Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umum
Sebagian besar air tanah berasal dari air permukaan yang meresap masuk
kedalam tanah, dan merupakan bagian dari siklus hidrologi. Kandungan air tanah di
suatu daerah dapat dipengaruhi oleh kondisi susunan lapisan geologi bawah permukaan
di daerah tersebut terutama berkaitan dengan porositas batuan. (Suharyadi, 1984 : 12)
2.2. Sifat Batuan sebagai Media Aliran Air Tanah
Batuan yang bertindak sebagai media aliran airtanah mempunyai sifat kelulusan
air, kapasitas jenis, keterusan air, daya simpan air. (Suharyadi, 1984 : 41)
1. Koefisien kelulusan air
Koefisien kelulusan air (Coeficient of Permeability/ Hydraulic Conductivity)
adalah kemampuan untuk meluluskan air di dalam rongga-rongga batuan tanpa
mengubah sifat-sifat airnya. Koefisien kelulusan air terdiri dari koefisien kelulusan air
di lapangan (Kf) dan koefisien kelulusan air di laboratorium atau standart (K s). Menurut
hokum darcy, koefisien kelulusan air dinyatakan sebagai :

Q
K=
A x dh

dl

L3

T
2
L xL

L
m

T hari

Tabel 2.1. Koefisien kelulusan air dari berbagai batuan (K)


Macam Batuan
Kerikil
Kerikil Menengah
Kerikil Kasar
Pasir Kasar
Pasir Menengah
Pasir Halus

K (mm/hari)
450
270
150
45
12
3

Macam Batuan
Batu Pasir Menengah
Batu Pasir Halus
Silt
Lempung
Batu Gamping
Dolomit

K (mm/hari)
3.1000
0.2000
0.0800
0.0002
0.9400
0.0010

(Sumber: Bisri, 1988 : 119)

2. Kapasitas jenis
Kapasitas Jenis (Specific Capacity) adalah debit yang dapat diperoleh setiap
penurunan permukaan airtanah bebas ataupun airtanah tertekan, sepanjang satu satuan
panjang dalam satu sumur pompa pada akhir periode pemompaan. Secara sedarhana
harga kapasitas jenis dapat digunakan untuk menetukan besarnya debit pemompaan.
Kapasitas jenis secara umum dinyatakan dalam:

Q L3
L2
m2

SQ =
S T
T
det
L
3. Koefisien keterusan air
Koefisien keterusan air koefisien transmisivitas (Coeficient of Transmisivity)
merupakan banyaknya air yang dapat mengalir melalui suatu bidang vertikal setebal
akuifer, selebar satu satuan panjang. Harga koefisien keterusan dapat ditentukan dengan
uji pompa (pumping test), atau melalui perhitungan secara teoritis.
Koefisien keterusan air dinyatakan dalam:

L3
L2 m 2

Transmisivity = T
T
det
L
Tabel 2.2. Nilai Porositas dan Permeabilitas Lapisan
POROSITAS

POROSITAS

KOEFISIEN

EFEKTIF

PERMEABILITAS

(%)
45-50
35-45
30-35
25-30

(%)
5,00-10,00
5,00-8,00
20,00-25,00
15,00-20,00

50-60
40-50
35-40
30-35
55-65
40-50
30-65

3,00-5,00
5,00-10,00
15,00-20,00
10,00-20,00
3,00-5,00
5,00-10,00
3,00-10,00

( m2/det )
10-4-10-5
10-4-10-5
10-1-10-6
10-1-10-6
10-5-10-6
10-5-10-6
10-2-10-3
10-2-10-3
10-5-10-6
10-3-10-4
10-3-10-6

LAPISAN TANAH
Lempung (Alluvium)
Silt (Alluvium)
Pasir (Alluvium)
Pasir dan Kerikil (Alluvium)
Lempung (Dillivium)
Silt (Dillivium)
Pasir (Dillivium)
Pasir dan Kerikil (Dillivium)
Batu Lumpur (neo-tersier)

Batu Pasir (neo-tersier)


Tufa (neo-tersier)

(Sumber: Sosrodarsono dan Takeda, 1976 : 96)

