Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Plasenta previa digunakan untuk menggambarkan plasenta yang

berimplantasi di atas atau sangat berdekatan dengan ostium uteri internum.


Implantasi plasenta yang normal adalah pada dinding depan atau dinding belakang
rahim di daerah fundus uteri (Cunningham, 2012).
Menurut data sertifikat kelahiran di Amerika Serikat tahun 2003, plasenta
previa mempersulit hampir 1 diantara 300 kelahiran (Cunningham, 2012). Angka
kejadian plasenta previa adalah 0,4-0,6% dari keseluruhan persalinan. Dengan
penatalaksanaan yang baik mortalitas perinatal adalah 50 per 1000 kelahiran
hidup (Davood, 2008). Berdasarkan data yang didapatkan badan kesehatan
dunia World Health Organization (WHO), prevalensi plasenta previa pada tahun
2008, sekitar 458 dari 100.000 kelahiran setiap tahunnya, sedangkan prevalensi
plasenta previa pada tahun 2009, sekitar 320 dari 100.000 kelahiran (WHO,
2009).
Menurut data dari Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, kasus
obstetrik pada tahun 2005 yang disebabkan oleh plasenta previa adalah 4.725
kasus (2,77%) yang merupakan kasus obstetrik ketiga tersering dengan CFR
(Case Fatality Rate) 0,85% yang merupakan penyebab kematian maternal
terbanyak keempat di Indonesia (Depkes, 2006).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Fisiologi Awal Kehamilan: Implantasi dan Plasenta (Sherwood, 2010)

2.1.1

Implantasi
Setelah fertilisasi dan terbentuk zigot, zigot masih berada di dalam ampula

karena ada konstriksi antara ampula dan kanal oviduk sisanya. Hal tersebut terjadi
dalam tiga hingga empat hari pertama. Selama berada di ampula, zigot terus
melakukan pembelahan sel secara mitosis membentuk morula. Sementara itu,
peningkatan progesteron yang dihasilkan korpus luteum menstimulasi pelepasan
glikogen dari endometrium ke lumen saluran reproduksi sebagai sumber energi
awal embrio. Nutrisi yang terkandung dalam sitoplasma ovum hanya cukup untuk
sehari. Konsentrasi nutrisi yang disekresikan lebih banyak di ampula daripada di
lumen uterina.

Gambar 1. Proses ovulasi hingga implantasi


Selanjutnya, setelah empat hari, kadar progesteron telah cukup untuk
merelaksasikan oviduk sehingga morula bisa menuju uteri melalui gerak

peristaltik dan aktivitas silia. Keterlambatan zigot untuk sampai pada uteri ini
penting supaya lumen uteri sudah mengakumulasi nutrisi yang cukup untuk
mendukung implantasi embrio .Jika tiba terlalu awal, morula bisa mati.
Implantasi baru terjadi pada hari ketujuh. Sebelum itu, zigot masih bebas
dalam rongga uteri selama tiga hingga empat hari sambil melanjutkan
pembelahan.
Apabila endometrium sudah cocok untuk implantasi, morula telah turun ke
uterus dan terus berproliferasi serta berdiferensiasi menjadi balastokist yang dapat
untuk implantasi. Blastokis merupakan bola berongga berlapis tunggal yang
dikelilingi oleh 50 sel. Di dalamnya terdapat massa padat sel yang bersama dalam
satu sisi. Massa padat tersebut merupakan inner cell mass yang akan berkembang
menjadi fetus. Bagian lain berperan dalam menyokong kehidupan embrio yang
sedang berkembang di dalam uterin.
Lapis terluar blastokis, tropoblas, melakukan implantasi yang mana nanti
akan berkembang menjadi plasenta bagian fetus. Sesudah siap berimplantasi,
permukaan blastokis menjadi lengket. Sementara endometrium telah siap dan
menjadi lebih adesif dengan peningkatan cell adhesion molecules (CAMs).
Saat berkontak dengan endomterium, sel tropoblas melepaskan enzim
pencerna protein, memungkinkan sel-sel tropoblas melakukan penetrasi ke dalam
endometrium. Selain membuat lubang yang penting untuk implantasi, pemecahan
dinding endometrium yang kaya nutrisi juga penting untuk sumber bahan bakar
dan bahan baku metabolisme. Selanjutnya, membran plasma tropoblas tersebut
berdegenerasi membentuk sinsitium yang multinukleat yang nantinya menjadi
plasenta bagian fetal.
Jaringan endometrium yang mengalami modifikasi pada tempat implantasi
disebut desidua. Melalui respon terhadap caraka kimia yang dilepaskan oleh
blastokis, sel endomterial mensekresikan prostaglandin yang secara lokal
menyebabkan peningkatan vaskularisasi, edema dan peningkatan penyimpanan
nutrisi. Saat implantasi selesai, seluruh blastokis terbenam ke dalam endometrium
dan sel tropoblas terus mencerna sel desidua disekitarnya untuk menyediakan
energi bagi embrio sampai plasenta terbentuk.

