Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH AGROINDUSTRI DAN LINGKUNGAN

OPTIMALISASI PRODUKSI ATSIRI NILAM

OLEH
KELOMPOK 1
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JAMBI
2015

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI...............................................................................3
2.1 Klasifikasi Tanaman Nilam....................................................................3
2.2 Kandungan Nilam...................................................................................3
2.3 Jenis-jenis Nilam....................................................................................4
BAB III METODE PENGOLAHAN...................................................................6
3.1 Proses Pengolahan Minyak Nilam..........................................................6
3.2 Proses Pengolahan Limbah Minyak Nilam............................................7
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................9
4.1 Pengolahan Minyak Nilam.....................................................................9
4.2 Pengolahan Limbah Minyak Nilam......................................................16
BAB V PENUTUP...............................................................................................18
5.1 Kesimpulan...........................................................................................18
5.2 Saran.....................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.11Latar Belakang
Indonesia merupakan negara penghasil minyak nilam terbesar di dunia
yang memenuhi kebutuhan minyak nilam dunia dengan pangsa pasar 90%.
Pada tahun 2004, ekspor nilam Indonesia mencapai 2074 ton atau senilai
US$ 27,137 juta. Namun, beberapa tahun terakhir posisinya mulai terancam
oleh negara Cina, India, dan Vietnam.
Minyak Nilam adalah salah satu jenis minyak atsiri, yang cukup penting.
Minyak atsiri adalah minyak yang dihasilkan dari proses metabolisme
sekunder tanaman yang mempunyai aroma, mudah menguap, larut dalam
alkohol dan biasanya tersusun dari senyawa terpen atau sesquiterpen. Oleh
karena sifatnya yang demikian, minyak atsiri dinamakan juga dengan minyak
terbang (Volatile oil), minyak eteris atau minyak atrisi. Dalam perdagangan
dunia minyak atsiri disebut dengan essential oil.
Minyak nilam Indonesia sangat digemari pasar Amerika dan Eropa
terutama digunakan untuk bahan baku industry pembuatan minyak wangi,
kosmetika, farmasi dan industri yang lainnya. Minyak nilam (patchouli oil)
diperoleh dari proses penyulingan daun nilam (Pogostemon cablin Benth).
Dalam industri parfum, minyak nilam digunakan sebagai bahan fixative
(pengikat wewangian) yang sampai saat ini belum dapat disintesis.
Budidaya dan produksi pengolahan minyak nilam di Indonesia umumnya
dilakukan petani dan agroindustri penyulingan nilam yang menggunakan
teknologi yang masih tradisional dan memiliki keterbatasan di bidang
pengetahuan ekstraksi minyak nilam sehingga pengawasan terhadap mutunya
sangat kurang diperhatikan. Selain itu, masalah lain yang mereka hadapi
adalah masalah permodalan, baik dalam budidaya tanaman nilam maupun
pengolahannya. Keterbatasan itulah yang mendorong dilakukannya upaya
optimalisasi nilai tambah setiap komuditas pertanian khususnya produksi
pengolahan minyak nilam pada tingkat petani desa. Dalam perspektif
optimalisasi tersebut, peran agroindustri sebagai wahana ekstraksi nilai

tambah dan inovasi menjadi sangat penting. Pemberdayaan agroindustri


pengolahan nilam skala kecil dan menengah pada tingkat pedesaan
diharapkan mampu meningkatkan pendapatan para petani nilam dan
masyarakat sekitarnya.
1.21Rumusan Masalah
1.

Apa yang dimaksud dengan nilam?

2.

Apakah manfaat dari nilam?

3.

Bagaimana cara mengoptimalkan pengolahan nilam?

4.

Bagaimana cara memanfaatkan limbah nilam?

1.31Tujuan
1.

Mengetahui cara pengolahan nilam agar lebih produktif.

2. Mengetahui cara memanfaatkan limbah nilam sebagai bahan yang


memiliki nilai jual.

BAB II
LANDASAN TEORI
Tanaman nilam merupakan tanaman perdu wangi berdaun halus dan
berbatang segiempat. Daun kering tanaman ini disuling untuk mendapatkan
minyak nilam yang banyak digunakan diidang industri. Fungsi utama minyak
nilam sebagai bahan baku pengikat dan sebagai bahan eteris untuk parfum agar
aroma keharumannya bertahan lebih lama. Selain itu minyak nilam digunakan
sebagai bahan campuran produk kosmetika, kebutuhan industri makanan,
kebutuhan aromaterapi serta berbagai kebutuhan industri lainnya.
2.11Klasifikasi Tanaman Nilam
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Sub-kingdom

: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Super Divisi

: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Kelas

: Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil)

Sub-kelas

: Asteridae

Ordo

: Lamiales

Famili

: Lamiaceae

Genus

: Pogostemon

Spesies

: Pogostemon sp.

