OLEH
KELOMPOK 1
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI...............................................................................3
2.1 Klasifikasi Tanaman Nilam....................................................................3
2.2 Kandungan Nilam...................................................................................3
2.3 Jenis-jenis Nilam....................................................................................4
BAB III METODE PENGOLAHAN...................................................................6
3.1 Proses Pengolahan Minyak Nilam..........................................................6
3.2 Proses Pengolahan Limbah Minyak Nilam............................................7
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................9
4.1 Pengolahan Minyak Nilam.....................................................................9
4.2 Pengolahan Limbah Minyak Nilam......................................................16
BAB V PENUTUP...............................................................................................18
5.1 Kesimpulan...........................................................................................18
5.2 Saran.....................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.11Latar Belakang
Indonesia merupakan negara penghasil minyak nilam terbesar di dunia
yang memenuhi kebutuhan minyak nilam dunia dengan pangsa pasar 90%.
Pada tahun 2004, ekspor nilam Indonesia mencapai 2074 ton atau senilai
US$ 27,137 juta. Namun, beberapa tahun terakhir posisinya mulai terancam
oleh negara Cina, India, dan Vietnam.
Minyak Nilam adalah salah satu jenis minyak atsiri, yang cukup penting.
Minyak atsiri adalah minyak yang dihasilkan dari proses metabolisme
sekunder tanaman yang mempunyai aroma, mudah menguap, larut dalam
alkohol dan biasanya tersusun dari senyawa terpen atau sesquiterpen. Oleh
karena sifatnya yang demikian, minyak atsiri dinamakan juga dengan minyak
terbang (Volatile oil), minyak eteris atau minyak atrisi. Dalam perdagangan
dunia minyak atsiri disebut dengan essential oil.
Minyak nilam Indonesia sangat digemari pasar Amerika dan Eropa
terutama digunakan untuk bahan baku industry pembuatan minyak wangi,
kosmetika, farmasi dan industri yang lainnya. Minyak nilam (patchouli oil)
diperoleh dari proses penyulingan daun nilam (Pogostemon cablin Benth).
Dalam industri parfum, minyak nilam digunakan sebagai bahan fixative
(pengikat wewangian) yang sampai saat ini belum dapat disintesis.
Budidaya dan produksi pengolahan minyak nilam di Indonesia umumnya
dilakukan petani dan agroindustri penyulingan nilam yang menggunakan
teknologi yang masih tradisional dan memiliki keterbatasan di bidang
pengetahuan ekstraksi minyak nilam sehingga pengawasan terhadap mutunya
sangat kurang diperhatikan. Selain itu, masalah lain yang mereka hadapi
adalah masalah permodalan, baik dalam budidaya tanaman nilam maupun
pengolahannya. Keterbatasan itulah yang mendorong dilakukannya upaya
optimalisasi nilai tambah setiap komuditas pertanian khususnya produksi
pengolahan minyak nilam pada tingkat petani desa. Dalam perspektif
optimalisasi tersebut, peran agroindustri sebagai wahana ekstraksi nilai
2.
3.
4.
1.31Tujuan
1.
BAB II
LANDASAN TEORI
Tanaman nilam merupakan tanaman perdu wangi berdaun halus dan
berbatang segiempat. Daun kering tanaman ini disuling untuk mendapatkan
minyak nilam yang banyak digunakan diidang industri. Fungsi utama minyak
nilam sebagai bahan baku pengikat dan sebagai bahan eteris untuk parfum agar
aroma keharumannya bertahan lebih lama. Selain itu minyak nilam digunakan
sebagai bahan campuran produk kosmetika, kebutuhan industri makanan,
kebutuhan aromaterapi serta berbagai kebutuhan industri lainnya.
2.11Klasifikasi Tanaman Nilam
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Sub-kingdom
Divisi
Super Divisi
Kelas
Sub-kelas
: Asteridae
Ordo
: Lamiales
Famili
: Lamiaceae
Genus
: Pogostemon
Spesies
: Pogostemon sp.
2.21Kandungan Nilam
Minyak nilam mengandung beberapa senyawa, antara lain benzaldehid
(2,34%), kariofilen (17,29%), a-patchoulien (28,28%), buenesen (11,76%), dan
patchouli alkohol (40,04%). Sementara itu, kandungan minyak dalam batang,
cabang, atau ranting jauh lebih kecil (0,4-0,5%) daripada bagian daun (5-6%).
