Bentuk integral dalam ilmu-ilmu rekayasa (engineering science) sangat penting karena
sejumlah besaran dalam kerekayasaan berbentuk integral, misalnya: (i) debit
merupakan bentuk integral kecepatan aliran terhadap luas bidang (penampang) alir, (ii)
gaya merupakan integral kerapatan terhadap volume, dan masih banyak bentuk-bentuk
integral lain.
Agar persamaan integral dapat diselesaikan maka bentuk integral (integrand) haruslah
diketahui lebih dulu atau tersedia informasi sehingga persamaan integral dapat disusun
dan bentuk integral dapat diselesaikan. Jika integral tidak diketahui atau tidak dapat
diketahui maka persamaan diferensial tidak dapat disusun dan diselesaikan.
Besaran integral yang utama di dalam mekanika fluida terkandung oleh tiga hukum
dasar yaitu masing-masing : (i) hukum konservasi (kekekalan massa), (ii) hukum
pertama thermodinamika, dan (iii) hukum Newton II.
Ketiga hukum dasar tersebut dinyatakan dalam bentuk suatu sistem, yaitu diartikan
sebagai kumpulan partikel-partikel materi yang tetap. Sebagai contoh diambil suatu
aliran fluida melalui suatu pipa pada saat t dan mengalir ke hilir pada waktu t + t
perubahan bentuk sistem dari t ke t + t digambarkan dalam Gambar 4 .1.
Sistem pada
waktu t
Sistem pada
waktu t + t
Contoh yang diberikan dalam Gambar 4 .1 tadi batas-batas dari sistem bersifat tetap,
namun dalam beberapa hal fluida melalui sistem dengan batas tak jelas sehingga tidak
mungkin untuk menelusuri partikel-partikel massa fluida secara individu dan dibutuhkan
suatu alternatif pemecahan lain.
Di dalam analisis gerakan fluida dikenal dua pendekatan, yaitu masing-masing (i)
Lagrang (lagrangian approach), dan (ii) Euler (Euler approach).
Pendekatan Lagrang menekankan pada individu partikel yang telah diidentifikasi, sifatsifat thermodinamika (misal : , dan lain-lain) dan sifat-sifat aliran (R, V, a dan lain-lain)
adalah fungsi waktu hanya pada suatu partikel yang ditinjau, misalnya t = 0, dan diikuti
oleh partikel berikutnya. Apabila suatu partikel berkisar pada suatu lokasi (Xo, Yo, Zo)
dalam sistem koordinat bertalian, maka kecepatan dan percepatan dinyatakan sebagai:
dR dV d 2 R
,
2
dt dt
dt
(1)
Dengan : R merupakan vektor jarak diukur dari suatu titik sebagai fungsi waktu t seperti
terlihat pada Gambar 4 .2.
Disini R = R (Xo, Yo, Zo, t) adalah konstan dan menyatakan partikel yang
ditinjau. Apabila setiap partikel dalam suatu kurun tertentu, t maka deskripsi gerakan
fluida dapat terbentuk dengan lengkap.
Waktu t = 0
R
X
Pendekatan Euler lebih menekankan pada sifat-sifat fluida. Oleh sebab itu sifat-sifat
thermodinamika dan sifat-sifat aliran lebih dapat dinyatakan sebagai sifat kumpulan
partikel-partikel fluida, sehingga dalam pendekatan Euler ini sifat-sifat fluida dinyatakan
sebagai funsi dari tempat dan waktu, atau misalnya :
Kecepatan, V = f(x, y, z, t)
.. (2a)
Tekanan, = f(x, y, z, t)
.. (2b)
a. Nozzle
b. Balon
mengempis
c.
udara
disekitar
mengalir
benda
mengapung
Sebetulnya ketiga hukum dasar yang mengatur gerakan fluida merupakan pendekatan
Euler dimana kita dapat menentukan suatu region di dalam suatu ruang dengan aliran
fluida yang melewatinya. Untuk itu dibutuhkan persamaan transformasi yang merubah
pendekatan Lagrang ke pendekatan Euler.
4.2.
b. sifat ekstensif :
Sembarang sifat fluida ekstensif dapat diubah menjadi sifat intensif, yaitu dengan
membaginya dengan jumlah massanya. Biasanya sifat intensif yang berasal dari
perubahan bilangan ekstensif disebut mempunyai nama dengan tambahan kata spesifik
dibelakangnya, misalnya volume spesifik, energi spesifik dan lain-lain. Hal perubahan ini
berlaku untuk semua sifat-sifat fluida baik berbentuk skala maupun vektor.