4. Koefisien daya simpan air


Koefisien daya simpan air (Coeficient of Storage) adalah volume air yang
dilepaskan atau dapat disimpan oleh suatu akuifer setiap satu satuan luas akuifer pada
satu satuan perubahan kedudukan muka airtanah baik air tanah bebas maupun airtanah
tertekan. Koefisien daya simpan air dapat digunakan untuk menentukan jenis akuifer,
disamping itu juga dapat digunakan untuk menghitung jumlah kandungan airtanah di
suatu daerah.
Berdasarkan sifat fisik lapisan batuan dan perlakuannya sebagai media aliran air,
maka lapisan batuan tersebut dapat dibedakan menjadi 4 (suharyadi, 1984 : 12) yaitu:
A. Akuifer

Akuifer (aquifer) merupkan suatu lapisan yang mempunyai susunan batuan yang
sedemikian rupa, sehingga dapat menyimpan dan melepaskan air dalam jumlah yang
cukup berarti. Misalnya kerikil, pasir, batu kapur, batuan gunung berapi.
B. Akuitar
Akuitar (Aquitards) merupakan suatu lapisan yang mempunyai susunan batuan
sedemikian rupa, sehingga dapat menyimpan air tetapi hanya dapat mengalirkan air
dalam jumlah yang terbatas. Misalnya tampak adanya kebocoran-kebocoran atau
rembesan yang terletak antara akuifer dan akuiklud.
C. Akuiklud
Akuiklud (Aquiclude) merupakan suatu lapisan yang mempunyai susunan
batuan sedemikian rupa, sehingga dapat menampung air tetapi tidak dapat melepaskan
air dalam jumlah yang cukup berarti. Hal ini terjadi dikarenakan nilai konduktivitasnya
kecil sekali, misalnya lapisan lempung dan lapisan Lumpur (silt).
D. Akuifug
Akuifug (Aquifuge) merupakan suatu lapisan yang mempunyai susunan batuan
sedemikian rupa, sehingga tidak dapat menampung maupun melepaskan air (sama
sekali kedap terhadap air), misalnya granit yang keras, kuarsit, lapisan batuan yang
kompak (rock) atau batuan sedimen yang tersemen penuh.
2.3. Penyebaran Vertikal Air tanah
Distribusi airtanah secara vertikal dibawah permukaan tanah dibagi dalam
beberapa zone yaitu zone jenuh dan zone tidak jenuh. Zone tidak jenuh sendiri terdiri
atas: zone air dangkal (soil water zone), zone antara (intermediate vadoze water zone)
dan zone kapiler (capillary water zone). Penjelasan selengkapnya mengenai susunan
vertikal air tanah adalah sebagai berikut:
A. Zone Jenuh
Pada zone jenuh (Zone of Saturation) semua rongga-rongga atau pori-pori berisi
air. Bagian bawah dari zone jenuh merupakan lapisan kedap air, zone jenuh dapat
berupa tanah liat atau batuan dasar (bedrock). Air yang berada dalam zone jenuh
dinamakan airtanah. Air yang ditampung dalam zone ini adalah air yang ditahan oleh
lapisan setempat terhadap gaya gravitasi. (Bisri, 1988 : 4)

Gambar 2.1. Penyebaran Vertikal Airtanah


(Sumber, Bisri, 1988 : 4)

B. Zone tidak jenuh


Zone tidak jenuh (zone of aeration) terletak di atas zone jenuh sampai ke
permukaan tanah, sedangkan air yang berada di dalam zone tidak jenuh dinamakan air
mengambang atau air dangkal.
Zone tidak jenuh terdiri dari zone dangkal, zone antara dan zone kapiler.
Besarnya masing-masing zone tersebut serta distribusi air dalam masinag-masing zone
itu diuraikan sebagai berikut:
1. Zone Kapiler
Zone kapiler (Capilary Zone) berada diantara permukaan airtanah sampai ke
batas kenaikan kapiler air. Beberapa penelitian telah mempelajari kenaikan dan
distribusi air dalam zone kapiler dari sudut media berpori. Jika ruang porinya dapat
diandaikan sebagai pipa kapiler dengan kenaikan kapiler, makin tinggi kenaikannya di
atas permukaan airtanah maka besar kadar kejenuhannya makin menurun. (Soemarto,
1995 : 165)
2. Zone Antara
Zone antara (Intermediate Vadose Zone) terletak di antara batas bawah zone air
dangkal sampai dengan batas atas zone kapiler. Tebal dari zone antara sangat beragam,
zone antara berguna untuk mengalirnya air kebawah, sampai ke muka airtanah.
(Soemarto, 1995 : 165)
3. Zone Air Dangkal

