Anda di halaman 1dari 24

4.

BENTUK INTEGRAL HUKUM DASAR


4.1.

Pendekatan Sistem dan Volume Kontrol

Bentuk integral dalam ilmu-ilmu rekayasa (engineering science) sangat penting karena
sejumlah besaran dalam kerekayasaan berbentuk integral, misalnya: (i) debit
merupakan bentuk integral kecepatan aliran terhadap luas bidang (penampang) alir, (ii)
gaya merupakan integral kerapatan terhadap volume, dan masih banyak bentuk-bentuk
integral lain.
Agar persamaan integral dapat diselesaikan maka bentuk integral (integrand) haruslah
diketahui lebih dulu atau tersedia informasi sehingga persamaan integral dapat disusun
dan bentuk integral dapat diselesaikan. Jika integral tidak diketahui atau tidak dapat
diketahui maka persamaan diferensial tidak dapat disusun dan diselesaikan.
Besaran integral yang utama di dalam mekanika fluida terkandung oleh tiga hukum
dasar yaitu masing-masing : (i) hukum konservasi (kekekalan massa), (ii) hukum
pertama thermodinamika, dan (iii) hukum Newton II.
Ketiga hukum dasar tersebut dinyatakan dalam bentuk suatu sistem, yaitu diartikan
sebagai kumpulan partikel-partikel materi yang tetap. Sebagai contoh diambil suatu
aliran fluida melalui suatu pipa pada saat t dan mengalir ke hilir pada waktu t + t
perubahan bentuk sistem dari t ke t + t digambarkan dalam Gambar 4 .1.

Sistem pada
waktu t

Sistem pada
waktu t + t

Gambar 4.1. Perubahan sistem dari (t) (t + t)

Contoh yang diberikan dalam Gambar 4 .1 tadi batas-batas dari sistem bersifat tetap,
namun dalam beberapa hal fluida melalui sistem dengan batas tak jelas sehingga tidak
mungkin untuk menelusuri partikel-partikel massa fluida secara individu dan dibutuhkan
suatu alternatif pemecahan lain.
Di dalam analisis gerakan fluida dikenal dua pendekatan, yaitu masing-masing (i)
Lagrang (lagrangian approach), dan (ii) Euler (Euler approach).
Pendekatan Lagrang menekankan pada individu partikel yang telah diidentifikasi, sifatsifat thermodinamika (misal : , dan lain-lain) dan sifat-sifat aliran (R, V, a dan lain-lain)
adalah fungsi waktu hanya pada suatu partikel yang ditinjau, misalnya t = 0, dan diikuti
oleh partikel berikutnya. Apabila suatu partikel berkisar pada suatu lokasi (Xo, Yo, Zo)
dalam sistem koordinat bertalian, maka kecepatan dan percepatan dinyatakan sebagai:

dR dV d 2 R
,
2
dt dt
dt

(1)

Dengan : R merupakan vektor jarak diukur dari suatu titik sebagai fungsi waktu t seperti
terlihat pada Gambar 4 .2.
Disini R = R (Xo, Yo, Zo, t) adalah konstan dan menyatakan partikel yang
ditinjau. Apabila setiap partikel dalam suatu kurun tertentu, t maka deskripsi gerakan
fluida dapat terbentuk dengan lengkap.
Waktu t = 0

(X0, Y0, Z0)


Ro

R
X

Gambar 4.2. Lintasan suatu partikel

Pendekatan Euler lebih menekankan pada sifat-sifat fluida. Oleh sebab itu sifat-sifat
thermodinamika dan sifat-sifat aliran lebih dapat dinyatakan sebagai sifat kumpulan
partikel-partikel fluida, sehingga dalam pendekatan Euler ini sifat-sifat fluida dinyatakan
sebagai funsi dari tempat dan waktu, atau misalnya :

Kecepatan, V = f(x, y, z, t)

.. (2a)

Tekanan, = f(x, y, z, t)

.. (2b)

Peubah-peubah (variabel) x, y, z, t merupakan peubah bebas (independent variables),


sedangkan V, dan merupakan peubah tetap.
Arti matematis dari persamaan (2) adalah bahwa partikel yang terletak pada koordinat x,
y, z, t pada waktu t akan mempunyai kecepatan V dan tekanan .
Pendekatan Euler mempunyai keuntungan yaitu fungsi ruang dan waktu tertentu dan
jelas sehingga memberikan kerangka kerja yang rasional untuk melakukan penyelesaian
secara analitis misalnya, persamaan diferensial suatu peubah dapat disusun, kondisi
batas dapat ditetapkan sehingga analisis secara sepadan bahkan dengan menggunakan
metoda numerikpun dapat dilakukan.
Sesuai dengan takrif dalam pendekatan Euler, maka analisis aliran dengan memakai
pendekatan Euler ini membutuhkan suatu region tertentu (spesific region) dalam suatu
ruang yang ditinjau dan dinamakan volume kontrol. Volume kontrol ini dapat terbentuk
tetap maupun berubah-ubah, suatu contoh volume kontrol yang tetap adalah aliran
fluida melalui nozzle, sedangkan contoh kontrol yang berubah-ubah adalah misalnya
balon yang mengempis. Hal ini lebih dijelaskan dalam Gambar 4 .3.
Volume Kontrol

a. Nozzle

b. Balon
mengempis

c.

udara

disekitar

mengalir
benda

mengapung

Gambar 4.3. Beberapa contoh pengambilan volume kontrol.

