Anda di halaman 1dari 10

BAB III

PEMBAHASAN
Posyandu Lansia di Desa Pilang Kelurahan ketitang merupakan salah
satu posyandu binaan Puskesmas Nogosari Boyolali yang kami kunjungi pada
pelaksanaan Field Lab topik KIE Lansia. Pelaksanaan kegiatan Posyandu Lansia
pada saat kunjungan dihadiri oleh 29 orang namun terdapat 11 warga yang tidak
tergolong ke dalam lansia, dikarenakan usia mereka kurang dari 60 tahun. Untuk
mengetahui target cakupan posyandu kita harus mengetahui jumlah lansia di
wilayah posyandu tersebut. Untuk mengetahui target cakupan posyandu lansia
dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Target Cakupan =

Jumlah sasaran yang hadir

x 100%

posyandu
Jumlah sasaran lansia
=

x 100%

18

33
=

54,54%

Berdasarkan hasil penghitungan target cakupan pada Posyandu Lansia


Desa Pilang Kelurahan Ketitang didapatkan hasil yaitu <80%, hal ini
menunjukkan bahwa target cakupan Posyandu Lansia masih kurang baik. Hal ini
kemungkinan besar disebabkan oleh karena jarak yang harus ditempuh oleh
Lansia untuk mencapai Posyandu agak jauh sehingga banyak lansia yang jarang
mengikuti kegiatan posyandu. Meskipun kegiatan posyandu lansia di Desa Pilang
Kelurahan Ketitang diikuti oleh banyak warga, akan tetapi sebagian peserta
posyandu lansia tersebut tidak dapat digolongkan sebagai lansia dikarenakan
usianya kurang dari 60 tahun.

Hal ini memerlukan upaya sosialisasi kepada

masyarakat untuk ke depannya tentang fungsi Posyandu Lansia sebagai tempat


screening keluhan kesehatan lansia serta fungsinya sebagai upaya preventif awal
dan promotif agar meminimalisasi angka morbiditas dan mortalitas lansia.

Sehingga diharapkan seiring dengan sosialisasi yang terus dilakukan, jumlah


peserta posyandu lansia yang datang pun semakin meningkat.
Kegiatan Posyandu Lansia yang kami lakukan di Posyandu Lansia Desa
Pilang Kelurahan Ketitang antara lain:
a. Pendaftaran lansia
Pendaftaran dilakukan pertama kali ketika lansia datang.
b. Penimbangan serta pencatatan berat badan.
Pengukuran tinggi badan tidak dilakukan karena tidak tersedianya alat
pengukur tinggi badan di posyandu tersebut. Biasanya pengukuran tinggi
badan dilakukan setahun dua kali.
c. Pengukuran tekanan darah dan penilaian status depresi lansia menggunakan
GDS (Geriatric Depression Scale).
d. Senam lansia
Kegiatan posyandu lansia pada tanggal 27 Mei 2015 dilaksanakan di
Posyandu lansia Desa Pilang Kelurahan Ketitang, Boyolali. Beberapa hal yang
dilakukan di posyandu antara lain senam lansia, pemeriksaan, dan pengukuran
Geriatric Depression Scale (GDS) serta Mini Mental State Examination (MMSE).
Senam lansia dilakukan dengan tujuan untuk mengajarkan kebiasaan
senam setiap harinya dengan gerakan yang ringan kepada lanjut usia dan
mengurangi imobilisasi pada lansia.
Pendataan yang dilakukan oleh mahasiswa berupa pencatatan nama dan
umur, tinggi badan, berat badan, tekanan darah, serta hasil wawancara dengan
menggunakan pertanyaan Geriatric Depression Scale dan Mini Mental State
Examination.