2.21Kandungan Nilam
Minyak nilam mengandung beberapa senyawa, antara lain benzaldehid
(2,34%), kariofilen (17,29%), a-patchoulien (28,28%), buenesen (11,76%), dan
patchouli alkohol (40,04%). Sementara itu, kandungan minyak dalam batang,
cabang, atau ranting jauh lebih kecil (0,4-0,5%) daripada bagian daun (5-6%).
Standar mutu minyak nilam belum seragam untuk seluruh dunia. Setiap negara
menentukan sendiri standar minyak nilamnya. Indonesia menetapkan standar
mutu minyak nilam untuk ekspor dengan berat jenis 0,943-0,983, indeks bias
1,504-1,514, bilangan ester maksimum 10,0, bilangan asam 5,0, warna kuning
muda sampai cokelat, dan tidak tercampur dengan bahan lain.

2.31Jenis-jenis Nilam
Nilam (Pogostemon sp.), termasuk familia Labiatae dan umumnya dikenal
dengan nama Patchouli, tumbuh berupa semak setinggi kurang lebih 1 m, baik di
dataran tinggi maupun di dataran rendah. Di Indonesia dikenal 3 jenis nilam,
yaitu Pogostemon Cablin disebut Nilam Aceh, Pogostemon Heyneanus disebut
Nilam Jawa, dan Pogostemon Hortensis disebut Nilam Sabun (Sobardini,
Suminar & Murgayanti, 2006).

Pogostemon Cablin

Nilam aceh diperkirakan berasal dari Filipina atau Semenanjung


Malaysia dan masuk ke Indonesia lebih dari seabad yang lalu. Nilam aceh
mengandung sekitar 2,5-5 % minyak, sehingga banyak diminati oleh petani
maupun pasar.

Pogostemon Heyneanus

Sering juga dinamakan nilam jawa berasal dari India, disebut juga nilam
kembang karena dapat berkembang. Kandungan minyaknya lebih rendah 2-3
kali lipat dari nilam aceh, yaitu berkisar antara 0,5-1,5%. Namun, nilam jawa
lebih tahan terhadap penyakit layu bakteri dan nematoda dibanding nilam
aceh. Wahyuno dan Sukamto (2010) juga melaporkan bahwa nilam jawa
tahan terhadap penyakit budok yang disebabkan oleh jamur Synchytrium
pogostemonis .

Pogostemon Hortensis

Jenis ini hanya terdapat di Banten. Kandungan minyaknya juga rendah,


berkisar antara 0,5-1,5%. Mutu minyaknya juga kurang baik sehingga kurang
diminati oleh pasar (Amalia, 2008).
Selain bermanfaat bagi berbagai ragam kebutuhan industri, masa panen
tanaman nilam relatif singkat dan mempunyai jangka waktu hidup cukup lama.
Proses pemeliharaan dan pengendalian tanaman relatif mudah dan potensi
pasarnya sudah jelas. Pola perdagangan minyak nilam tidak terkena kuota ekspor
dan sampai saat ini belum ditemukan bahan sintetis atau bahan pengganti yang
dapat menyamai manfaat minyak nilam. Sebab itu kondisi dan potensi minyak
nilam tersebut merupakan basic power di sektor industri (Adharini, 2009).
Walaupun kontribusi ekspor minyak nilam relatif kecil, tetapi perkembangan