Zone air dangkal (Soil Water Zone) dimulai dari permukaan tanah sampai ke
zone perakaran utama (major root zone). Tanah di zone air dangkal dalam keadaan tidak
jenuh, kecuali bila terdapat banyak air di permukaan tanah seperti berasal dari curah
hujan, irigasi.
Air yang berada di zone dangkal dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori
berdasarkan konsentrasinya di dalam zone tersebut. (Soemarto, 1995 : 164)
a) Air higroskopis
Air higroskopis merupakan air yang diisap dari udara membentuk lapisan
air yang sangat tipis dipermukaan partikel-partikel tanah. Air higroskopis
memiliki gaya adhesi yang sangat besar, sehingga tidak dapat diserap oleh akarakar tanaman.
b) Air kapiler
Air kapiler merupakan air yang berada dalam lapisan tipis di seputar
partikel-partikel tanah. Air kapiler ditahan oleh tegangan permukaan (surface
tension) yang digerakan oleh aksi kapiler sehingga dapat diserap oleh tanaman.
c) Air gravitasi
Air gravitasi merupakan kelebihan air dangkal yang mengalir melewati
sela-sela butiran tanah di bawah pengaruh gaya gravitasi.
2.4. Akuifer
Akuifer sendiri berasal dari kata aqua yang berarti air dan fere yang berarti
mengandung. Jadi akuifer dapat juga diartikan sebagai lapisan pembawa air atau lapisan
`permeabel. (Suharyadi 1984 : 12)
daerah
hujan

permukaan piezometer

muka
air

muka air
sumur

sumur artesian

muka air
lapisan
kedap air

akuifer bebas
lapisan
kedap air
akuifer terkekang

Gambar 2.2. Lapisan Akuifer


(Sumber, Bisri, 1988 : 6)

2.4.1. Jenis Akuifer


Berdasarkan susunan lapisan geologi (litologinya) dan besarnya koefisien
kelulusan air (K), akuifer dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu Akuifer Bebas

(Unconfined Aquifer), Akuifer Tertekan (Confined Aquifer), Akuifer Setengah Tertekan


(Semiconfined Aguifer), Akuifer Menggantung (Perched Aquifer).
(Suharyadi 1984 : 19)
A. Akuifer bebas
Akuifer bebas (Unconfined Aquifer) merupakan akuifer dengan hanya memiliki
satu lapisan pembatas kedap air yang terletak dibagian bawahnya. Dengan kata lain
muka air tanah merupakan bidang batas sebelah atas daripada daerah jenuh air. Akuifer
ini disebut juga sebagai phreatic aquifer. Sedangkan nilai (K`) = (K).

Gambar 2.3. Akuifer Bebas (Unconfined Aquifer)


B. Akuifer tertekan
Akuifer tertekan (Confined Aqufer) merupakan suatu akuifer jenuh air yang pada
lapisan atas dan lapisan bawahnya merupakan lapisan kedap air sebagai pembatasnya.
Pada lapisan pembatasnya dipastikan tidak terdapat air yang mengalir (no flux). Pada
akuifer ini tekanan airnya lebih besar daripada tekanan atmosfer. Oleh karena itu akuifer
ini disebut juga dengan pressure aquifer. Sedangkan nilai (K`) = 0, (K) > (K`)

Gambar 2.4. Akuifer Tertekan (Confined akuifer)


C. Akuifer setengah tertekan
Akuifer setengah tertekan (Semiconfined Aquifer) ialah suatu akuifer jenuh air,
dengan bagian atas dibatasi oleh lapisan setengah kedap air (nilai kelulusannya terletak
antara akuifer dan akuitar) dan pada bagian bawah dibatasi oleh lapisan kedap air. Pada
lapisan pembatas dibagian atasnya dimungkinkan masih ada air yang mangalir ke
akuifer tersebut. Akuifer ini disebut juga dengan leaky-artesian aquifer.