Berdasarkan hubungan perubahan tersebut, sembarang sifat ekstensif B dapat
dinyatakan dengan sifat intensifnya, b dengan
B
ms
Tabel
(3)
intensifnya.
Sifat Fluida
Sifat Ekstensif, B
Massa
Momentum linier
Momentum sudut
Energi kinetik
Sifat intensif, b
ms
ms V
ms (r x V)
1
ms v 2
2
1
V
RxV
v2
2
bdv
sist
..
(4)
Bentuk integral ini diberikan agar analisis terhadap perubahan ruang dapat dilakukan.
Dengan mengacu pada takrif dari sifat-sifat fluida ekstensif dan intensif di muka, maka
sifat ekstensif dari sistem dan volume kontrol, dapat dituliskan sebagai :
B
bdv
sist
dan B
bdv
vk
..
(5)
Laju perubahan sifat ekstensif B, ini di dalam sistem yang ditinjau dituliskan sebagai :
dB
d
dt
dt
bdv
(6)
sist
Bentuk diferensial d/dt dari persamaan (6) kadang-kadang dituliskan D/Dt yang
menggambarkan perubahan sifat-sifat partikel fluida yang ditinjau atau suatu sistem
terhadap waktu. Bentuk diferensial D/Dt disebut pula turunan materi (material
derivative). Secara matematis bentuk D/Dt tidak berbeda dengan d/dt, namun notasi
khusus diberikan dengan maksud bahwa penyelesaian menekankan terhadap partikelpertikel fluida yang sama.
Persamaan transformasi volume kontrol ini diterangkan sebagai berikut :
Dipandang suatu volume kontrol fluida tak berubah yang pada waktu t, berimpit dengan
sistemnya. Pada waktu t + t terjadi perubahan sistem seperti terlihat dalam Gambar 4 .
4.
Vdt
I
II
III
b
dA
Vdt
Sistem pada t
dA
a. volume elemen I
dv3 = - v. b.dA.t
(9)
Berdasarkan persamaan (8) dan persamaan (9), persamaan (7) dapat dituliskan
sebagai:
dBsist
B t t BII t t BII t BI t
lim III
dt
t
lim
= lim t 0
B II t t B II t
t 0
t
lim
(10)
B III t t B I t
.
t
(11)
Bentuk yang pertama dari ruas kanan menyatakan perubahan sifat fluida B dalam
volume kontrol yang tak berubah dan dinyatakan sebagai :
Bvk
vk
bdv ,
... (12)
dalam hal ini derivatif partikel digunakan karena hasil maupun b akan
vk
B III t t
bdv .
VIII
B I (t t )
bdv
VI
bdv bV .dA.t
VIII
AIII
(13a)
. (13b)
dan
. (13c)
bdv bV .dA.t
VI
..................................................
AI
(13d)
Sehingga,
B III (t t ) B I (t t )
AIII
bV .dA.t ( ) bV .dA.t
AI
bV .dA.t
mk
bV .dA.t
AIII AI
..............................
(14)
dt
t
bdV bV .dA
vk
............................................. (15)
mk
Persamaan (15) ini disebut dengan persamaan transformasi derivatif waktu sifat
ekstensif B dari variabel sistem ke variabel volume kontrol. Bentuk pertama dari
persamaan (15) ini menyatakan perubahan sifat ekstensif B dari material di dalam
volume kontrol, sedangkan bentuk ke-2 menyatakan perubahan B karena terjadi
transformasi massa melalui batas-batas volume kontrol.
4.3.
Persamaan-persamaan dasar
...................................................................
(16)
Sesuai dengan Tabel 4 .1 dan persamaan (15) maka apabila sifat ekstensif B = ms,
maka sifat intensif, b = 1 dan persamaan (15) dapat dituliskan sebagai :
dm
dt
t
bdV Vda 0
cv
.................................................. (17)
mk
Bentuk I dari persamaan (17) mendapatkan perubahan massa fluida di dalam volume
kontrol bertotal terhadap waktu dan bentuk ke II menyatakan bahwa laju pengumpulan
massa di dalam volume adalah perbedaan antara laju massa yang masuk dan keluar
volume kontrol.
Contoh :
Suatu tanki dengan diameter D = 1 m, tinggi h = 50 cm akan diisi oleh air dari pipa
dengan diameter dalam d = 7,5 mm. Air meninggalkan pipa dengan kecepatan tetap V =
2 m/detik. Tentukan waktu yang dibutuhkan untuk mengisi tanki sampai penuh.