Sebetulnya ketiga hukum dasar yang mengatur gerakan fluida merupakan pendekatan
Euler dimana kita dapat menentukan suatu region di dalam suatu ruang dengan aliran
fluida yang melewatinya. Untuk itu dibutuhkan persamaan transformasi yang merubah
pendekatan Lagrang ke pendekatan Euler.

4.2.

Persamaan Transformasi Volume Kontrol

4.2.1. Sifat Intensif dan Ektensif


Sebelum sampai kepada persamaan transformasi dibutuhkan pengertian tentang sifatsifat fluida intensif dan ekstensif.
a. Sifat intensif :

menyatakan sifat-sifat fuida yang tidak tergantung pada jumlah


materi dalam sistem, misal kecepatan fluida, kerapatan, suhu
dan koefisien kekentalan (coeficient of viscosity)

b. sifat ekstensif :

sifat fluida yang tergantung pada jumlah materi dalam sistem,


misal energi, volume massa.

Sembarang sifat fluida ekstensif dapat diubah menjadi sifat intensif, yaitu dengan
membaginya dengan jumlah massanya. Biasanya sifat intensif yang berasal dari
perubahan bilangan ekstensif disebut mempunyai nama dengan tambahan kata spesifik
dibelakangnya, misalnya volume spesifik, energi spesifik dan lain-lain. Hal perubahan ini
berlaku untuk semua sifat-sifat fluida baik berbentuk skala maupun vektor.
Berdasarkan hubungan perubahan tersebut, sembarang sifat ekstensif B dapat
dinyatakan dengan sifat intensifnya, b dengan

B
ms

Tabel

(3)

4 .1 menampilkan beberapa sifat fluida ekstensif yang penting beserta sifat

intensifnya.

Tabel 4.1. Sifat fluida ekstensif dan sifat intensif

Sifat Fluida

Sifat Ekstensif, B

Massa
Momentum linier
Momentum sudut
Energi kinetik

Sifat intensif, b

ms
ms V
ms (r x V)
1
ms v 2
2

1
V
RxV
v2
2

Sumber : Mironer, 1979


4.2.2. Penjabaran Persamaan transformasi volume kontrol
Ditinjau suatu sifat fluida ekstensif, B, dari massa fluida m s, dalam bentuk integral
massa, ms ini dituliskan sebagai :
ms

bdv

sist

..

(4)

Bentuk integral ini diberikan agar analisis terhadap perubahan ruang dapat dilakukan.
Dengan mengacu pada takrif dari sifat-sifat fluida ekstensif dan intensif di muka, maka
sifat ekstensif dari sistem dan volume kontrol, dapat dituliskan sebagai :
B

bdv

sist

dan B

bdv

vk

..

(5)

Laju perubahan sifat ekstensif B, ini di dalam sistem yang ditinjau dituliskan sebagai :
dB
d

dt
dt

bdv

(6)

sist

Bentuk diferensial d/dt dari persamaan (6) kadang-kadang dituliskan D/Dt yang
menggambarkan perubahan sifat-sifat partikel fluida yang ditinjau atau suatu sistem
terhadap waktu. Bentuk diferensial D/Dt disebut pula turunan materi (material
derivative). Secara matematis bentuk D/Dt tidak berbeda dengan d/dt, namun notasi
khusus diberikan dengan maksud bahwa penyelesaian menekankan terhadap partikelpertikel fluida yang sama.
Persamaan transformasi volume kontrol ini diterangkan sebagai berikut :
Dipandang suatu volume kontrol fluida tak berubah yang pada waktu t, berimpit dengan
sistemnya. Pada waktu t + t terjadi perubahan sistem seperti terlihat dalam Gambar 4 .
4.
Vdt

I
II

III

Sistem pada waktu t


+ t

b
dA

a. volume elemen III


dv3 = - v. b.dA.t

Volume Kontrol dan

Vdt

Sistem pada t
dA

a. volume elemen I
dv3 = - v. b.dA.t

Gambar 4.4. Sistem dan volume kontrol tak berubah

Menurut Gambar 4 .4, besaran B dalam persamaan (7) dinyatakan dengan :


Bsist (t + t) = BIII (t + t) + BII (t + t) (8) dan
Bsist (t) = BII (t) + BII (t)

(9)

Berdasarkan persamaan (8) dan persamaan (9), persamaan (7) dapat dituliskan
sebagai:

dBsist
B t t BII t t BII t BI t
lim III
dt
t
lim

= lim t 0

B II t t B II t
t 0
t

lim

(10)

B III t t B I t
.
t

(11)

Bentuk yang pertama dari ruas kanan menyatakan perubahan sifat fluida B dalam
volume kontrol yang tak berubah dan dinyatakan sebagai :
Bvk

bdv , dan derivatif terhadap waktu dinyatakan sebagai

vk

bdv ,

... (12)

dalam hal ini derivatif partikel digunakan karena hasil maupun b akan

vk

merupakan fungsi dari waktu dan ruang.