2.1.2

Plasenta
Plasenta dihasilkan dari jaringan tropoblas dan desidua. Organ ini tersusun

atas jaringan dua organisme, fetus dan ibu.


Seluruh bagian embrio sudah masuk dalam desidua pada hari ke-12.
Lapisan tropoblastik sudah terdiri dari dua lapis tebal yang disebut korion. Sambil
terus mengeluarkan enzim dan meluas, korion membentuk rongga ekstensif
berjaring di dalam desidua. Darah maternal yang keluar karena terkikisnya
dinding kapiler akan mengisi rongga tersebut. Darahnya tidak mengalami clotting
karena peran antikoagulan yang dihasilkan korion. Proyeksi seperti jari akan
meluas ke genangan darah maternal tersebut. Selanjutnya embrio akan membuat
kapiler ke proyeksi korion tersebut untuk membentuk vili plasenta.
Masing-masing vili plasenta berisi kapiler embrionik yang dikelilingi
lapisan tipis jaringan korionik yang memisahkan darah fetal dan maternal. Darah
maternal dan fetal tidak bercampur meskipun hanya dipisahkan oleh lapisan yang
sedemikian tipis. Pertukaran antara kedua darah tersebut melewati sawar ini.
Meski belum begitu berkembang, plasenta sudah mula berfungsi pada
minggu ke-5 sesudah implantasi. Saat itu, jantung embrio memompa darah ke
dalam vili plasenta sebagai ke jaringan embrionik lainnya. Pada masa kehamilan
lebih lanjut, darah fetal melintas antara vili plasenta dan sistem sirkulasi melalui
dua arteri umbilikalis dan satu vena umbilikalis yang tergabung dalam umbilical
cord.
Selama kehidupan intrauterin, plasenta menjalankan fungsi pencernaan,
respirasi dan ginjal. Nutrisi dan O2 berpindah dari darah maternal melewati sawar
plasenta ke dalam darah fetus. Sementara itu, CO2 dan zat sisa metabolik secara
simultan berpindah dari darah fetus ke darah maternal.
Beberapa substansi dapat permeable terhadap membran plasenta seperti
oksigen dan karbondioksida, air serta elektrolit melalui proses difusi. Ada pula
yang melewati melalui sistem transport spesial seperti glukosa melalui difusi
terfasilitasi dan asam amino melalui transport aktif sekunder. Sementara untuk
kolesterol dalam bentul LDL akan berpindah melalui proses endositosis yang
dimediasi oleh reseptor.

Selain itu, plasenta juga berfungsi sebagai organ endokrin selama


kehamilan. Ada tiga sistem endokrin yang berinteraksi untuk mendukung dan
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan fetus mengkoordinasi waktu
persalinan serat mempersiapkan kelenjar mamae untuk menyusui yaitu hormon
plasenta, hormon maternal dan hormon fetal.
Plasenta menghasilkan baik hormon peptida maupun hormon steroid. Yang
paling penting adalah human chorionic gonadotrophin, estrogen dan progesteron.
Sekresi hormon pada plasenta tidak dipengaruhi oleh unsur instrinsik . Namun,
tetap saja dipengaruhi oleh usia atau tahap kehamilan.
2.1.3

