Anda di halaman 1dari 12

5.

3 Analisis Anomali Magnetik Tua

Penentuan inklinasi efektif I dari medan geomagnetik di lokasi dan azimuth A


dengan persamaan:

Mencari nilai IR jika diketahui nilai kepencengan dengan persamaan:

Substitusi persamaan:

dengan kombinasi DR dan IR serta persamaan:

diperoleh sebuah semi lingkaran besar posisi kutub paleomagnetik yang


konsisten terhadap pengamatan .
Untuk mendapatkan posisi kutub tunggal dari kemungkinan yang ada,
dibutuhkan untuk dua data anomali suatu lempeng.
Penentuan posisi kutub paleomagnetik dari perpotongan dua semi lingkaran
besar.
Nilai perkiraan dalam setiap kasus hanya dapat ditentukan pada tingkat
kepercayaan 5-10o.
Petronotis et al. (1992) melakukan prosedur berikut untuk menghitung kutub
paleomagnetik:
Penentuan kepencengan anomali A dari selisih inklinasi efektif remanen
sebenarnya IAR dan inklinasi efektif remanen semu I AR dengan persamaan:

Menghitung IR dan DR dari koordinat lokasi pengamatan dan koordinat lokasi


kutub
Diberikan nilai trial kepencengan anomali A dan posisi kutub (p, p)
Diperoleh prediksi model inklinasi remanen efektif semu IAR di setiap lokasi
Dibandingkan dengan hasil pengamatan.

5.3.1 Pola Anomali Magnetik Global


Dalam sebuah analisis profil sepanjang pematang Pasifik Antartika, Pitman dan
Heirtzer (1966) mengembangkan model yang diaplikasikan dan selanjutnya

dikenal sebagai skala waktu polaritas geomagnetik (Geomagnetic polarity time


scale, GPTS) untuk waktu 0-4 Ma. Dengan menyusun konfigurasi blok blok
perselingan polaritas dan mengasumsikan konstanta laju penyebaran 45 km Myr 1

, seperti yang diamati pada interval 0-4 Ma, mereka melacak pembalikan medan

geomagnetik hingga 10 Ma. Model ini ditunjukkan pada gambar 5.17.


Perbandingan profil dan pembalikannya menunjukkan adanya bentuk simetri
yang diamati pada jarak 1.000 km. antara profil anomali hasil komputasi dengan
hasil pengamatan yang sesuai mendemonstrasikan bahwa kevalidan ekstrapolasi
di luar GPTS pada waktu. Ketika model ini diterapkan pada pematang Reykjanes
pada sisi globe yang berlawanan,

5.3.2 Nomenklatur Anomali Magnetik


5.3.3 Zona Sepi (Quiet Zone) Kapur dan Jura
Studi anomali magnetik laut telah mengidentifikasi dua zona halus atau sepi
(quiet zone) dengan umur Kapur dan Jura yang muncul dengan tidak adanya
anomali atau anomali beramplitudo sangat rendah dengan interpretasi yang
masih belum jelas. Zona Diam Kapur (Cretaceous Quiet Zone) terlihat paling baik
pada anomali M0 dan M34 terhadap Kapur Normal (Superkron KN) yang awalnya
diidentifikasi oleh Helsley dan Steiner. Terlihat jelas bahwa zona sepi muncul
akibat medan geomagnetik tetap berada dalam polaritas normal dari 118 hingga
84 Ma dan tidak ada anomali magnetik yang dihasilkan.
Larson dan Pitman mengusulkan bahwa Superkron KN mewakili waktu ketika
tidak ada pulsa pemekaran cepat pada semua pusat pemekaran di Samudera
Atlantik dan Pasifik. Mereka berkaitan dengan episode intrusi Sirkum Pasifik dan
aktivitas ekstrusif serta orogenesis dalam periode ini. Plutonisme dalam skala
besar terjadi di Asia Timur, Antartika Barat, Selandia Baru, dan Andes Selatan,
serta Amerika Utara barat selama pertengahan Kapur. Hal ini terdokumentasikan
dengan baik di Amerika Utara barat di mana lebih dari 50% batolit yang
tersingkap berumur antara 115 dan 85 Ma. Jika granodiorit dan granit yang
menyusun batolit ini diturunkan dari litosfer samudera, maka subduksi skala
besar (sebagai akibat dari pemekaran yang berlangsung cepat di semua
samudera pada saat itu) dibutuhkan. Meskipun pulsa pemekaran cepat ini
5.4 Kutub Paleomagnetik untuk Lempeng Samudera