volume dan nilainya relatif meningkat setiap tahun. Kekhasan aroma, warna, dan
komponen yang terkandung dalam minyak nilam asal Indonesia merupakan
kelebihan tersendiri sehingga pasaran minyak ini menjadi suatu primadona dalam
bisnis minyak atsiri internasional (Nugroho, 2008).
Sentra tanaman nilam di Indonesia tersebar di beberapa provinsi Sumatera,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan beberapa wilayah lain yang belum tercatat
sebagai wilayah produsen minyak nilam. Sebaran di wilayah Sumatera terdapat di
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu
dan Lampung. Di wilayah Kalimantan mulai dikembangkan di Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Tengah, wilayah Sulawesi meliputi Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara sedangkan untuk
wilayah Jawa seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Barat.
Keunggulan minyak nilam asal Indonesia telah dikenal di berbagai negara
pengimpor minyak nilam seperti Amerika, Perancis, Belanda, Jerman, Jepang,
Singapura, Hongkong, Mesir dan Arab Saudi. Minyak nilam dalam industri
digunakan sebagai bahan fiksasi yaitu bahan pengikat yang belum dapat
digantikan oleh minyak lain sampai dengan saat ini. Selain itu, minyak nilam
merupakan minyak atsiri yang tidak dapat dibuat secara sintesis.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka perlu disiapkan panduan bagi
petani/kelompok tani, petugas lapangan dan pelaku usaha dalam menerapkan dua
perlakuan pascapanen yang baik dan benar dalam bentuk Pedoman Teknis
Pascapanen yang mengacu pada prinsip-prinsip Good Agricultural Practices
(GAP) dan Good Handling Practices (GHP) untuk menghasilkan minyak nilam
yang bermutu. Keberhasilan penanganan pascapanen sangat tergantung dari mutu
bahan baku dari kegiatan budidaya oleh karena itu penanganan proses produksi di
kebun juga harus memperhatikan dan menerapkan cara budidaya yang baik dan
benar. Penerapan GAP dan GHP menjadi jaminan bagi konsumen bahwa produk
yang dipasarkan diperoleh dari hasil serangkaian proses yang efisien, produktif
dan ramah lingkungan. Dengan demikian, petani akan mendapatkan nilai tambah
berupa insentif peningkatan harga dan jaminan pasar (Natawidjaya, 2012).

BAB III
METODE PENGOLAHAN
3.11Proses Pengolahan Minyak Nilam

3.21Proses
Pengolahan
Limbah
Minyak
Nilam
A. Pupuk
Cair Organik

LIMBAH EKSTAKSI
NILAM + DAUN KACANG
TANAH

UJI KADAR
N, P, K

DIKERINGKAN PADA OVEN DENGAN


SUHU 100O C SELAMA 4 JAM

PENDINGINAN SUHU
KAMAR

FERMENTASI 14
HARI

AIR,
MOLASE
BAKTERI EM4
8%

PADATA
N

FILTRASI

FILTRAT

ANALISA KADAR N, P, K
DENGAN KJEHLDAL,
SPEKTROPHOTOMETER
DAN
FLAMEPHOTOMETER

PUPUK CAIR
ORGANIK

B. Dupa dan

LIMBAH PADAT
PENYULINGAN
MINYAK
Obat Nyamuk Bakar
ATSIRI

PENJEMURAN DAN PEMISAHAN


DARI BAHAN KONTAMINAN

PENGGILINGAN DAN
PENYARINGAN 80 MESH

PENIMBANGAN
BAHAN-BAHAN

GOM+ONGGOK+
BENZOAT+AIR
PANAS (A)

A+LIMBAH
PENYULINGAN MINYAK
AW, SW DAN NL+TK

PENCETAKAN DAN
PENGERINGAN PADA
OVEN 65OC
7

PRODU

Keterangan:
AW = akar wangi, SW = sereh wangi, NL = nilam
TK = tempurung kelapa

BAB IV
PEMBAHASAN
4.11Pengolahan Minyak Nilam
A. Panen
1.

Umur dan Waktu Panen


Minyak nilam diperoleh dari penyulingan daun dan tangkai nilam. Panen

nilam dapat dilakukan pada umur 6-8 bulan setelah tanam. Sebaiknya
cabang-cabang tingkat pertama tidak dipanen terutama pada musim kemarau.
Minimal satu cabang ditinggalkan untuk menstimulir pertumbuhan cabangcabang baru dan mencegah kematian tanaman terlalu cepat. Panen biasanya
dilakukan dengan pemangkasan rumpun diatas cabang kedua atau sekitar 1520 cm dari atas permukaan tanah. Produksi terna pertama masih rendah
(sekitar 50-75% dari produk normal). Panen berikutnya dapat dilakukan
setiap 4-6 bulan sekali tergantung dari curah hujan dan kesuburan tanah. Bila
panen dilakukan menjelang musim kemarau, regenerasi tunas biasanya lebih
lambat. Dalam keadaan demikian panen dapat diundur menjadi 6 bulan, yaitu
menunggu sampai awal musim hujan. Waktu panen perlu diatur sedemikian
rupa (disesuaikan dengan pola hujan), sehinga setelah tanamam dipanen
tidak mengalami musim kering yang terlalu lama.
Panen sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari agar daun tetap
mengandung minyak atsiri yang tinggi. Apabila dilakukan pada siang hari
maka sel-sel daun akan melakukan proses metabolisme yang akan
mengurangi laju pembentukan minyak dan daun kurang elastis, sehingga
kehilangan minyak akan lebih besar karena daun mudah sobek. Begitu pula
dengan adanya transpirasi daun yang lebih cepat menyebabkan jumlah
minyak yang dihasilkan akan berkurang. Pemanenan dilakukan sebelum daun
berubah warna menjadi coklat, karena daun yang demikian telah kehilangan
sebagian minyaknya.