Penyelesaian:
d
V = 2m/det
h
y(t)
dV
Vk
V .dA 0
mk
dV
Vk
D 2
Y (t )
4
D 2
Y (t )
Karena air merupakan fluida tak termampatkan (incompressible) maka kerapatan selalu
tetap dan dapat dikeluarkan dari bentuk integral. Sedangkan tinggi air di dalam tanki, Y
(t) merupakan fungsi waktu saja.
Maka bentuk persamaan differensial parsial dapat diubah menjadi persamaan
differensial biasa :
D 2 dY
d
t Vk
4 dt
d 2
V
.
dA
mk
Tanda negatif menunjukkan aliran masuk ke dalam volume kontrol. Apbila disubtitusikan
kembali ke dalam persamaan kontinyuitas akan menjadi :
D 2 dy
d2
V
4 dt
4
D 2 yt C Vd 2
Harga konstanta C dapat dicari dengan memasukkan harga batas. Pada t = 0, y = 0 dan
pada t = T, y = h maka :
T
h
d
V
1,23 jam
Bentuk volume kontrol dapat berbentuk tetap (finite) tetapi dapat berbentuk tak tetap
(infinitesmal). Kontrol volume tak tetap dipakai apabila variabel = variabel aliran berubah
secara kontinyu sebagai fungsi yang berubah menurut tempat (spasial).
Pada bentuk volume kontrol tak tetap dipakai deret Taylor untuk menentukan bentuk
variabel-variabel aliran. Dalam fungsi sembarang f (x), bentuk fungsi f (x+x) menurut
deret Taylor dinyatakan sebagai berikut :
x x
f ( x) f ' x
1!
f " x
................................. (18)
Karena x mempunyai harga sangat kecil maka x2 dan peningkatan selanjutnya juga
sangat kecil sehingga bentuk perkaliannya juga mempunyai harga sangat kecil
mendekati nol.
Ditinjau suatu aliran satu arah dan satu dimensi ke sumbu x, dengan volume kontrol
berbentuk kubus mempunyai dimensi masing-masing y, z, dan dx.
Vk
Vyx
Vyx
Vyz dx
x
dx
Gambar 4.6. Volume kontrol aliran satu arah satu dimensi ke sumbu x
Berdasarkan Gambar 4 .6, dari persamaan kontinyuitas maka dapat dituliskan : Massa
fluida di dalam volume kontrol pada sembarang waktu, adalah :
d yzdx
Vk
.......................................................... (19)
d
yzdx
t Vk
t
............................................. (20)
Massa fluida yang masuk ke dalam volume kontrol adalah - VZy dan yang
meninggalkan volume kontrol adalah :
Vzy
Vzy dx
x
Dan massa netto yang masuk dan keluar volume kontrol dapat dituliskan sebagai :
................................... (21)
mk
V .dA x Vzy dx
....................................................................... (22)
mk
Dengan demikian apabila persamaan (20) dan (22) disubtitusikan ke dalam persamaan
kontinyuitas (pers.17) menjadi :
V =0
t
x
..........................................................................
(23)
(24)
(25)
konstanta dalam persamaan (25) menyatakan laju aliran massa persatuan luas
yang sering disebut flux massa.
b. Aliran tak mampat (incompressible flow)
Pada aliran tak mampat mempunyai kerapatan yang tetap,
0
t
dan
perubahan kecepatan terhadap tempat dan waktu untuk aliran tak mampat,
persamaan (23) menjadi :
V = f(t)
V
0 dengan penyelesaian umum adalah
x
.. (26)
Persamaan (26) akan memberikan pengertian bahwa pada aliran tak mampat
pada satu waktu tertentu kecepatan akan sama di semua tempat dan pada
waktu lain kecepatan akan berubah meskipun tetap sama disetiap tempat.
c. Aliran tak mampat tunak (incompressibble steady flow)
Pada aliran tak mampat tunak, persamaan (23) akan berbentuk :
dV
0 , dengan penyelesaian umum adalah : V = konstanta . (27)
dx
Persamaan (27) akan memberikan pengertian bahwa kecepatan akan sama
pada setiap tempat dan waktu.
10
Pada beberapa rancang bangun kerekayasaan fluida, banyak sistem aliran yang
mempunyai penampang lintang berubah secara gradual seperti diterangkan dalam
Gambar 4 .7.