Standar mutu minyak nilam belum seragam untuk seluruh dunia. Setiap negara
menentukan sendiri standar minyak nilamnya. Indonesia menetapkan standar
mutu minyak nilam untuk ekspor dengan berat jenis 0,943-0,983, indeks bias
1,504-1,514, bilangan ester maksimum 10,0, bilangan asam 5,0, warna kuning
muda sampai cokelat, dan tidak tercampur dengan bahan lain.
2.31Jenis-jenis Nilam
Nilam (Pogostemon sp.), termasuk familia Labiatae dan umumnya dikenal
dengan nama Patchouli, tumbuh berupa semak setinggi kurang lebih 1 m, baik di
dataran tinggi maupun di dataran rendah. Di Indonesia dikenal 3 jenis nilam,
yaitu Pogostemon Cablin disebut Nilam Aceh, Pogostemon Heyneanus disebut
Nilam Jawa, dan Pogostemon Hortensis disebut Nilam Sabun (Sobardini,
Suminar & Murgayanti, 2006).
Pogostemon Cablin
Pogostemon Heyneanus
Sering juga dinamakan nilam jawa berasal dari India, disebut juga nilam
kembang karena dapat berkembang. Kandungan minyaknya lebih rendah 2-3
kali lipat dari nilam aceh, yaitu berkisar antara 0,5-1,5%. Namun, nilam jawa
lebih tahan terhadap penyakit layu bakteri dan nematoda dibanding nilam
aceh. Wahyuno dan Sukamto (2010) juga melaporkan bahwa nilam jawa
tahan terhadap penyakit budok yang disebabkan oleh jamur Synchytrium
pogostemonis .
Pogostemon Hortensis
volume dan nilainya relatif meningkat setiap tahun. Kekhasan aroma, warna, dan
komponen yang terkandung dalam minyak nilam asal Indonesia merupakan
kelebihan tersendiri sehingga pasaran minyak ini menjadi suatu primadona dalam
bisnis minyak atsiri internasional (Nugroho, 2008).
Sentra tanaman nilam di Indonesia tersebar di beberapa provinsi Sumatera,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan beberapa wilayah lain yang belum tercatat
sebagai wilayah produsen minyak nilam. Sebaran di wilayah Sumatera terdapat di
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu
dan Lampung. Di wilayah Kalimantan mulai dikembangkan di Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Tengah, wilayah Sulawesi meliputi Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara sedangkan untuk
wilayah Jawa seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Barat.
Keunggulan minyak nilam asal Indonesia telah dikenal di berbagai negara
pengimpor minyak nilam seperti Amerika, Perancis, Belanda, Jerman, Jepang,
Singapura, Hongkong, Mesir dan Arab Saudi. Minyak nilam dalam industri
digunakan sebagai bahan fiksasi yaitu bahan pengikat yang belum dapat
digantikan oleh minyak lain sampai dengan saat ini. Selain itu, minyak nilam
merupakan minyak atsiri yang tidak dapat dibuat secara sintesis.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka perlu disiapkan panduan bagi
petani/kelompok tani, petugas lapangan dan pelaku usaha dalam menerapkan dua
perlakuan pascapanen yang baik dan benar dalam bentuk Pedoman Teknis
Pascapanen yang mengacu pada prinsip-prinsip Good Agricultural Practices
(GAP) dan Good Handling Practices (GHP) untuk menghasilkan minyak nilam
yang bermutu. Keberhasilan penanganan pascapanen sangat tergantung dari mutu
bahan baku dari kegiatan budidaya oleh karena itu penanganan proses produksi di
kebun juga harus memperhatikan dan menerapkan cara budidaya yang baik dan
benar. Penerapan GAP dan GHP menjadi jaminan bagi konsumen bahwa produk
yang dipasarkan diperoleh dari hasil serangkaian proses yang efisien, produktif
dan ramah lingkungan. Dengan demikian, petani akan mendapatkan nilai tambah
berupa insentif peningkatan harga dan jaminan pasar (Natawidjaya, 2012).
BAB III
METODE PENGOLAHAN
3.11Proses Pengolahan Minyak Nilam
3.21Proses
Pengolahan
Limbah
Minyak
Nilam
A. Pupuk
Cair Organik
LIMBAH EKSTAKSI
NILAM + DAUN KACANG
TANAH
UJI KADAR
N, P, K
PENDINGINAN SUHU
KAMAR
FERMENTASI 14
HARI
AIR,
MOLASE
BAKTERI EM4
8%
PADATA
N
FILTRASI
FILTRAT
ANALISA KADAR N, P, K
DENGAN KJEHLDAL,
SPEKTROPHOTOMETER
DAN
FLAMEPHOTOMETER
PUPUK CAIR
ORGANIK
B. Dupa dan
LIMBAH PADAT
PENYULINGAN
MINYAK
Obat Nyamuk Bakar
ATSIRI
PENGGILINGAN DAN
PENYARINGAN 80 MESH
PENIMBANGAN
BAHAN-BAHAN
GOM+ONGGOK+
BENZOAT+AIR
PANAS (A)
A+LIMBAH
PENYULINGAN MINYAK
AW, SW DAN NL+TK
PENCETAKAN DAN
PENGERINGAN PADA
OVEN 65OC
7
PRODU
Keterangan:
AW = akar wangi, SW = sereh wangi, NL = nilam
TK = tempurung kelapa
BAB IV
PEMBAHASAN
4.11Pengolahan Minyak Nilam
A. Panen
1.
