Anda di halaman 1dari 22

Definisi Manajemen Sumber Daya

Manusia
Peneliti telah mencoba menguraikan permasalahan yang menjadi fokus perhatian
dan rasa keingintahuan terhadap permasalahan yang akan diteliti. Keingintahuan
tersebut dilatarbelakangi oleh adanya kesenjangan kinerja antara kebutuhan
pengawasan dengan belum terpenuhinya personil pengawasan baik secara
kuantitas maupun kualitas. Untuk memecahkan masalah kesenjangan kinerja Itjen
DKP tersebut, menimbulkan suatu pertanyaan ,bagaimana cara meningkatkan
kualitas dan kuantitas tenaga fungsional auditor?. Berdasarkan pertanyaan
tersebut, peneliti mencoba untuk mendapatkan jawaban secara logis dan ilmiah,
yaitu dapat diuji keabsahannya, dan terbuka untuk diperdebatkan.
Fokus permasalahan yang sudah diungkapkan pada bab I, belum memberi arti dan
nilai ilmiah, bila belum didasarkan atas kriteria-kriteria maupun teori-teori yang
berhubungan dengan cara meningkatkan kualitas dan kuantitas auditor. Teori-teori
dan kriteria yang akan disampaikan, Iebih diarahkan kepada hal-hal yang berkaitan
dengan strategi pengembangan pegawai dalam organisasi pemerintah, khususnya
strategi pengembangan tenaga fungsional auditor pada Inspektorat Jenderal
Departemen Kelautan dan Perikanan dan teori yang berkenaan dengan pendidikan
dan pelatihan.
Dalam menyusun dan menyajikan suatu laporan penelitian yang akurat serta lebih
terfokus terhadap permasalahan yang terjadi, maka perlu diberi batasan mengenai
teori dan konsep kunci, yaitu dalam bentuk kerangka teori, karena kerangka teori
merupakan suatu deskripsi/penjelasan teoritis yang mengutamakan uraian tentang
hasil kajian atau teori, konsep, kebijakan ataupun peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan kemungkinan hasil penelaahan terhadap penelitian-penelitian
terdahulu yang sesuai dengan fokus penelitian, atau dapat juga merupakan
pemikiran penulis tentang beberapa faktor yang dikaitkan dengan fokus penelitian.
Sebagaimana dikemukakan oleh Prasetya Irawan (2000:50):
Kerangka teori masih diperlukan dalam penelitian kualitatif, tetapi fungsinya tidak
sebagai pagar yang membatasi area penelitian. Dalam hal ini kerangka teori
berperan sebagai titik berangkat dan landasan bagi peneliti untuk menganalisis dan
memahami realitas yang ditelitinya secara alamiah.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka teori yang digunakan dalam rangka
mempertegas area penelitian adalah teori yang memberi arti terhadap fenomena
secara umum maupun khusus dalam ruang lingkup penelitian, yang terjadi pada
kurun waktu tertentu, tempat dan sumberdaya penelitian, contohnya adalah teoriteori yang telah dibakukan dalam bentuk kebijakan atau keputusan pemerintah
yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Penegasan dan pengungkapan
kerangka teori disini, tidak berfungsi sebagai pagar yang membatasi area
penelitian. Kerangka teori juga sebagai landasan berpijak untuk memahami bahwa
peningkatkan kualitas dan kuantitas auditor dapat dicapai. Seperti misalnya teoriteori yang berhubungan dengan strategi, pengembangan tenaga fungsional auditor,
pendidikan dan pelatihan yang menghasilkan sertifikasi kompetensi maupun

keahlian pada substansi tertentu.


Suatu penelitian yang akan dilaksanakan dapat memperoleh hasil yang baik apabila
ditunjang oleh berbagai teori yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.
Dengan adanya landasan teori tersebut, maka suatu penelitian akan memiliki dasardasar yang kuat sehingga arah dan tujuan penelitian dapat terlihat secara jelas
serta pemecahan masalah akan didasarkan atas berbagai pertimbangan yang
obyektif.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka ranah teori yang akan disajikan pada Bab II
ini adalah teori-teori ataupun kriteria kriteria berupa peraturan perundang
undangan yang mendukung aspek dan sub aspek penelitian, antara lain teori : 1)
Manajemen Sumber Daya Manusia; 2) Strategi ; 3) Pengembangan Tenaga
Fungsional Auditor; 4) Pendidikan dan Pelatihan; 5 Evaluasi program pasca diklat
menyangkut relevansi dengan tugas, kerjasama dengan penyelenggara diklat,
kemampuan instruktur, dan penyediaan sarana dan prasarana .
A. Tinjauan Teori dan Konsep Kunci
1. Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari ilmu manajemen, yang
berarti merupakan suatu usaha untuk mengarahkan dan mengelola sumber daya
manusia di dalam suatu organisasi agar mampu berfikir dan bertindak sebagaimana
yang diharapkan organisasi. Organisasi yang maju tentu dihasilkan oleh
personil/pegawai yang dapat mengelola organisasi tersebut ke arah kemajuan yang
diinginkan organisasi, sebaliknya tidak sedikit organisasi yang hancur dan gagal
karena ketidakmampuannya dalam mengelola sumber daya manusia.
Menurut Hasibuan (2001 :10) manajemen sumber daya manusia adalah Ilmu dan
seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien,
membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat .
Sedangkan menurut Simamora (2004 : 4) manajemen sumber daya manusia adalah
, pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan
pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan, juga
menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan,
pengembangan karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kinerja, kompensasi
karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik.
2. Pengertian Strategi
Dalam kebijakan pemerintahan dan Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (SANKRI), yaitu pada Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun
1999 tentang Akuntabilitas Instansi Pemerintah. Istilah strategi tercantum dalam
Perencanaan Strategik (Renstra). Pada kutipan Inpres tersebut, terdapat suatu
perintah bahwa perencanaan strategik merupakan suatu proses yang berorientasi
kepada suatu hal yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 sampai 5 tahun dengan
memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang ada dan atau mungkin
timbul. Rencana strategik mengandung visi, misi, tujuan/sasaran, dan program yang
realistis dan mengantisipasi masa depan yang ingin dicapai.
Selanjutnya dalam Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) disebutkan bahwa kementerian atau
lembaga melaksanakan program dalam RPJM ke dalam Perencanaan Strategik
(Renstra), sejak Tahun 2004.

Departemen Kelautan dan Perikanan, khususnya Inspektorat Jenderal telah


melaksanakan amanah Instruksi dan Peraturan Presiden tersebut dengan membuat
Renstra Tahun 2004 untuk periode tahun 2004 - 2009, salah satu penjabaran
renstra tentang strategi pengembangan pegawai Itjen dan tenaga fungsional
auditor adalah meningkatnya dan tersedianya kualifikasi dan kompetensi auditor
sebanyak 92 orang.
Pengertian strategi yang tertuang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995 :
859) Strategi memiliki arti sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk
mencapai sasaran khusus Strategi dapat juga diartikan seni atau ilmu
mengembangkan dan menggunakan berbagai kekuatan untuk mendukung
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu organisasi harus
mengikuti perkembangan, tidak kaku dan senantiasa mengalami perubahan sesuai
dengan kebutuhan.
Dirgantoro (2001: 5) yang menjelaskan definisi strategi sebagai berikut :
Strategi adalah hal menetapkan manajemen (dalam arti orang) tentang sumber
daya di dalam bisnis dan tentang bagaimana mengidentifikasikan persaingan di
dalam pasar.
Dengan demikian kata kunci dari teori tersebut adalah penetapan sumberdaya dan
bagaimana mengidentifikasi persaingan. Sumberdaya organisasi tentu yang dimiliki
oleh organisasi yang terdiri dari manusia dan benda/barang yang dalam hal ini
apakah sumberdaya tersebut telah siap menghadapi persaingan yang sedemikian
cepat. Identifikasi persaingan dapat dilakukan melalui beberapa cara, seperti
misalnya mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi
organisasi baik sekarang maupun ke depan. Lebih jauh dijelaskan definisi strategi
mengandung dua komponen yang saling melengkapi, yaitu : future intentions atau
pengembangan pengawasan jangka panjang dan menetapkan komitmen untuk
mencapainya, dan kompetitive advantage atau pemahaman yang dalam, tentang
cara terbaik untuk berkompetisi dengan pesaing di dalam pasar. Konteks ini bila
diejawantahkan ke dalam organisasi pemerintahan cukup relevan, karena dimasa
sekarang organisasi pemerintahan dituntut pula untuk mengikuti perkembangan
pasar, seperti perkembangan iptek, tata aturan global. Hal yang berbeda dalam
organisasi pemerintahan adalah strategi pemberdayaan sumberdaya yang ada
masih sangat tergantung dari sistem anggaran yang ada. Oleh karena itu strategi
pengembangan sumberdaya manusia pada organisasi pemerintahan ditujukan pada
sistem tata pemerintahan yang baik (Good Governance).
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995 : 859) Strategi memiliki
arti sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran
khusus Strategi dapat juga diartikan seni atau ilmu mengembangkan dan
menggunakan berbagai kekuatan untuk mendukung pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu organisasi harus mengikuti perkembangan, tidak kaku
dan senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan. Pengertian
strategi sebagai seni adalah memiliki rasa keindahan dan tidak menimbulkan
kebosanan/stagnasi dalam organisasi, dimanapun, kapanpun dan siapapun yang
terlibat sebagai subyek ataupun obyek dari strategi tersebut akan menyukai untuk
menjalaninya. Sedangkan arti seni dari strategi tersebut harus pula memiliki
landasan ilmu, tidak abstrak dan dapat diuji dengan kajian ilmiah.