Human chorionic gonadotrophin


HCG merupakan glikoprotein yang berisi galaktosa dan heksosamin yang

dihasilkan oleh sinsitiotropoblas. HCG dapat dideteksi pada darah dalam 6 hari
sesudah konsepsi. Ada HCG dalam urin merupakan dasar tes laboratorium untuk
pemeriksaan kehamilan dan dapat diukur 14 hari sesudah konsepsi.
HCG berperan penting dalam mempertahankan korpus luteum. Setelah
fertilisasi, blastokis yang terimplantasi mengeluarkan hCG supaya tidak terbuang
oleh proses menstruasi. Hormon tersebut mirip dengan LH dan mengikat reseptor
yang sama dengan LH sehingga terjadi stimulasi dan penjagaan korpus luteum
supaya tidak berdegenerasi. Korpus luteum kehamilan akan tumbuh lebih besar
dan menghasilkan estrogen serta progesteron dalam jumlah besar selama kurang
lebih sepuluh minggu. Selanjutnya, sekresi estrogen dan progesteron digantikan
plasenta. Pada fetus laki-laki, hCG juga berperan dalam menstimulasi prekusor sel
leydig pada testes fetal untuk mensekresikan testosteron sehingga terjadi
maskulinisasi saluran reproduktif. Kadar puncak HCG terjadi sekitar 60 hari
sesudah menstruasi terakhir.
2.1.4

Progesteron dan estrogen


Plasenta tidak bisa menghasilkan cukup estrogen progesteron pada

trimester petama kehamilan. Plasenta tidak memiliki semua enzim yang


diperlukan untuk melengkapi sintesis hormon estrogen. Plasenta mengkonversi
hormon androgen yang dihasilkan oleh korteks adrenal fetal , DHEA, menjadi
estrogen. Plasenta tidak bisa menghasilkan estrogen sampai fetus korteks adrenal

tersebut mensekresikan DHEA. Estrogen primer yang disekresi melalui proses ini
adalah estriol, berbeda dengan estrogen yang dihasilkan oleh ovarium yang
merupakan estradiol. Oleh karena itu, pengukuran estriol pada urin ibu dapat
digunakan untuk menilai viabilitas fetus.
Sementara itu, untuk progesteron, sebenarnya plasenta sudah dapat
memproduksi hormon ini segera setelah implantasi. Hanya saja, meskipun
plasenta memiliki enzim yang dibutuhkan untuk mengkonversi kolesterol yang
diambil dari darah maternal menjadi progesteron, hormon ini masih sedikit
disekresikan karena tergantung juga dengan berat dari plasenta. Pada sepuluh
minggu pertama, plasenta terlalu kecil untuk menghasilkan cukup progesteron.
Peningkatan progesteron sirkulasi pada tujuh bulan terakhir dapat merefleksikan
pertumbuhan plasenta.
Sekresi estrogen dan progesteron ini selama kehamilan sangat penting
untuk menjaga kehamilan normal. Estrogen akan menstimulasi miometrium yang
akan meningkat ukurannya seiring usia kehamilan. Otot uterus yang kuat sangat
penting untuk mengeluarkan fetus pada persalinan. Selain itu, estriol juga
mempromosikan perkembangan duktus dalam kelenjar mamae.
Progesteron memiliki fungsi utama pencegahan keguguran dengan
menekan kontraksi miometrium uterine. Selain itu, progesteron memicu
pembentukan mukus pada kanal cervik sehingga kontaminasi pada vagina tidak
mencapai uterus. Selanjutnya, progesteron juga menstimulasi perkembangan
kelenjar susu pada payudara sebagai persiapan laktasi.
2.1.5

Human Chorionic Somatomammotropin


Sinsitiotropoblas mensekresikan hormon protein yang bersifat laktogenik

dalam jumlah besar dan yang memiliki aktivitas stimulasi pertumbuhan dalam
jumlah yang lebih sedikit yaitu chorionic growth hormone-prolactin(CGP) dan
human plasental lactogen (hPL) atau yang juga disebut sebagai human chorionic
somatomammotropin (hCS). Strukturnya mirip dengan hormon pertumbuhan.
Kadar hCS dalam jumlah besar ditemukan pada darah maternal tetapi sedikit yang
menjangkau fetus.

