PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Plasenta previa digunakan untuk menggambarkan plasenta yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
Implantasi
Setelah fertilisasi dan terbentuk zigot, zigot masih berada di dalam ampula
karena ada konstriksi antara ampula dan kanal oviduk sisanya. Hal tersebut terjadi
dalam tiga hingga empat hari pertama. Selama berada di ampula, zigot terus
melakukan pembelahan sel secara mitosis membentuk morula. Sementara itu,
peningkatan progesteron yang dihasilkan korpus luteum menstimulasi pelepasan
glikogen dari endometrium ke lumen saluran reproduksi sebagai sumber energi
awal embrio. Nutrisi yang terkandung dalam sitoplasma ovum hanya cukup untuk
sehari. Konsentrasi nutrisi yang disekresikan lebih banyak di ampula daripada di
lumen uterina.
peristaltik dan aktivitas silia. Keterlambatan zigot untuk sampai pada uteri ini
penting supaya lumen uteri sudah mengakumulasi nutrisi yang cukup untuk
mendukung implantasi embrio .Jika tiba terlalu awal, morula bisa mati.
Implantasi baru terjadi pada hari ketujuh. Sebelum itu, zigot masih bebas
dalam rongga uteri selama tiga hingga empat hari sambil melanjutkan
pembelahan.
Apabila endometrium sudah cocok untuk implantasi, morula telah turun ke
uterus dan terus berproliferasi serta berdiferensiasi menjadi balastokist yang dapat
untuk implantasi. Blastokis merupakan bola berongga berlapis tunggal yang
dikelilingi oleh 50 sel. Di dalamnya terdapat massa padat sel yang bersama dalam
satu sisi. Massa padat tersebut merupakan inner cell mass yang akan berkembang
menjadi fetus. Bagian lain berperan dalam menyokong kehidupan embrio yang
sedang berkembang di dalam uterin.
Lapis terluar blastokis, tropoblas, melakukan implantasi yang mana nanti
akan berkembang menjadi plasenta bagian fetus. Sesudah siap berimplantasi,
permukaan blastokis menjadi lengket. Sementara endometrium telah siap dan
menjadi lebih adesif dengan peningkatan cell adhesion molecules (CAMs).
Saat berkontak dengan endomterium, sel tropoblas melepaskan enzim
pencerna protein, memungkinkan sel-sel tropoblas melakukan penetrasi ke dalam
endometrium. Selain membuat lubang yang penting untuk implantasi, pemecahan
dinding endometrium yang kaya nutrisi juga penting untuk sumber bahan bakar
dan bahan baku metabolisme. Selanjutnya, membran plasma tropoblas tersebut
berdegenerasi membentuk sinsitium yang multinukleat yang nantinya menjadi
plasenta bagian fetal.
Jaringan endometrium yang mengalami modifikasi pada tempat implantasi
disebut desidua. Melalui respon terhadap caraka kimia yang dilepaskan oleh
blastokis, sel endomterial mensekresikan prostaglandin yang secara lokal
menyebabkan peningkatan vaskularisasi, edema dan peningkatan penyimpanan
nutrisi. Saat implantasi selesai, seluruh blastokis terbenam ke dalam endometrium
dan sel tropoblas terus mencerna sel desidua disekitarnya untuk menyediakan
energi bagi embrio sampai plasenta terbentuk.
2.1.2
Plasenta
Plasenta dihasilkan dari jaringan tropoblas dan desidua. Organ ini tersusun
dihasilkan oleh sinsitiotropoblas. HCG dapat dideteksi pada darah dalam 6 hari
sesudah konsepsi. Ada HCG dalam urin merupakan dasar tes laboratorium untuk
pemeriksaan kehamilan dan dapat diukur 14 hari sesudah konsepsi.