Gambar 2.5. Akuifer Setengah Tertekan (Semiconfined Aquifer)


D. Akuifer menggantung
Akuifer menggantung (Perched Aquifer) merupakan akuifer yang massa
airtanahnya terpisah dari air tanah induk. Dipisahkan oleh suatu lapisan yang relatif
kedap air yang begitu luas dan terletak diatas daerah jenuh air. Biasanya akuifer ini
terletak di atas suatu lapisan formasi geologi yang kedap air. Kadang-kadang lapisan
bawahnya tidak murni kedap air namun berupa aquitards yang juga bisa memberikan
distribusi air pada akuifer dibawahnya.

Gambar 2.6. Akuifer Menggantung (Perched aguifer)


2.4.2. Lapisan Geologi sebagai Akuifer
Menurut Todd (1980), batuan yang dapat berfungsi sebagai lapisan pembawa air
terbaik adalah pasir, kerakal, dan kerikil. Sedangkan 90% dari akuifer terdiri dari batuan
tidak terkonsolidasi, terutama kerikil dan pasir.
Jika ditinjau dari permeabilitas batuannya, lapisan pembawa air dapat dibagi menjadi
tiga kelompok yaitu:
a) Lapisan permeabel (serap air) seperti kerikil, kerakal, dan pasir.
b) Lapisan semi permiabel (semi menyerap air) seperti pasir argullasis, tanah los.
c) Lapisan kedap air, seperti batuan kristalin, tanah liat.
Beberapa karakteristik batuan :
1. Batuan Pasir dan Kerikil

Batu pasir merupakan batuan sedimen. Willman (1942) mengklasifikasikan


batuan campuran antara pasir (sand) dan krikil (gravel) berdasarkan perbandingan
volume dari setiap unsur yang dikandungnya. Apabila batuan itu mengandung 75% atau
lebih kerikil maka termasuk kerikil (gravel), kerikil pasiran (sandy gravel) apabila
mengandung (50% - 75%) kerikil dan (25% - 50%) pasir. Disebut pasir kerikilan
(pebbly sand), bila terdiri (50% - 25%) kerikil dan (50% - 75%) pasir.
2. Batuan Lempung
Batuan lempung biasanya plastis dan warna dari batuan ini banyak sekali seperti
hitam, kelabu, hijau ataupun merah. Jika memperlihatkan belahan-belahan yang rapat
disebut serpih, dan bila batuan ini sangat keras tanpa memperlihatkan belahan (kompak)
disebut argilit, apabila batuan ini mengandung (34% - 40%) CaCO3, disebut nopal.
3. Tufa
Tufa (tuff) sendiri merupakan hasil kegiatan gunung api (vulkanik) yang
memiliki ukuran lebih halus. Jenis batuan ini memiliki kelulusan air yang lebih besar
dibandingkan dengan batuan lempung. Sedangkan tufa pasiran dapat juga berfungsi
sebagai akuifer yang baik. Tufa merupakan bagian dari batuan pasir yang berukuran
lebih halus, dan apabila lebih kasar dinamakan vulkaniklastik dan pasir.
2.5. Daerah Potensi Air Tanah
Terdapatnya akuifer di alam berdasarkan material penyusunnya dapat dibedakan
menjadi dua. (Bisri, 1988: 4)
A. Material lepas
Terdapatnya airtanah pada material lepas berdasarkan daerah pembentuknya
dibedakan menjadi 4 yaitu :
1. Daerah dataran
Daerah dataran yang dimaksud berupa dataran yang luas dengan endapan yang
belum mengeras seperti pasir dan kerikil. Pengisian (recharge) pada umumnya
diperoleh dari perkolasi air hujan atau sungai, sebagai contoh: dataran pantai.
2. Daerah alluvial (daerah aliran sungai)
Volume airtanah dalam didaerah alluvial ditentukan oleh tebal, penyebaran dan
permeabilitas akuifer. Bila muka air disekitar daerah alluvial lebih tinggi dari muka
air tanah, maka potensi airtanahnya cukup besar. Airtanah pada daerah alluvial dapat
dibagi menjadi tiga macam. (Takeda dan Sosrodarsono, 1976 : 98)
a. Air tanah susupan