Sekresi hormon pertumbuhan dari pituitari maternal tidak meningkat pada


kehamilan bahkan cenderung turun akibat pengaruh hCS. Meskipun begitu, hCS
memiliki fungsi yang mirip dengan hormon pertumbuhan. Juga, hCS ini berperan
dalam retensi nitrogen, potassium dan kalsium, lipolisis, dan penurunann
penggunaan glukosa.
2.1.6

Hormon Lainnya
Selain

hormon-hormon

di

atas,

bagian

plasenta

manusia

juga

mensekresikan POMC. POMC merupakan prekusor dari neuropeptida Y dan


melanokortin yang berperan dalam pengaturan nafsu makan. Selain itu, ada juga
GnRH dan inhibin. Karena GnRH menstimulasi sedangkan inhibin menghambat
sekresi hCG, GnRH yang dihasilkan secara lokal dan inhibin berperan dalam
regulasi parakrin sekresi hCG. Sel tropoblas dan amnion juga menghasilkan leptin
dan jumlah yang cukup dari hormon ini dapat masuk ke sirkulasi maternal.
Fungsinya dalam kehamilan kurang begitu diketahui. 2 Selain itu, asupan Ca2+
yang kurang dapat memicu hormon plasenta lain yaitu parathyoid hormonerelated peptide (PTHrp) yang akan memicu mobilisasi Ca2+ dari tulang maternal
supaya kalsifikasi pada fetus tetap adekuat.
2.2

Etiologi Plasenta Previa


Menurut Sheiner (2001) etiologi plasenta previa sampai saat ini belum

diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor terkait yang dapat menjadi faktor
resiko terjadinya plasenta previa (Cunningham, 2012):
1. Usia Ibu
Usia ibu yang semakin lanjut meningkatkan resiko plasenta previa.
Dampak peningkatan usia ibu terutama 35 tahun kemungkinan besar
berhubungan dengan penuaan uterus, sehingga terjadi sklerosis pembuluh
darah arteri kecil dan arteriol miometrium, menyebabkan aliran darah ke
endometrium tidak merata sehingga plasenta tumbuh dengan luas permukaan
yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat, yang akhirnya
menyebabkan terjadinya plasenta previa (Wardana, 2207).
2. Multiparitas

Multiparitas juga berkaitan dengan peningkatan risiko plasenta previa.


Meningkatnya risiko pada multiparitas adalah disebabkan vaskularisasi yang
berkurang dan atrofi pada desidua akibat persalinan sebelumnya. Hal ini
mengakibatkan aliran darah ke plasenta tidak cukup sehingga plasenta
memperluas permukaannya untuk mencari bagian dengan suplai darah yang
banyak yaitu bagian segmen bawah uterus dan menutupi jalan lahir, yang
biasanya dikaitkan dengan placental migration (Prawirohardjo , 2010). Hal
yang serupa diungkapkan oleh Kay et al. tahun 2011 yaitu terjadinya
persalinan berulang pada wanita multipara mengakibatkan adanya predisposisi
perbaikan jaringan yang abnormal pada endometrium sehingga implantasi
plasenta cenderung di segmen bawah uterus bukan di bagian fundus.
3. Riwayat Pelahiran Caesar
Perubahan patologis dapat terjadi pada miometrium dan endometrium
uterus jika ada jaringan parut bekas seksio sesaria yang mengakibatkan
implantasi plasenta menjadi rendah pada ostium uteri internum sehingga
meningkatkan risiko plasenta previa (Getahun et al., 2006).
4. Kebiasaan Merokok
Teori yang dikemukakan bahwa hipoksemia karbon monoksida
menyebabkan hipertrofi plasenta kompensatoris. Yang mungkin terkait,
terganggunya vaskularisasi desidua, mungkin akibat perubahan atrofik atau
peradangan, terlibat dalam terjadinya plasenta previa (Cunningham, 2012).
2.3

Klasifikasi
Menurut

Cunningham

(2012),

plasenta

previa

dugunakan

untuk

menggambarkan plasenta yang berimplantasi di atas atau sangat berdekatan


dengan ostium uteri. Terdapat beberapa kemungkinan:
1.
2.
3.