5.4.1 Kepencengan (Skewness) Anomali Magnetik


Pengukuran kepencengan anomali magnetik menyediakan sebuah metode untuk
menghitung kutub paleomagnetik. Inklinasi efektif I dengan mudah ditentukan
dari arah medan gemagnetik pada suatu lokasi (umumnya dihitung
menggunakan IGRF) dan azimuth A dari suatu sumber. Oleh karena itu, jika
kepencengan diketahui, maka IR dapat diselesaikan. Substitusi ke persamaan
5.2.3 kombinasi DR dan IR yang mungkin, bersama persamaan (1.2.9) dan
(1.2.10), dapat menentukan
5.4.2 Magnetisasi Gunung Laut (Seamounts)
Vacquier menunjukkan bahwa jika sebuah kombinasi survei magnetik dan
batimetri dari suatu gunung laut dibuat, maka memungkinkan untuk menghitung
arah magnetisasi gunung laut dengan asumsi magnetisasi yang seragam. Arah
magnetisasi ini ekuivalen dengan yang ditentukan secara paleomagnetik dengan
metode konvensional dan memungkinkan untuk menghitung kutub
paleomagnetik dari gunung laut. Pertumbuhan suatu gunung laut kecil
berlangsung selama 104 - 105 tahun. Variasi sekuler akan dirata ratakan dalam
perhitungan arah rata rata magnetisasinya. Gunung laut yang berukuran lebih
besar akan tetap aktif dalam periode 104 107 tahun. Permasalahan muncul
ketika sejumlah perubahan polaritas terjadi dalam rentang waktu tersebut.
Gunung laut tidak akan termagnetisasi secara seragam sebagaimana yang
ditemukan ketika anomali terhitung tidak cocok dengan anomali observasi.
Metode awal diusulkan oleh Vacquier menggunakan sebuah inversi linier kuadrat
terkecil dari anomali magnetik .................. oleh bentuk gunung laut. Gunung laut
diasumsikan termagnetisasi seragam, terikat oleh suatu permukaan yang sama
dengan permukaan batimetrinya, dan memiliki permukaan bawah yang
umumnya datar dan diasumsikan memiliki kedalaman yang sama dengan lantai
samudera di sekitarnya. Metode ini telah dikembangkan menggunakan algoritma
yang lebih efisien. Vacquier memodelkan bentuk sebagai kumpulan blok
segiempat, sedangkan Talwani menggunakan lapisan tipis, dan Plouff
menggunakan lapisan. Pengembangan telah dibuat untuk mengizinkan
magnetisasi tidak seragam dalam gunung laut dengan membagi topografi ke
dalam blok blok diskrit. Sebagai contoh, McNutt membagi bentuk topografi ke
dalam dua atau tiga blok, dengan asumsi setiap blok termagnetisasi seragam

dan menggunakan metode kuadrat terkecil untuk menyelesaikan arah


magnetisasi dalam setiap blok.
Supaya mengizinkan magnetisasi tidak seragam maka batas antara blok blok
termagnetisasi seragam ditentukan secara subjektif, umumnya dengan meninjau
anomali residual magnetik. Parker dkk. mengusulkan sebuah pendekatan yang
berbeda dan mengembangkan suatu metode menggunakan teori inversi linier
dalam sebuah ruang Hilbert. Metode ini berguna ketika gunung laut memiliki
magnetisasi tidak homogen. Turunan model magnetik memaksimalkan bagian
termagnetisasi seragam dan meminimalkan bagian yang tidak homogen.
Hildebrand dan Parker menerapkan metode ini untuk beberapa gunung laut di
Samudera Pasifik yang magnetisasinya telah ditentukan sebelumnya dengan
menggunakan metode linier kuadrat terkecil. Dalam banyak kasus perbedaan
antara hasil yang diperoleh dari dua metode tersebut kecil. Ketika dilakukan
pemodelan magnetisasi gunung laut, diasumsikan bahwa tidak ada komponen
terinduksi atau viscous. Asumsi ini sulit untuk dibuktikan karena hanya sejumlah
interior gunung laut yang telah disampel. Namun, hal yang mengejutkan adalah
terdapat banyak gunung laut yang dimodelkan memiliki polaritas magnetisasi
normal. Gee dkk. menyampel sebuah gunung laut terangkat dan menemukan
bahwa seperenam magnetisasi muncul dari magnetisasi terinduksi. Oleh karena
itu, terlihat bahwa sepanjanh induksi dan komponen viscous bernilai kurang dari
15% (Q 7), kutub paleomagnetik terhitung akan memiliki eror 5 o. Sebuah
tinjauan ulangdari metode ini bersama dengan teori yang sesuai diberikan oleh
Blakely.
Telah dilakukan diskusi peninjauan terhadap validitas dari metode pemodelan
magnetisasi gunung laut menggunakan metode yang telah dideskripsikan di
atas. Parker telah menunjukkan bahwa metode standar kuadrat terkecil tidak
memuaskan karena dalam kasus magnetisasi tidak seragam, medan yang tidak
sesuai bukan disebabkan kontaminasi acak. Oleh karena itu diusulkan sebuah
teori statistik yang mengatasi permasalahan ini, menunjukkan bahwa kutub
paleomagnetik diturunkan dengan cara ini dapat dilakukan bersama dengan
yang telah dibuktikan dari standar inversi kuadrat terkecil. Juga magnetisasi dari
sampel pengeboran lantai samudera menunjukkan bahwa basalt dan gabro
memiliki magnetisasi distribusi log-normal. Sampling terbatas pada gunung laut
juga menunjukkan distribusi log-normal yang mirip yang bervariasi terhadap
litologi dan ukuran butir. Hal ini berarti bahwa model magnetisasi seragam