Berdasarkan pengertian di atas, strategi diperlukan oleh karena adanya


keterbatasan-keterbatasan dalam penyediaan sumber daya, sehingga perlu disusun
skala prioritas tersendiri dalam mencapai tujuan.
Posisi manajemen sumber daya manusia di era globalisasi ini sangat strategis.
Selaras dengan pendapat tersebut, Simamora (2004 : 20) memosisikan manajemen
sumber daya manusia sebagai posisi yang strategik, sebagaimana dalam Gambar 4,
sebagai berikut:
Pada gambar 4 di atas, dapat dijelaskan bahwa terdapat saling keterkaitan antara
variabel satu dengan lainnya strategi pasar dengan kinerja bersisian satu sama lain,
sedangkan lima variabel di tengah saling terkait dengan saling keterhubungan pada
variabel struktur organisasi, sedangkan pada variabel kompensasi dengan pelatihan
dan pengembangan tidak ada hubungan.
Pernyataan perencanaan strategik Inspektorat Jenderal DKP dapat dijabarkan
dengan menggunakan metode analisis SWOT (Strength, Weakness, Oportunities,
and Threats) atau mengidentifikasi kemampuan organisasi dalam rangka mencapai
visi, misi dan tujuan serta sasaran organisasi, seperti kekuatan, kelemahan, peluang
dan tantangan yang dihadapi organisasi. Hasil identifikasi SWOT Inspektorat
Jenderal DKP, nantinya dapat diuraikan kedalam beberapa kelompok analisis,
sebagai berikut :
Kelompok analisis Strenght (kekuatan), yaitu : personil pengawasan berlatar
belakang pendidikan formal cukup memadai, berdedikasi, dan bersertifikasi jabatan
fungsional auditor; Tersedianya kesempatan untuk peningkatan dan pengembangan
profesionalisme sumberdaya manusia pengawasan; Adanya dukungan dana yang
memadai; adanya norma audit, kode etik dan standar audit; tersedianya pedoman
kerja audit dan juklak/juknis pengawasan. Kemudian adanya dukungan Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan No 25 tentang Pengawasan Fungsional di
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Kelompok analisis Weakness (kelemahan), yaitu : personil yang kurang memahami
teknis audit bidang kelautan dan perikanan; dana yang tersedia belum
dimanfaatkan secara optimal; belum berfungsinya kendali mutu; Jumlah
sarana/prasarana belum sebanding dengan beban kerja/tugas;
Kelompok analisis Oppotunities (peluang), yaitu ; Dukungan peraturan perundang
undangan untuk pencegahan dan pemberantasan KKN; sistem manajemen yang
lebih transparan; kuatnya dukungan lembaga legislatif terhadap instansi
pengawasan pemerintah; meningkatnya partisipasi masyarakat atau LSM dalam
pengawasan.
Kelompok analisis Threat (ancaman/tantangan), yaitu : meningkatnya tuntutan
masyarakat terhadap pengawasan secara profesional yang menjamin
terselenggaranya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN; para pelaksana
program belum sepenuhnya memanfaatkan hasil pemeriksaan Itjen sebagai
masukan dalam perencanaan program berikutnya; Adanya intervensi terhadap
independensi auditor.
Dari kelemahan dan tantangan diatas, terdapat beberapa indikasi masalah yang
dapat menjadi faktor penghambat pencapaian tujuan dan sasaran Itjen DKP, antara
lain:
1. Belum tercapainya kualitas sebagian auditor pada teknis substansi tertentu

dalam membuat analisa permasalahan audit, yang mempengaruhi mutu laporan


audit ;
2. Belum terpenuhinya kuantitas Auditor, yang memiliki sertifikasi kompetensi dan
kualifikasi auditor, dibandingkan dengan beban tugas pengawasan yang harus
dikawal.
Di lain pihak, keberhasilan yang dapat mendukung upaya pencapaian tujuan dan
sasaran Itjen adalah: motivasi kerja auditor cukup tinggi karena memperoleh
penghargaan menjabat sebagai pejabat fungsional pengawasan sehingga frekuensi
tugas pengawasan semakin meningkat, berarti menambah perolehan angka kredit.
Berdasarkan RPJM Itjen DKP tahun 2004 2009, kebijakan pengembangan SDM
diarahkan untuk mendukung Tugas Pokok dan Fungsi Pengawasan, titik beratnya
adalah mengarahkan para pegawai untuk memiliki kemampuan audit dan
meningkatkan profesionalisme para auditor melalui kegiatan pendidikan dan
pelatihan, baik sertifikasi kompetensi dan kualifikasi maupun pendidikan dan
pelatihan teknis substansi.
3. Pengembangan Tenaga Fungsional Auditor
Pengembangan tenaga fungsional auditor pada dasarnya merupakan suatu upaya
pembinaan dan penyempurnaan pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh
auditor dalam rangka membentuk sikap dan kecakapan yang Iebih baik.
Pengembangan tenaga fungsional auditor senantiasa ditujukan kepada masingmasing personil auditor untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya,
aplikasi ilmu dan keterampilan yang meningkat akan berpengaruh secara langsung
kepada kinerja organisasi seperti yang diharapkan oleh manajemen.
Hal ini sejalan dengan pendapat Moekijat (1991:8) yang mengemukakan bahwa:
Pengembangan pegawai sebagai Setiap usaha untuk memperbaiki pelaksanaan
pekerjaan yang sekarang maupun yang akan datang dengan memberikan informasi,
mempengaruhi sikap atau menambah kecakapan. Dengan demikian potensi
masing-masing auditor tidaklah bersifat pasif, melainkan dinamis.
Selanjutnya Nawawi dan Martini (1990:176) mendefiniskan pengembangan pegawai
sebagai berikut :
Upaya memberikan kesempatan kepada setiap personil sebagai tenaga kerja untuk
mewujudkan potensinya secara maksimal melalui kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan volume dan beban kerja yang menjadi tanggung jawabnya
dalam mewujudkan tujuan organisasi.
Definisi tersebut berarti setiap personil auditor senantiasa diberi peluang untuk
mengembangkan diri secara maksimal. Pengembangan diri auditor di suatu instansi
pemerintah tentu akan meningkatkan aktivitas kegiatannya sesuai tugas pokok dan
fungsinya sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pengembangan tenaga fungsional auditor juga diarahkan agar para auditor dapat
mencapai hasil kerja secara efektif. Hal ini seperti dikemukakan oleh Husein Umar
(1999 : 8) bahwa :
Efektifitas merupakan salah satu dimensi yang mengarah kepada pencapaian unjuk
kerja/kinerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan
kualitas, kuantitas, dan waktu.