Plasenta previa total, ostium internum sepenuhnya ditutupi plasenta


Plasenta previa parsial, ostium internum sebagian ditutupi plasenta
Plasenta previa margianal adalah tepi plasenta berada pada pinggir ostium

4.

internum.
Plasenta letak rendah, yang berarti bahwa plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah uterus yang sedemikian rupa sehingga tepi plasenta tidak
mencapai ostium internum, tetapi terletak berdekatan dengan ostium tersebut,
bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum.
8

Menurut Perisaei (2008), plasenta previa dapat dibagi menjadi empat


derajat berdasarkan scan pada ultrasound yaitu:
1.
2.
3.
4.

Derajat I : plasenta sudah melampaui segmen terendah rahim.


Derajat II : plasenta sudah mencapai ostium uteri internum.
Derajat III : plasenta telah terletak pada sebagian ostium uteri internum.
Derajat IV : plasenta telah berada tepat pada segmen bawah rahim.

Gambar 2. Klasifikasi plasenta previa


Menurut de Snoo dalam Mochtar (1998) klasifikasi plasenta previa
berdasarkan pembukaan 4 -5 cm yaitu:
1.

Plasenta previa sentralis (totalis), apabila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta

2.

menutupi seluruh ostea.


Plasenta previa lateralis, apabila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta, dibagi 3 :

Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea bagian

belakang.
Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian

depan.
Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostea yang
ditutupi plasenta.

2.4

Patofisiologi
Letak plasenta biasanya umumnya di depan atau di belakang dinding

uterus, agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena
permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat
untuk berimplantasi. Di tempat-tempat tertentu pada implantasi plasenta terdapat
vena-vena yang lebar (sinus) untuk menampung darah kembali. Pada pinggir
plasenta di beberapa tempat terdapat suatu ruang vena yang luas untuk
menampung darah yang berasal dari ruang interviller di atas. Darah ibu yang
mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300 ml tiap menit pada
kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan 40 minggu.
Perubahan-perubahan

terjadi

pula

pada

jonjot-jonjot

selama

kehamilan

berlangsung. Pada kehamilan 24 minggu lapisan sinsitium dari vili tidak berubah
akan tetapi dari lapisan sitotropoblast sel-sel berkurang dan hanya ditemukan
sebagai kelompok-kelompok sel-sel; stroma jonjot menjadi lebih padat,
mengandung fagosit-fagosit, dan pembuluh-pembuluh darahnya lebih besar dan
lebih mendekati lapisan tropoblast (Kay, 2003)
Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih
melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen
bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat
diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari
dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna
merah segar berlainan dengan darah yang disebabkan solusio plasenta yang
berwarna kehitam-hitaman. Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang
terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus
marginalis dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena
10

ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi


menghentikan

perdarahan

itu,

tidak

sebagaimana

serabut

otot

uterus

menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal.
Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu,
perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta
letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai (Oxorn, 2003).
2.5