umumnya tidak realistis. Parker mengembangkan model untuk magnetisasi


gunung laut yang arah magnetisasinya tetap tetapi intensitas magnetisasi dapat
berubah tanpa adanya batas atas dari magnitudo. Aplikasi model ini untuk
sejumlah gunung laut menunjukkan bahwa banyak hasil yang dipublikasi
menggunakan asumsi magnetisasi seragam tidak sebaik dengan yang telah
dipikirkan sebelumnya.
Sangat berguna untuk menghitung sejumlah parameter yang mengindikasikan
seberapa baik pendekatan nilai anomali magnetik terhitung terhadap anomali
observasi. Parameter yang paling luas penggunaannya adalahgoodness-of-fit
ratio (GFR) yang didefinisikan:

GFR=

ratarata anomali magnetik observasi


ratarata an omali residual

Di mana rata rata anomali residual merupakan rata rata selisih antara
anomali observasi dengan anomali terhitung. GFR < 2 umumnya dianggap
sebagai hasil yang tidak realistis.
Magnetisasi sebagian besar gunung laut telah ditentukan dari lempeng Pasifik.
Namun, supaya berguna dalam studi paleomagnetik maka umur gunung laut
harus diketahui. Pengeplotan rute pengembaraan kutub semu (apparent polar
wander path / APWP) untuk lempeng Pasifik dilakukan oleh Francheteau. Mereka
menunjukkan bahwa posisi kutub ditentukan dari 17 gunung laut dari kepulauan
Hawaii dengan umur 85 90 Ma yang terletak pada 61oN, 16oE dengan A95=8o.
Lempeng Pasifik telah bergeser sekitar 30o ke arah utara sejak Kapur. Sager
mengindikasikan bahwa saat ini ada lebih dari 90 hasil dengan GFR > 2 dari
wilayah ini. Sager dan Pringle menyimpulkan bahwa hanya 22 dari gunung laut
ini dapat digunakan untuk menentukan APWP untuk lempeng Pasifik. Ada 17
yang memiliki umur radiometrik, dengan semua tetapi tiga dari semua itu
memiliki umur pemanasan atau fusi total 40Ar/39Ar yang dianggap paling
realistis untuk penanggalan basalr yang mengalami alterasi bawah laut. Tiga
lainnya memiliki umur K-Ar dengan kualitas tinggi. Lainnya, termasuk fosil yang
diperoleh dari terumbu atau magnetostratigrafi, telah digunakan untuk
menentukan penanggalan 5 gunung laut.
5.4.3 Perhitungan Posisi Rata rata Kutub dari Data Samudera