2.

Cara Panen
Cara memanen dapat menggunakan sabit atau ani-ani atau gunting stek.

Pemanenan dengan menggunakan sabit lebih cepat dan menghemat tenaga


kerja. Panen biasanya dilakukan dengan pemangkasan rumpun diatas cabang
kedua atau sekitar 15-20 cm dari atas permukaan tanah.
Panen dengan menggunakan sabit hendaknya batang dan cabang tidak
dibabat habis tetapi disisakan 15 cm dari tanah, tinggalkan 1-2 cabang
untuk merangsang pertumbuhan tunas-tunas baru pada fase selanjutnya.
Pemanenan dan kebersihan alat-alat panen harus diperhatikan. Di setiap
kebun harus disediakan tempat pencucian alat.
3.

Hasil Panen
Satu hektar lahan nilam bila dipelihara dengan baik dan mengikuti pola

budidaya yang benar dapat menghasilkan daun basah sekitar 25 ton atau
setara dengan 6,25 ton (25%) daun kering. Hasil ini diperoleh bila
diasumsikan batang/pohon menghasilkan 1 kg daun basah. Hasil panen
dipengaruhi oleh lokasi lahan, jarak tanam, jenis varietas yang ditanam dan
pohon pelindung.
B. Pelayuan dan Pengeringan
Pengeringan/pelayuan dilakukan dengan cara dijemur selama 4 jam yang
diikuti dengan pengering anginan kurang lebih selama 6 hari hingga
mencapai kadar air antara 12-15%. Kadar air yang terkandung dalam daun
ini harus dipertahankan sampai proses penyulingan berlangsung. Bila
penyulingan tidak dapat langsung dilaksanakan, penyimpanan daun kering
disarankan tidak lebih dari satu minggu. Proporsi daun terhadap tangkai yang
terbaik adalah 1:1.
C. Perajangan
Perajangan merupakan upaya mengurangi ketebalan bahan yang
bertujuan agar kelenjar minyak dapat terbuka sebanyak mungkin sehingga
akan terjadi peningkatan difusi yang akan mempercepat penguapan dan
penyulingan minyak nilam. Perajangan sebaiknya dilakukan pada daun nilam
yang telah kering dengan panjang rajangan berkisar 1520 cm. Perajangan
daun segar dapat menyebabkan penurunan rendemen minyak.

10

D. Persiapan SebePenyulingan
Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum penyulingan diantaranya
alat penyuling harus dibersihkan terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan
kontrol terhadap saluran pipa pendingin serta ketersediaan air yang ada pada
bak (kolam) pendingin. Selain itu tempat-tempat penampungan minyak harus
dalam keadaan bersih. Sebelumnya tenaga penyuling (operator) hendaknya
telah mempersiapkan terlebih dahulu.
Langkah selanjutnya yaitu mempersiapkan bahan bakar dalam jumlah
yang cukup, sesuai jenis peralatan penyulingan yang digunakan. Setelah itu
siapkan bahan baku daun kering yang sudah dirajang dan berkualitas baik
dalam jumlah yang sesuai dengan kapasitas atau daya tampung ketel suling.
Rajangan daun nilam kering kemudian dimasukkan dalam ketel
penyulingan. Pengisian ketel harus dilakukan secara merata dan padat pada
seluruh bagian agar uap air yang ada dalam ketel dapat meyebar secara
merata. Sebelum dimasukkan daun hendaknya ditimbang terlebih dahulu
untuk mengetahui perbandingan bahan baku dan hasil yang akan didapatkan
pada proses akhir. Lakukan pengontrolan aliran pemisahan air dan minyak
pada tempat penampungan yang dibuat. Kepadatan nilam dalam penyulingan
yang baik adalah 110 120 gr/liter.
E. Penyulingan
Penyulingan merupakan proses pemisahan komponen yang berupa
cairan dari dua macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan
uap dari masing-masing komponen tersebut. Campuran cairan yang disuling
dapat berupa cairan yang tidak larut (immiscible) dan selanjutnya
membentuk dua fase atau cairan yang saling melarutkan secara sempurna
(miscible) yang hanya membentuk satu fase. Pada prakteknya, penyulingan
campuran cairan dua fase dilakukan untuk memisahkan minyak atsiri dari
bahan tanaman dengan cara penguapan dengan bahan uap air.
Penyulingan uap memerlukan pengawasan tekanan uap yang teliti karena
penyulingan pada tekanan uap yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
rusaknya minyak atau gosong (burnt). Kadar patchouli alkohol merupakan
karakteristik penting dalam minyak karena akhir-akhir ini komponen tersebut