Tanda dan Gejala


Peristiwa yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahan tanpa

nyeri, yang biasanya tidak terjadi hingga mendekati akhir trimester kedua atau
setelahnya. Namun perdarahan dapat terjadi sebelumnya, dan terkadang aborsi
dapat terjadi akibat lokasi abnormal plasenta yang sedang berkembang
(Cunningham, 2012).
Pada banyak kasus plasenta previa, perdarahan dimulai tanpa gejala
peringatan dan tampa disertai nyeri pada perempuan yang sebelumnya mengalami
riwayat prenatal normal. Untungnya perdarahan inisial ini jarang sedemikian
massif sehingga fatal. Biasanya, perdarahan ini berhenti, kemudian berulang
kembali. Pada beberapa perempuan, khususnya mereka dengan plasenta yang
berimplementasi di dekat tetapi tidak menutupi ostium uteri internum, perdarahan
tidak terjadi hingga dimulainya persalinan. Kemudian, perdarahan dapat
bervariasi, mulai dari ringan hingga massif, dan secara klinis, dapat menyerupai
solusio plasenta (Cunningham, 2012).
Penyebab perdarahan ditekankan kembali jika plasenta terletak menutupi
ostium uteri internum, pembentukan segmen bawah uterus dan pembukaan ostium
uteri internum akan menyebabkan perobekan perlekatan plasenta. Perdarahan ini
diperhebat oleh ketidakmampuan bawaan serat miometrium di segmen bawah
uterus untuk berkontraksi untuk menutup pembuluh yang terobek (Cunningham,
2012).
Perdarahan dari tempat implantasi di segmen bawah uterus dapat berlanjut
setelah dilahirkannya plasenta karena segmen bawah uterus berkontraksi dengan
buruk. Perdarahan dapat pula terjadi dari robekan di serviks dan segmen bawah

11

uterus yang rapuh, khususnya setelah pengeluaran manual plasenta yang agak
melekat (Cunningham, 2012).
Apabila janin dalam presentasi kepala, kepalanya akan di dapatkan belum
masuk ke dalam pintu-atas panggul yang mungkin karena plasenta previa
sentralis; mengolak ke samping karena plasenta previa posterior; atau bagian
terbawah janin sukar ditentukan karena plasenta previa anterior. Tidak jarang
terjadi kelainan letak, seperti letak lintang atau letak sungsang (Scearce, 2007).
2.6

Diagnosis
Jika plasenta previa terdeteksi pada akhir tahun pertama atau trimester

kedua, sering kali lokasi plasenta akan bergeser ketika rahim membesar. Hal ini
dapat dilakukan pemeriksaan USG. Beberapa wanita mungkin bahkan tetap tidak
terdiagnosis sampai persalinan, terutama dalam kasus-kasus plasenta previa
sebagian (Faiz, 2003).
1) Anamnesis
Pada anamnesis dapat dinyatakan beberapa hal yang berkaitan dengan
perdarahan antepartum seperti umur kehamilan saat terjadinya perdarahan,
apakah ada rasa nyeri, warna dan bentuk terjadinya perdarahan, frekuensi serta
banyaknya perdarahan. Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22
minggu berlangsung tanpa rasa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida
2) Pemeriksaan luar
Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau sedikit,
darah beku dan sebagainya. Jika telah berdarah banyak maka ibu kelihatan
anemis.
Palpasi
Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah, sering
dijumpai kesalahan letak janin, bagian terbawah janin belum turun, apabila
letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau
mengolak di atas pintu atas panggul (Sheiner, 2001).
3) Ultrasonografi

12

Menegakkan diagnosa plasenta previa dapat pula dilakukkan dengan


pemeriksaan ultrasonografi. Penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata
sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya, dan
tidak rasa nyeri. USG abdomen selama trimester kedua menunjukkan
penempatan plasenta previa. Transvaginal Ultrasonografi dengan keakuratan
dapat

mencapai

100%

identifikasi

plasenta

previa.

Transabdominal

ultrasonografi dengan keakuratan berkisar 95% (Johnson, 2003). Dengan USG


dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium.
Bila jarak tepi kurang dari 2 cm disebut plasenta letak rendah. Bila tidak
dijumpai plasenta previa, dilakukan pemeriksaan inspekulo untuk melihat
sumber perdarahan lain (Oyelese, 2006).

Gambar 3. Gambaran USG pada plasenta previa totalis. A. USG transabdominal


(kepala panah putih) di belakang kandung kemih yang menutupi serviks (panah
hitam). B. Gambaran USG plasenta transvaginal (panah) yang sepenuhnya
menutupi serviks yang berdekatan dengan kepala
4) Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal
dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila
perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus
dicurigai (Johnson, 2003).
2.7

Diagnosis Banding
13

1. Solusio Plasenta
Secara klasik, solusio plasenta memberi gambaran perdarahan pervaginam
dengan onset akut nyeri abdomen yang terus-menerus akibat adanya darah di
membran basalis yang merangsang kontraksi uterus. Sedangkan plasenta previa
bermanifestasi perdarahan pervaginam tanpa rasa nyeri. Perbedaan lain antara
gejala dan tanda solusio plasenta dan plasenta previa dapat di lihat pada tabel
berikut.