Berikut merupakan keseluruhan pencatatan yang dilakukan pada Posyandu


Lansia Desa Pilang Kelurahan Ketitang:
Tekanan
No

Nama

BB

TB

Darah

(kg)

(cm)

(mmHg)

GDS

MMSE

Sulatin

Ngatinem

Kayatin

Rusiyah

Marti

32

139

150/80

141

160/80

142

170/90

148

140/100

64

159

150/85

Jasminah

33

147

130/60

Karti

40

154

90/80

Siti Munjayanah

54

152

120/90

Siti Khuzaimah

42

150

140/80

10

Siti Qomariyatun

54

164

120/80

11

Istingadah

56

156

140/90

12

Siti Fatimah

64

155

130/70

13

Murtofiah

155

120/80

14

Darsini

51

151

160/90

15

Nangimah

45

144

140/100

16

Bakir

72

164

140/75

17

Saebani

60

170

150/90

18

Suminah

36

132

120/90

42

1. Antropometri
Pada kegiatan lapangan kedua dilakukan pengukuran antropometri dan
pencatatan hasilnya oleh mahasiswa. Antropometri secara umum digunakan untuk
melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini
terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak,
otot, dan jumlah air dalam tubuh. Pemeriksaan antropometri juga dapat dilakukan
untuk menilai status gizi lansia. Pada pengukuran antropometri lansia dilakukan
pengukuran terhadap :
a. BB (Berat Badan)
b. TB (Tinggi Badan)
Pengukuran antropometri yang kami lakukan di Posyandu Lansia Desa
Pilang Kecamatan Ketitang adalah pengukuran tinggi badan dan berat badan. Dari
data yang kami dapat ini kemudian dihitung Indeks Massa Tubuh (IMT) Lansia.
Rumus menghitung IMT yaitu dengan membagi berat badan dalam kilogram

dengan kuadrat dari tinggi badan dalam meter (kg/m). Berikut adalah hasil
penghitungan Indeks Massa Tubuh pada lansia yang tercatat berat badan dan
tinggi badan pada Posyandu Lansia Desa Pilang Kecamatan Ketitang:
No

Nama

IMT (kg/m2)

BB (kg)

TB (cm)

32

139

16,56

141

Sulatin

Ngatinem

Kayatin

42

142

20,82

Rusiyah

148

Marti

64

159

25,31

Jasminah

33

147

15,27

Karti

40

154

16,86

Siti Munjayanah

54

152

23,37

Siti Khuzaimah

42

150

18,66

10

Siti Qomariyatun

54

164

20,07

11

Istingadah

56

156

23,01

12

Siti Fatimah

64

155

26,63

13

Murtofiah

155

14

Darsini

51

151

22,36

15

Nangimah

45

144

21,70

16

Bakir

72

164

26,76

17

Saebani

60

170

20,76

18

Suminah

36

132

20,66

Untuk mengetahui status gizi dari lansia yang kami ukur, hasil
penghitungan IMT kemudian dibandingkan dengan nilai nilai di kategori
ambang.
Tabel Kategori Ambang IMT pada Dewasa
Kurus
Normal
Gemuk

Kategori
Kekurangan berat badan tingkat berat
Kekurangan berat badan tingkat ringan
Kelebihan berat badan tingkat ringan

IMT
<17,00
17,00-18,5
>18,5-25,0
>25,0-27,0

Kelebihan berat badan tingkat berat

>27,00

Sumber : Depkes, 1994. Pedoman Praktis Status Gizi Orang Dewasa. Jakarta, Hlm:4

Berdasarkan perbandingan dengan kategori ambang batas IMT untuk


Indonesia didapatkan bahwa terdapat beberapa kategori di Posyandu Lansia Desa
Pilang Kecamatan Ketitang, yaitu:
1. Kurus
a. Tingkat Berat
: 3 orang
b. Tingkat Ringan : 2. Normal
: 8 orang
3. Gemuk
a. Tingkat Berat
:b. Tingkat Ringan : 3 orang
Setelah pengukuran antropometri seharusnya diberikan edukasi kepada
masyarakat berkaitan dengan rendah atau tingginya IMT masing-masing, namun
dikarenakan waktu yang tidak cukup untuk menghitung IMT masing-masing
lansia pada saat dilaksanakannya posyandu akhirnya edukasi terhadap IMT
masing-masing peserta tidak disampaikan. Hal ini merupakan kendala karena
mengakibatkan tidak tersampaikannya edukasi personal mengenai status gizi tiap
lansia, selain itu karena tidak tersedianya KMS maka hasil pengukuran tidak dapat
dibandingkan dengan hasil pengukuran sebelumnya.
2. Tekanan Darah
Selain dilakukan pegukuran antropometri, pada kegiatan lapangan kedua
di Posyandu Lansia Desa Pilang Kecamatan Ketitang juga dilakukan pengukuran
tekanan darah. Kegiatan pengukuran tekanan darah pada Posyandu Lansia
merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat karena dapat membantu lansia
mengetahui tekanan darah mereka sendiri sehingga mereka dapat mengontrol
tekanan darahnya. Berdasarkan guideline dari Eight Joint National Commitee
(JNC 8) terapi lini pertama dari hipertensi adalah dengan modifikasi gaya hidup,
baru setelah itu dilakukan intervensi farmakologis dengan target tekanan darah
pada usia >= 60 tahun adalah tekanan darah sistolik <150mmHg dan diastolik
<90mmHg