Pada bentuk terakhir ruas kanan persamaan (11) diperoleh dari Gambar 4 .4, bahwa :

B III t t

bdv .

VIII

B I (t t )

bdv

VI

bdv bV .dA.t

VIII

AIII

(13a)

. (13b)

dan

. (13c)

bdv bV .dA.t

VI

..................................................

AI

(13d)

Sehingga,

B III (t t ) B I (t t )

AIII

bV .dA.t ( ) bV .dA.t
AI

bV .dA.t

mk

bV .dA.t

AIII AI

..............................

(14)

dengan mk menyatakan permukaan kontrol. Persamaan (14) ini menyatakan jumlah


massa yang keluar masuk volume kontrol dengan membawa sifat ekstensif B. Dan
apabila persamaan (13) dan persamaan (14) dimasukkan ke dalam persamaan (11)
maka menjadi :
dBsist

dt
t

bdV bV .dA

vk

............................................. (15)

mk

Persamaan (15) ini disebut dengan persamaan transformasi derivatif waktu sifat
ekstensif B dari variabel sistem ke variabel volume kontrol. Bentuk pertama dari
persamaan (15) ini menyatakan perubahan sifat ekstensif B dari material di dalam
volume kontrol, sedangkan bentuk ke-2 menyatakan perubahan B karena terjadi
transformasi massa melalui batas-batas volume kontrol.

4.3.

Persamaan-persamaan dasar

4.3.1. Kesinambungan (continuity)


Kesinambungan diartikan sebagai hukum konservasi massa dan dikatakan bahwa :
massa fluida dalam suatu sistem adalah tetap (konstan). Dalam simbol matematika
hukum konservasi massa ini dinyatakan sebagai :
dm
0
dt

...................................................................

(16)

Sesuai dengan Tabel 4 .1 dan persamaan (15) maka apabila sifat ekstensif B = ms,
maka sifat intensif, b = 1 dan persamaan (15) dapat dituliskan sebagai :
dm

dt
t

bdV Vda 0

cv

.................................................. (17)

mk

Bentuk I dari persamaan (17) mendapatkan perubahan massa fluida di dalam volume
kontrol bertotal terhadap waktu dan bentuk ke II menyatakan bahwa laju pengumpulan
massa di dalam volume adalah perbedaan antara laju massa yang masuk dan keluar
volume kontrol.
Contoh :
Suatu tanki dengan diameter D = 1 m, tinggi h = 50 cm akan diisi oleh air dari pipa
dengan diameter dalam d = 7,5 mm. Air meninggalkan pipa dengan kecepatan tetap V =
2 m/detik. Tentukan waktu yang dibutuhkan untuk mengisi tanki sampai penuh.
Penyelesaian:
d
V = 2m/det

h
y(t)

Gambar 4.5. Gambar contoh soal 1


Seperti tertera dalam Gambar 4 .1, diambil volume kontrol tetap (tak berubah) mengikuti
bentuk tanki.
Dituliskan persamaan konservasi massa :

dV

Vk

V .dA 0

mk

Dari Gambar 4 .5 akumulasi massa di dalam volume kontrol adalah :

dV

Vk

D 2
Y (t )
4

Dan laju perubahan massanya dinyatakan sebagai :

D 2

Y (t )

Karena air merupakan fluida tak termampatkan (incompressible) maka kerapatan selalu
tetap dan dapat dikeluarkan dari bentuk integral. Sedangkan tinggi air di dalam tanki, Y
(t) merupakan fungsi waktu saja.
Maka bentuk persamaan differensial parsial dapat diubah menjadi persamaan
differensial biasa :

D 2 dY
d

t Vk
4 dt

Dan bentuk ke dua persamaan kontinyuitas menjadi :

d 2

V
.
dA

mk
Tanda negatif menunjukkan aliran masuk ke dalam volume kontrol. Apbila disubtitusikan
kembali ke dalam persamaan kontinyuitas akan menjadi :
D 2 dy
d2
V
4 dt
4
D 2 yt C Vd 2

