/Kulit
Pengkajian Integumen/ Kulit ditemukan adanya gangguan
atau kelainan (Doenges, 2000). Sedangkan pada Tn. P
didapatkan warna kulit pada luka kecoklatan, kulit kering tidak
bersisik, turgor kuit baik. Disini hampir semua pengkajian
mengenai integumen/kulit terdapat kesamaan antara teori sesuai
tinjauan pustaka dengan kasus pada Tn. P hanya saja ada
kesenjangan adanya warna kecoklatan pada bekas luka insisi.
b) Pemeriksaan abdomen
Pada pengkajian abdomen : Perut simetris, terdapat luka
pembedahan post op di daerah suprapubik, tidak nyeri tekan

59

pada daerah perut (Doenges, 2000). Sedangkan pada klien


didapatkan hasil pemeriksaan abdomen yaitu bentuk datar, tidak
ada benjolan, tidak ada pembesaran hepar, luas luka 8cm, warna
luka kecoklatan, keadaan luka kering, luka terletak pada
suprapubik, terdapat pemasangan kateter sistovik..
Adanya

warna

kecoklatan

pada

bekas

luka

insisi

menunjukkan bahwa luka sudah mulai mengering. Akan tetapi


pada

luka

terpasang

kateter

sistovik

sehingga

dapat

menimbulkan berbagai komplikasi terjadinya infeksi. Hal


tersebut tergantung dari perawatan luka dan asupan nutrisi klien
yang menunjang terjadinya peningkatan kondisi fisik klien atau
tidak. Sehingga diharapkan pada aplikasi selanjutnya tetap
dilakukan perawatan sesuai dengan prosedur pelaksanaan
tindakan perawatan untuk mencegah terjadinya komplikasi pada
klien serta mencegah terjadinya infeksi.
c) Sistem kenyamanan
Dari tinjauan pustaka dijabarkan data mayor yaitu
melaporkan ketidaknyamanan (misalnya nyeri, dll) data minor
yaitu tekanan darah tinggi meningkat, menggosokkan bagian
yang nyeri, nadi meningkat, raut wajah kesakitan (Carpenito,
2006). Sedangkan pada kenyataannya dari data yang didapat
dari klien adalah tanda tanda vital meningkat yaitu tekanan
darah 150/100 mmHg, N : 76x/m, S : 37,2 C dan adanya
penurunan kesadaran GCS 2 3 2. Kesenjangan yang terjadi
antara teori dengan kasus, terletak pada respon klien terhadap
nyeri. Hal ini terjadi karena adanya penurunan kesadaran pada
klien.

60

Pada tahap pengkajian kasus bph post op cystotomi


diatas antara kasus dan teori prinsipnya adalah sama, hanya saja
terdapat sedikit kesenjangan hal ini dikarenakan berat ringannya
keluhan yang berbeda dan pada kasus yang dilakukan
penanganan secepat mungkin. Serta adanya kerja sama tim antar
perawat dan observasi secara intensif sehingga masalah dapat
teratasi secepatnya dan tidak menimbulkan adanya komplikasi.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa utama yang muncul pada Tn. P adalah resiko tinggi
infeksi b.d post insisi cystotomi. Definisi Operasional Resti Infeksi
keadaan ketika seorang individu beresiko terserang oleh agen paogenik
atau oportunisttik (virus, jamur, bakteri, protozoa, atau parasit lain) dari
sumber-sumber eksternal, sumber-sumber endogen/eksogen. (Carpenito,
2007)
Faktor yang berhubungan pada masalah keperawatan resiko tinggi
infeksi antara lain : Berhubungan dengan melemahnya daya tahan pejamu
sekunder akibat penyakit kronis, kanker, gagal ginjal, diabetus milletus,
gangguan hepatik, ganngguan pernapasan, insufisiensi leukosit, serta
imunodefisiensi. Tindakan yang berhubungan dengan tempat masuknya
organisme sekunder akibat pembedahan, nutrisi parenteral total, intubasi,
dialisis,

adanya

jalur

invasif,

dan

pemberian

makanan

enteral.