Sementara Musanef (1992:21) memberikan pengertian tentang pengembangan


pegawai :
Merupakan salah satu sasaran pokok dari pembinaan pegawai yaitu usaha-usaha
secara menyeluruh dalam rangka peningkatan mutu, keterampilan, sikap dan
tingkah laku pegawai.
Dengan demikian upaya pengembangan pegawai dimaksudkan untuk mewujudkan
potensi pegawai semaksimal mungkin melalui kegiatan-kegiatan yang
berkesinambungan, sehingga diharapkan hasil pengembangan pegawai sesuai
pendapat Moekijat (1991:8) dapat tercapai yakni :
Pegawai memiliki pengetahuan atau informasi baru, dapat menerapkan
pengetahuan lama dengan cara baru atau juga mempunyai minat yang Iebih besar
untuk menerapkan apa yang ia ketahui.
Pada bagian lain Nawawi dan Martini (1990:176) memilih kegiatan pengembangan
Personil atas tiga upaya, yaitu :
a. Upaya pengadaan Personil dalam jumlah dan mutu yang sesuai dengan volume
dan beban kerja;
b. Menempatkan Personil dan membagi pekerjaan dengan wewenang dan tanggung
jawab yang jelas, agar mengetahui secara tepat (baik dan lancar) peran serta yang
perlu diberikan dalam mewujudkan tujuan organisasi;
c. Menyediakan kondisi yang mendorong setiap personil agar memiliki moral kerja
yang tinggi dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan keahliannya untuk dapat bekerja secara berdaya guna dan
berhasil guna.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka aktivitas pengembangan tenaga
fungsional auditor adalah merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi, hal ini
didasari oleh adanya perubahan-perubahan eksternal dan internal organisasi Itjen
DKP, seperti percepatan penuntasan kasus tindak pidana KKN. Perubahan tersebut
merupakan suatu kepastian dan keniscayaan yang harus dijawab oleh organisasi
untuk mencapai tujuan organisasi.
Notoatmodjo (1996:4) berpendapat bahwa pengembangan pegawai dapat dilihat
melalui 2 (dua) cara yaitu secara mikro dan makro.
a. Pengembangan secara mikro yaitu suatu proses perencanaan pendidikan dan
latihan serta pengelolaan tenaga atau karyawan untuk mencapai hasil optimum,
dan hasil dapat berupa jasa maupun uang;
b. Pengembangan secara makro yaitu suatu proses peningkatan kualitas atau
kemampuan manusia dalam mencapai tujuan pengembangan bangsa, proses
peningkatan disini mencakup perencanaan, pengembangan dan pengolahan
Sumber Daya Manusia.
Pengembangan pegawai secara mikro dapat diartikan dalam pandangan sempit
melalui metode diklat. Karena itu biasanya suatu organisasi pemerintah/birokrasi
melakukan diklat yang berhubungan dengan operasional kerja sehari-hari dalam
rangka meningkatkan kinerja ataupun pelayanan publik. Hal ini telah dilaksanakan
oleh Itjen DKP dengan melaksanakan diklat fungsional auditor melalui kerjasama
dengan BPKP dan instansi terkait lainnya, seperti Departemen Pekerjaan Umum,
Kejaksaan Agung, Lembaga Administrasi Negara. Sedangkan pengembangan

pegawai secara makro dapat diartikan secara luas meliputi berbagai perencanaan
personil jangka panjang yang disiapkan bila terjadi perubahan-perubahan organisasi
seiring dengan perkembangan global. Sebagai contoh konkrit adalah perkembangan
teknologi informasi yang demikian pesat sangat mempengaruhi kinerja organisasi.
Oleh karena itu pengembangan pegawai secara makro maupun mikro adalah satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Secara makro organisasi dapat merencanakan kebutuhan diklat yang sesuai guna
menjawab tantangan kinerja organisasi pada tahun-tahun kedepan, sedangkan
secara mikro organisasi dapat menentukan personil mana dan bertugas dibidang
apa yang akan diarahkan untuk dikembangkan.
Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat dikemukakan bahwa pengembangan
pegawai merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan
kemampuan pegawai dalam mendukung pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena
itu, pengembangan pegawai harus dilakukan secara terus menerus agar setiap
pegawai tersebut mempunyai motivasi untuk selalu dapat meningkatkan
kemampuan dan keterampilan yang pada akhirnya mampu untuk menjamin
kelancaran tugasnya. Kelancaran tugas personil harus didukung oleh kemampuan
skill personil baik secara individu maupun tim kerja. Secara individu, tiap-tiap
personil akan memberikan hasil pelaksanaan tugas yang optimal, sedangkan secara
tim kerja (team work) pembagian tugas akan dapat dicapai secara optimal melalui
keterampilan yang sepadan dengan keterampilan dan pengetahuannya. Oleh
karena itu, manajer yang profesional adalah manajer yang mampu mengoptimalkan
setiap kemampuan personil baik secara individu maupun tim.
Bedasarkan teori-teori manajemen seperti disebutkan di atas, maka pengembangan
tenaga fungsional auditor melalui diklat pengawasan ditujukan untuk mencapai
pengawasan internal yang berhasil guna dan berdaya guna. Pengawasan internal
yang berdaya guna dan berhasil guna dapat diwujudkan apabila pengawasan
dilakukan oleh auditor yang mandiri dan profesional. Auditor yang mandiri dan
profesional tersebut dapat diperoleh melalui penjenjangan jabatan fungsional
dengan pentahapan jalur diklat yang telah dicapai. Hal ini diatur di dalam Surat
Keputusan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor :
Kep.13.00.00-125/K/1997, dengan susunan organisasinya adalah sebagai berikut :
a. Pengendali Mutu (PM);
b. Pengendali Teknis (PT);
c. Ketua Tim (KT), dan
d. Anggota Tim.
Pengendali Mutu membawahkan beberapa Pengendali Teknis; Pengendali Teknis
membawahkan beberapa Ketua Tim, sedangkan Ketua Tim membawahkan seorang
atau beberapa orang Anggota Tim. Pada jabatan fungsional auditor, sifat perintah
penugasan tidak seperti layaknya perintah atasan/pimpinan kepada bawahan,
artinya disini adalah perintah penugasan sangat dinamis, tergantung dari periode
dan obyek audit tertentu sesuai dengan surat penugasan tim audit, dengan kata
lain penugasan personil dalam melakukan audit bersifat mandiri.
Sebagai suatu organisasi yang bersifat pengawasan fungsional internal
departemen, Itjen DKP belum sepenuhnya menerapkan susunan organisasi audit
seperti tersebut di atas. Tugas pengendali mutu masih diberikan kepada pejabat
struktural (Inspektur) yang diperankan sebagai supervisor dalam suatu penugasan

audit. Hal ini tidak sesuai dengan tugas dan tanggungjawab pengendali mutu,
karena Inspektur yang menandatangani surat penugasan audit, juga termasuk
dalam tim audit mandiri. Kondisi tersebut memungkinkan terjadinya potensi konflik
kepentingan (conflic of interest) yang dapat mempengaruhi independensi tim audit.
a. Auditor
Sejalan dengan Undang-Undang No 28 Tahun 1999 tentang Pemerintahan yang
bersih dan bebas KKN, dan Instruksi Presiden No 5 tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan KKN, maka untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya aparatur,
pemantapan kelembagaan, dan ketatalaksanaan, peningkatan pelayanan publik,
serta pencegahan KKN, intensifikasi dan percepatan pemberantasan KKN, maka
bidang sumberdaya manusia aparatur perlu meningkatkan penyelenggaraan diklat
teknis fungsional, aplikatif dan terakreditasi, yang menghasilkan aparatur yang
kompeten di bidang pelayanan publik.
Dalam rangka mencapai maksud tersebut diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang
diberikan tugas untuk melakukan pencegahan terjadinya KKN, dalam lingkup
aparatur pengawasan internal pemerintah dikenal sebagai auditor yang sebelumnya
bernama Pemeriksa. Oleh karena itu, selaku pegawai negeri, pengertian auditor
instansi pemerintah/departemen/LPND sama dengan pegawai negeri lainnya dan
tetap mengacu pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian Republik Indonesia, pengertian Pegawai Negeri Sipil yaitu :
Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya, dan
digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perbedaan utama antara auditor dengan pegawai negeri lainnya adalah pemberian
jabatan fungsional. Jabatan yang dimaksud adalah Jabatan Fungsional Auditor (JFA),
yaitu suatu jabatan yang dimiliki Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas,
tanggungjawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang
untuk melaksanakan pengawasan pada Instansi Pemerintah. Hal ini sudah tertera
pada Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1999, yaitu Jabatan fungsional adalah
kedudukan yang menunjukkan tugas dan tangungjawab, wewenang, serta hak
seorang Pegawai Negeri Sipil dalam satu satuan organisasi yang pelaksanaan
tugasnya di dasarkan pada keahlian dan atau keterampilan tertentu secara mandiri.
Jabatan fungsional merupakan jabatan yang mempunyai kualifikasi keahlian dan
keterampilan, maka setiap auditor harus ahli dan terampil menguasai teknologi di
bidang tugasnya.
Perbedaan lainnya adalah dalam proses kenaikan pangkat. Kenaikan pangkat
auditor merupakan kenaikan pangkat pilihan, yaitu selain penilaian DP3 juga harus
mengumpulkan sejumlah angka kredit dengan jumlah dan periode tertentu.
Kemudian Auditor juga harus memiliki sertifikat ahli atau terampil dan dikukuhkan
dalam pengangkatan jabatan oleh kepala instansi pengawasan. Auditor terdiri dari
Auditor ahli dan terampil, sedangkan dalam suatu penugasan audit setiap auditor
memiliki peran, terdiri dari anggota tim, ketua tim, pengendali teknis dan
pengendali mutu.
Pola karir auditor adalah jenjang-jenjang jabatan dan atau pangkat serta peran