Hasil dari pengukuran tekanan darah lansia kemudian dikelompokkan


berdasarkan klasifikasi JNC 8 dan diperoleh hasil sebagai berikut :
Klasifikasi

TD Sistole

TD

Hasil Screening

Tekanan Darah

(mmHg)

Diastole

Posyandu

(mmHg)
Normal
Prahipertensi

<120

Dan

<80

3 orang

120-139

Ata

80-89

4 orang

90-99

8 orang

>100

3 orang

u
Hipertensi derajat 1

140-159

Ata
u

Hipertensi derajat 2

>160

Ata
u

Tekanan darah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di mana salah


satunya adalah usia. Pada manusia terjadi perubahan fisiologis seiring
bertambahnya usia seperti perubahan perubahan fungsi berupa peningkatan
tekanan darah sistolik, berkurangnya vasodilatasi yang dimediasi beta adrenergik,
dan penebalan dinding serta berkurangnya elastisitas pada pembuluh darah. Hal
ini menyebabkan tekanan darah sistolik dan diastolik cenderung meningkat sesuai
dengan umur. Akan tetapi meskipun peningkatan tekanan darah merupakan
mekanisme fisiologis, definisi hipertensi tetap tidak berubah sesuai dengan umur.
Sehingga menurut tabel, Lansia yang menderita hipertensi di Desa Pilang
Kecamatan Ketitang ada 11 orang dengan persentase 61% dari total seluruh lansia.
Setelah pengukuran selesai dilakukan dan diketahui hasil tekanan darah
seperti pada tabel kemudian kami melakukan edukasi mengenai cara mengontrol
tekanan darah dengan modifikasi gaya hidup. Gaya hidup yang harus diperbaiki
antara lain menurunkan berat badan jika ada kegemukan, meningkatkan aktivitas
fisik aerobik, mengurangi asupan garam, menghentikan merokok, serta
mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol. Untuk intervensi farmakologis

sendiri peresepan dan pemberian obat dilakukan oleh ibu bidan. Berdasarkan JNC
8,

intervensi farmakologis yang diberikan pada lini pertama lansia dengan

hipertensi adalah golongan Calsium Channel Blocker (CCB) seperti nifedipine,


amlodipine, dll atau diuretic thiazide seperti klorothiazide.
3. Geriatric Depression Scale(GDS)
Skrining depresi pada lansia sangat penting untuk dilakukan. Kegiatan
penghitungan dan pencatatan GDS perlu dilakukan kerena frekuensi depresi dan
adanya gagasan untuk bunuh diri pada lansia sangat tinggi. Skrining juga perlu
dilakukan untuk membantu edukasi pasien dan pemberi perawatan depresi, dan
untuk mengikuti perjalanan gejala-gejala depresi seiring dengan waktu.
Geriatric Depression Scale (GDS) adalah tes untuk skrining depresi yang
mudah untuk dinilai dan dikelola. Geriatric Depression Scale memiliki format
yang sederhana, dengan pertanyaan-pertanyaan dan respon yang mudah dibaca.
Geriatric Depression Scale telah divalidasi pada berbagai populasi lanjut usia,
termasuk di Indonesia.
Geriatric Depression Scale terdiri dari 15 pertanyaan dengan jawaban ya
atau tidak yang akan terjawab bila mewawancarai pasien secara personal yang
kemudian dikategorikan menjadi normal, predepresi, dan depresi. Keadaan normal
tercapai bila diperoleh score 0-5. Keadaan predepresi diperoleh bila score 6-10.
Keadaan depresi diperoleh bila score mencapai >10. Berdasarkan wawancara
personal, mahasiswa dapat membuat tabel kategori sebagai berikut:
No