Harga konstanta C dapat dicari dengan memasukkan harga batas. Pada t = 0, y = 0 dan
pada t = T, y = h maka :
T

h
d
V

1,23 jam

Bentuk volume kontrol dapat berbentuk tetap (finite) tetapi dapat berbentuk tak tetap
(infinitesmal). Kontrol volume tak tetap dipakai apabila variabel = variabel aliran berubah
secara kontinyu sebagai fungsi yang berubah menurut tempat (spasial).
Pada bentuk volume kontrol tak tetap dipakai deret Taylor untuk menentukan bentuk
variabel-variabel aliran. Dalam fungsi sembarang f (x), bentuk fungsi f (x+x) menurut
deret Taylor dinyatakan sebagai berikut :

x x

f ( x) f ' x

1!

f " x

................................. (18)

Karena x mempunyai harga sangat kecil maka x2 dan peningkatan selanjutnya juga
sangat kecil sehingga bentuk perkaliannya juga mempunyai harga sangat kecil
mendekati nol.
Ditinjau suatu aliran satu arah dan satu dimensi ke sumbu x, dengan volume kontrol
berbentuk kubus mempunyai dimensi masing-masing y, z, dan dx.

Vk

Vyx

Vyx

Vyz dx
x

dx

Gambar 4.6. Volume kontrol aliran satu arah satu dimensi ke sumbu x

Berdasarkan Gambar 4 .6, dari persamaan kontinyuitas maka dapat dituliskan : Massa
fluida di dalam volume kontrol pada sembarang waktu, adalah :

d yzdx

Vk

.......................................................... (19)

Perubahan massa per satuan waktu

d
yzdx

t Vk
t

............................................. (20)

Massa fluida yang masuk ke dalam volume kontrol adalah - VZy dan yang
meninggalkan volume kontrol adalah :
Vzy

Vzy dx
x

Dan massa netto yang masuk dan keluar volume kontrol dapat dituliskan sebagai :

V .dA Vzy Vzy x Vzy dx

................................... (21)

mk

V .dA x Vzy dx

....................................................................... (22)

mk

Dengan demikian apabila persamaan (20) dan (22) disubtitusikan ke dalam persamaan
kontinyuitas (pers.17) menjadi :

V =0
t
x

..........................................................................

(23)

Dari persamaan (23) tersebut dapat diketahui tiga kondisi, yaitu :


a. aliran tunak (steady flow) : aliran tunak menyatakan bahwa karakteristik aliran
bebas terhadap waktu, atau
d
V 0
dt

0 . Dengan demikian persamaan (23) menjadi


t

(24)

dan dapat diintegrasikan menjadi :


V = konstanta

(25)

konstanta dalam persamaan (25) menyatakan laju aliran massa persatuan luas
yang sering disebut flux massa.
b. Aliran tak mampat (incompressible flow)
Pada aliran tak mampat mempunyai kerapatan yang tetap,

0
t

dan

Azas ke takmampatan ini tidak akan mempengaruhi

perubahan kecepatan terhadap tempat dan waktu untuk aliran tak mampat,
persamaan (23) menjadi :
V = f(t)

V
0 dengan penyelesaian umum adalah
x

.. (26)

Persamaan (26) akan memberikan pengertian bahwa pada aliran tak mampat
pada satu waktu tertentu kecepatan akan sama di semua tempat dan pada
waktu lain kecepatan akan berubah meskipun tetap sama disetiap tempat.
c. Aliran tak mampat tunak (incompressibble steady flow)
Pada aliran tak mampat tunak, persamaan (23) akan berbentuk :
dV
0 , dengan penyelesaian umum adalah : V = konstanta . (27)
dx
Persamaan (27) akan memberikan pengertian bahwa kecepatan akan sama
pada setiap tempat dan waktu.

10

Pada beberapa rancang bangun kerekayasaan fluida, banyak sistem aliran yang
mempunyai penampang lintang berubah secara gradual seperti diterangkan dalam
Gambar 4 .7.
Sumbu
lintasan aliran

Gambar 4.7. Profil kecepatan tipikal yang melalui penampang lintang berubah secara
gradual.
Gambar 4 .7 menggambarkan aliran tiga arah dan tiga dimensi (aliran bergerak ke 3
arah, kecepatan berubah 3 arah). Persamaan aliran ini akan sukar untuk diselesaikan
karena membutuhkan analisis numerik dan pemrograman komputer.
Agar dapat diselesaikan maka aliran harus disederhanakan menjadi aliran satu arah
satu dimensi. Upaya penyederhanaan ini dilakukan dengan memakai dua pendekatan,
yaitu: (1) aliran dianggap bergerak satu arah saja, dengan memilih satu arah yang
dominan sedangkan dua arah lain yang mempunyai kecepatan lebih kecil; (ii) dianggap
bahwa aliran mempunyai profil kecepatan yang sama. Dua asumsi dalam aliran ini
digambarkan dalam Gambar 4 .8. Aliran yang dilaksanakan ini disebut aliran satu arah
dan satu dimensi semu.