dalam tim pengawas mandiri yang dapat dicapai oleh seorang auditor. Sesuai
dengan ketentuan Pasal 6 Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 19 tahun 1996, jenjang jabatan dan pangkat auditor dapat diperlihatkan oleh
Tabel 4, sebagai berikut :
Tabel 4. Pola Karir auditor
Jenjang Jabatan Auditor Trampil Auditor Ahli
Pemula Pratama Muda Pratama Muda Madya Utama
Jenjang Pangkat II/b - III/a - III/c - III/a - III/c - IV/a - IV/d II/d III/b III/d III/b III/d IV/c IV/e
Di samping jenjang karir dalam lingkungan Jabatan Fungsional Auditor, seorang
Auditor dimungkinkan untuk menduduki jabatan struktural dalam suatu instansi.
Dalam hal ini, Auditor akan diberhentikan sementara dalam jabatan Fungsional
Auditor dan sesudah tidak lagi menduduki jabatan struktural dapat diangkat
kembali menjadi auditor sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku.
Hubungan jenjang Jabatan Auditor dan Peran dalam Tim Pengawas Mandiri sesuai
dengan ketentuan Pasal 7 Keputusan MenPAN Nomor 19 tahun 1996, Lampiran
Surat Keputusan Bersama (SKB) Kepala BAKN, Sekjen BPK, dan Kepala BPKP Nomor
10 Tahun 1996, Nomor 49/SK/S/1996, Nomor Kep-386/K/1996 tentang Petunjuk
Pelaksanaan (Juklak) Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya, dan
ketentuan Angka VI Huruf A Keputusan Kepala BPKP Nomor Kep-13.00.00125/K/1997 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Jabatan Fungsional Auditor dan Angka
Kreditnya di Lingkungan Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah hubungan
jenjang jabatan dan peran dalam tim pengawas mandiri diikhtisarkan dalam Tabel 5,
sebagai berikut :
Tabel 5. Hubungan jenjang jabatan dan peran dalam tim audit
Kegiatan Pengawasan Auditor Ahli Auditor Trampil
Pratama III/a III/b Muda III/c III/d Madya IV/a IV/c Utama IV/d IV/c Pemula,
Pratama, dan Muda II/b III/ d
Pembinaan, dan pergerakan pengawasan AT KT PT PM
Pelaksanaan pengawasan AT/KT PT PM PM AT
b. Pendidikan dan Pelatihan
Sumber daya manusia (man) adalah merupakan aset investasi yang apabila
dimanfaatkan merupakan modal yang sangat berharga dalam pelaksanaan
pembangunan disamping sumber-sumber modal lainnya. Pembangunan nasional
sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan dalam
rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya, dengan sasaran utama
tercapainya kualitas manusia Indonesia seutuhnya yang mampu bersaing dengan
bangsa-bangsa lain.
Menurut Martoyo (2000 :9) bahwa :
Sumberdaya manusia harus dapat diubah menjadi suatu asset keterampilan yang
bermanfaat bagi pembangunan. Untuk itu berbagai keahlian, ketrampilan dan
kesempatan harus dibekalkan kepada sumberdaya manusia, sesuai dengan
kemampuan biologis dan rohaninya. Tindakan yang cermat dan bijaksana harus
dapat diambil dalam membekali dan mempersiapkan sumberdaya manusia,
sehingga benar-benar menjadi asset pembangunan bangsa yang produktif dan
bermanfaat.

Kata kunci dari pendapat tersebut adalah sumberdaya manusia sebagai asset yang
harus dibekali keahlian, keterampilan dan kesempatan yang bermanfaat bagi
pembangunan. Senada dengan pendapat tersebut dikatakan oleh Anoraga (2000 :
178) adalah Dalam organisasi atau perusahaan, keterampilan merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, karena keterampilan tersebut
dapat meningkatkan produktifitas karyawan.
Mengenai keterampilan ini Siagian (1981 :59) mengemukakan keterampilan adalah:
Kemampuan teknis untuk melakukan sesuatu kegiatan tertentu yang dapat
dipelajari dan dikembangkan. Artinya pengembangan keterampilan merupakan
bagian dari kegiatan pendidikan yang berarti dilakukan secara sadar, pragmatis dan
sistematis, khususnya berbagai bidang yang sifatnya teknis dalam penerapannya
lebih ditunjukkan kepada kegiatan-kegiatan operasional.
Keterampilan dapat diperoleh melalui pendidikan non formal, pendidikan non formal
adalah suatu pendidikan diluar sistem pendidikan yang berfungsi sebagai
pelengkap sistem pendidikan formal, yang termasuk dalam cerita ini adalah kursuskursus, penataran serta pendidikan dan pelatihan.
Selanjutnya yang dimaksud dengan pelatihan fungsional auditor adalah suatu
proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan kemampuan dan
keterampilan, baik di bidang pengawasan maupun yang menunjang pengawasan, di
luar pendidikan umum yang berlaku, dengan lebih mengutamakan praktek daripada
teori.
Selanjutnya Siagian (1992:185) dalam kaitannya dengan penjelasan di atas
mengatakan bahwa :
Pendidikan dan pelatihan dimaksud juga untuk meningkatkan kemampuan dan
memadukan teori dengan pengalaman yang diperoleh dalam praktek dilapangan,
termasuk peningkatan kemampuan menerapkan teknologi tepat guna dalam rangka
meningkatkan produktivitas.
Bagi organisasi terdapat paling sedikit tujuh manfaat yang dapat dipetik melalui
penyelenggaraan program pelatihan, yaitu :
1. Peningkatan produktivitas kerja organisasi, sehingga tidak terjadi pemborosan,
karena kecermatan melaksanakan tugas, tumbuh suburnya kerja sama antara
berbagai satuan kerja yang melaksanakan kegiatan yang berbeda dan bahkan
spesialistik, meningkatnya tekad mencapai sasaran yang telah ditetapkan serta
lancarnya koordinasi sehingga organisasi bergerak sebagai satu kesatuan yang
bulat dan utuh;
2. Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan antara lain
karena adanya pendelegasian wewenang, interaksi yang didasarkan pada sikap
dewasa baik secara teknikal maupun intelektual, saling menghargai dan adanya
kesempatan bagi bawahan untuk berpikir dan bertindak secara inovatif;
3. Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat karena
melibatkan para pegawai yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatankegiatan operasional dan tidak hanya diperintahkan oleh para manajer;
4. Meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam organisasi dengan
komitmen organisasional yang lebih tinggi;
5. Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya menajerial
yang partisipatif;