Sumbu
lintasan aliran
Gambar 4.7. Profil kecepatan tipikal yang melalui penampang lintang berubah secara
gradual.
Gambar 4 .7 menggambarkan aliran tiga arah dan tiga dimensi (aliran bergerak ke 3
arah, kecepatan berubah 3 arah). Persamaan aliran ini akan sukar untuk diselesaikan
karena membutuhkan analisis numerik dan pemrograman komputer.
Agar dapat diselesaikan maka aliran harus disederhanakan menjadi aliran satu arah
satu dimensi. Upaya penyederhanaan ini dilakukan dengan memakai dua pendekatan,
yaitu: (1) aliran dianggap bergerak satu arah saja, dengan memilih satu arah yang
dominan sedangkan dua arah lain yang mempunyai kecepatan lebih kecil; (ii) dianggap
bahwa aliran mempunyai profil kecepatan yang sama. Dua asumsi dalam aliran ini
digambarkan dalam Gambar 4 .8. Aliran yang dilaksanakan ini disebut aliran satu arah
dan satu dimensi semu.
Sumbu
lintasan aliran
Gambar 4.8. Gambar profil kecepatan pada aliran satu arah satu dimensi semu
Untuk menjabarkan persamaan kontinyuitas pada tipe aliran satu arah satu dimensi
semu ini dapat dilakukan dengan melihat aliran pada volume kontrol seperti tergambar
pada Gambar 4 .9.
VA
Vk
A(x)
11
dx
Gambar 4.9. Aliran melalui volume kontrol pada lairan satu arah dan satu dimendi.
Dari Gambar 4 .9,
d
Adx
t Vk
t
V .dA
mk
VA dx
x
VA 0
t x
0 maka :
t
d
VA 0, VA kons tan ta
dx
. (28)
Contoh :
Minyak mengalir dari satu pipa vertikal menetes ke permukaan air. Minyak mengapung
di permukaan air dan membentuk lingkaran.
Tetapkanlah suatu persamaan kontinyuitas gerakan tetesan minyak di atas air.
Anggaplah gerakan minyak mempunyai kecepatan sama ke arah radial.
cv
12
dr
Ambillah suatu kontrol seperti tergambar dengan ketebalan noda minyak , volume
kontrol tak terhingga dr, jarak kontrol volume dari sumbu pipa r dan variabel waktu t,
gerakan minyak dianggap hanya kearah radial.
Massa di dalam volume kontrol adalah :
d 2rdr
maka t
2rdr
t
Apabila r variabel bebas dan tidak tergantung pada waktu t maka massa adalah:
v .d
V 2r dr
r
rV 0
t r r
m.a
D
Dt
v d
.......................................
(29)
sist
v d v v .dA
vk
.............................
(30)
mk
Dalam pemakaian persamaan Newton II, besarnya total gaya F meliputi seluruh gayagaya yang bekerja pada volume kontrol termasuk gaya-gaya permukaan dan body
forces, yaitu gaya-gaya yang disebabkan oleh gravitasi dan bidang magnetic.
13
Gaya-gaya permukaan yang bekerja pada permukaan volume kontrol yang disebabkan
oleh interaksi fluida di luar kontrol pada fluida di dalam volume kontrol. Gaya-gaya
permukaan disebut pula tegangan (stress). Gaya permukaan yang searah dengan muka
volume kontrol disebut gaya geser (shear stress) sedangkan gaya yang bekerja tegak
lurus muka volume kontrol disebut gaya normal (normal stress).
4.3.3. Hukum Thermodinamika I
Hukum thermodinamika I disebut pula persamaan energi. Persamaan energi ini
dinyatakan sebagai :
Laju transfer panas terhadap sistem dikurangi laju kerja yang dihasilkan sistem adalah
sama dengan perubahan energi di dalam sistem", dan dapat dituliskan dalam simbol
matematika sebagai :
Q W
Dimana :
D
Dt
...........................................
(31)
t = enegi spseifik. Adalah total energi kinetis, energi potensial dan energi internal.
