ingin mengetahui secara eksak berapa besar gajah bila dibandingkan dengan
semut maka dengan bahasa verbal kita tidak dapat mengatakan apa-apa.
Bahasa verbal hanya mampu mengumakakan pertanyaan yang bersifat
kualitatif. Demikian juga maka penjelasan dan ramalan yang diberikan oleh
ilmu dalam bahasa verbal semuanya bersifat kualitatif. Kita bisa mengetahui
bahwa logam kalau dipanaskan akan memanjang. Namun, pengertian kita
hanya sampai disitu. Kita tidak bisa mengatakan dengan tepat berapa besar
pertambanhan panjang. Hal ini menyebabkan penjelasan dan ramalan yang
diberikan oleh bahasa veerbal tidak bersifat eksak, menyebabkan daya prediktif
dan kontrol ilmu kuarang cermat dan tepat.
Untuk mengatasi masalah ini matematika mengembangkan konsep
pengukuran. Lewat pengukuran, maka kita dapat mengetahui dengan tepat
berapa panjang sebatang logam dan berapa pertambahan panjangnya kalau
logam itu dipanaskan.dengan mengetahui hal ini maka pernyataan ilmiah yang
berupa pernyataan kualitatif seperti sebatang logam kalau dipanaskan akan
memanjang dapat diganti dengan pernyataan matematika yang lebih eksak,
umpamanya :
P = P (1+
t)
merupakan koefisien
Disamping dua lairan ini terdapat pula aliran ketiga yang dipelopori oleh
David Hilbert (1862-1943) dan terkenal dengan sebutan kaum formalis.
Thesis utama kaum logistik adalah bahwa matematika murni merupakan
cabang dari logika. Thesis ini mula-mula dikembangkan oleh Gottlob Frege
(1848-1925) yang menyatakan bahwa hukum bilangan (the law of number)
dapat direduksikan kedalam proposisi logika. Russell dan Whitehead berhasil
menyelesaikan pembuktian ini, meskipun diluar sistem bilangan mereka di
tuduh mengembangkan berbagai asumsi yang kurang dapat diterima.1
Kaum formalis menolak anggapan kaum logistik ini yang menyaatakan
bahwa konsep matematika dapat direduksikan menjadi konsep logika. Mereka
berpendapat bahwa banyak masalah-masalah dalam bidang logika yang sama
sekali tidak ada hubungannya dengan matematika. Bagi mereka matematika
merupakan pengetahuan tentang struktur formal dari lambang. Kaum formalis
menekankan kepada aspek formal dari matematika sebagai bahasa perlambang
(sign-languag) dan mengusahakan konsistensi dalam penggunaan matematika
sebagai bahasa lambang. Kaum ini belum banyak membawa hasil.
Pengetahuan kita tentang bilangan, kata Frege, merupakan pengertian
nasional yang bersifat apriori, yang kita pahami lewat mata penalaran (the
eye of reason) yang memeandang jauh kedalam struktur hakikat bilangan. 2 Hal
ini ditentang oleh kaum intuisionis yang menyatakan lewat Brouwer bahwa
intuisi murni dari berhitung merupakan titik tolak tentang matematika bilangan.
Hakikat sebuah bilangan harus dapat dibentuk melalui kegiatan intuistif dalam
berhitung (counting) dan menghitung (calculating). Dengan demikian maka
pernyataan Gorge Cantor (1845-1918) yang menyatakan bahwa lebih bnyak
bilangan nyata (real number) dibandingkan bilangan asli (natural number)
ditolak oleh kaum intuisionis. Hal ini menyebabkan bnyak sekali bagian dari
matematika yang secara komulatif telah diterima harus ditolak. Dan
matematika itu sendiri harus ditulis kembali secara rumit.
1
2
Dari pembahasan diatas jelas bahwa tidak satupun dari ketiga aliran
dalam filsafat matematika ini sepenuhnya berhasil dalam usahanya. Walaupun
demikian perbedaan pandangan ini tidak melemahkan perkembangan
matematika malh justru sebaliknya dimana satu aliran memberi inspirasi
kepada aliran-aliran lainya. Kaum logistik mempergunakan sistem simbol yang
dikembangkan oleh kaum
(1777-1855).Pearson
melanjutkan
teori-teori
Galton
dan
Kesimpulan
Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah
dengan berdasarkan metode dari sarana yang diperlukan berpa sarana bahasa,
logika, matematika, dan statistika.
REFERENSI
Suriasumantri S. Jujun, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Sinar Harapan,
2007, Jakarta.