Akut
2.
Subakut
: tanggapan terhadap rangsang yang tidak seberat tanggapan akut, timbul dalam waktu lebih
lama dan dapat menjadi akut.
3.
Kronik
: tanggapan terhadap rangsang yang berlangsung dalam waktu lama, paling tidak mencapai >
0,1 masa hidup.
4.
Letal
5.
Subletal
6.
Bioassay Aquatic
7.
Dosis Letal-50
8.
9.
10
11
12
13
14
Konsentrasi Letal-50
(Lethal Concentration-50
Dosis Efektif-50
(Effective Dose-50
atau ED50)
Konsentrasi Efektif-50
(Effective Concentration-50
atau EC50)
Konsentrasi Aman
(Safe Concentration
atau SC)
(Maximum Alloable
Toxicant Concentration
atau MATC)
Penentuan toksisitas akut umumnya digunakan untuk menentukan tingkat
konsentrasi bahan toksik yang menimbulkan efek merugikan terhadap persentase
spesifik organisme uji dalam periode waktu yang pendek. Penentuan toksisitas akut
yang paling umum yaitu penentuan mortalitas atau letalitas akut.
Pada umumnya toksisitas diekspresikan sebagai [C 50 atau LD50 yaitu konsentrasi
atau dosis yang dalam kondisi spesifik menyebabkan mortalitas separoh populasi
organisme dalam jangka waktu tertentu. Secara eksperimental efek 50% populasi
merupakan ukuran toksisitas yang paling reproduksibel suatu bahan toksik terhadap
suatu kelompok organisme uji. Waktu 96 jam merupakan lama (durasi) persentuhan
yang mullah dan umum digunakan, oleh karena itu pengukuran toksisitas akut yang
paling banyak dilakukan yaitu penentuan LC50-96 jam.
Clarias batrachus (Johnson dan Finley 1980). Guna menjaga homogenitas, hewan uji
yang digunakan sebaiknya berasal dari satu tempat yang sama. Jika menggunakan
ikan sebagai hewan uji, maka sebaiknya ikan yang digunakan mempunyai berat 0,21,5 g (fingerling fish). Guna meningkatkan akurasi hasil, sebaiknya hewan uji yang
digunakan umurnya relatif sama. Jika menggunakan ikan, maka umur yang relatif
sama tersebut dapat didekati dengan menggunakan ikan yang mempunyai
perbandingan ukuran panjang baku ikan yang terkecil dengan ikan yang terbesar tidak
lebih dari 1 : 1,5; misalnya jika panjang baku ikan terkecil yang digunakan = 3 cm,
maka panjang baku ikan uji terbesar yang boleh digunakan maksimal = 4,5 cm.
3. Tatalaksana uji toksisitas
Pelaksanaan uji toksisitas diawali dengan tahap pemeliharaan (holding),
kemudian dilanjutkan dengan aklimasi (acclimation), uji pendahuluan (exploratory test)
dan uji sesungguhnya (full-scale test).
a. Pemeliharaan (holding)
1)
2)
3)
4)
Hewan uji yang mati atau abnormal segera dibuang (Anonymous 1975).
b. Aklimasi (acclimation)
1)
2)
Aklimasi dianjurkan selama minimal 10 hari. Apabila dalam waktu 48 jam lebih
dari 3% populasi hewan uji mati, maka populasi hewan uji dianggap tidak
memenuhi syarat untuk pengujian.
3)
pengamatan
pola
aktivitas
hewan
uji
(meliputi
frekuensi
pernafasan, pola gerak, dan escape reflex) pada 0 jam, 24 jam, 48 jam, 72
jam dan 96 jam serta pengukuran kualitas air uji pada 0 jam, 48 jam dan 96
jam.
3) Penentuan LC50-96 jam dilakukan dengan pendekatan analisis regresi linier
sederhana atau dengan cara menginterpolasi titik ordinat 50% (sumbu Y) ke
garis regresi linier yang digambar di atas kertas grafik (milimeter blok)
kemudian ditarik garis tegak lurus absis (sumbu X).