Airtanah susupan merupakan air tanah yang mengendap di dataran banjir


ditambah langsung dari peresapan sungai. Titik permulaan peresapan air sungai
dapat diperkirakan dari garis kontur permukaan airtanah. Makin panjang jaraknya
dari titik permukaan, biasanya makin kecil tahanan listriknya, karena makin
panjang penyusupan itu, makin banyak bahan-bahan lisrik yang larut dalam
airtanah.
b. Air tanah yang dalam
Airtanah yang dalam, berupa lapisan alluvium dan diluvium yang diendapkan
setebal seratus sampai beberapa ratus meter di dataran alluvium yang berganti-ganti
dari lapisan pasir dan krikil, lapisan loam dan lapisan lempung.
c. Air tanah Sepanjang Pantai
Airtanah di daerah pantai dipengaruhi oleh pasang surut air laut, bila muka air
laut pasang maka airtanah yang tersedia akan banyak.
3. Daerah lembah mati
Daerah lembah mati merupakan suatu lembah yang tidak dilewati sungai.
Potensi airtanahnya cukup besar akan tetapi suplai air yang diterima tidak sebesar
daerah aliran air.
4. Daerah lembah antar gunung
Daerah lembah antar gunung merupakan daerah lembah yang dikelilingi oleh
pegunungan biasanya terdiri dari material lepas dalam jumlah yang sangat besar.
Materialnya berupa pasir dan kerikil yang akan menerima air dari pengisian.
B. Material kompak
Sedangkan beberapa material kompak yang mempunyai potensi airtanah cukup
besar antara lain : (Suharyadi, 1984 : 24)
1. Batu gamping
Batu gamping apabila dalam keadaan kompak tidak dapat bertindak sebagai
akuifer, tetapi apabila memiliki banyak retakan, lubang diantara retakan tersebut dapat
juga memungkinkan untuk bertindak sebagai akuifer. Dalam hal ini jenis batu gamping
sangat menentukan disamping topografinya.

2. Batuan beku dalam


Batuan beku dalam tidak termasuk sebagai akuifer yang baik, akan tetapi bisa
mengandung airtanah jika memiliki banyak rekahan-rekahan didalamnya.

3. Batuan vulkanik
Batuan vulkanik primer misalnya lava basalt dapat sangat lulus air apabila
banyak lubang-lubang bekas gas maupun retakan. Batuan endapan vulkanik dapat
bertindak sebagai akuifer yang baik, terutama batuan yang berumur muda.
2.6. Metode-metode Geofisika
Ada beberapa metode geofisika yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi
lapisan geologi bawah permukaan (Verhoef, 1992 : 199) diantaranya:
A. Metode seismik
Dalam metode seismik penyelidikan didasarkan pada kecepatan rambat dari
getaran suara, yang tergantung dari kerapatan material dan massa. Metode seismik
sendiri terdiri dari metode refraksi seismik dan metode refleksi sismik.
B. Metode geolistrik
Pada metode geolistrik penyelidikan didasarkan pada variasi vertikal dan
horizontal yang menyangkut perubahan dalam hantaran elektrik suatu arus listrik.
Metode ini banyak digunakan dalam penentuan struktur geologi, ketebalan lapisan
penutup, kadar kelembaban tanah dan permukaan airtanah.
C. Metode magnetik
Metode magnetik merupakan salah satu bentuk pengukuran terhadap variasi
dalam medan magnetik bumi. Metode ini banyak digunakan dalam pencarian material
magnetik dalam lingkungan yang tidak magnetis atau sebaliknya.
2.7.

Geolistrik Tahanan Jenis


Pada metode geolistrik tahanan jenis (Resistivitas), arus listrik diinjeksikan

kedalam bumi melalui dua elektroda arus. Beda potensial yang terjadi diukur melalui
dua elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap
jarak elektrode tertentu, dapat ditentukan variasi harga tahanan jenis masing-masing
lapisan di bawah titik ukur. Metode geolistrik tahanan jenis ini banyak digunakan dalam
penentuan kedalaman batuan dasar dan pencarian reservoir air.
Teknik pengambilan data dalam metode geolistrik tahanan jenis terdiri dari:
vertikal sounding dan lateral mapping. (waluyo, 1984 ; 149)
a) Vertikal sounding
Vertikal sounding merupakan penyelidikan perubahan tahanan jenis bawah
permukaan kearah vertikal. Caranya pada titik ukur yang tetap, jarak elektroda arus dan