6. Memperlancar jalannya komunikasi yang efektif yang pada gilirannya


memperlancar proses perumusan kebijaksanaan organisasi dan
operasionalisasinya;
7. Penyelesaian konflik secara fungsional yang dampaknya adalah tumbuh suburnya
rasa persatuan dan suasana kekeluargaan di kalangan para anggota organisasi.
Dari uraian tersebut, hal-hal yang penting dan bisa dimanfaatkan melalui pelatihan
adalah meningkatnya produktivitas kerja organisasi, karena didukung oleh pegawai
yang memiliki keterampilan, ahli dan bermoral baik dan mempunyai gairah kerja
yang tinggi. Selain itu, pendelegasian wewenang dapat berjalan secara lancar,
karena bawahan bisa diandalkan. Demikian halnya dengan dukungan bawahan
yang berkualitas maka pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cepat dan
tepat. Disamping itu, dengan adanya partisipasi dari bawahan yang berkualitas
akan memperlancar rumusan kebijaksanaan dan operasionalisasinya.
Menurut Siagian (1996:184), disamping manfaat bagi organisasi, pelaksanaan
program pelatihan dan pengembangan yang baik sudah barang tentu bermanfaat
pula bagi para anggota organisasi, pengalaman dan penelitian menunjukkan
adanya paling sedikit sepuluh manfaat bagi karyawan suatu organisasi, yaitu :
1. Membantu para pegawai membuat keputusan dengan Iebih baik;
2. Meningkatkan kemampuan para pekerja menyelesaikan perbagai masalah yang
dihadapinya;
3. Terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor-faktor yang motivasional;
4. Timbulnya dorongan dalam diri para pekerja untuk terus meningkatkan
kemampuan kerjanya;
5. Peningkatan kemampuan pegawai untuk mengatasi stres, frustasi dan konflik
yang pada gilirannya memperbesar rasa percaya pada diri sendiri;
6. Tersedianya informasi tentang berbagai program yang dapat dimanfaatkan oleh
para pegawai dalam rangka pertumbuhan masing-masing secara teknikal dan
intelektual;
7. Meningkatnya kepuasan kerja;
8. Semakin besarnya pengakuan atas kemampuan seseorang;
9. Makin besarnya tekad pekerja untuk lebih mandiri;
10. Mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru di masa depan.
Hal tersebut sejalan dengan tujuan diklat adalah untuk meningkatkan pengetahuan,
keahlian, keterampilan dan sikap untuk melaksanakan tugas jabatan secara
profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan ketentuan
instansi. Dalam hal pendidikan dan pelatihan auditor, tujuan diklat Jabatan
Fungsional Auditor (JFA) adalah untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi di
bidang pengawasan. Standar minimum kompetensi sebagai Pejabat Fungsional
Auditor harus dipenuhi melalui diklat sebagai persyaratan menduduki JFA (Buku
Kalender diklat BPKP). Untuk menduduki jabatan fungsional auditor atau seorang
pegawai dapat menjadi pejabat fungsional, harus mengikuti diklat sertifikasi jabatan
fungsional auditor, yang dibagi menjadi dua macam pelatihan yaitu: 1) diklat
sertifikasi jabatan fungsional auditor; dan 2) diklat teknis substansi auditor.
Pelatihan sertifikasi jabatan fungsional auditor bertujuan untuk meningkatkan
profesionalisme auditor dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan atas
penyelenggaraan pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan agar

terlaksana secara efisien dan efektif serta sesuai dengan kebijakan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan pelatihan teknis auditor bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme
auditor dalam rangka melaksanakan tugas teknis audit pada substansi tertentu.
Pendidikan dan pelatihan (diklat) Auditor adalah suatu rangkaian program diklat
yang disusun secara sistematis dan berkelanjutan yang harus diikuti oleh seorang
Auditor sebagai syarat untuk dapat melaksanakan tugas sesuai dengan jenjang
jabatan auditor dan peran dalam tim mandiri pengawasan yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dalam pembinaan karir Auditor.
Rangkaian program diklat mengandung pengertian diklat-diklat yang disusun secara
terpadu dan saling berkaitan, yaitu memiliki hubungan satu sama lain dan tidak
bisa melompat dengan mengabaikan tahapan tahapannya.
Sistematis mengandung pengertian kurikulum setiap program diklat disesuaikan
dengan jenjang jabatan dan peran yang akan dilaksanakan.
Berkelanjutan mengandung pengertian kelulusan pada program diklat lebih awal
menjadi syarat untuk dapat mengikuti program diklat berikutnya.
Sebagai syarat untuk dapat melaksanakan tugas, mengandung pengertian seorang
Auditor untuk dapat menduduki suatu jenjang jabatan auditor dan atau peran dalam
suatu tim pengawas mandiri harus telah lulus diklat untuk jenjang jabatan dan
peran bersangkutan.
Bagian tidak terpisahkan dalam pembinaan karir Auditor mengandung pengertian
bahwa keikutsertaan pada diklat-diklat dimaksud pada dasarnya merupakan bagian
dalam pembinaan karir seorang Auditor. Peningkatan karir Auditor dapat tercapai
bila angka kredit yang telah dikumpulkan dari beberapa kegiatan pendidikan,
pengawasan, pengembangan profesi dan penunjang tugas pengawasan telah
dipenuhi. Kegiatan diklat yang diselenggarakan minimal selama 30 jam dan
berdasarkan penugasan dari Pimpinan Instansi, serta memperoleh Surat Tanda
Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPL).
Pendidikan dan pelatihan auditor dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu : (1) Diklat
Sertifikasi dan Fungsional Auditor, (2) Diklat Teknis Substansi Auditor, dan (3) Diklat
Manajerial Pengawasan.
Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah Diklat sertifikasi jabatan fungsional
auditor dan Diklat Teknis Substansi auditor.
c. Pendidikan dan pelatihan sertifikasi Auditor
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan, Kep.
BPKP No; Kep-06.04.00-373/K/1997, 6 Juni 1997 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Sertifikasi Pendidikan dan Pelatihan Fungsional Auditor disebutkan
bahwa, sertifikasi adalah suatu proses yang harus dilaksanakan oleh calon auditor
atau oleh auditor untuk mendapatkan sertifikat auditor. Sertifikat auditor
merupakan tanda kemampuan auditor untuk melaksanakan tugas sebagai auditor
terampil atau auditor ahli, maupun untuk berperan sebagai Ketua Tim, Pengendali
Teknis dan Pengendali Mutu.
Diklat Sertifikasi dan Fungsional Auditor adalah diklat-diklat sebagaimana dimaksud
ketentuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1994, yaitu diklat yang
dipersyaratkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan dan telah menduduki jabatan
fungsional. Dalam jabatan Fungsional Auditor, diklat-diklat tersebut adalah :1) Diklat

Pembentukan Auditor terdiri dari (a) Diklat Pembentukan Auditor Terampil dan (b)
Diklat Pembentukan Auditor Ahli; 2) Diklat Penjenjangan Auditor, terdiri dari (a)
Diklat Penjenjangan Ketua Tim, (b) Diklat Penjenjangan Pengendali Teknis dan (c)
Diklat Penjenjangan Pengendali Mutu.
Pola hubungan ketiga jenis diklat tersebut adalah: diklat-diklat pada kelompok
Diklat Sertifikasi dan Fungsional Auditor adalah diklat yang wajib diikuti, apabila
seorang PNS akan menduduki suatu jabatan atau melaksanakan suatu peran dalam
Jabatan Fungsional Auditor. Diklat-diklat dalam Diklat Sertifikasi dan Fungsional
Auditor adalah prasyarat, apabila seorang PNS akan menduduki suatu jabatan atau
melaksanakan suatu peran dalam Jabatan Fungsional Auditor. Diklat-diklat pada
kelompok Diklat Manajerial Pengawasan adalah diklat yang pada dasarnya tidak
wajib diikuti oleh seorang Auditor. Namun, apabila seorang PNS akan atau telah
menduduki jabatan struktural di bidang pengawasan sebaiknya mengikuti diklatdiklat dalam Pola Diklat Manajerial Pengawasan.
d. Pendidikan dan Pelatihan teknis substansi
Diklat Teknis Substansi Auditor adalah diklat-diklat sebagaimana dimaksud
ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1994, yaitu diklat yang
diselenggarakan untuk memberi keterampilan atau penguasaan pengetahuan di
bidang teknis tertentu kepada Pegawai Negeri Sipil, sehingga mampu
melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan dengan sebaik-baiknya.
Dalam Jabatan Fungsional Auditor, kurikulum diklat teknis dimaksud disesuaikan
dengan tugas pokok pemeriksaan instansi/departemen tempat Auditor bertugas.
Diklat Teknis Substansi Auditor terdiri atas:
1) Diklat Teknis Substansi Auditor Paket BPKP;
2) Diklat Teknis Substansi Auditor Paket Instansi.
Diklat teknis substansi auditor adalah diklat yang dilaksanakan untuk meningkatkan
pengetahuan teknis tertentu, menyangkut perbandingan antara standar teknis
dengan alokasi biaya yang direncanakan dan direalisasikan. Diklat teknis substansi
auditor diharapkan akan mempertajam analisis audit tentang teknis yang sering
memiliki ruang untuk terjadinya KKN.
Diklat-diklat dalam Diklat Teknis Substansi Auditor adalah dalam rangka
peningkatan profesionalisme Auditor di dalam pelaksanaan tugasnya yang
dipersyaratkan sebagai suatu Pendidikan Profesi lanjutan (PPL) sebagaimana diatur
di dalam Keputusan Kepala BPKP Nomor: Kep-13.00.00-125/K/1997 tentang Petunjuk
Teknis (Juknis) Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya di Lingkungan
Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah.
Pelaksanaan diklat teknis substansi instansi bersifat fleksibel, artinya disesuaikan
dengan kebutuhan teknis instansi tersebut. Seperti misalnya untuk mempelajari dan
meningkatkan pengetahuan teknis konstruksi bangunan maka dapat dilakukan
dengan Departemen Pekerjaan Umum.
e. Hubungan Diklat dengan karir Auditor
Sesuai dengan ketentuan Pasal 24, 25, dan 26 Keputusan MenPAN Nomor 19 Tahun
1996, ketentuan Pasal 7, 8, dan 9 Surat Keputusan Bersama (SKB) Kepala BKN,
Sekjen BPK, dan Kepala BPKP Nomor 10 Tahun 1996, Nomor 49/SK/S/1996, Nomor
Kep-386/K/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Jabatan Fungsional Auditor
dan Angka Kreditnya, ketentuan Angka IV Huruf A dan Angka VI Huruf A keputusan

kepala BPKP Nomor : Kep-13.00.00-125/K/1997 tentang Petunjuk Teknis (Juknis)


Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya di Lingkungan Aparat Pengawasan
Fungsional Pemerintah, dan ketentuan Angka II Huruf A Keputusan Kepala BPKP
Nomor: Kep-06.04.00-373/K/1997 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) dapat
disimpulkan bahwa :
1. Seorang Pegawai Negeri Sipil untuk dapat diangkat sebagai Auditor harus lulus
sertifikasi masuk yang sekaligus merupakan sertifikasi peran sebagai anggota tim,
kecuali pengangkatan pertama melalui prosedur inpassing;
2. Seorang Auditor untuk dapat berperan sebagai Ketua Tim, Pengendali Teknis,
atau Pengendali Mutu kegiatan Pelaksanaan Pengawasan harus telah lulus sertifikasi
penjenjangan Ketua Tim, Pengendali Teknis, atau Pengendali Mutu;
3. Seorang Auditor untuk dapat berperan sebagai Ketua Tim, Pengendali Teknis,
atau Pengendali Mutu kegiatan Pembinaan atau Pergerakan Pengawasan harus
mengikuti Diklat Pengembangan Peran Ketua Tim, Pengendali Teknis, atau
Pengendali Mutu dari kegiatan Pelaksanaan Pengawasan ke kegiatan Pembinaan
atau Penggerakan Pengawasan.
Sebagaimana diketahui Pegawai Negeri SipiI (PNS) baik pusat maupun daerah telah
diatur dalam pangkat tertentu yang secara otomatis melekat dan dimiliki oleh
masing-masing pegawai. Aturan tersebut juga mengatur tentang tata cara kenaikan
pangkat dan prosedur yang harus dipenuhi. Demikian halnya dengan auditor Itjen
DKP yaitu PNS yang diberi tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak secara penuh
oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan pada instansi
pemerintah.
Seperti halnya pegawai di instansi lain, bagi PNS di lingkungan Inspektorat Jenderal
DKP Departemen Kelautan dan Perikanan pengaturan pelaksanaan kenaikan
pangkat pegawai diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 99
Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2002 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan
Pangkat Pegawai Negeri SipiI disebutkan bahwa :
Kenaikan Pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan
pengabdian Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan terhadap Negara. Selain itu,
kenaikan pangkat juga dimaksudkan sebagai dorongan kepada Pegawai Negeri SipiI
untuk lebih meningkatkan prestasi kerja dan pengabdiannya.
Berdasarkan pengertian tersebut secara jelas terlihat adanya kaitan yang cukup
erat antara pelaksanaan kenaikan pangkat bagi pegawai dengan meningkatnya
prestasi kerja pegawai.
Berkenaan dengan jenis kenaikan pangkat pegawai di lingkungan Inspektorat
Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan pada dasarnya mengacu pada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2002 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat
Pegawai Negeri Sipil, dinyatakan bahwa ada 11 (sebelas) jenis kenaikan pangkat,
yaitu :
1. Kenaikan pangkat reguler adalah kenaikan pangkat Pegawai Negeri SipiI yang
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan tanpa memperhatikan jabatan;

2. Kenaikan pangkat pilihan adalah kenaikan pangkat Pegawai Negeri SipiI yang
memangku jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu;
3. Kenaikan pangkat Istimewa adalah kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang
menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya, atau menemukan penemuan baru
yang bermanfaat bagi negara;
4. Kenaikan pangkat Anumerta adalah kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang
tewas, atas pengabdian dan jasa-jasanya terhadap negara dan bangsa;
5. Kenaikan pangkat Pengabdian adalah Penghargaan kepada Pegawai Negeri Sipil
yang mencapai batas usia pensiun serta memperoleh hak pensiun;
6. Kenaikan pangkat dalam Tugas Belajar adalah penghargaan kepada Pegawai
Negeri Sipil yang ditugaskan mengikuti pendidikan atau latihan jabatan dan mereka
merupakan tenaga terpilih yang dipandang cakap dan dapat dikembangkan untuk
memangku suatu jabatan;
7. Kenaikan pangkat selama menjadi Pejabat Negara
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi pejabat negara dan dibebaskan dari
jabatan organiknya, dapat naik pangkat berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku;
8. Kenaikan pangkat selama dalam Penugasan adalah Pegawai Negeri Sipil yang
dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh pada proyek pemerintah atau
perusahaan milik negara dapat dinaikkan pangkatnya;
9. Kenaikan pangkat selama menjalankan Wajib Militer.
Pegawai Negeri SipiI yang menjalankan dinas wajib militer tidak kehilangan
statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil;
10. Kenaikan pangkat sebagai Penyesuaian Ijazah adalah penghargaan yang
diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh surat tanda tamat belajar,
Ijazah, atau akta dapat dinaikan pangkatnya;
11. Kenaikan pangkat Iain-Iain.
Pengembangan pegawai dalam lingkup mutasi kenaikan pangkat di Inspektorat
Jenderal dapat dicapai melalui dua pilihan, yaitu kenaikan pangkat reguler dan
kenaikan pangkat pilihan. Kenaikan pangkat reguler dilaksanakan oleh staf dan
pejabat struktural atau yang tidak memiliki jabatan fungsional auditor. Sedangkan
sebagai tenaga fungsional, maka kenaikan pangkat dan jabatan yang berlaku bagi
jabatan fungsional auditor dapat disetarakan sebagai kenaikan pangkat pilihan,
yaitu berdasarkan unsur-unsur penilaian dalam tingkat/jumlah perolehan angka
kredit menurut peran penugasan dan jabatannya, yang dalam pengertiannya
adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan atau akumulasi nilai butir-butir
kegiatan yang harus dicapai oleh pejabat fungsional auditor yang digunakan
sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan dan kenaikan pangkat dalam jabatan
auditor (Psl 1 Bab 1 Ketentuan Umum, KepmenPAN No.19/1996).
Kenaikan Pangkat Pilihan adalah kenaikan pangkat yang disamping harus memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan juga harus ada jabatan, atau dengan perkataan lain,
walaupun seoarang Pegawai Negeri Sipil telah memenuhi syarat-syarat umum
untuk kenaikan pangkat, tetapi jabatannya tidak sesuai untuk pangkat itu, maka ia
belum dapat dinaikan pangkatnya. Tingkat pangkat untuk kenaikan pangkat pilihan
dapat ditentukan. Kenaikan Pangkat pilihan bukan hak, tetapi adalah kepercayaan
dan penghargaan kepada seseorang Pegawai Negeri Sipil atas prestasi kerjanya,