nilam dapat dilakukan pada umur 6-8 bulan setelah tanam. Sebaiknya
cabang-cabang tingkat pertama tidak dipanen terutama pada musim kemarau.
Minimal satu cabang ditinggalkan untuk menstimulir pertumbuhan cabangcabang baru dan mencegah kematian tanaman terlalu cepat. Panen biasanya
dilakukan dengan pemangkasan rumpun diatas cabang kedua atau sekitar 1520 cm dari atas permukaan tanah. Produksi terna pertama masih rendah
(sekitar 50-75% dari produk normal). Panen berikutnya dapat dilakukan
setiap 4-6 bulan sekali tergantung dari curah hujan dan kesuburan tanah. Bila
panen dilakukan menjelang musim kemarau, regenerasi tunas biasanya lebih
lambat. Dalam keadaan demikian panen dapat diundur menjadi 6 bulan, yaitu
menunggu sampai awal musim hujan. Waktu panen perlu diatur sedemikian
rupa (disesuaikan dengan pola hujan), sehinga setelah tanamam dipanen
tidak mengalami musim kering yang terlalu lama.
Panen sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari agar daun tetap
mengandung minyak atsiri yang tinggi. Apabila dilakukan pada siang hari
maka sel-sel daun akan melakukan proses metabolisme yang akan
mengurangi laju pembentukan minyak dan daun kurang elastis, sehingga
kehilangan minyak akan lebih besar karena daun mudah sobek. Begitu pula
dengan adanya transpirasi daun yang lebih cepat menyebabkan jumlah
minyak yang dihasilkan akan berkurang. Pemanenan dilakukan sebelum daun
berubah warna menjadi coklat, karena daun yang demikian telah kehilangan
sebagian minyaknya.
2.
Cara Panen
Cara memanen dapat menggunakan sabit atau ani-ani atau gunting stek.
Hasil Panen
Satu hektar lahan nilam bila dipelihara dengan baik dan mengikuti pola
budidaya yang benar dapat menghasilkan daun basah sekitar 25 ton atau
setara dengan 6,25 ton (25%) daun kering. Hasil ini diperoleh bila
diasumsikan batang/pohon menghasilkan 1 kg daun basah. Hasil panen
dipengaruhi oleh lokasi lahan, jarak tanam, jenis varietas yang ditanam dan
pohon pelindung.
B. Pelayuan dan Pengeringan
Pengeringan/pelayuan dilakukan dengan cara dijemur selama 4 jam yang
diikuti dengan pengering anginan kurang lebih selama 6 hari hingga
mencapai kadar air antara 12-15%. Kadar air yang terkandung dalam daun
ini harus dipertahankan sampai proses penyulingan berlangsung. Bila
penyulingan tidak dapat langsung dilaksanakan, penyimpanan daun kering
disarankan tidak lebih dari satu minggu. Proporsi daun terhadap tangkai yang
terbaik adalah 1:1.
C. Perajangan
Perajangan merupakan upaya mengurangi ketebalan bahan yang
bertujuan agar kelenjar minyak dapat terbuka sebanyak mungkin sehingga
akan terjadi peningkatan difusi yang akan mempercepat penguapan dan
penyulingan minyak nilam. Perajangan sebaiknya dilakukan pada daun nilam
yang telah kering dengan panjang rajangan berkisar 1520 cm. Perajangan
daun segar dapat menyebabkan penurunan rendemen minyak.
10
D. Persiapan SebePenyulingan
Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum penyulingan diantaranya
alat penyuling harus dibersihkan terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan
kontrol terhadap saluran pipa pendingin serta ketersediaan air yang ada pada
bak (kolam) pendingin. Selain itu tempat-tempat penampungan minyak harus
dalam keadaan bersih. Sebelumnya tenaga penyuling (operator) hendaknya
telah mempersiapkan terlebih dahulu.