tegangan diubah atau divariasi. Konfigurasi elektroda yang biasanya dipakai adalah
konfigurasi Schlumberger.
b) Lateral mapping
Lateral mapping adalah penyelidikan perubahan tahanan jenis bawah permukaan
kearah lateral (horizontal). Caranya dengan jarak elektroda arus dan tegangan tetap, titik
ukur dipindah atau digeser secara horizontal. Konfigurasi elektroda yang biasa dipakai
adalah konfigurasi Wenner atau Dipole-dipole.
2.7.1. Tahanan Jenis Batuan.
Tahanan jenis atau resistivitas, dapat ditentukan menggunakkan hukum Ohm:

Gambar 2.7. Arus listrik merata dan sejajar dalam sebuah silinder dengan beda
potensial antara kedua ujungnya
(Sumber, Waluyo, 1984 : 149)

A x V

I xL

Dimana:

= Tahanan Jenis (Ohm-m)

V = Tegangan (Volt)
I

= Arus listrik yang melewati bahan berbentuk silinder (Ampere)

A = Luas Penampang (m2)


L = Panjang (m)
Menurut (Telford et al., 1990) aliran arus listrik di dalam batuan dapat
digolongkan menjadi tiga macam besarnya dipengaruhi oleh porositas batuan dan juga
dipengaruhi oleh jumlah air yang terperangkap dalam pori-pori batuan, yaitu :
1. Konduksi elektronik jika batuan mempunyai elektron bebas sehingga arus listrik
dialirkan oleh elekron-elektron bebas.
2. Kondisi elektrolit terjadi jika batuan bersifat poros dan pori-pori terisi oleh cairan
elektrolit. Pada konduksi ini arus listrik dibawa oleh lektrolit.
3. Konduksi dielektrik terjadi jika batuan bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik
yaitu terjadi polarisasi saat bahan dialiri arus listrik.
Tabel 2.3. Harga tahanan jenis berbagai mineral, batuan maupun fluida
Material Bumi

Resistivitas Semu (-m)

Logam
Tembaga

1,7 x 10

-8

Material Bumi

Resistivitas Semu (-m)

Batuan sedimen
Batu Lempung
10 1 x 103

Emas
Perak
Grafit
Besi
Nikel
Timah
Granit
Diorit
Gabbro
Andesit

2,4 x 10-8
1,6 x 10-8
1 x 10-3
1 x 10-7
7,8 x 10-8
1,1 x 10-7
Batuan Kristalin
102 - 106
104 105
103 106
102 104

Basalt

10 107

Sekis
Gneiss

10 104
104 - 106

Batu Pasir
Batu Gamping
Dolomit
Pasir
Lempung
Air Sumur
Air Payau
Air Laut
Air Asin
(Garam)

1 1 x 108
50 1 x 107
100 1 x 104

Sedimen Lepas
1 1 x 103
1 1 x 102
Airtanah
0,1 1 x 103
0,3 1
0,2
0,05 0,2

(Sumber: Waluyo, 1984 : 179)

Tabel 2.4. Harga resistivitas spesifik batuan


Resistivitas
Material
(ohm meter)
Air pemasukan
80-200
Air tanah
30-100
Silt lempung
10-200
Pasir
100-600
Pasir dan kerikil
100-1000
Batu Lumpur
20-200
Batu pasir
50-500
Konglomerat
100-500

Tufa
Kelompok andesit
Kelompok granit
Kelompok chert, slate

20-200
100-2000
1000-10000
200-2000

(Sumber: Suyono, 1978)

Secara teknis hubungan antara besarnya nilai tahanan jenis dengan macam
batuan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Nilai tahanan jenis batuan yang lepas lebih rendah dari batuan yang kompak.
2. Nilai tahanan jenis batuan akan lebih rendah, jika airtanah berkadar garam tinggi.
3. Tidak terdapat batas yang jelas antara nilai tahanan jenis dari tiap-tiap batuan.
4. Tahanan jenis batuan dapat berbeda secara menyolok, tidak saja dari lapisan yang
satu terhadap lapisan yang lain, tetapi juga didalam satu lapisan batuan.
5. Batuan yang pori-porinya mengandung air, hambatan jenisnya lebih rendah dari
yang kering. Kandungan air didalam batuan akan menunjukan harga resistivitas.
Ketentuan umum dari sifat kelistrikan batuan adalah besarnya tahanan
dinyatakan dengan perantaraan nilai tahanan jenisnya. Tahanan jenis berbanding
terbalik dengan daya hantar listrik, sehingga:

Dimana:

= Tahanan Jenis (Ohm-meter)


= Daya hantar listrik

2.7.2. Konfigurasi Elektroda


Ada beberapa macam model konfigurasi dalam metode geolistrik resistivitas,
sesuai dengan susunan elektrodanya antara lain:

Gambar 2.8. Beberapa macam model konfigurasi elektroda


(Sumber; Loke, 1992 :2)

Pada penelitian ini akan digunakan model konfigurasi schlumberger. Pada saat
melakukan pengukuran, elektroda disusun sedemikian rupa sehingga membentuk suatu
susunan konfigurasi. Faktor geometri (K) disebut sebagai suatu besaran yang berfungsi
sebagai faktor koreksi dari berbagai perubahan konfigurasi elektroda. Besarnya faktor
geometri untuk tiap-tiap konfigurasi elektroda tidak sama.
C1

r1

C2

r2

P1

P2

r3

B
r4

Gambar 2.9. Rangkaian Elektroda


(Sumber: Santoso, 2002 : 111)

Dari gambar 2.9. ditunjukkan:


a. Elektroda A dan B disebut elektroda arus atau current electrode yang disimbolkan
dengan C1 dan C2.
b. Elektroda M dan N disebut elektroda tegangan atau potential elektrode yang
disimbolkan dengan P1 dan P2.
c. Besarnya r1 = jarak antara A dan M. dan besarnya r2 = jarak antara M dan B.
d. Besarnya r3 = jarak antara A dan N dan besarnya r4 = jarak antara N dan B.

Gambar 2.10.Pola arus listrik yang dipancarkan oleh elektroda arus


tunggal dipermukaan medium setengan tak berhingga.
(Sumber: Santoso, 2002 :111)

Arus listrik sebesar (I) diinjeksikan kedalam tanah dengan asumsi bahwa kondisi
tanah tersebut homogen isotropis dan tahanan jenis sebesar () yang melalui elektroda
arus (C). Sehingga potensial (V) disebut titik sejauh (r) dari pusat arus adalah:
I .
V
2. .r
Karena potensial listrik adalah besaran skalar, maka besarnya potensial
disembarang titik yang diakibatkan oleh elektroda arus ganda merupakan jumlah
potensial dari dua elektroda arus tunggal.
Maka potensial di titik M oleh arus yang melewati elektroda A dan B seperti
gambar diatas adalah:
VM

I . 1
1
x

2. r1 r2

Sedangkan tanda negatif pada tanda di atas disebapkan oleh arus yang arahnya
harus berlawanan pada elektroda arus ganda.
Potensial di titik N oleh arus yang melewati elektroda A dan B seperti pada
gambar di atas adalah:
VN

I .
2.

1
1

r3 r4

Dengan demikian beda potensial antara titik M dan N yang diakibatkan oleh dua
elektroda yang dialiri listrik adalah:
V VM V N

I .
2.

1
1 1
1


r1 r2 r3 r4

Persamaan tersebut dapat menghasilkan nilai V yang berbeda-beda sesuai


dengan model konfigurasi masing-masing elektroda.
A. Konfigurasi Schlumberger

Gambar 2.11. Konfigurasi Schlumberger


Konfigurasi schlumberger dipergunakan untuk profiling dan sounding. Untuk
dapat melakukan sounding, elektroda arus dipisahkan oleh AB secara simetris dengan
elektroda potensial MN, kemudian elektroda arus diperbesar sehingga k menjadi :

Dengan tahanan jenis semu yang terukur :

Kemudian K menjadi :

Pada konfigurasi schlumberger terdapat kelebihan dan kekurangan, sebagai


kelebihannya, pada konfigurasi schlumberger dapat secara signifikan mengurangi waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan sounding karena pada elektroda arusnya harus
dipindahkan untuk kebanyakan pembacaan dan juga efek dari variasi lateral dalam
resistivitasnya di dekat permukaan dapat dikurangi karena elektroda potensial yang
tersisa berada pada posisi yang tetap/tidak berubah.
Sedangkan

untuk

kekurangan

dari

konfigurasi

schlumberger

adalah

membutuhkan voltmeter yang sangat sensitive untuk spasi elektroda arus yang besar,
karena spasi pada elektroda potensialnya kecil bila dibandingkan spasi elektroda arus.
Dan juga secara umum interpretasi yang didasarkan pada DC sounding akan terbatas
untuk disederhanakan, yaitu pada struktur lapisan horizontal.