Sumbu
lintasan aliran

Gambar 4.8. Gambar profil kecepatan pada aliran satu arah satu dimensi semu

Untuk menjabarkan persamaan kontinyuitas pada tipe aliran satu arah satu dimensi
semu ini dapat dilakukan dengan melihat aliran pada volume kontrol seperti tergambar
pada Gambar 4 .9.

VA

Vk

A(x)

11
dx

Gambar 4.9. Aliran melalui volume kontrol pada lairan satu arah dan satu dimendi.
Dari Gambar 4 .9,

d
Adx

t Vk
t

V .dA

mk

VA dx
x

Sehingga persamaan kontinuitas menjadi :


A

VA 0
t x

Untuk aliran steady


0 maka :
t

d
VA 0, VA kons tan ta
dx

. (28)

Contoh :
Minyak mengalir dari satu pipa vertikal menetes ke permukaan air. Minyak mengapung
di permukaan air dan membentuk lingkaran.
Tetapkanlah suatu persamaan kontinyuitas gerakan tetesan minyak di atas air.
Anggaplah gerakan minyak mempunyai kecepatan sama ke arah radial.

cv

12
dr

Ambillah suatu kontrol seperti tergambar dengan ketebalan noda minyak , volume
kontrol tak terhingga dr, jarak kontrol volume dari sumbu pipa r dan variabel waktu t,
gerakan minyak dianggap hanya kearah radial.
Massa di dalam volume kontrol adalah :

d 2rdr

maka t

2rdr
t

Apabila r variabel bebas dan tidak tergantung pada waktu t maka massa adalah:

2 rdr sedang massa yang masuk dan meninggalkan volume kontrol :


t

v .d

V 2r dr
r

, maka persamaan kontinyuitas :

rV 0
t r r

4.3.2. Persamaan Newton II


Persamaan Neewton II disebut juga persamaan momentum dan dinyatakan bahwa :
resultante gaya yang bekerja pada sistem adalah sama dengan laju perubahan
momentum sistem dan dituliskan sebagai :

m.a

D
Dt

v d

.......................................

(29)

sist

Dengan memakai persamaan (15), b = v maka persamaan momentum dapat dituliskan:

v d v v .dA

vk

.............................

(30)

mk

Dalam pemakaian persamaan Newton II, besarnya total gaya F meliputi seluruh gayagaya yang bekerja pada volume kontrol termasuk gaya-gaya permukaan dan body
forces, yaitu gaya-gaya yang disebabkan oleh gravitasi dan bidang magnetic.

13

Gaya-gaya permukaan yang bekerja pada permukaan volume kontrol yang disebabkan
oleh interaksi fluida di luar kontrol pada fluida di dalam volume kontrol. Gaya-gaya
permukaan disebut pula tegangan (stress). Gaya permukaan yang searah dengan muka
volume kontrol disebut gaya geser (shear stress) sedangkan gaya yang bekerja tegak
lurus muka volume kontrol disebut gaya normal (normal stress).
4.3.3. Hukum Thermodinamika I
Hukum thermodinamika I disebut pula persamaan energi. Persamaan energi ini
dinyatakan sebagai :
Laju transfer panas terhadap sistem dikurangi laju kerja yang dihasilkan sistem adalah
sama dengan perubahan energi di dalam sistem", dan dapat dituliskan dalam simbol
matematika sebagai :
Q W

Dimana :

D
Dt

...........................................

(31)

Q = laju transfer panas


W = laju kerja (work)

t = enegi spseifik. Adalah total energi kinetis, energi potensial dan energi internal.
Bentuk-bentuk energi lain seperti energi khemis, listrik maupun nuklir tidak termasuk
yang ditinjau dalam mekanika fluida.

v2
gz u
2

v2
= energi kinetis
3

gz = energi potensial

u = energi internal
Dari persamaan (15) maka persamaan energi (persamaan 31) dapat dituliskan sebagai :
Q W

4.4.

d v .dA

vk

(32)

Persamaan Aliran (Equation of Motion)

4.4.1. Persamaan Euler


Ditinjau satu aliran satu arah satu dimensi dalam keadaan tunak (steady). Volume
kontrol berbentuk silinder, dengan penampang lintang tegak lurus aliran dA, dan panjang
ds, mempunyai berat = W

14

ds

2
V+dV P
2

V2

dz

P+dp
V1

P1

dW=gdsdA

datum

Gambar 4.10. Volume kontrol pada aliran satu arah satu dimensi berbentuk silinder
dengan berbagai komponen gaya

Dari Gambar 4 .10: komponen gaya yang bekerja pada volume kontrol adalah tekanan
dan beratnya sendiri (gaya-gaya kekentalan berbentuk tegangan geser diabaikan) :
Gaya tekan : p dA (p + dp)dA = - dp dA
Gaya berat ke arah aliran : -g ds dA (dz/ds
Massa : dM= ds dA
Percepatan : a

d 2 s d ds
dV ds dV
dV

V

2
dt dt
dt
dt ds
ds
dt

Hukum Newton II : F = m.a


dp dA g dA dz dsdA V

dV
ds

.................................................