HCG berperan penting dalam mempertahankan korpus luteum. Setelah
fertilisasi, blastokis yang terimplantasi mengeluarkan hCG supaya tidak terbuang
oleh proses menstruasi. Hormon tersebut mirip dengan LH dan mengikat reseptor
yang sama dengan LH sehingga terjadi stimulasi dan penjagaan korpus luteum
supaya tidak berdegenerasi. Korpus luteum kehamilan akan tumbuh lebih besar
dan menghasilkan estrogen serta progesteron dalam jumlah besar selama kurang
lebih sepuluh minggu. Selanjutnya, sekresi estrogen dan progesteron digantikan
plasenta. Pada fetus laki-laki, hCG juga berperan dalam menstimulasi prekusor sel
leydig pada testes fetal untuk mensekresikan testosteron sehingga terjadi
maskulinisasi saluran reproduktif. Kadar puncak HCG terjadi sekitar 60 hari
sesudah menstruasi terakhir.
2.1.4
tersebut mensekresikan DHEA. Estrogen primer yang disekresi melalui proses ini
adalah estriol, berbeda dengan estrogen yang dihasilkan oleh ovarium yang
merupakan estradiol. Oleh karena itu, pengukuran estriol pada urin ibu dapat
digunakan untuk menilai viabilitas fetus.
Sementara itu, untuk progesteron, sebenarnya plasenta sudah dapat
memproduksi hormon ini segera setelah implantasi. Hanya saja, meskipun
plasenta memiliki enzim yang dibutuhkan untuk mengkonversi kolesterol yang
diambil dari darah maternal menjadi progesteron, hormon ini masih sedikit
disekresikan karena tergantung juga dengan berat dari plasenta. Pada sepuluh
minggu pertama, plasenta terlalu kecil untuk menghasilkan cukup progesteron.
Peningkatan progesteron sirkulasi pada tujuh bulan terakhir dapat merefleksikan
pertumbuhan plasenta.
Sekresi estrogen dan progesteron ini selama kehamilan sangat penting
untuk menjaga kehamilan normal. Estrogen akan menstimulasi miometrium yang
akan meningkat ukurannya seiring usia kehamilan. Otot uterus yang kuat sangat
penting untuk mengeluarkan fetus pada persalinan. Selain itu, estriol juga
mempromosikan perkembangan duktus dalam kelenjar mamae.
Progesteron memiliki fungsi utama pencegahan keguguran dengan
menekan kontraksi miometrium uterine. Selain itu, progesteron memicu
pembentukan mukus pada kanal cervik sehingga kontaminasi pada vagina tidak
mencapai uterus. Selanjutnya, progesteron juga menstimulasi perkembangan
kelenjar susu pada payudara sebagai persiapan laktasi.
2.1.5
dalam jumlah besar dan yang memiliki aktivitas stimulasi pertumbuhan dalam
jumlah yang lebih sedikit yaitu chorionic growth hormone-prolactin(CGP) dan
human plasental lactogen (hPL) atau yang juga disebut sebagai human chorionic
somatomammotropin (hCS). Strukturnya mirip dengan hormon pertumbuhan.
Kadar hCS dalam jumlah besar ditemukan pada darah maternal tetapi sedikit yang
menjangkau fetus.
Hormon Lainnya
Selain
hormon-hormon
di
atas,
bagian
plasenta
manusia
juga
diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor terkait yang dapat menjadi faktor
resiko terjadinya plasenta previa (Cunningham, 2012):
1. Usia Ibu
Usia ibu yang semakin lanjut meningkatkan resiko plasenta previa.
Dampak peningkatan usia ibu terutama 35 tahun kemungkinan besar
berhubungan dengan penuaan uterus, sehingga terjadi sklerosis pembuluh
darah arteri kecil dan arteriol miometrium, menyebabkan aliran darah ke
endometrium tidak merata sehingga plasenta tumbuh dengan luas permukaan
yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat, yang akhirnya
menyebabkan terjadinya plasenta previa (Wardana, 2207).