2.7.3. Tahanan Jenis Semu


Menurut Robinson (1998) terdapat beberapa asumsi dasar yang digunakan
dalam metode resistivitas (tahanan jenis semu) antara lain:
1.

Bawah permukaan tanah terdiri dari beberapa lapisan yang dibatasi oleh bidang
batas horizontal serta terdapat perbedaan resistivitas antara bidang batas pelapisan
batuan.

2.

Lapisan batuan bersifat homogen isotropik dan mempunyai ketebalan tertentu,


kecuali untuk lapisan terbawah mempunyai ketebalan yang tidak terhingga.

3.

Batas antara dua lapisan merupakan bidang batas antara dua hambatan jenis yang
berbeda.

4.

Dalam bumi tidak ada sumber arus selain arus listrik searah yang diinjeksikan
diatas permukaan bumi.
Pada kenyataannya, bumi terdiri dari lapisan-lapisan dengan yang berbeda-

beda, sehingga potensial yang terukur seolah-olah merupakan harga resistivitas untuk
satu lapisan saja (terutama untuk spasi yang lebar). Resistivitas semu ini dirumuskan
dengan: (Sumber: Bisri, 1988 : 10)
V
I

a K

dimana:
a

: resistivitas semu (Ohm-m)

: faktor geometri

: beda potensial pada MN (Volt)

: kuat arus (Ampere)

Oleh karena itu resistivitas yang diperoleh dari persamaan (2-11) dan persamaan
(2-14) bukan merupakan resistivitas yang sebenarnya, melainkan resistivitas semu atau
apparent resistivity (a). Untuk jarak antar elektroda arus kecil, akan memberikan nilai
a yang harganya mendekati batuan di dekat permukaan.
Resistivitas semu yang dihasilkan oleh setiap konfigurasi yang berbeda akan
berbeda nilainya walaupun jarak antar elektrodanya sama. Untuk medium yang berlapis,
harga resistivitas semu merupakan fungsi jarak antara elektroda arus.
2.7.4. Interpretasi Geolistrik
Dasar interpretasi geolistrik resistivitas yang digunakan hingga saat ini
umumnya berdasarkan atas nilai tahanan jenis yang kemudian menafsirkan kedalaman
batuan-batuan tertentu sesuai dengan sifat dan kondisi geologinya. Tujuan dari

interpretasi geolistrik resistivitas adalah untuk mendapatkan harga tahanan jenis


sebenarnya dan ketebalan masing-masing lapisan batuan.
2.8. Transmisivitas Akuifer
Salah satu faktor yang menentukan potensi akuifer adalah nilai dari koefisien
keterusan atau transmisivitas akuifer. Untuk memperoleh besarnya nilai transmisivitas
lapisan batuan, dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (Bisri, 1988 : 117)
T=KxD
dimana:
T

Koefisien keterusan atau transmisivitas akuifer (m2/det)

Koefisien kelulusan air (m/hari)

Tebal dari akuifer (m)


Makin tinggi nilai T dapat diartikan bahwa litologi batuan merupakan akuifer

dengan potensi air tanah yang tinggi.


Adapun bentuk persamaan koefisien keterusan dari Thiem bila piezometernya
diabaikan adalaah sebagai berikut:
T

2,3 x Q
r
x Log e
2 x x SW
rw

Menurut logan (1946), harga Log

re
3,333
rw

Sehingga persamaan sebelumnya menjadi T

1,22 xQ
SW

dimana :
SW

Permukaan muka air sumur yang dipompa (m)

re

Jari-jari pengaruh sumur (m)

rw

Jari-jari sumur yang dipompa (m)

Debit sumur yang dipompa (m3/hari)

Anda mungkin juga menyukai