(33)
Apabila persamaan (32) dibagi dA akan menghasilkan persamaan Euler satu dimensi :
dp
VdV gdz 0

.......................................................................

(34)
Untuk aliran tak mampat, persamaan (34) dibagi gn menghasilakan :
V2
dp
z 0
d

2g

..........................................................

(35)

Untuk aliran dengan kerapatan seragam :

15

p V2

z 0 ...............................

2
g

(36)

4.4.2. Persamaan Bernoulli


Untuk aliran tunak satu dimensi dengan kerapatan seragam disepanjang aliran,
persamaan Euler satu dimensi (pers.36) dapat untuk menentukan persamaan gerakan
aliran dari dua tempat yang ditinjau dari Gambar 4 .10, akan dicari persamaan aliran
dari titik 1 ke titik 2.

p V2

z 0
2g

Persamaan (36) :
Diintergalkan menjadi :
Rumus

p V2

z = konstanta = H ..............................................

2g

(37)

Atau

p1 V12
p V2

z1 2 2 z 2

2g

2g

(38)

.............................................

Contoh Pemakaian Persamaan Bernoulli :


Sebuah pipa mengeluarkan air dari suatu danau alam. Permukaan danau
terletak pada elevasi 90 m dari permukaan laut (dpl). Mulut pipa terletak pada elevasi 60
dpl, menghadap keatas dan membentuk sudut 30o, sehingga air terpancar bebas
membentuk suatu parabola. Apabila diameter pipa adalah 300 mm dan pada mulut pipa
berdiameter 105 mm.
Tentukanlah :
1. Kecepatan pancaran air pada puncak parabola
2. Tinggi tekan pipa berturut-turut pada elevasi 78 dpl dan 59 dpl.
1

Penyelesaian :

EL.90

EL.78
2

300mm
5

3
EL.59

EL.60
125 mm

16

Ditinjau dari titik 1 ke titik 4, dipakai persamaan Bernoulli pada aliran :


p1 V12
p
V2

Z1 4 4 Z 4

2g

2g
p1
p 4 V12
V 42

,
0,
90 60 30, V 4 24,3m / d

2g
2g

Maka V5 = V4 cos 30o = 21,0 m/det


Debit = 24,3 x

0,125 2 =0,3 m/det


4

Ditinjau aliran dari titik (2) ke titik (4) :


Q2 = Q4
V2 A2 = V4A4

VV
V2 4 4
A2

24,3

4 0,125

4 0,300

4,58m

p 2 V 22
p V2

Z2 4 4 Z4

2g

2g
p2
24,3 2 78 21 2 60
0

2 10
2 10

p2

=11,1 m, dengan cara yang sama dapat pula diperoleh :

p3

30,1m

17

5. ALIRAN LAMINAR DAN TURBULEN


Pada fluida nyata, kekentalan (viscosity) menimbulkan tahanan pada gerakan fluida
yang disebabkan oleh gaya gesek antar partikel fluida dan antara partikel fluida dengan
dinding pembatas. Agar terjadi aliran harus ada kerja untuk melawan gaya tahanan
tersebut dan dalam proses ini energi diubah menjadi kalor. Kekentalan juga
menyebabkan terjadinya dua regim aliran. Hal ini seringkali menyebabkan timbulnya
aliran yang sama sekali berbeda dari aliran yang ditimbulkan oleh fluida ideal. Efek
kekentalan pada profil kecepatan menyebabkan asumsi keseragamann distribusi
kecepatan menjadi tidak valid. Penurunan persamaan Euler pada analisis 2 dimensi
dapat mengikutsertakan tegangan geser fluida nyata disamping gaya normal dan
tekanan yang sudah diperhitungkan sebelumnya. Hasilnya akan merupakan persamaan
diferensial parsial non linier orde 2 yang disebut persamaan Navier-Stokes.
Penyelesaian persamaan ini dengan menggunakan penyelesaian analitik jarang
ditemukan. Oleh karena itu, seorang insinyur harus menggunakan hasil percobaan,
metode semi-empiris, dan simulasi numeris untuk menyelesaiakan persoalan ini. Hal ini
memerlukan pengertian tentang berbagai fenomena fisik pada aliran fluida antara lain
adanya laminaritas dan turbulensi.
Pada aliran laminar, agitasi gerakan bentuk fuida hanya merupakan kejadian dalam
skala molekular sehingga dalam skala makro dapat dikatakan molekul bebas hambatan.
Pada pengamatan dalam skala makroskopis, partikel-partikel ini ditahan oleh viskositas
sehingga bergerak secara paralel membentuk suatu lapisan aliran. Tegangan geser
antara lapisan-lapisan bergerak yang terbentuk dalam aliran laminar ditentukan atau
dicari dengan viskositas dan didefenisikan secara lengkap melalui suatu persamaan
diferensial.