2. Multiparitas
Klasifikasi
Menurut
Cunningham
(2012),
plasenta
previa
dugunakan
untuk
4.
internum.
Plasenta letak rendah, yang berarti bahwa plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah uterus yang sedemikian rupa sehingga tepi plasenta tidak
mencapai ostium internum, tetapi terletak berdekatan dengan ostium tersebut,
bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum.
8
Plasenta previa sentralis (totalis), apabila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta
2.
belakang.
Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian
depan.
Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostea yang
ditutupi plasenta.
2.4
Patofisiologi
Letak plasenta biasanya umumnya di depan atau di belakang dinding
uterus, agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena
permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat
untuk berimplantasi. Di tempat-tempat tertentu pada implantasi plasenta terdapat
vena-vena yang lebar (sinus) untuk menampung darah kembali. Pada pinggir
plasenta di beberapa tempat terdapat suatu ruang vena yang luas untuk
menampung darah yang berasal dari ruang interviller di atas. Darah ibu yang
mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300 ml tiap menit pada
kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan 40 minggu.
Perubahan-perubahan
terjadi
pula
pada
jonjot-jonjot
selama
kehamilan
berlangsung. Pada kehamilan 24 minggu lapisan sinsitium dari vili tidak berubah
akan tetapi dari lapisan sitotropoblast sel-sel berkurang dan hanya ditemukan
sebagai kelompok-kelompok sel-sel; stroma jonjot menjadi lebih padat,
mengandung fagosit-fagosit, dan pembuluh-pembuluh darahnya lebih besar dan
lebih mendekati lapisan tropoblast (Kay, 2003)
Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih
melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen
bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat
diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari
dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna
merah segar berlainan dengan darah yang disebabkan solusio plasenta yang
berwarna kehitam-hitaman. Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang
terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus
marginalis dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena
10
perdarahan
itu,
tidak
sebagaimana
serabut
otot
uterus
menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal.
Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu,
perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta
letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai (Oxorn, 2003).
2.5
nyeri, yang biasanya tidak terjadi hingga mendekati akhir trimester kedua atau
setelahnya. Namun perdarahan dapat terjadi sebelumnya, dan terkadang aborsi
dapat terjadi akibat lokasi abnormal plasenta yang sedang berkembang
(Cunningham, 2012).
Pada banyak kasus plasenta previa, perdarahan dimulai tanpa gejala
peringatan dan tampa disertai nyeri pada perempuan yang sebelumnya mengalami
riwayat prenatal normal. Untungnya perdarahan inisial ini jarang sedemikian
massif sehingga fatal. Biasanya, perdarahan ini berhenti, kemudian berulang
kembali. Pada beberapa perempuan, khususnya mereka dengan plasenta yang
berimplementasi di dekat tetapi tidak menutupi ostium uteri internum, perdarahan
tidak terjadi hingga dimulainya persalinan. Kemudian, perdarahan dapat
bervariasi, mulai dari ringan hingga massif, dan secara klinis, dapat menyerupai
solusio plasenta (Cunningham, 2012).
Penyebab perdarahan ditekankan kembali jika plasenta terletak menutupi
ostium uteri internum, pembentukan segmen bawah uterus dan pembukaan ostium
uteri internum akan menyebabkan perobekan perlekatan plasenta. Perdarahan ini
diperhebat oleh ketidakmampuan bawaan serat miometrium di segmen bawah
uterus untuk berkontraksi untuk menutup pembuluh yang terobek (Cunningham,
2012).
Perdarahan dari tempat implantasi di segmen bawah uterus dapat berlanjut
setelah dilahirkannya plasenta karena segmen bawah uterus berkontraksi dengan
buruk. Perdarahan dapat pula terjadi dari robekan di serviks dan segmen bawah
11
uterus yang rapuh, khususnya setelah pengeluaran manual plasenta yang agak
melekat (Cunningham, 2012).
