Anda di halaman 1dari 3

UU No 22 Th 2001 ttg Migas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA


Perkara Nomor 20/PUU-V/2007

I.

JADWAL PERMOHONAN
I.1 Surat permohonan tertanggal 09 Juli 2007
I.2 Registrasi permohonan tertanggal 13 Juli 2007

II.

PARA PEMOHON
Zainal Arifin, Sonny Keraf, Alvin Lie, Ismayatun, Hendarso Hadiparmono,
Bambang Wuyanto, Dradjad Wibowo, Tjatur Sapto Edy.
KUASA HUKUM
Januardi S. Haribowo, S.H., dkk.

III. POKOK PERKARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22


TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI
A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN
- sebanyak 1 (satu) norma :
1. Pasal 11 Ayat (2)
Setiap kontrak kerja sama yang sudah ditandatangani harus diberitahukan
secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
B. NORMA UUD 1945 SEBAGAI ALAT PENGUJI
- sebanyak 4 (empat ) norma:
1. Pasal 11 Ayat (2)
Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang
menimbulkan akibat yang luas dan mandasar bagi kehidupan rakyat yang
terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan
atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.
2.

Pasal 20A Ayat (1)


Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan
fungsi pengawasan.

3.

Pasal 33 Ayat (3)


Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

4.

Pasal 33 Ayat (4)


Perekonomian nasional diselenggaraka berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

UU No 22 Th 2001 ttg Migas

IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING)


- Berdasarkan Pasal 51 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang MK-RI, Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau
kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang.
- Bahwa para Pemohon mendalilkan dalam permohonan pengujian UndangUndang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi adalah selaku
anggota DPR-RI maupun perorangan warga negara Indonesia yang
diwakili oleh Kuasa Hukum Januardi S. Haribowo. dkk.
V.

NORMA KERUGIAN KONSTITUSIONAL PEMOHON


Bahwa Mahkamah dalam Putusan Nomor 006/PUU-V/2005 dan putusan-putusan
selanjutnya telah menentukan lima syarat kerugian hak dan/atau kewenangan
konstitusional sebagaimana dimaksud Pasal 51 Ayat (1) UU MK, sebagai berikut:
a. adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;
b. bahwa hak konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah
dirugikan oleh suatu undang-undang yang diuji;
c. bahwa kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik
(khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran
yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan
berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji;
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka
kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.

VI. KERUGIAN YANG DIALAMI OLEH PARA PEMOHON BAIK SEBAGAI


ANGGOTA DPR-RI MAUPUN PERORANGAN WARGA NEGARA
INDONESIA DENGAN BERLAKUNYA PASAL 11 AYAT (2) UNDANGUNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS
BUMI.
- Kerugian yang dialami para Pemohon yaitu kehilangan hak konstitusional
sebagai anggota DPR-RI untuk memberikan persetujuan atau menolak
memberikan persetujuan atas berbagai perjanjian/kontrak Internasional terkait
dengan pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas alam yang mempunyai
akibat luas bagi kehidupan rakyat.
- Kerugian yang dialami para Pemohon yaitu kehilangan hak konstitusional
sebagai perorangan WNI adalah akibat perjanjian/kontrak Internasional
terkait dengan pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas alam secara
langsung maupun tidak langsung juga akan merugikan Negara, yang berarti
juga dapat merugikan para Pemohon sebagai warga Negara untuk
mendapatkan kesempatan sebesar-besarnya manfaat atas pengelolaan sumber
daya alam.
VII. ALASAN
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
karena :
1. Bahwa para Pemohon mendalilkan ketentuan Pasal 11 Ayat (2) UU a quo,
perjanjian/kontrak kerjasama (KKS) antara pemerintah cq. BP Migas dengan
pihak kontraktor hanya diberitahukan kepada DPR-RI melalui salinan atau
copy perjanjian yang telah ditandatangani oleh pemerintah cq. BP Migas

UU No 22 Th 2001 ttg Migas

dengan pihak kontraktor. KKS yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 11 Ayat
(2) UU a quo yakni Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain
dalam kegiatan Eksplorasi (kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi
mengenai kondisi geologi untuk menemukan cadangan minyak dan gas bumi
di suatu wilayah).
2. Menurut ketentuan Pasal 11 Ayat (2) UUD 1945, sebelum ditandatangani
pemerintah harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan DPR-RI, bukan
hanya sekedar pengiriman salinan copy perjanjian/kontrak secara tertulis saja
yang dikirimkan kepada DPR-RI. Ada beberapa perjanjian/kontrak yang
dilakukan pemerintah cq. BP Migas dengan kontraktor nyata-nyata
menimbulkan pendapatan yang besar bagi Negara antara lain:
- Production Sharing Contract antara BP Migas dan Lasmo Indonesia
Limited dan Unocal Muara Bakau, Ltd. Tertanggal 30 Desember 2002
dengan area kontrak Muara Bakau;
- Production Sharing Contract antara BP Migas dan Sebana Ltd. Tertanggal
14 Oktober 2003 dengan area kontrak Bulu; dan lain-lain sebagainya.
3. Bahwa tanpa adanya persetujuan atau pun penolakan dari DPR-RI terhadap
perjanjian/kontrak yang akan ditandatangani oleh pemerintah cq. BP Migas
dengan pihak kontraktor tersebut, berdampak terhadap :
- DPR-RI tidak dapat mengawasi lebih awal beberapa banyak pendapatan
yang diperoleh dari pengelolaan minyak dan gas bumi serta sejauh apa
dampaknya pengelolaan sumber daya alam dari kontrak-kontrak tersebut
terhadap kemakmuran rakyat;
- Pengawasan terhadap pengelolaan, apakah dikelola sesuai dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan
lingkungan.
4. Bahwa menurut para Pemohon, ukuran tolak ukur dari pejanjian internasional
yang menimbulkan akibat luas bagi kehidupan rakyat, sehingga harus ada
persetujuan dari DPR-RI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Ayat (2)
UUD 1945, terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan
perubahan atau pembentukan undang-undang.
VIII. PETITUM
1. Mengabulkan permohonan Pemohon seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa materi muatan Pasal 11 Ayat (2) Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, bertentangan dengan Pasal
11 Ayat (2), Pasal 20A Ayat (1) serta Pasal 33 Ayat (3) dan Ayat (4) UUD
1945;
3. Menyatakan bahwa materi muatan Pasal 11 Ayat (2) Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana tersebut dalam
angka 2 di atas tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan
segala akibatnya.

Anda mungkin juga menyukai