dv
................................................................ (1)
dy

Dari persamaan di atas, tegangan merupakan produk dari viskositas dan gradien
kecepatan (lihat Gambar 5 .11). Jika aliran laminar terganggu oleh kekasaran dinding
pipa atau gangguan yang lain, gangguan-gangguan tersebut diredam oleh faktor
viskositas sehingga aliran kembali menjadi teratur atau normal. Aliran laminar cukup
stabil untuk beberapa jenis gangguan tetapi sebaliknya dengan aliran turbulen. Pada
aliran turbulen, partikel-partikel fluida tidak membentuk lapisan tetapi bergerak dalam
bentuk aliran yang heterogen, meluncur saling mengejar di antara partikel-partikelnya
18

dan beberapa diantaranya bertabrakan cukup parah atau tidak teratur yang terbentuk
dalam suatu aliran deras dan kontinyu pada suatu pencampuran fluida yang bergerak,
dengan skala yang lebih besar dan lebih hebat daripada skala molekul pada aliran
laminar.

Gambar 5.11. Lapisan aliran fluida pada aliran laminer

Gerakan acak dan berputar-putar yang teramati pada aliran turbulen menandakan
bahwa gaya inersia (yang berhubungan dengan percepatan selama gerak terjadi) dan
gaya viskos (yang dipengaruhi oleh viskositas), keduanya mungkin berpengaruh.
Saat aliran didominasi oleh gaya viskos, kemungkinan besar aliran yang terbentuk
adalah aliran laminar. Sebaliknya, aliran yang terbentuk akan turbulen jika aliran
didominasi oleh gaya inersianya. Karakteristik-karakteristik
ini didemonstrasikan oleh
v + dv
Lapisanperalatan-peralatan
fluida
Reynolds dengan
seperti yang terlihat pada Gambar 5 .12.

Lapisan fluida
v

dy
dv

19

Gambar 5.12. Skema percobaan Reynolds


zat
C
warna
Air bergerak mengalir dari tanki melalui pipa kaca bermuly lebar dan besarnya laju alir
dikendalikan oleh katup A. Sebuah pipa kecil atau tube B menghubungkan zat warna
air
dalam sebuah
reservoir dengan mulut pipa kaca. Dengan kecepatan yang rendah dalam
A atau pipa kecil tidak akan
pipa kaca, filamen tipis zat warna yang dikeluarkan dari tube
berdifusi tetapi hanya membentuk suatu aliran tipis yang lurus dan sejajar dengan
B
sumbu pipa. Saat katup dibuka dan kecepatan yang lebih besar dijalankan maka filamen
zat warna menjadi bergelombang dan rusak, dan pada akhirnya berdifusi melalui air
yang mengalir di pipa. Reynold menemukan bahwa kecepatan rata-rata saat filamen zat
warna mulai rusak (disebut kecepatan kritis) bergantung pada derajat kediaman air
dalam tangki. Kecepatan kritis yang lebih besar akan diperoleh dengan ketenangan air
dalam tangki. Dia juga menemukan bahwa jika filamen zat warna telah berdifusi,
penurunan kecepatan akan menjadi sangat penting untuk mengembalikannya namun
hal tersebut hampir selalu terjadi pada kecepatan rata-rata yang sama.
Karena adanya pencampuran aliran yang terjadi pada aliran yang menyebabkan
terjadinya difusi zat warna dalam bentuk filamen, Reynolds menarik kesimpulan bahwa
pada kecepatan rendah, pencampuran tidak terjadi dan partikel-partikel fluida bergerak
secara paralel, saling berkejaran secara dekat namun tidak bercampur, inilah yang
disebut sebagai rezim aliran laminar. Sebaliknya pada kecepatan tinggi, filamen zat
warna terdifusi sepanjang pipa dan secara nyata saling bercampur diantara partikel20

partikel fluida dan hal inilah yang disebut aliran turbulen. Aliran laminar dapat berubah
menjadi aliran turbulen pada kecepatan kritis di atas kecepatan kritis saat hal sebaliknya
(aliran turbulen menjadi aliran laminar) dapat terjadi. Kecepatan saat aliran laminer
berubah menjadi turbulen disebut sebagai kecepatan kritis atas (upper critical velocity)
dan kecepatan saat aliran turbulen berubah menjadi laminer disebut sebagai kecepatan
kritis rendah (lower critical velocity).
Bukti lain yang memperlihatkan adanya dua rezim aliran dapat diperoleh dari ilustrasi
sederhana pada Gambar 5 .13. Di sini, perbedaan tekanan di antara dua titik sepanjang
pipa panjang dan lurus diukur dengan menggunakan manometer melalui beda tinggi (h)
yang berhubungan dengan kecepatan rata-rata v. Untuk nilai v yang rendah, plot antara
h dan v menghasilkan garis lurus (h V), namun pada nilai v yang lebih tinggi
menghasilkan hubungan h dan V seperti kurva parabolik (h v2 ) (lihat Gambar 5 .13).