Apabila janin dalam presentasi kepala, kepalanya akan di dapatkan belum
masuk ke dalam pintu-atas panggul yang mungkin karena plasenta previa
sentralis; mengolak ke samping karena plasenta previa posterior; atau bagian
terbawah janin sukar ditentukan karena plasenta previa anterior. Tidak jarang
terjadi kelainan letak, seperti letak lintang atau letak sungsang (Scearce, 2007).
2.6
Diagnosis
Jika plasenta previa terdeteksi pada akhir tahun pertama atau trimester
kedua, sering kali lokasi plasenta akan bergeser ketika rahim membesar. Hal ini
dapat dilakukan pemeriksaan USG. Beberapa wanita mungkin bahkan tetap tidak
terdiagnosis sampai persalinan, terutama dalam kasus-kasus plasenta previa
sebagian (Faiz, 2003).
1) Anamnesis
Pada anamnesis dapat dinyatakan beberapa hal yang berkaitan dengan
perdarahan antepartum seperti umur kehamilan saat terjadinya perdarahan,
apakah ada rasa nyeri, warna dan bentuk terjadinya perdarahan, frekuensi serta
banyaknya perdarahan. Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22
minggu berlangsung tanpa rasa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida
2) Pemeriksaan luar
Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau sedikit,
darah beku dan sebagainya. Jika telah berdarah banyak maka ibu kelihatan
anemis.
Palpasi
Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah, sering
dijumpai kesalahan letak janin, bagian terbawah janin belum turun, apabila
letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau
mengolak di atas pintu atas panggul (Sheiner, 2001).
3) Ultrasonografi
12
mencapai
100%
identifikasi
plasenta
previa.
Transabdominal
Diagnosis Banding
13
1. Solusio Plasenta
Secara klasik, solusio plasenta memberi gambaran perdarahan pervaginam
dengan onset akut nyeri abdomen yang terus-menerus akibat adanya darah di
membran basalis yang merangsang kontraksi uterus. Sedangkan plasenta previa
bermanifestasi perdarahan pervaginam tanpa rasa nyeri. Perbedaan lain antara
gejala dan tanda solusio plasenta dan plasenta previa dapat di lihat pada tabel
berikut.
Solusio Plasenta
Plasenta Previa
1.
Merah segar
Terus menerus
3.
Berulang
Disertai nyeri
4.
Tidak nyeri
1.
Tak tegang
1.
Tegang,
bagian
Uterus
Syok/anemia
janin
tak
teraba
2.
Nyeri tekan 2.
1.
Lebih sering
keluar
40%
fetus
sudah
mati
Fetus
Pemeriksaan
dalam
tidak his
14
2. Vasa Previa
Vasa previa adalah keadaan di mana pembuluh darah janin berada di dalam
selaput ketuban melewati ostium uteri internum untuk kemudian sampai ke dalam
insersinya di tali pusat.3 Pada keadaan ini, perdarahan terjadi ketika selaput
ketuban pecah baik spontan maupun pada tindakan amniotomi. Perdarahan
berhubungan erat dengan perubahan cepat pola dan kecepatan denyut jantung
janin. Secara khas, terjadi takikardia janin dan diikuti dengan bradikardia.
Berbeda dengan vasa previa, perdarahan yang terjadi tidak berhubungan dengan
pecahnya selaput ketuban. Perdarahan juga tidak berhubungan dengan perubahan
denyut jantung janin.