Bentuk-bentuk energi lain seperti energi khemis, listrik maupun nuklir tidak termasuk
yang ditinjau dalam mekanika fluida.
v2
gz u
2
v2
= energi kinetis
3
gz = energi potensial
u = energi internal
Dari persamaan (15) maka persamaan energi (persamaan 31) dapat dituliskan sebagai :
Q W
4.4.
d v .dA
vk
(32)
14
ds
2
V+dV P
2
V2
dz
P+dp
V1
P1
dW=gdsdA
datum
Gambar 4.10. Volume kontrol pada aliran satu arah satu dimensi berbentuk silinder
dengan berbagai komponen gaya
Dari Gambar 4 .10: komponen gaya yang bekerja pada volume kontrol adalah tekanan
dan beratnya sendiri (gaya-gaya kekentalan berbentuk tegangan geser diabaikan) :
Gaya tekan : p dA (p + dp)dA = - dp dA
Gaya berat ke arah aliran : -g ds dA (dz/ds
Massa : dM= ds dA
Percepatan : a
d 2 s d ds
dV ds dV
dV
V
2
dt dt
dt
dt ds
ds
dt
dV
ds
.................................................
(33)
Apabila persamaan (32) dibagi dA akan menghasilkan persamaan Euler satu dimensi :
dp
VdV gdz 0
.......................................................................
(34)
Untuk aliran tak mampat, persamaan (34) dibagi gn menghasilakan :
V2
dp
z 0
d
2g
..........................................................
(35)
15
p V2
z 0 ...............................
2
g
(36)
p V2
z 0
2g
Persamaan (36) :
Diintergalkan menjadi :
Rumus
p V2
z = konstanta = H ..............................................
2g
(37)
Atau
p1 V12
p V2
z1 2 2 z 2
2g
2g
(38)
.............................................
Penyelesaian :
EL.90
EL.78
2
300mm
5
3
EL.59
EL.60
125 mm
16
Z1 4 4 Z 4
2g
2g
p1
p 4 V12
V 42
,
0,
90 60 30, V 4 24,3m / d
2g
2g
VV
V2 4 4
A2
24,3
4 0,125
4 0,300
4,58m
p 2 V 22
p V2
Z2 4 4 Z4
2g
2g
p2
24,3 2 78 21 2 60
0
2 10
2 10
p2
p3
30,1m
17
dv
................................................................ (1)
dy
Dari persamaan di atas, tegangan merupakan produk dari viskositas dan gradien
kecepatan (lihat Gambar 5 .11). Jika aliran laminar terganggu oleh kekasaran dinding
pipa atau gangguan yang lain, gangguan-gangguan tersebut diredam oleh faktor
viskositas sehingga aliran kembali menjadi teratur atau normal. Aliran laminar cukup
stabil untuk beberapa jenis gangguan tetapi sebaliknya dengan aliran turbulen. Pada
aliran turbulen, partikel-partikel fluida tidak membentuk lapisan tetapi bergerak dalam
bentuk aliran yang heterogen, meluncur saling mengejar di antara partikel-partikelnya
18
dan beberapa diantaranya bertabrakan cukup parah atau tidak teratur yang terbentuk
dalam suatu aliran deras dan kontinyu pada suatu pencampuran fluida yang bergerak,
dengan skala yang lebih besar dan lebih hebat daripada skala molekul pada aliran
laminar.
Gerakan acak dan berputar-putar yang teramati pada aliran turbulen menandakan
bahwa gaya inersia (yang berhubungan dengan percepatan selama gerak terjadi) dan
gaya viskos (yang dipengaruhi oleh viskositas), keduanya mungkin berpengaruh.
Saat aliran didominasi oleh gaya viskos, kemungkinan besar aliran yang terbentuk
adalah aliran laminar. Sebaliknya, aliran yang terbentuk akan turbulen jika aliran
didominasi oleh gaya inersianya. Karakteristik-karakteristik
ini didemonstrasikan oleh
v + dv
Lapisanperalatan-peralatan
fluida
Reynolds dengan
seperti yang terlihat pada Gambar 5 .12.
Lapisan fluida
v
dy
dv
19
partikel fluida dan hal inilah yang disebut aliran turbulen. Aliran laminar dapat berubah
menjadi aliran turbulen pada kecepatan kritis di atas kecepatan kritis saat hal sebaliknya
(aliran turbulen menjadi aliran laminar) dapat terjadi. Kecepatan saat aliran laminer
berubah menjadi turbulen disebut sebagai kecepatan kritis atas (upper critical velocity)
dan kecepatan saat aliran turbulen berubah menjadi laminer disebut sebagai kecepatan
kritis rendah (lower critical velocity).