Mendekati
parabola h v2
h
v

Garis lurus
hv
Gambar 5.13. Skema percobaan penentuan v kritis

Secara nyata, pada kasus pertama (v rendah) aliran adalah laminar danBpada kasus
kedua adalah aliran hadalah turbulen. Di antara kedua rezim aliran,
A terdapat rezim
transisi seiring dengan perubahan kecepatan. Pada Gambar
V kritis
bawah

5 .13, seiring dengan


v

V kritis
atas

21

naiknya v data mengikuti garis 0ABCD tetapi penurunan v akan menghasilkan data yang
mengikuti garis DCA0. Dari hasil ini dan juga melalui pengamatan Reynolds dapat
disimpulkan bahwa titik A dan B adalah titik bawah dan titik atas kecepatan kritis.
Akhirnya, Reynolds dapat mengeneralisir beberapa kesimpulannya yang diperoleh
melalui percobaan aliran zat warna melalui sebuah persamaan dengan memasukkan
suatu bilangan tak berdimensi R (Reynold number) seperti yang terlihat di bawah ini :
R

vd

or

vd
...................................................... (2)

Dimana v adalah kecepatan rata-rata dalam pipa, d adalah diameter pipa, adalah
densitas fluida, dan adalah viskositas fluida. Reynold menemukan bahwa nilai kritis
bilangan reynold (R) tertentu dapat menentukan batas bawah dan atas kecepatan fluida
untuk semua jenis fluida dan ukuran pipa. Reynold menyimpulkan bahwa terdapat suatu
nilai Reynold yang menjadi batas antara aliran laminar dan turbulen untuk semua jenis
fluida yang mengalir dalam pipa. Batas atas dari aliran laminar tidak tentu dan
bergantung atau dipengaruhi oleh beberapa kondisi yaitu : (1) kondisi ketenangan atau
kediaman awal fluida, (2) bentuk dari jalur atau pintu masuk pipa, dan (3) kekasaran
pipa, dan ketiga nilai tersebut dibutuhkan dalam praktek. Berbeda dengan aliran laminar,
batas bawah terjadinya aliran turbulen ditentukan atau digambarkan oleh suatu bilangan
Reynold. Pada kondisi di bawah nilai R ini, semua aliran turbulen akan teredam oleh
viskositas sehingga membentuk aliran laminar. Dari hasil eksperimen yang dilakukan
diperoleh bawah batas bawah nilai R untuk aliran turbulen adalah sekitar 2100.
Konsep nilai kritis Reynold menggambarkan kedua rezim aliran merupakan suatu
cara yang sangat baik dalam menjelaskan secara singkat berbagai fenomena aliran.
Dengan mengaplikasikan konsep ini pada aliran dalam pipa silinder, para engineer
dapat meramalkan bahwa aliran bersifat laminar jika R < 2100 dan bersifat turbulen
untuk R 2100. Bagaimanapun juga, Reynold Number adalah suatu nilai yang sangat
dipengaruhi oleh batas-batas geometri.

Untuk aliran di antara dinding paralel (menggunakan kecepatan rata-rata v dan d


adalah jarak), Rc 1000 (sekitar/mendekati/diantara)

Untuk aliran pada suatu saluran terbuka lebar (menggunakan kecapatan ratarata v dan d adalah kedalaman air), Rc 500

Untuk aliran dalam bola (menggunakan pendekatan kecapatan v dan d adalah


diameter bola), Rc 1

22

Sebaiknya, nilai bilangan Reynold ditentukan melalui hasil eksperimen dikarenakan sifat
turbulen yang cukup kompleks. Saat ini berbagai metode analitis dikembangkan untuk
keperluan tersebut.
Sebenarnya R merupakan ratio antara gaya inersia terhadap gaya viskos yang terdapat
dalam aliran. Saat R bernilai rendah, aliran didominasi oleh viskositas dan saat

bernilai besar, sifat aliran didominasi oleh gaya inersia. Satu hal yang lebih penting ialah
sifat aliran laminar dan turbulen tidak hanya ditentukan oleh kecepatan aliran. Aliran
laminar (R kecil) dikenali melalui kecepatan rendah, skala kecil (pipa dengan diameter
kecil) dan merupakan aliran dengan nilai viskositas kinematik yang tinggi. Aliran turbulen
(R besar) dikenali melalui kecepatan alirannya yang tinggi pada skala yang lebih besar
dan merupakan fluida dengan nilai viskositas kinematik yang rendah.

23

Anda mungkin juga menyukai