Solusio Plasenta

Plasenta Previa
1.

Merah segar

Merah tua s/d coklat hitam 2.


Perdarahan

Terus menerus

3.

Berulang

Disertai nyeri

4.

Tidak nyeri

1.

Tak tegang

1.

Tegang,
bagian

Uterus

Syok/anemia

janin

tak

teraba

2.

Nyeri tekan 2.

1.

Lebih sering

Tak nyeri tekan


Jarang

Tidak sesuai dengan jumlah

Sesuai dengan jumlah darah yang

darah yang keluar

keluar

40%

fetus

sudah

mati

Biasanya fetus hidup

Fetus

Tidak disertai kelainan letak

Disertai kelainan letak

Pemeriksaan

Ketuban menonjol walaupun

Teraba plasenta atau perabaan

dalam

tidak his

fornik ada bantalan antara bagian

14

janin dengan jari pemeriksa

2. Vasa Previa
Vasa previa adalah keadaan di mana pembuluh darah janin berada di dalam
selaput ketuban melewati ostium uteri internum untuk kemudian sampai ke dalam
insersinya di tali pusat.3 Pada keadaan ini, perdarahan terjadi ketika selaput
ketuban pecah baik spontan maupun pada tindakan amniotomi. Perdarahan
berhubungan erat dengan perubahan cepat pola dan kecepatan denyut jantung
janin. Secara khas, terjadi takikardia janin dan diikuti dengan bradikardia.
Berbeda dengan vasa previa, perdarahan yang terjadi tidak berhubungan dengan
pecahnya selaput ketuban. Perdarahan juga tidak berhubungan dengan perubahan
denyut jantung janin.
3. Kelainan lokal seperti kanker serviks atau polip serviks.
2.8

Tatalaksana
Tatalaksana menurut Scearce (2007)
1) Terapi ekspektatif (pasif)
Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Upaya
diagnosis dilakukan secara non invasif. Pemantauan klinis dilakukan secara ketat
dan baik. Syarat-syarat terapi ekspektatif:
i. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
ii. Belum ada tanda-tanda in partu.
iii. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).
iv. Janin masih hidup
2) Terapi aktif (terminasi)
Dilakukan dengan segera mengakhiri kehamilan sebelum terjadi
perdarahan yang dapat menimbulkan kematian, misalnya: kehamilan telah cukup
bulan, perdarahan banyak, dan anak telah meninggal. Terminasi ini dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu:
a. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta,
dengan cara ini maka pembuluh-pembuluh darah yang terbuka dapat tertutup
kembali (tamponade pada plasenta). penekanan tersebut dapat dilakukan
melalui beberapa cara yaitu:
A. Amniotomi dan akselerasi
15

Cara ini merupakan cara yang dipilih untuk melancarkan persalinan


pervaginam. Cara ini dilakukan apabila plasenta previa lateralis, plasenta
previa marginalis, atau plasenta letak rendah, namun bila ada pembukaan.
Pada primigravida telah terjadi pembukaan 4 cm atau lebih. Juga dapat
dilakukan pada plasenta previa lateralis/ marginalis dengan janin yang sudah
meninggal
Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/marginalis dengan
pembukaan > 3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban,
plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin.
Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah, akselerasi dengan infus
oksitosin.
B. Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Baxton Hicks ialah mengadakan tamponade
plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak
dilakukan pada janin yang masih hidup
C. Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri beban
secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk
menekan plasenta dan seringkali menyebabkan pendarahan pada kulit
kepala. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal
dan perdarahan tidak aktif.
b. Seksio sesarea, dengan cara seksio sesarea, yang dimaksud untuk
mengosongkan rahim sehingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan
perdarahan. Selain itu seksio sesarea juga dapat mencegah terjadinya robekan
serviks dan segmen bawah rahim yang sering terjadi pada persalinan
pervaginam.
Persalinan seksio sesarea diperlukan hampir pada seluruh kasus plasenta
previa. Pada sebagian besar kasus dilakukan melalui insisi uterus transversal.
Karena perdarahan janin dapat terjadi akibat insisi ke dalam plasenta anterior
(Cunningham et al, 2005).
Indikasi dilakukannya persalinan seksio sesarea pada plasenta previa
adalah:

16

1. Dilakukan pada semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal,
serta semua plasenta previa lateralis, posterior, karena perdarahan yang sulit
dikontrol.
2. Semua plasenta pevia dengan perdarahan yang banyak, berulang dan tidak
berhenti dengan tindakan yang ada.
3. Plasenta previa yang disertai dengan panggul sempit, letak lintang.
2.9

Komplikasi
Berikut ini adalah kemungkinan komplikasi plasenta previa oleh Usta

(2005) :
1) Plasenta akreta, inkreta dan perkreta
2) Pertumbuhan janin lambat karena pasokan darah yang tidak mencukupi
3) Anemia janin
4) Janin yang tertekan akibat rendahnya pasokan oksigen
5) Shock dan kematian ibu jika pendarahan berlebihan
6) Infeksi dan pembentukan bekuan darah
7) Kehilangan darah yang membutuhkan transfusi
8) Prematur, pengiriman sebelum minggu ke-37 kehamilan, yang biasanya
menimbulkan risiko terbesar pada janin (Cunningham, 2006).
9) Cacat lahir. Cacat lahir terjadi 2,5 kali lebih sering pada kehamilan yang
dipengaruhi oleh plasenta previa daripada kehamilan tidak terpengaruh.
Penyebab saat ini tidak diketahui (Cunningham, 2006).
2.10

Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika

dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak
invasive dengan USG disamping ketersediaan trasfusi darah dan infuse cairan
telah ada dihampir semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal
ikut berperan terutama bagi kasus yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea
atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu
hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialisasi program keluarga
berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian,
banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib janin masih belum
terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun
karena intervensi seksio sesarea. Karenanya kelahiran premature belum

17

sepenuhnya

bisa

dihindari

sekalipun

tindakan

konservatif

diberlakukan

(Prawirohardjo, 2010)
Mortalitas perinatal kurang dari 50 per 1000, kematian janin disebabkan
karena hipoksia. Setelah lahir dapat terjadi perdarahan postpartum karena
trofoblas menginvasi segmen bawah uteri. Bila perdarahan tidak dapat dihentikan
maka dilakukan histerektomi. Mortalitas ibu rendah dengan pelayanan obstetri
yang baik dan tidak dilakukan pemeriksan sebelum masuk rumah sakit
(Cunningham, 2006).

BAB III

18

KESIMPULAN
Plasenta previa digunakan untuk menggambarkan plasenta yang
berimplantasi di atas atau sangat berdekatan dengan ostium uteri internum.
Implantasi plasenta yang normal adalah pada dinding depan atau dinding belakang
rahim di daerah fundus uteri.
kasus obstetrik pada tahun 2005 yang disebabkan oleh plasenta previa
adalah 4.725 kasus (2,77%) yang merupakan kasus obstetrik ketiga tersering
dengan CFR (Case Fatality Rate) 0,85% yang merupakan penyebab kematian
maternal terbanyak keempat di Indonesia.
Etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta
previa. Plasenta previa dapat digolongkan menjadi empat bagian yaitu plasenta
previa totalis, parsial, marginal dan letak rendah. Peristiwa yang paling khas pada
plasenta previa adalah perdarahan tanpa nyeri, yang biasanya tidak terjadi hingga
mendekati akhir trimester kedua atau setelahnya. Penegakan diagnosis terutama
menggunakan USG. Tatalaksana pada plasenta previa terdiri dari terapi pasif dan
terapi aktif.

19

Anda mungkin juga menyukai