Berhubungan dengan melemahnya daya tahan pejamu sekunder akibat


terapi radiasi, tranpaltasi organ dan terapi obat-obatan. Faktor yang
berhubungan dengan keadaan situasional dengan melemahnya daya tahan

61

pejamu sekunder akibat imobilitas jangka panjang, malnutrisi, merokok,


masa tinggal dirumah sakit meningkat, stress, riwayat infeksi. Pada lansia
berhubungan dengan kerentanan lansia sekunder akibat kondisi yang
melemah, penurunan respon imun, atau penyakit kronis multipel.
3. Intervensi Keperawatan
Untuk perencanaan pada masalah Resti Infeksi, penulis tetap
melakukan perencanaan sesuai teori Doengoes (2001), yang difokuskan
pada intervensi secara mandiri (rawat luka) dengan mengkaji keadaan luka
dan melakukan perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik untuk
mencegah terjadinya komplikasi berlanjut pada masalah post op cystotomi,
karena dalam hal ini masalah infeksi berlebih pada lansia yang dapat
menimbulkan peningkatan suhu dan resiko syok.
Teknik perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik adalah
suatu tindakan untuk merawat luka dengan memperhatikan teknik septik
dan aseptik serta memperhatikan kesterilan baik dari alat maupun
pelaksanaan tindakan. Teknik perawatan luka disini tujuannya untuk
mencegah, membatasi, dan atau mengontrol infeksi.
4. Implementasi Keperawatan
Tahap kerja proses keperawatan adalah pelaksanaan yang mengacu
pada intervensi yang telah ditentukan dan pelaksanaannya antara teori dan
kasus nyata pada prinsipnya adalah sama, hanya saja pada kasus yang
penulis tulis ini adalah melaksanakan tindakan keperawatan dengan
melihat situasi dan kondisi pasien serta disesuaikan dengan kondisi
ruangan.
Seperti dalam melakukan perencanaan melakukan perawatan luka
dengan teknik septik dan aseptik, penulis tidak mengalami masalah karena

62

dalam melakukan tindakan tersebut penulis di dukung dengan fasilitas


yang ada di ruangan, disini penulis melakukan tindakan sesuai dengan
langkah langkah pada standart operasional prosedur. Peralatan yang
digunakan disesuaikan dengan keterbatasan fasilitas yang ada, seperti
pemanfaatan perlak yang digunakan adalah perlak yang ada di tempat tidur
pasien dengan tujuan yang sama agar tidak membasahi tempat tidur
pasien, serta peralatan rawat luka yang ada di ruangan Semua tahap-tahap
pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan penulis secara berurutan
sesuai dengan prosedur mulai dari mengkaji kondisi klien, menjelaskan
prosedur yang akan dilakukan pada keluarga, mendekatkan semua
peralatan yang ada, mencuci tangan hingga pelaksanaan tindakan sampai
dengan

pendokumentasian

telah

dilakukan

oleh

penulis

tanpa

mengesampingkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang


dilakukan.
Semua keterbatasan yang ada dapat diatasi penulis karena
dukungan dari keluarga dalam setiap langkah kegiatan keperawatan, saat
pelaksanaan tindakan juga dijelaskan pada keluarga mengenai tujuan dan
pelaksanaan perawatan luka.
5. Evaluasi Keperawatan
Dalam

mengetahui

efektifitas

dari

keberhasilan

tindakan

keperawatan untuk membantu mencegah masalah terjadinya resiko tinggi


infeksi, dilakukan evaluasi selama tiga hari perawatan.
Evaluasi pada hari pertama setelah dilakukan tindakan keperawatan
penulis mengkaji keadaan umum klien mulai dari keadaan kulit hingga
pengukuran suhu tubuh klien. Keadaan luka pada kulit klien berwarna

63

coklat, kering pada area ekstremitas masih mengalami kelemahan, dan


suhu tubuh klien mencapai 37, 2C.
Evaluasi hari kedua penulis mengobservasi keadaan klien dari
sistem integumen, neurosensori, dan thermoregulasi serta asupan makanan
klien, Keadaan luka kering, panjang 8cm, warna kecoklatan, keadaan
bersih, dan terpasang kateter sistovik. setelah dilakukan observasi dan
dievaluasi lagi keadaan klien masih tetap sama belum mengalami
peningkatan dan kesadaran dengan GCS 2 3 2. Evaluasi resti infeksi pada
sistem thermoregulasi 37, 3C dan pada peeriksaan lab didapatkan leukosit
8, 0 103/m.
Evaluasi hari ketiga saat dilakukan evaluasi pasien meninggal.
Masalah resiko tinggi infeksi tersebut teratasi sebagaimana disebutkan
yaitu didapatkan suhu tubuh klien masih dalam batas normal yaitu 37, 2C
serta hasil pemeriksaan laboratorium keadaan Limfosit masih dalam
rentang normal yaitu 8, 0 103/m. Terbukti klien mampu menunjukan tandatanda vital stabil, tidak terjadi infeksi pada klien dari hasil pengamatan
selama 3 hari. Hal ini dikarenakan adanya perawatan yang efektif sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan dasar klien dengan melakukan perawatan
luka dengan memperhatikan teknik septik dan aseptik serta oleh tenaga
medis telah diberikan antibiotik dan cairan intravena sesuai indikasi.

Anda mungkin juga menyukai