yakni bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah menunjukkan prestasi kerja yang tinggi
ada kemungkinan mendapat kenaikan pangkat pilihan. Oleh karena itu butir-butir
kegiatan yang dilaksanakan oleh auditor haruslah dapat dipertanggung-jawabkan
dengan melampirkan arsip/dokumen penugasan yang telah dilaksanakan secara
periodik per semester.
Sedangkan kenaikan pangkat fungsional auditor menurut Keputusan Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Negara No:10 Tahun 1996, Sekretaris Jenderal Badan
Pemeriksa Keuangan No:49/SK/S/1996 dan Kepala Badan Pengawasan
Pembangunan Nomor: Kep-386/K/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Auditor dan Angka kreditnya yakni jenjang jabatan, pangkat dan
golongan ruang auditor serta persyaratan angka kredit kumulatif minimal untuk
kenaikan pangkat atau jabatan setingkat lebih tinggi setiap jabatan auditor dari
yang rendah sampai dengan yang tertinggi dalam Tabel 6, sebagai berikut :
Tabel 6
Komposisi angka kredit yang dibutuhkan untuk kenaikan pangkat/jabatan
No Jabatan Auditor Pangkat dan Golongan/Ruang Persyaratan Angka Kredit Kenaikan
Pangkat/Jabatan
Kumulatif minimal Per Jenjang
Terampil
1 Auditor Trampil Pemula Pengatur Muda Tk.I,II/b 40 20
Pengatur, II/c 60 20
Pengatur Tk.I,II/d 80 20
2 Auditor Trampil Pratama Penata Muda, III/a 100 50
Penata Muda Tk.I,III/b 150 50
3 Auditor Trampil Muda Penata III/c 200 100
Penata Tk.I, III/d 300 AHLI
4 Auditor Ahli Pratama Penata Muda, III/a 100 50
Penata Muda Tk.I,III/b 150 50
5 Auditor Ahli Muda Penata, III/c 200 100
Penata Tk.I,III/d 300 100
6 Auditor Ahli Madya Pembina, IV/a 400 150
Pembina Tk.I,IV/b 550 150
Pembina Utama Muda,IV/c 700 150
7 Auditor Ahli Utama Pembina Utama Madya,IV/d 850 200
Dan Pembina Utama, IV/e 1050
Sumber : Buku Pedoman Jabatan Fungsional Auditor BPKP
Pencapaian angka kredit sebagaimana tertera pada Tabel 6 di atas, diperoleh dari
beberapa unsur penilaian, yaitu : 1. Pendidikan; 2. Pengawasan; 3. Pengembangan
Profesi dan 4. Penunjang. Apabila seorang pegawai telah memenuhi persyaratan
kenaikan pangkat untuk salah satu jenis kenaikan pangkat yang ada, dapat segera
diusulkan untuk mendapatkan pangkat yang baru di Inspektorat Jenderal
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Untuk kenaikan pangkat, seorang auditor harus memperoleh Penetapan Angka
Kredit (PAK) sebagai dasar untuk mempertimbangkan kenaikan jabatan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dan digunakan pula sebagai dasar untuk
menimbang kenaikan pangkat, berdasarkan Pasal 12 ayat (1) PP No.3 tahun 1980

tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil. Dalam penetapan


angka kredit tersebut adapun unsur-unsur yang dinilai adalah : pendidikan,
pengawasan, pengembangan profesi dan penunjang.
4. Evaluasi Program Diklat
Suatu program diklat akan berjalan dengan baik bila direncanakan dengan baik
pula, sedangkan untuk memperoleh gambaran bahwa suatu program pendidikan
dan pelatihan berjalan atau berhasil maka diperlukan suatu evaluasi program.
Evaluasi ini sangat berguna untuk memberi rekomendasi berupa umpan balik agar
memperbaiki program diklat yang akan dilaksanakan.
Ada dua alasan utama mengapa evaluasi program ini perlu dilakukan. Yang pertama
adalah untuk menyempurnakan program, disebut pula evaluasi formatif, sedangkan
evaluasi yang kedua untuk memutuskan apakah program diklat ini dilaksanakan
atau dihentikan dikenal dengan evaluasi sumatif.
Menurut Anderson & Ball sebagaimana dikutip Purwanto dan Suparman (1999 : 11)
alasan dilaksanakannya evaluasi dapat dirinci menjadi enam macam, yaitu :
1) Memutuskan pelaksanaan program;
2) Memutuskan kelangsungan program;
3) Memutuskan penyempurnaan program;
4) Memperoleh bukti pendukung;
5) Memperoleh bukti pendukung untuk dipertahankan program, dan
6) Memahami proses penting dalam diklat.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka alasan dilaksanakan evaluasi bertujuan agar
program pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan dapat berdaya guna dan
berhasil guna. Berguna bagi organisasi dan pegawai serta mengurangi biaya untuk
perekrutan personil baru, serta organisasi tersebut sanggup bertahan di era
kompetisi yang semakin ketat. Hasil evaluasi program diklat akan memberi andil
bagi kebijakan strategis pimpinan untuk kemajuan organisasinya.
Selanjutnya Atmodiwiryo (2002 : 270) mengemukakan bahwa evaluasi pendidikan
dan pelatihan bertujuan untuk :
1) Mendapatkan dan menganalisa informasi untuk mengetahui pencapaian tujuan
jangka panjang dan jangka pendek;
2) Mengetahui pengaruh program pendidikan dan pelatihan terhadap efisiensi dan
efektivitas pelaksanaan tugas instansi peserta diklat;
Evaluasi merupakan suatu tahapan kegiatan yang sangat penting dalam proses
penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pelatihan. Evaluasi yang baik akan
memberi masukan terhadap upaya perbaikan penyelenggaraan kegiatan
selanjutnya.
Menurut Purwanto dan Suparman (1999 :19) bahwa terdapat beberapa model
evaluasi , diantaranya :
1) Model CIPP (Context-Input-Process-Product) dari Stufflebeam.
a) Evaluasi Context
Evaluasi ini berfokus pada pendekatan sistem dan tujuan
b) Evaluasi Input
Evaluasi ini berfokus pada kemampuan sistem, strategi pencapaian tujuan,
implementasi desain dan cost benefit dari rancangan input diklat yang dapat
dijadikan obyek evaluasi meliputi aspek-aspek instruktur, fasilitator, sumber,
fasilitas dan organisasi. Fasilitas terdiri dari bangunan fisik, perpustakaan, media

instruksional, dan peralatan penunjang lainnya. Fasilitator ditinjau dari aspek-aspek


kualifikasi, pemanfaatan, kondisi layanan dan efektifitasnya.
c) Evaluasi Process
Evaluasi ini berfokus menyediakan informasi untuk pembuatan keputusan hari demi
hari untuk melaksanakan program, membuat catatan atau merekam pelaksanaan
program dan mendeteksi peramalan program. Proses instruksional dalam diklat
yang dapat dijadikan obyek evaluasi meliputi metode pelatihan, isi kurikulum dan
tujuan, bimbingan, evaluasi, serta pelaksanaan belajar mengajar di lapangan.
d) Evaluasi Produk
Evaluasi ini berfokus pada mengukur pencapaian tujuan selama proses dan pada
akhir program. Produk diklat yang dapat dijadikan obyek evaluasi meliputi
pengetahuan, keterampilan, sikap dan kinerja peserta sebelum, selama dan setelah
mengikuti pelatihan.
2) Evaluasi formatif-sumatif dari Scriven
Evaluasi formatif digunakan untuk memperbaiki program selama program tersebut
sedang berjalan. Evaluasi sumatif bertujuan mengukur efektifitas keseluruhan
program. Mengukur dan menilai hasil akhir dari program ini bertujuan untuk
membuat keputusan tentang kelangsungan program tersebut, yaitu diteruskan atau
dihentikan.
3) Meta Evaluasi
Suatu evaluasi yang ditujukan kepada berbagai evaluasi.
Berdasarkan pendapat ahli tentang evaluasi, maka peneliti memiliki hasrat untuk
melakukan evaluasi sumatif terhadap program pendidikan dan pelatihan teknis
substansi pada beberapa aspek evaluasi, seperti relevansi diklat dengan tugas
pokok dan fungsi pengawasan, kerjasama dengan penyelenggara diklat,
kemampuan instruktur dan penyediaan sarana serta prasarana diklat. Sedangkan
untuk pendidikan dan pelatihan sertifikasi akan dilakukan evaluasi input, hal ini
dikarenakan proses pendidikan dan pelatihan sertifikasi jabatan fungsional auditor
telah terakreditasi oleh BPKP. Input evaluasi tersebut mencakup perencanaan,
pengembangan karir auditor pasca diklat yang metode evaluasinya banyak
menggunakan teknis wawancara kepada nara sumber (key informant).
B. Model Berfikir
Untuk mendapatkan gambaran umum terhadap pokok permasalahan penelitian
dengan aspek yang akan diteliti, maka peneliti perlu menentukan model berfikir
secara tepat, guna menemukan realitas/bukti empiris di lapangan. Hal ini
dimungkinkan, karena dapat saja dalam proses penelaahan permasalahan yang
diteliti ditemukan bahwa model berfikir akan berbeda dengan kesimpulan
penelitian, karena model berfikir merupakan penjelasan secara deskriftif naratif
yang menggambarkan keterkaitan antara konsep-konsep kunci yang secara terpadu
merupakan potret fokus permasalahan. Seperti tertuang dalam Pedoman Penulisan
Skripsi STIA-LAN RI (2001:20) yang menyatakan bahwa Dalam penggunaan
metodologi penelitian kualitatif adalah model berfikir sebagai penjelasan secara
deskriftif naratif yang menggambarkan keterkaitan antara konsep-konsep kunci,
yang secara integrasi merupakan potret (manifestasi) fokus permasalahan dan bila
diperlukan model berfikir itu dapat digambarkan secara diagramatik .
Gambar: 5 Diagram Model berfikir :