11

menjadi persyaratan yang diminta oleh konsumen (importir). Umumnya


konsumen mensyaratkan kadar patchouli alkohol minimum 30. (Tabel 1)
Dalam industri minyak atsiri dikenal tiga macam metode penyulingan,
yaitu (a) penyulingan dengan air (water distillation), (b) penyulingan dengan
uap dan air (water and steam distillation), dan (c) penyulingan dengan uap
(steam distillation). Pemilihan metode penyulingan ini sangat penting untuk
mendapatkan minyak atsiri yang bermutu tinggi.
a.

Water Distillation
Pada penyulingan dengan air (water distillation), bahan yang akan

disuling kontak langsung dengan air mendidih (direbus). Bahan tersebut


mengapung di atas air atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot
jenis dan jumlah bahan yang disuling. Bahan yang disuling harus dapat
bergerak bebas di dalam air yang mendidih untuk mendapatkan proses
penyulingan yang sempurna. Oleh karena itu, umumnya metode penyulingan
dengan air membutuhkan ukuran ketel dengan diameter yang lebih besar dari
ukuran tingginya sehingga tekanan akibat berat bahan dapat dihindari.
Metode penyulingan dengan air cocok digunakan untuk bahan-bahan
yang berbentuk tepung dan bunga-bungaan yang mudah menggumpal jika
dikenai panas. Metode penyulingan ini kurang cocok untuk bahan-bahan
yang mudah larut dalam air. Minyak yang dihasilkan dari penyulingan
dengan air relatif kurang baik mutunya karena adanya kontak langsung
antara bahan dengan air yang cenderung mengakibatkan hidrolisis bahanbahan ester pembentuk minyak atsiri.
Waktu yang diperlukan untuk penyulingan dengan air relatif lebih lama
dibandingkan dengan metode penyulingan yang lain. Metode penyulingan ini
sudah jarang digunakan kecuali untuk bahan-bahan yang tidak dapat disuling
dengan penyulingan air dan uap (water and steam distillation) atau dengan
penyulingan uap (steam distillation).

12

Gambar 1. Rangkaian alat Water Distillation


b. Water and Steam Distillation
Pada penyulingan dengan air dan uap, bahan yang akan disuling terletak
pada rak/saringan berlubang yang berada di atas air mendidih (dikukus).
Bahan yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak
berhubungan dengan air panas. Ciri khas penyulingan adalah uap selalu
dalam keadaan basah/jenuh dan tidak terlalu panas sehingga peristiwa
gosong dapat dihindari. Metode penyulingan ini cocok untuk bahan-bahan
berupa rumput, biji, dan daun-daunan. Dibandingkan dengan penyulingan air,
metode penyulingan ini lebih unggul karena proses dekomposisi minyak
(hidrolisa ester, polimerisasi, dan resinifikasi) lebih kecil. Selain itu, lebih
efisien karena jumlah bahan bakar lebih sedikit, waktu penyulingan lebih
singkat, dan rendemen minyak yang dihasilkan lebih tinggi. Keuntungan
metode penyulingan ini antara lain konstruksi alat sederhana, mudah dirawat,
serta biaya pengoperasiannya rendah sehingga cocok untuk industri minyak

13

atsiri skala kecil dan menengah. Kelemahannya yaitu jumlah uap yang
dibutuhkan cukup besar. Sejumlah uap akan mengembun dalam jaringan
tanaman, sehingga bahan bertambah basah, dan dapat menyebabkan
penggumpalan bahan. Penggumpalan akan menghambat penetrasi uap ke
dalam bahan dan dapat menyebabkan terbentuknya jalur uap yang
mengakibatkan proses penyulingan kurang sempurna.
Untuk mendapatkan proses penyulingan yang efisien, hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam metode penyulingan air dan uap yaitu 1) ukuran bahan
olah harus seragam, 2) ruang antar bahan cukup (bersifat porous/berongga)
agar uap mudah berpenetrasi, dan 3) pengisian/kepadatan bahan dalam ketel
harus merata agar uap dapat menembus bahan secara merata dan
menyeluruh.