Data data yang berasal dari lempeng samudera di bawah ini menyediakan
informasi posisi kutub paleomagnetik:
1. Pengukuran inklinasi paleomagnetik (tanpa deklinasi) diperoleh dari inti
pengeboran laut dalam.
2. Inklinasi efektif, dihitung dari kepencengan anomali magnetik laut,
3. Rasio faktor amplitudo relatif dari dua lineasi magnetik dengan umur yang
sama tetapi dihasilkan dari lokasi yang berbeda pada lempeng yang sama.
4. Kutub paleomagnetik yang ditentukan dari anomali magnetik pada gunung
laut (seamounts).
5. Paleoekuator ditentukan dari analisis geologi pada inti sedimen laut. Pada
kasus ini zona upwelling ekuator juga merupakan zona produktivitas biologis
yang tinggi sehingga zona ini dicirikan dengan laju sedimentasi tinggi dan
kandungan biogenik yang lebih tinggi daripada di lintang lainnya.
Gordon dan Cox membuat suatu metode untuk menghasilkan sebuah
pendekatan posisi kutub dengan hasil terbaik beserta batas kepercayaannya
untuk suatu kombinasi data dari data data di atas. Asumsi dasar yang
digunakan dalam metode ini yaitu: a) setiap observasi mucul dari kutub
paleomagnetik, dan b) eror dari setiap datum bersifat acak dan bebas. Gordon
dan Cox memilih probabilitas (likelihood) maksimum sebagai pengukuran
kompatibilitas yang cocok. Dengan kata lain, diberikan distribusi peluang di
setiap observasi, kutub yang paling sesuai adalah yang memberikan probabilitas
maksimum untuk observasi aktual. Oleh karena itu, diasumsikan bahwa eror
kecil maka distribusi eror untuk setiap datum bersifat Gaussian. Dengan asumsi
ini, probabilitas maksimum mengurangi estimasi pembobotan kuadrat terkecil.

Jadi, uji parameter yang digunakan adalah di

Di mana penjumlahan dilakukan pada semua observasi, i merupakan eror pada


observasi ke-i, dan i merupakan simpangan observasi dari nilai terhitung untuk
uji posisi kutub saat ini.
Sebagai contoh, untuk data yang hanya berupa inklinasi, datum ditinjau sebagai
paleocolatitude yang ekuivalen. Oleh karena itu, data data ini:

piobs adalah paleocolatitude hasil observasi dan p imodel adalah colatitude lokasi
untuk uji posisi kutub saat ini. Kutub gunung laut.............................. dua derajat
kebebasan (latitude dan longitude kutub) pada analisis ini. .......................yang
sama didapatkan dengan memiliki dua lingkaran besar yang memotong pada
sudut kanan dari posisi kutub gunung laut. Oleh karena itu, data gunung laut
dengan batas kepercayaan elips dari satu lokasi secara komputasional ekuivalen
dengan data paleoekuator dari dua lokasi dengan eror berbeda. Namun,
paleoekuator merupakan paleolatitude dengan nilai nominal 90 o. Oleh karena itu,
analisis kutub gunung laut, data inklinasi, dan data paleoekuator direduksi

5.5 Evolusi Lempeng Samudera


5.5.1 Kerangka Referensi Hotspot
Sebagian besar vulkanisme basaltik di permukaan bumi terjadi pada batas
lempeng, baik pematang tengah samudera maupun busur kepualau di zona
subduksi. Vulkanisme basaltik juga terjadi di dalam lempeng dalam skala yang
lebih kecil dan dicirikan dengan rangkaian vulkanik linier (hotspot lineament)
yang tumbuh semakin tua ke arah gerak lempeng. Wilson mengusulkan bahwa
hal ini dihasilkan dari zona pelelhan terbatas mantel atas yang disebut sebagai
hotspot dan tetap stasioner (diam) selama lempeng litosfer bergerak di atasnya.
Morgan mengusulkan bahwa hotspot dipertahankan oleh naiknya material dari
mantel bawah melalui celah sempit mantel plume. Plume ini posisi relatifnya
tidak berubah sejak terbentuknya plume ini.
Kemungkinan hospot untuk tetap diam terhadap mantel merupakan daya tarik
dalam studi paleomagnetik karena mereka dapat membentuk kerangka tetap