Nama

Skor GDS

Interpretasi GDS

Sulatin

Normal

Ngatinem

Normal

Kayatin

Normal

Rusiyah

Normal

Marti

Normal

Jasminah

Normal

Karti

Normal

Siti Munjayanah

Normal

Siti Khuzaimah

Normal

10

Siti Qomariyatun

Normal

11

Istingadah

Normal

12

Siti Fatimah

Normal

13

Murtofiah

Normal

14

Darsini

Normal

15

Nangimah

Normal

16

Bakir

Normal

17

Saebani

Normal

18

Suminah

Normal

Berdasarkan tabel kita dapat mengetahui bahwa 100% dari lansia yang
hadir pada Posyandu Lansia Desa Pilang Kelurahan Ketitang mempunyai skala
depresi yang normal. Hal ini mengindikasikan bahwa kejadian depresi pada lansia
di daerah Ketitang sangatlah kecil. Kegiatan penghitungan GDS bermanfaat untuk
puskesmas karena dapat mengetahui tingkat depresi pada lansia dan dapat
merencanakan kegiatan untuk mengurangi tingkat depresi lansia di posyandu
tersebut.

4. Mini Mental State Examination (MMSE)


Lansia yang mengalami gangguan fungsi kognitif cenderung mengalami
penurunan kualitas hidup. Sehingga untuk mencegah terjadinya penurunan
kualitas hidup yang berdampak pada menurunnya angka harapan hidup
dibutuhkan suatu skrining yaitu berupa Mini Mental State Examination (MMSE).
MMSE merupakan suatu alat tes yang digunakan secara luas untuk menilai
dan mengevaluasi kerusakan fungsi kognitif termasuk didalamnya mengukur
orientasi tempat dan waktu, memori segera, memori verbal, perhitungan, dan
bahasa. MMSE terdiri dari 10 pertanyaan yang berisi aspek orientasi tempat dan
waktu, memori segera, memori verbal. Perhitungan, dan bahasa. Fungsi kognitif
dikatakan baik jika jumlah kesalahan 0-2. Jika jumlah kesalahan 3-4
mengindikasikan terjadi gangguan intelek ringan. Jumlah kesalahan 5-7

mengindikasikan terjadi gangguan intelek sedang, jumlah kesalahan 8-10


mengindikasikan terjadi gangguan intelek berat.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan mahasiswa secara personal, didapatkan
hasil penilaian fungsi kognitif sebagai berikut:
No

Nama

MMSE

Interpretasi MMSE

Sulatin

3 kesalahan

Gangguan intelek ringan

Ngatinem

8 kesalahan

Gangguan intelek berat

Kayatin

2 kesalahan

Baik

Rusiyah

5 kesalahan

Gangguan intelek sedang

Marti

2 kesalahan

Baik

Jasminah

4 kesalahan

Gangguan intelek ringan

Karti

0 kesalahan

Baik

Siti Munjayanah

2 kesalahan

Baik

Siti Khuzaimah

5 kesalahan

Gangguan intelek sedang

10

Siti Qomariyatun

0 kesalahan

Baik

11

Istingadah

3 kesalahan

Gangguan intelek ringan

12

Siti Fatimah

3 kesalahan

Gangguan intelek ringan

13

Murtofiah

1 kesalahan

Baik

14

Darsini

3 kesalahan

Gangguan intelek ringan

15

Nangimah

3 kesalahan

Gangguan intelek ringan

16

Bakir

1 kesalahan

Baik

17

Saebani

0 kesalahan

Baik

18

Suminah

5 kesalahan

Gangguan intelek sedang

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui 44,45% lansia memiliki fungsi


kognitif yang baik, 33,34% lansia mengalami gangguan intelek ringan, 16,67%
lansia mengalami gangguan intelek sedang, serta 5,54% mengalami gangguan
intelek berat.
Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa jumlah lansia yang berisiko
mengalami gangguan fungsi kognitif cukup banyak. Akan tetapi, skrining

gangguan fungsi kognitif dengan menggunakan MMSE mengalami bias


dikarenakan hasil tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan individu. Hasil
positif palsu bisa didapatkan pada lansia dengan tingkat pendidikan rendah.
Mayoritas lansia di Desa Pilang Kelurahan Ketitang memiliki tingkat pendidikan
rendah, sehingga hasil pemeriksaan MMSE tidak bisa dijadikan indikasi untuk
menentukan lansia tersebut mengalami gangguan fungsi kognitif.

Anda mungkin juga menyukai