3. Kelainan lokal seperti kanker serviks atau polip serviks.
2.8
Tatalaksana
Tatalaksana menurut Scearce (2007)
1) Terapi ekspektatif (pasif)
Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Upaya
diagnosis dilakukan secara non invasif. Pemantauan klinis dilakukan secara ketat
dan baik. Syarat-syarat terapi ekspektatif:
i. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
ii. Belum ada tanda-tanda in partu.
iii. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).
iv. Janin masih hidup
2) Terapi aktif (terminasi)
Dilakukan dengan segera mengakhiri kehamilan sebelum terjadi
perdarahan yang dapat menimbulkan kematian, misalnya: kehamilan telah cukup
bulan, perdarahan banyak, dan anak telah meninggal. Terminasi ini dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu:
a. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta,
dengan cara ini maka pembuluh-pembuluh darah yang terbuka dapat tertutup
kembali (tamponade pada plasenta). penekanan tersebut dapat dilakukan
melalui beberapa cara yaitu:
A. Amniotomi dan akselerasi
15
16
1. Dilakukan pada semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal,
serta semua plasenta previa lateralis, posterior, karena perdarahan yang sulit
dikontrol.
2. Semua plasenta pevia dengan perdarahan yang banyak, berulang dan tidak
berhenti dengan tindakan yang ada.
3. Plasenta previa yang disertai dengan panggul sempit, letak lintang.
2.9
Komplikasi
Berikut ini adalah kemungkinan komplikasi plasenta previa oleh Usta
(2005) :
1) Plasenta akreta, inkreta dan perkreta
2) Pertumbuhan janin lambat karena pasokan darah yang tidak mencukupi
3) Anemia janin
4) Janin yang tertekan akibat rendahnya pasokan oksigen
5) Shock dan kematian ibu jika pendarahan berlebihan
6) Infeksi dan pembentukan bekuan darah
7) Kehilangan darah yang membutuhkan transfusi
8) Prematur, pengiriman sebelum minggu ke-37 kehamilan, yang biasanya
menimbulkan risiko terbesar pada janin (Cunningham, 2006).
9) Cacat lahir. Cacat lahir terjadi 2,5 kali lebih sering pada kehamilan yang
dipengaruhi oleh plasenta previa daripada kehamilan tidak terpengaruh.
Penyebab saat ini tidak diketahui (Cunningham, 2006).
2.10
Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika
dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak
invasive dengan USG disamping ketersediaan trasfusi darah dan infuse cairan
telah ada dihampir semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal
ikut berperan terutama bagi kasus yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea
atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu
hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialisasi program keluarga
berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian,
banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib janin masih belum
terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun
karena intervensi seksio sesarea. Karenanya kelahiran premature belum
17
sepenuhnya
bisa
dihindari
sekalipun
tindakan
konservatif
diberlakukan
(Prawirohardjo, 2010)
Mortalitas perinatal kurang dari 50 per 1000, kematian janin disebabkan
karena hipoksia. Setelah lahir dapat terjadi perdarahan postpartum karena
trofoblas menginvasi segmen bawah uteri. Bila perdarahan tidak dapat dihentikan
maka dilakukan histerektomi. Mortalitas ibu rendah dengan pelayanan obstetri
yang baik dan tidak dilakukan pemeriksan sebelum masuk rumah sakit
(Cunningham, 2006).
BAB III
18
KESIMPULAN
Plasenta previa digunakan untuk menggambarkan plasenta yang
berimplantasi di atas atau sangat berdekatan dengan ostium uteri internum.
Implantasi plasenta yang normal adalah pada dinding depan atau dinding belakang
rahim di daerah fundus uteri.
kasus obstetrik pada tahun 2005 yang disebabkan oleh plasenta previa
adalah 4.725 kasus (2,77%) yang merupakan kasus obstetrik ketiga tersering
dengan CFR (Case Fatality Rate) 0,85% yang merupakan penyebab kematian
maternal terbanyak keempat di Indonesia.
Etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta
previa. Plasenta previa dapat digolongkan menjadi empat bagian yaitu plasenta
previa totalis, parsial, marginal dan letak rendah. Peristiwa yang paling khas pada
plasenta previa adalah perdarahan tanpa nyeri, yang biasanya tidak terjadi hingga
mendekati akhir trimester kedua atau setelahnya. Penegakan diagnosis terutama
menggunakan USG. Tatalaksana pada plasenta previa terdiri dari terapi pasif dan
terapi aktif.
19