Dalam penelitian ini menggunakan aspek tunggal atau mandiri yakni strategi
pengembangan pegawai melalui pendidikan dan pelatihan. Sehingga penelitian ini
hanya bermaksud menganalisis satu aspek saja tanpa menghubungkan atau
membandingkan dengan aspek lainnya. Untuk memberi penjelasan terhadap aspek
yang diteliti, maka dilakukan penambahan pada 2 sub aspek, yaitu pendidikan dan
pelatihan sertifikasi fungsional auditor dan pendidikan dan pelatihan teknis
substansi auditor.
Aspek strategi pengembangan tenaga fungsional auditor diteliti dengan
menggunakan alat analisis SWOT, hal ini dikarenakan aspek tersebut sangat terkait
sekali dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan
pengembangan pegawai Itjen khususnya pengembangan tenaga fungsional auditor.
Artinya, bahwa secara umum teori strategi pengembagan tenaga fungsional auditor
mengambil beberapa literatur teori ilmiah pengembangan pegawai yang sudah
dipublikasikan, sedangkan secara khusus strategi pengembangan tenaga fungsional
auditor mengambil beberapa pustaka yang bersumber dari kebijakan publik yang
sudah ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu peneliti merasa tepat
menggunakan metode SWOT. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi peneliti,
karena seperti dikatakan olej Prasetya Irawan (2002 : 102) menyatakan
bahwa ,Dalam lingkungan penelitian kualitatif peneliti dituntut untuk tetap kreatif
dan berani berimprovisasi dalam penelitiannya,. Kelebihan penelitian riset kualitatif
justru terletak pada kebebasan yang diberikan kepada seorang peneliti untuk
berimprovisasi dalam penelitiannya.
Sebagaimana pendapat Simamora seperti telah diuraikan pada gambar 4 (hal 21) di
atas, dikatakan bahwa pendidikan dan pelatihan termasuk salah satu variabelvariabel yang termasuk dalam implementasi strategi manajemen sumberdaya
manusia. Oleh karena itu peneliti menggunakan sub aspek diklat sertifikasi jabatan
fungsional auditor dan diklat teknis substansi auditor sebagai pendukung dari aspek
strategi pengembangan tenaga fungsional auditor. Pemakaian kedua sub aspek
tersebut diambil dengan alasan, bahwa alat untuk mengukur atau dengan kata lain
instrumentasinya lebih valid dan reliabel dalam menganalisa data . Konkritnya, data
diklat sertifikasi dan teknis substansi auditor bersifat ajeg atau konsiten, sehingga
apabila diklarifikasikan tentu memiliki kestabilan data, sedangkan data kebijakan
sangat tergantung dari sifat dan sikap serta gaya kepemimpinan instansi yang
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan internal maupun eksternal, atau dengan
kata lain data strategi kebijakan tenaga fungsional auditor tidak ajeg/konsisten dan
bila dilakukan konfirmasi melalui beberapa instrumen tentu tidak stabil. Kombinasi
alat analisis tersebut diharapkan dapat memberi fenomena baru terhadap
penelitian-penelitian kualitatif secara umum pada topik pengembangan pegawai,
secara khusus pada tema pengembangan tenaga fungsional auditor.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana strategi pengembangan tenaga fungsional auditor di Inspektorat
Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan ?
2. Bagaimana pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat) fungsional
pengawasan serta sertifikasi tenaga auditor di lingkungan Inspektorat Jenderal
Departemen Kelautan dan Perikanan ?
3. Bagaimana pelaksanaan pendidikan dan pelatihan teknis substansi auditor di

lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan ?


Demikian uraian kerangka teori disampaikan, selanjutnya sebelum menganalisis
permasalahan secara mendalam antara permasalahan penelitian dan kerangka teori
diperlukan suatu metodologi penelitian, yang akan dijabarkan dalam bab
selanjutnya.
--DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU
Anoraga Pandji, 2000, Manajemen Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta
Arikunto, Suharsimi, (1998), Metode Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta,
Rineka Cipta;
Atmodiwiryo Soebagio (2002), Manajemen Pelatihan, Jakarta: Ardadizya Jakarta.
Hadari, Martini, dan Nawawi Hadari (1990), Administrasi Personil Untuk
Meningkatkan Produktivitas Kerja, Jakarta CV. Haji Masagung.
Hasibuan Malayu, 1991, Manajemen Personalia, Ghalia, Jakarta
, (1991), Manajemen Sumber Daya Manusia dan Kunci Keberhasilan, Jakarta,
Haji Masagung
Husein Umar, (2003). Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi, Jakarta, PT
Gramedia Pustaka Utama
Irawan Prasetya. et.al, (1997), Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, STIA LAN
Press.
, (1999), Logika dan Prosedur Penelitian, Jakarta, STIA LAN
Julianto, (1996), Analisa Data Kualitatif, Jakarta.
Kartono, Kartini (1995) Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung, CV Mandar
Maju.
Mangkuprawira, Sjafri (2003, MSDM Strategik, Jakarta, Ghalia Indonesia
Martoyo Susilo, 2000, manajemen Sumber Daya Manusia, BPFE, Yogyakarta
Moekijat, (1991), Latihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Bandung,
Mandar Maju.
Moenir, AS (1983), Pendekatan Manusiawi dan Organisasi Terhadap Pembinaan
Kepegawaian, Jakarta, PT. Gunung Agung
Moleong, Lexy, J, Dr, MA, (2000), Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT.
Remaja Rosdakarya.
Musanef, (1992), Manajemen Kepegawaian di Indonesia, Jakarta CV. Haji Masagung.
Nitisemito, S, Alex, (1982), Manajemen Personalia, Jakarta, Ghalia Indonesia.

Notoadmodjo, Soekirjo, (2003), Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta,


Renika Cipta.
Purwanto dan Suparman, (1999), Evaluasi Prgram Diklat, STIA-LAN Press.
Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara (2001), Pedoman
Penulisan Skripsi, STIA_LAN Press, Jakarta
Siagian, Sondang. P, (1982), Filsafat Administrasi, Jakarta, Gunung Agung.
, (1996), Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, Bumi Aksara
................, (1985), Kamus Besar Mahasa Indonesia
Simamora Henry, (2004), Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN
Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi (1986), Metode Penelitian Survey, Jakarta,
LP3ES.
STIA LAN, (2001), Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta, STIA LAN Pres.
Sugiyono, (2002), Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta Bandung.
Veithzal Rivai, (2004), Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, Murai
Kencana Jakarta.
Wursanto. IG, (1989), Menajamen Kepegawaian, Jakarta, Ghalia Indonesia
B. DOKUMEN DOKUMEN
Undang-Undang No. 43 tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 5
tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang pemerintahan yang bersih dan
bebas KKN.
Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang pecepatan pemberantasan KKN.
Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Instansi Pemerintah.
Peraturan Presiden Nomor 7 yahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Menengah (RPJM) 2004-2009.
Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1980 tentang Pengangkatan dalam pangkat
pegawai negeri sipil
Peraturan Pemerintah No. 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan
Pegawai Negeri Sipil
Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah No 99 tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil
Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1994 tentang pendidikan dan pelatihan bagi
pegawai negeri sipil.
Buku Pedoman Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya di Lingkungan
Inspektorat Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 19 Tahun 1996, tentang


jabatan fungsional.
Surat Keputusan Kepala BPKP No:13.00.00-125/K/1997 tentang Penjenjangan
Jabatan Fungsional.
Surat Keputusan Kepala BPKP No: Kep-06.04.00-373/K/1997 tentang Juklat sertifikasi
diklat fungsional auditor.
Keputusan Kepala BAKN No;49/SK/S/1996 dan Kepala BPKP Nomor:Kep-386/K/1996
tentang Juklak Jabatan Fungsional Auditor dan angka kreditnya
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor ; PER-07/MEN/2005 tentang
organisasi dan tata kerja Departemen Kelautan dan Perikanan.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP-25/MEN/2004 tentang
Pedoman Pengawasan Fungsional.

Bila anda berminat membuat skirpsi, tesis, disertasi atau olah data statistik.
Hubungi kami :
www.skripsitesisdisertasi.com
www.jasapembuatanskripsi.net
www.jasapembuatantesis.net
www.jasapembuatandisertasi.net
Regards,
"CALYPSO"
Email: olahdatacalypso@yahoo.com
Home/Office: Jl. Raya Kesadaran RT 01 RW 07 No. 49
Cipinang Muara Jakarta Timur
Telp. (021) 21281112
Hp. 081316381004 - 085771129900
Pin BB: 266FA6D0

Anda mungkin juga menyukai