untuk pergerakan lempeng. Dalam lempeng tektonik semua batas lempeng


berada dalam gerak kontinyu terhadap satu sama lain dan hanya gerak relatif
yang dapar diukur antara lempeng. Pengukuran paleomagnetik hanya mampu
mendeskripsikan gerak terhadap sumbu rotasi Bumi dan oleh karena itu
menentukan perubahan pada latitude dan orientasi tetapi bukan gerakan timur
barat. Adanya gerakan antara hotspot dapat diukur dengan membandingkan
geometri dan distribusi umur vulkanisme sepanjang jejak hotspot terhadap gerak
lempeng dari data gerakan relatif. Morgan pertama kali mencatat bahwa
geometri Hawaiian Emperor, Tuamoto Line, dan kepulauan Austral Gilbert
Marshall dan kelurusan gunung laut dapat dicocokkan dengan gerak lempeng
rigid pada hotspot tetap yang saat ini terletak di Hawaii, Kepulauan Easter, dan
gunung laut Macdonald. Penelitian telah menunjukkan bahwa hotspot di Pasifik
berada dalam posisi tetap sejak 65 Ma. Morgan dan Duncan menunjukkan bahwa
hotspot di Afrika Selatan dan Samudera Hindia barat tetap pada posisinya sejak
120 Ma. Oleh karena itu, pergerakan hotspot di dalam lempeng relatif tetap
sepanjang waktu.
Pengukuran adanya pergerakan antara hotspot pada lempeng yang berbeda
membutuhkan gerakan relatif lempeng yang telah ditentukan sebelumnya.
Analisis awal oleh Minster dkk dan Minster serta Jordan tidak menemukan
adanya pergerakan antarhotspot secara global dalam kurun 5 10 Ma. Duncan
dan Richards menunjukkan bahwa pergerakan relatif maksimum antarhotspot
hanya 2 5 km/Myr selama 120 Myr. Namun, referensi tetap hotspot
dipertanyakan oleh Tarduno dan Gee yang menentukan paleolatitude dari
paleomagnetisme basalt dari pengeboran gunung laut di tengah, barat, dan
selatan Samudera Pasifik selama Program Pengobaran Samudera. Perbandingan
dari pengukuran paleolatitude secara langsung ini dengan yang diperkirakan dari
rekonstruksi lempeng menyediakan uji tingkat pertama terhadap validitas
hotspot tetap. Data itu menunjukkan hanya pergeseran latitude minor dari
hotspot di Pasifik selama Kapur tetapi membutuhkan kecepatan relatif antara
hotspot Atlantik dan Pasifik yaitu 30 km/Myr. Dengan cara yang sama, Tarduno
dan Cottrell mengukur paleolatitude gunung laut Detroit (81 Ma) di bagian utara
rangkaian Hawaiian Emperor. Jika hotspot tetap maka paleolatitude dari suatu
rangkaian vulkanik sama dengan di Hawaii saat ini. Pengukuran paleolatitude
36,2o jelas berbeda dengan latitude Hawaii saat ini 19 o. Data paleomagnetik
sebelumnya dari gunung laut Suiko (65 Ma dan bagian dari rangkaian Emperor)

memberikan paleolatitude 27o, suatu nilai yang berbeda secara signifikan


dengan Hawaii saat ini dan gunung laut Detroit.
Awalnya, pelengkungan rangkaian Hawaii Emperor merupakan contoh yang
baik mengenai perubahan gerak lempeng pada suatu kerangka referensi hotspot
yang tetap. Sebagai penjelasan alternatif yaitu pembengkokan mencatat
perbedaan dalam gerak hotspot Hawaii relatif terhadap lempeng Pasifik. Data
paleomagnetik dari gunung laut Detroit dan Suiko dengan jelas mendukung
pandangan ini. Tarduno dan Cottrell menunjukkan bahwa hotspot Pasifik
berpindah dengan laju yang dibandingkan dengan lempeng tektonik (> 30
km/Myr) dalam interval waktu 81 43 Ma. McNutt dkk juga mempertanyakan
validitas teori plume hotspot untuk menjelaskan rangkaian gunung api Cook
Austral. Penanggalan radiometrik yang baru mendemonstrasikan bahwa gunung
api Austral selatan tertsusu dari tiga rangkaian gunung api yang berbeda dengan
rentang umur 34 Myr dan dengan umur progresi yang tidak konsisten. Teknik
amplitudo vulkano kumulatif membantu menyelesaikan permasalahan ini. Hal ini
memungkinkan bahwa vulkanisme di wilayah ini dikontrol oleh tegangan pada
litosfer daripada lokus plume sempit yang naik dari dalam bumi. Situasi yang
murup tampak dalam kaitannya dengan rangkaian gunung laut Joban di barat
laut Pasifik.
Hasil dari tomografi seismik menunjukkan bahwa pembalikan aliran konvektif
yang menyeimbangkan pergerakan lempeng terjadi di mantel bawah. Namun,
hipotesis kerangka referensi hotspot tetap mengasumsikan bahwa mantel bawah
hampir rigid dan oleh karena itu memiliki gerak relatif internal minimal.
Steinberger dan OConnell memodelkan adveksi plume dalam aliran mantel skala
besar. Hasilnya menjelaskan bagaimana plume di bawah sebuah lempeng
menunjukkan pergerakan relatif kecil sementara pada waktu yang sama
5.5.2 Evolusi Lempeng Pasifik
Menggunakan informasi yang masih terdapat sebagai sekuen anomali magnetik
dan bentuk lantai daar samudera. Grow dan Atwater menyimpulkan bahwa
terdapat sedikitnya dua lempeng selain Lempeng Pasifik. Lempeng Juan de Fuca
dan Cocos saat ini merupakan sisa dari lempeng Farallon, yang dinamai
berdasarkan Pulau Farallon yang terletak di lepas pantai California. Selain itu
juga terdapat lempeng di sebelah utara Lempeng Farallon, yaitu lempeng Kula.
Sisa dari lempeng Kula (Kula berarti semua telah hilang dalam dialek Indian