Langkah selanjutnya yaitu mempersiapkan bahan bakar dalam jumlah
yang cukup, sesuai jenis peralatan penyulingan yang digunakan. Setelah itu
siapkan bahan baku daun kering yang sudah dirajang dan berkualitas baik
dalam jumlah yang sesuai dengan kapasitas atau daya tampung ketel suling.
Rajangan daun nilam kering kemudian dimasukkan dalam ketel
penyulingan. Pengisian ketel harus dilakukan secara merata dan padat pada
seluruh bagian agar uap air yang ada dalam ketel dapat meyebar secara
merata. Sebelum dimasukkan daun hendaknya ditimbang terlebih dahulu
untuk mengetahui perbandingan bahan baku dan hasil yang akan didapatkan
pada proses akhir. Lakukan pengontrolan aliran pemisahan air dan minyak
pada tempat penampungan yang dibuat. Kepadatan nilam dalam penyulingan
yang baik adalah 110 120 gr/liter.
E. Penyulingan
Penyulingan merupakan proses pemisahan komponen yang berupa
cairan dari dua macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan
uap dari masing-masing komponen tersebut. Campuran cairan yang disuling
dapat berupa cairan yang tidak larut (immiscible) dan selanjutnya
membentuk dua fase atau cairan yang saling melarutkan secara sempurna
(miscible) yang hanya membentuk satu fase. Pada prakteknya, penyulingan
campuran cairan dua fase dilakukan untuk memisahkan minyak atsiri dari
bahan tanaman dengan cara penguapan dengan bahan uap air.
Penyulingan uap memerlukan pengawasan tekanan uap yang teliti karena
penyulingan pada tekanan uap yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
rusaknya minyak atau gosong (burnt). Kadar patchouli alkohol merupakan
karakteristik penting dalam minyak karena akhir-akhir ini komponen tersebut
11
Water Distillation
Pada penyulingan dengan air (water distillation), bahan yang akan
12
13
atsiri skala kecil dan menengah. Kelemahannya yaitu jumlah uap yang
dibutuhkan cukup besar. Sejumlah uap akan mengembun dalam jaringan
tanaman, sehingga bahan bertambah basah, dan dapat menyebabkan
penggumpalan bahan. Penggumpalan akan menghambat penetrasi uap ke
dalam bahan dan dapat menyebabkan terbentuknya jalur uap yang
mengakibatkan proses penyulingan kurang sempurna.
Untuk mendapatkan proses penyulingan yang efisien, hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam metode penyulingan air dan uap yaitu 1) ukuran bahan
olah harus seragam, 2) ruang antar bahan cukup (bersifat porous/berongga)
agar uap mudah berpenetrasi, dan 3) pengisian/kepadatan bahan dalam ketel
harus merata agar uap dapat menembus bahan secara merata dan
menyeluruh.
14
c.
Steam Distillation
Pada penyulingan dengan uap, sumber uap panas menggunakan steam
boiler yang letaknya terpisah dari ketel penyuling. Cara penyulingan ini baik
digunakan untuk bahan dari biji-bijian, akar atau kayu yang banyak
mengandung komponen minyak yang bertitik didih tinggi.
Selama proses penyulingan, suhu ketel diawasi agar tidak melampaui
suhu superheated steam. Hal ini bertujuan untuk menghindari pengeringan
bahan yang disuling, yang akan menyebabkan rendemen minyak rendah.
Selain itu, tekanan dan suhu yang terlalu tinggi akan menguraikan komponen
kimia dan dapat mengakibatkan proses resinifikasi minyak. Metode
penyulingan ini kurang baik digunakan untuk bahan yang mengandung
minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan, terutama minyak atsiri
yang berasal dari bunga.
15
16
17
18
BAB V
PENUTUP
5.11Kesimpulan
1.
Pengolahan
2.
ugu
5.21Saran
1.
2.
3.
19
DAFTAR PUSTAKA
Sobardini, Denny, Erni Suminar & Murgayanti. 2006. Perbanyakan Cepat
Tanaman Nilam. Bandung: Universitas Padjadjaran.
Amalia. 2008. Karakteristik Tanaman Nilam di Indonesia. Bogor
Adharini, D. Wulan. 2009. Budidaya dan Penyulingan Tanaman Nilam Aceh.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Nugroho, Adi. 2008. Kondisi Tanaman Nilam. Yogyakarta: Universitas Indonesia
Natawidjaya, Herdradjat. 2012. Pedoman Teknis Penanganan Pascapanen Nilam.
Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan
Santi, S. Soraya. 2008. Kajian Pemanfaatan Limbah Nilam untuk Pupuk Cair
Organik dengan Proses Fermentasi. Surabaya: UPN Veteran
20