Gambar 2. Rangkaian alat Water and Steam Distillation

14

Gambar 3. Rangkaian alat Water and Steam Distillation

c.

Steam Distillation
Pada penyulingan dengan uap, sumber uap panas menggunakan steam

boiler yang letaknya terpisah dari ketel penyuling. Cara penyulingan ini baik
digunakan untuk bahan dari biji-bijian, akar atau kayu yang banyak
mengandung komponen minyak yang bertitik didih tinggi.
Selama proses penyulingan, suhu ketel diawasi agar tidak melampaui
suhu superheated steam. Hal ini bertujuan untuk menghindari pengeringan
bahan yang disuling, yang akan menyebabkan rendemen minyak rendah.
Selain itu, tekanan dan suhu yang terlalu tinggi akan menguraikan komponen
kimia dan dapat mengakibatkan proses resinifikasi minyak. Metode
penyulingan ini kurang baik digunakan untuk bahan yang mengandung
minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan, terutama minyak atsiri
yang berasal dari bunga.

15

Peralatan penyulingan dengan uap umumnya mempunyai konstruksi


yang lebih rumit dengan biaya perawatan dan pengoperasiannya yang lebih
mahal dibandingkan dengan metode penyulingan yang lain. Penerapan
metode ini lebih cocok untuk industri minyak atsiri dalam skala yang besar.

Gambar 4. Skema alat Steam Distillation

16

Gambar 2. Rangkaian alat Steam Distillation


4.21Pengolahan Limbah Minyak Nilam
1. Pembuatan Pupuk Cair Organik dengan Proses Fermentasi
Pupuk organik atau pupuk alam merupakan hasil akhir dari penguraian
bagian-bagian atau sisa tanaman dan binatang. Pupuk organik berasal dari
limbah atau kotoran hewan dan kompos yang dapat diubah dalam tanah
menjadi bahan-bahan organik tanah. Pupuk organik mempunyai kelarutan
unsur hara yang rendah di dalam tanah. Biasanya penggunaan pupuk ini
ditujukan untuk memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah.
Untuk memudahkan unsur hara dapat diserap oleh tanah dan tanaman,
bahan organik dapat dibuat menjadi pupuk cair terlebih dahulu. Pupuk cair
tersebut dapat diproduksi salah satunya dengan proses fermentasi yang
menghasilkan hara yang dibutuhkan oleh tanah.

17

Pupuk cair mengandung unsur-unsur hara yang diperlukan untuk proses


pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan tanaman. Unsur-unsur itu terdiri
dari unsur nitrogen (N) untuk pertumbuhan tunas, batang dan daun, unsur
fosfor (P) untuk merangsang pertumbuhan akar, buah dan biji serta unsur
kalium (K) untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama
dan penyakit.
2.

Pembuatan Dupa dan Obat Nyamuk Bakar

18

BAB V
PENUTUP
5.11Kesimpulan
1.

Pengolahan

2.

ugu

5.21Saran
1.

2.

3.

19

DAFTAR PUSTAKA
Sobardini, Denny, Erni Suminar & Murgayanti. 2006. Perbanyakan Cepat
Tanaman Nilam. Bandung: Universitas Padjadjaran.
Amalia. 2008. Karakteristik Tanaman Nilam di Indonesia. Bogor
Adharini, D. Wulan. 2009. Budidaya dan Penyulingan Tanaman Nilam Aceh.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Nugroho, Adi. 2008. Kondisi Tanaman Nilam. Yogyakarta: Universitas Indonesia
Natawidjaya, Herdradjat. 2012. Pedoman Teknis Penanganan Pascapanen Nilam.
Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan
Santi, S. Soraya. 2008. Kajian Pemanfaatan Limbah Nilam untuk Pupuk Cair
Organik dengan Proses Fermentasi. Surabaya: UPN Veteran

20

Anda mungkin juga menyukai