Athabascan) saat ini telah tersubduksi di bawah Busur Aleutian. Terdapat sebuah
pusat pemekaran Pasifik Kula yang telah punah sekitar 43 Ma.
Banyak model telah ditampilkan untuk lokasi pematang di antara lempeng
samudera di cekungan Pasifik sebelumnya. Engebretson dkk menurunkan gerak
relatif kutub Euler yang mendeskripsikan sejarah perpindahan antara lempeng
Pasifik dan lempeng lempeng lainnya di sekitarnya selama Mesozoikum dan
Kenozoikum (lempeng Farallon, Kula, Izanagi, dan Phoenix). Dengan
menggunakan rekonstruksi model ini, Engebretson menghasilkan sebuah model
untuk sejarah perpindahan antara Amerika Utara barat dan Eurasia timur dan
lempeng lempeng samudera di sekitarnya hingga 18o Myr. Model ini
diasumsikan berdasarkan bahwa hotspot di wilayah Atlantik relatif tetap
terhadap hotspot di Samudera Pasifik (namun tidak selalu rwlatif terhadap
sumbu rotasi).
Diagram warna menunjukkan cekungan Pasifik telah berevolusi dalam
rekonstruksi waktu 20, 37, 65, 80, 110, dan 140 Ma. Batas lempeng yang
diketahui berdasarkan isokron dan zona rekahan yang terdapay di lempeng
Pasifik saat ini ditunjukkan dengan garis dobel (pematang) dan garis tunggal
(transform). Pematang dan transform yang bersifat spekulatif ditunjukkan
dengan garis putus putus yang tegak lurus dan sejajar dengan garis singgung
lingkaran kecil terhadap gerak relatif kutub Euler yang cocok untuk rekonstruksi
waktu. Lokasi batas ini belum pasti. Ketidakpastian lokasi rekonstruksi ini pada
100 Ma sekitar 900 km.
Pada 20 Ma, lempeng Farallon dibagi menjadi dua bagian, bagian utara menjadi
lempeng Juan de Fuca saat ini dan bagian selatan terpisah dari lempeng Phoenix
oleh sistem pematang di arah selatan. Lokasi hilangnya pusat pemekaran Pasifik
Kula, yang diasumsikan hilang pada 43 Ma, ditunjukkan oleh tanda x-x-x-x.
Pematang yang telah hilang ini berada di Palung Aleutian sekitar 10 Ma. Pada 37
Ma, lempeng Pasifik pertama kali mengalami kontak dengan Amerika Utara.
Lempeng Kula memisahkan diri dari lempeng Farallon sekitar 85 Ma. Area yang
diarsir pada rekonstruksi 80 dan 65 Ma merupakan lempeng Kula maupun
Farallon.
Untuk waktu yang llebih lama daripada 85 Ma, terdapat lempeng yang lebih tua
di sebelah barat, yang disebut lempeng Izanagi. Rekobstruksi untuk 110 dan 80
Ma menunjukkan bahwa perubahan besar terjadi di barat laut Pasifik. Pada 140

Ma batas Pasifik Izanagi dan Pasifik Farallon diketahui berupa pusat


pemekaran karena adanya anomali magnetik sepanjang pematang ini di
lempeng Pasifik. Pada zaman Kapur, Samudea Pasifik lebih luas daripada saat ini
karena India, Australia, dan Selandia Baru masih bersatu dengan Antartika. Pada
110 dan 140 Ma terdapat triple junction di selatan dan pusat pemekaran di
selatan lempeng Pasifik dan Farallon yang berbatasan dengan lempeng Phoenix.

Anda mungkin juga menyukai