Dalam uji toksisitas sebaiknya dilakukan aerasi pada setiap bejana uji, walaupun
sebagai pembanding dapat juga dilakukan pengujian tanpa pemberian aerasi.
Pemberian aerasi bertujuan agar diperoleh hasil yang lebih akurat karena efek yang
terjadi betul-betul disebabkan oleh bahan uji (senyawa kimia, air limbah, dan lain-lain),
bukan karena kekurangan oksiaen selama masa pengujian.
Berikut ini merupakan variasi konsentrasi progresif bahan pencemar pada skala
logaritmik yang banyak digunakan sebagai acuan dalam uji toksisitas:
Kolom 1
Kolom 2
Kolom 3
Kolom 4
Kolom 5
10,0
8,7
7,5
6,5
5,6
4,2
3,7
3,2
2,8
2,4
2,1
1,8
1,55
1,35
1,15
1,0
(Sumber: Rand, 1980)
Catatan: angka-angka dalam kolom-kolom tabel di atas dapat dikalikan atau dibagi
dengan angka basis 10, misalnya 10 -3, 10-2, 10-1, 102, 103, dan seterusnya.
Umumnya penggunaan konsentrasi pada kolom-kolom 2, 3 dan 4 sudah
memadai untuk suatu pengujian pestisida. Guna memperoleh data yang
lebih akurat dapat digunakan angka-angka pada kolom 5.
C. Tolokukur subletal
Dalam uji toksisitas disamping tolokukur kematian atau letalitas, jugs sering
digunakan tolokukur subletal. Menurut Mitrovic (1972) beberapa tolokukur subletal
tersebut antara lain:
1. perubahan sifat biologik penting seperti laju pertumbuhan, cars makan, pematangan
(maturation) sel kelamin, kemampuan fertilisasi, perkembangan telur, kelulus
hidupan (survival rate) anak ikan, dan lain-lain.
2.
3.
Patomorfologik Branchia
terjadi edema pada lamellae secundariae
branchiales (menunjukkan telah terjadi pengotoran
Tingkat 2 :
lamellae
pencemaran)
terjadi
penyatuan dua lamellae secundariae
branchiales (menunjukkan telah terjadi pencemaran
Tingkat 4 :
ringan)
terjadi hyperplasia pada hampir seluruh lamellae secundariae branchiales (menunjukkan telah terjadi pen-
Tingkat 5 :
cemaran sedang)
terjadi kerusakan dan hilangnya struktur lamellae secundariae branchiales serta hilangnya bentuk
filamentum branchiale (menunjukkan telah terjadi
pencemaran berat).
Pada banyak uji toksisitas dan kajian tentang pencemaran air sering ditemukan
terjadinya perubahan sitologik berupa terjadinya degenerasi (perubahan struktur) dan
kematian sel. Fase-fase degenerasi dan kematian sel yang sering terlihat pada organ
atau jaringan tubuh organisme yang telah terpapar
2.
Degenerasi lemak (fatty degeneration). Fase kedua degenerasi sel ini merupakan
akibat lebih lanjut dari pembengkakan sel dan sering disebut sebagai infiltrasi
lemak. Akibat adanya penimbunan intraseluler, sitoplasma tampak bervakuola
dengan mekanisme sangat mirip dengan yang terjadi pada perubahan hidropik
tetapi vakuola tersebut berisi lemak.
3.
Piknosis
b.
c.
Karyolysis
: ditandai dengan butir-butir kromatin yang larut dan berdifusi melalui membran nukleus,
4. Pengapuran (calcification), hanya dapat terjadi pada jaringan yang mampu mengikat
garam dapur (NaCI) atau kalsium (Ca) seperti matriks cartilaginous pada ujung
tulang yang sedang tumbuh dan jaringan osteoid yang baru dibentuk oleh
osteoblast. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengendapan kalsium yaitu
keadaan patologik jaringan serta kadar garam kalsium dalam darah.
Gambar berikut menunjukkan kronologi kematian sel atau necrosis yang dapat terlihat
dengan jelas pada terjadinya perubahan pada inti sel (nukleus):