Bukti lain yang memperlihatkan adanya dua rezim aliran dapat diperoleh dari ilustrasi
sederhana pada Gambar 5 .13. Di sini, perbedaan tekanan di antara dua titik sepanjang
pipa panjang dan lurus diukur dengan menggunakan manometer melalui beda tinggi (h)
yang berhubungan dengan kecepatan rata-rata v. Untuk nilai v yang rendah, plot antara
h dan v menghasilkan garis lurus (h V), namun pada nilai v yang lebih tinggi
menghasilkan hubungan h dan V seperti kurva parabolik (h v2 ) (lihat Gambar 5 .13).
Mendekati
parabola h v2
h
v
Garis lurus
hv
Gambar 5.13. Skema percobaan penentuan v kritis
Secara nyata, pada kasus pertama (v rendah) aliran adalah laminar danBpada kasus
kedua adalah aliran hadalah turbulen. Di antara kedua rezim aliran,
A terdapat rezim
transisi seiring dengan perubahan kecepatan. Pada Gambar
V kritis
bawah
V kritis
atas
21
naiknya v data mengikuti garis 0ABCD tetapi penurunan v akan menghasilkan data yang
mengikuti garis DCA0. Dari hasil ini dan juga melalui pengamatan Reynolds dapat
disimpulkan bahwa titik A dan B adalah titik bawah dan titik atas kecepatan kritis.
Akhirnya, Reynolds dapat mengeneralisir beberapa kesimpulannya yang diperoleh
melalui percobaan aliran zat warna melalui sebuah persamaan dengan memasukkan
suatu bilangan tak berdimensi R (Reynold number) seperti yang terlihat di bawah ini :
R
vd
or
vd
...................................................... (2)
Dimana v adalah kecepatan rata-rata dalam pipa, d adalah diameter pipa, adalah
densitas fluida, dan adalah viskositas fluida. Reynold menemukan bahwa nilai kritis
bilangan reynold (R) tertentu dapat menentukan batas bawah dan atas kecepatan fluida
untuk semua jenis fluida dan ukuran pipa. Reynold menyimpulkan bahwa terdapat suatu
nilai Reynold yang menjadi batas antara aliran laminar dan turbulen untuk semua jenis
fluida yang mengalir dalam pipa. Batas atas dari aliran laminar tidak tentu dan
bergantung atau dipengaruhi oleh beberapa kondisi yaitu : (1) kondisi ketenangan atau
kediaman awal fluida, (2) bentuk dari jalur atau pintu masuk pipa, dan (3) kekasaran
pipa, dan ketiga nilai tersebut dibutuhkan dalam praktek. Berbeda dengan aliran laminar,
batas bawah terjadinya aliran turbulen ditentukan atau digambarkan oleh suatu bilangan
Reynold. Pada kondisi di bawah nilai R ini, semua aliran turbulen akan teredam oleh
viskositas sehingga membentuk aliran laminar. Dari hasil eksperimen yang dilakukan
diperoleh bawah batas bawah nilai R untuk aliran turbulen adalah sekitar 2100.
Konsep nilai kritis Reynold menggambarkan kedua rezim aliran merupakan suatu
cara yang sangat baik dalam menjelaskan secara singkat berbagai fenomena aliran.
Dengan mengaplikasikan konsep ini pada aliran dalam pipa silinder, para engineer
dapat meramalkan bahwa aliran bersifat laminar jika R < 2100 dan bersifat turbulen
untuk R 2100. Bagaimanapun juga, Reynold Number adalah suatu nilai yang sangat
dipengaruhi oleh batas-batas geometri.
Untuk aliran pada suatu saluran terbuka lebar (menggunakan kecapatan ratarata v dan d adalah kedalaman air), Rc 500
22
Sebaiknya, nilai bilangan Reynold ditentukan melalui hasil eksperimen dikarenakan sifat
turbulen yang cukup kompleks. Saat ini berbagai metode analitis dikembangkan untuk
keperluan tersebut.
Sebenarnya R merupakan ratio antara gaya inersia terhadap gaya viskos yang terdapat
dalam aliran. Saat R bernilai rendah, aliran didominasi oleh viskositas dan saat
bernilai besar, sifat aliran didominasi oleh gaya inersia. Satu hal yang lebih penting ialah
sifat aliran laminar dan turbulen tidak hanya ditentukan oleh kecepatan aliran. Aliran
laminar (R kecil) dikenali melalui kecepatan rendah, skala kecil (pipa dengan diameter
kecil) dan merupakan aliran dengan nilai viskositas kinematik yang tinggi. Aliran turbulen
(R besar) dikenali melalui kecepatan alirannya yang tinggi pada skala yang lebih besar
dan merupakan fluida dengan nilai viskositas kinematik yang rendah.
23